A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian bagi suatu negara
dalam jangka panjang, karena pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.
Perkembangan ekonomi dapat menimbulkan kemakmuran dan taraf hidup
masyarakat semakin meningkat. Perkembangan akan pembangunan ekonomi
memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, sedangkan
pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Konsep
pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses
industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur
kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang
lebih maju maupun taraf hidup yang lebih baik. Pembangunan industri merupakan
suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat.
Industrialisasi merupakan salah satu usaha yang dilakukan pemerintah
dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi. Seiring berkembangnya,
pertumbuhan sektoral mengalami pergeseran. Awalnya sektor pertanian menjadi
sektor unggulan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan
ekonomi, akan tetapi seiring dengan berkembang pesatnya industrialisasi serta
didukung kebijakan dari pemerintah maka sektor manufaktur ini mengalami
peningkatan sehingga mulai menggeser sektor pertanian.
Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama di balik urbanisasi yang
cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980- an. Berbeda dalam kasus industri
berbasis sumber daya, industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di
sekitar kota. Pertanian dan industri berdampingan, bahkan kadang berebut lahan
di seputar pusat-pusat kota yang pada gilirannya semakin mengaburkan
perbedaan baku antara desa dan kota (McGee, 1991) dalam (Sodik,2007:1).
Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan
kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapat
manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya
menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang
lebih tinggi, menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil
dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding perdesaan (Malecki, 1991)
dalam (Sodik,2007:2). Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila aglomerasi, baik
aktivitas ekonomi dan penduduk di perkotaan, menjadi isu sentral dalam
literatur geografi ekonomi, strategi bisnis dan peningkatan daya saing
nasional dan studi-studi regional (Krugman,1998) dalam (Sodik,2007:2).
Hubungan positif antara aglomerasi geografis dari kegiatan-kegiatan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dibuktikan (Martin dan
Octavianno, 2001) dalam (Sodik,2007:2). Aglomerasi menghasilkan perbedaan
spasial dalam tingkat pendapatan. Semakin teraglomerasi secara spasial suatu
perekonomian maka akan semakin meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah
yang banyak industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah
yang hanya mempunyai sedikit industri pengolahan. Alasannya adalah
daerah-daerah yang mempunyai industri pengolahan lebih banyak mempunyai akumulasi
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak punya
konsentrasi industri pengolahan.
Adanya industri di suatu wilayah dapat memberikan dampak terhadap
pertumbuhan ekonomi, serta dengan banyakanya tenaga kerja yang terserap dalam
industri tersebut juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
Berdasarkan data BPS tahun 2015, industri Pengolahan memegang peranan yang
strategis dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Pembangunan di sektor ini
menjadi sangat penting karena kontribusinya yang tinggi terhadap PDB.
Meskipun kontribusinya terhadap total PDB mengalami penurunan dalam lima
tahun terakhir, peran Industri Pengolahan terhadap penciptaan lapangan kerja di
Indonesia cukup signifikan, meskipun masih lebih rendah dibanding tenaga kerja
yang terserap di lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Hal ini
tercermin dari tenaga kerja yang terserap di sektor ini sebesar lebih dari 10 juta
jiwa. Sepanjang tahun 2014, Industri Pengolahan tumbuh 4,63 persen dan yang
semakin berkembang yaitu industri makanan dan minuman. Kemenperin
meyebutkan target pertumbuhan Industri Pengolahan tahun 2015 sebesar 6,1
persen dengan sektor penyumbang terbesar yaitu makanan dan minuman. Hal
yang penting untuk mendukung pertumbuhan industri di Indonesia yaitu
penyediaan energi dengan harga murah dan infrastruktur pendukung. (Laporan
Perekonomian Indonesia,2015:38)
Berdasar data statistik dapat diketahui bahwa, pada tahun 2014 Kota
Surabaya menghasilkan nilai total PDRB sebesar Rp. 365 trilyun. Jumlah
tersebut lebih tinggi dari PDRB tahun 2013 Rp. 327 trilyun. Tren peningkatan
nilai PDRB Kota Surabaya tahun 2014 disumbangkan oleh sektor Perdagangan
Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan nilai mencapai
hampir 100 triliun rupiah. Sektor berikutnya dengan nilai terbesar adalah
Industri pengolahan yang berkontribusi 19,36 persen. Sektor Informasi dan
Komunikasi menempati peringkat ke-5 dengan nilai 20,14 triliuan atau 5,52
persen.
Berdasarkan penelitian (Sihombing,2008) dalam (Susetyo,2011:6)
menemukan bahwa hal yang penting dari penggunaan faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah adalah pola pemusatan,
dimana terdapat kumpulan berbagai jenis industri pada suatu tempat tertentu,
sehingga mengakibatkan timbulnya keuntungan eksternal yang dalam hal ini
adalah penghematan aglomerasi. Hal ini berarti suatu industri dapat
mengakibatkan terkumpulnya faktor–faktor pendukung industri tersebut dan
terkonsentrasinya kegiatan industri di wilayah tertentu. Pada tahun 2013, Kota
Surabaya memiliki jumlah industri manufaktur sebanyak 882 unit industri,
sedangkan industri paling banyak yang ada di Jawa Timur adalah di Kabupaten
Sidoarjo. Selain itu juga Kota Surabaya memiliki tiga kawasan industri,
diantaranya adalah kawasan Test 1, Kawasan Contoh 1, dan Surabaya Industrial
Estate Rungkut.
Banyaknya industri disuatu wilayah dapat menyerap jumlah tenaga kerja,
karena berdirinya industri menjadi faktor penarik untuk melakukan migrasi dan
menyerap tenaga kerja. Suatu perekonomian yang berkembang dengan pesat
belum tentu jaminan yang paling baik terhadap ciri suatu daaerah itu
tenaga- tenaga kerja baru yang setiap tahun. Memasuki angkatan kerja,
dalam hal ini pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional berkaitan erat
dengan perluasan kesempatan kerja karena faktor produksi tenaga kerja
merupakan faktor yang penting artinya bagi pertumbuhan ekonomi, selain
dipengaruhi oleh model alam dan teknologi. Oleh pertumbuhan penduduk harus
diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja agar angkatan kerja yang ada dapat
diserap. (Rustiono,2008:19).
Pertumbuhan penduduk dan hal- hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dan
merangsang pertumbuhan ekonomi artinya semakin banyak penduduk akan
meningkatkan potensi pasar domestik, dengan catatan mereka mempunyai
daya beli, sehinga permintaan akan meningkat (Todaro, 1998:63 dalam
Rustiono,2008:19). Namun apabila Pertumbuhan penduduk sangat pesat akan
berakibat pada peningkatan jumlah kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja
merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam
usia kerja dalam kelompok yang sama. Semakin banyak tenaga kerja, berarti
semakin banyak penduduk yang mendapatkan penghasilan, dengan begitu
kesejahteraan penduduk akan meningkat, yang berarti akan memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kualitas tenaga kerja dicerminkan oleh adanya perbaikan pendidikan. Gary
S. Becker dalam Ace Suryadi (1994) dalam (Susetyo,2011:8) yang mengkaji lebih
dalam mengenai peran pendidikan formal dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi menyatakan bahwa, semakin tinggi pendidikan formal yang diperoleh,
dengan teori human capital, yaitu bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Teori ini menganggap pertumbuhan penduduk
ditentukan oleh produktivitas perorangan. Jika setiap orang memiliki penghasilan
yang lebih tinggi, maka pertumbuhan ekonomi penduduk dapat ditunjang. Sejak
tahun 1999, United Nations DevelopmentProgram (UNDP) mengenalkan konsep pengukuran mutu modal manusia yang diberi nama Human Development Indeks
atau disebut IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Surabaya dari tahun ketahun
selalu meningkat, mulai pada tahun 2010 sebesar 65,36% yang masuk dalam
kategori sedang, dan pada tahun 2014 IPM di Kota Surabaya sebesar 68,14%.
Dilihat dari perhitungan IPM di Kota Surabaya dari tahun ketahun, yaitu mulai
tahun 2010-2014, Kota Surabaya memiliki presentase IPM kategori sedang.
Tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor,diantaranya adalah pendidikan, standart hidup layak dan angka harapan
hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah.
Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang pertumbuhan ekonominya
sangatlah pesat, beberapa faktor yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan
ekonomi di Kota Surabaya adalah faktor letak geografis Kota Surabaya. Kota
Surabaya juga merupakan kota industri, industri tersebut meliputi industri logam
dasar, kimia dasar, tekstil, industri makanan dan minuman. Berdasarkan data
statistik PDRB di Jawa Timur pada tahun 2014, Kota Surabaya memiliki jumlah
ditempati oleh Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah PDRB Rp. 106.156,4 Milyar
dan yang paling rendah ditempati oleh Kota Blitar dengan PDRB sebesar Rp.
3.648,5 Milyar.
Tingkat PDRB disuatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor,beberapa
faktor yang mempengaruhi PDRB disuatu wilayah diantaranya adalah faktor
sumber daya manusia, sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi,
budaya dan sumber daya modal. Menurut Sukirno,2011:432 dapat diketahui
bahwa, pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah tanah dan kekayaan alam, jumlah dan mutu penduduk dan
tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, serta sistem sosial dan
sikap masyarakat. Salah satu contoh dari beberapa faktor tersebut diantaranya
adalah Aglomerasi industri,tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia.
Penelitian ini akan membahas mengenahi seberapa besar aglomerasi
industri, tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Surabaya pada tahun 2011-2015.
Metode yang digunakan untuk menghitung aglomerasi adalah dengan
mengggunakan Indeks Balassa sebagai indikator aglomerasi industri dan menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan rumus
IPM Metode baru, serta rumus pertumbuhan ekonomi yang kemudian di
regresikan. Metode analisis dengan regresi yang digunakan untuk mengetahui
apakah faktor aglomerasi industri, tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manuisa
(IPM) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Wilayah Kota Surabaya.
Selain itu bisa diketahui perbandingan pertumbuhan ekonomi disetiap kecamatan
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, adapun tujuan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui persebaran industri manufaktur di Kota Surabaya
2. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah kawasan industri Kota Surabaya tahun 2011-2015.
3. Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah kawasan industri Kota Surabaya tahun 2011-2015.
4. Menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah kawasan industri Kota Surabaya tahun
2011-2015.
5. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri, jumlah tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah
kawasan industri Kota Surabaya tahun 2011-2015.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pendapat sementara dari suatu penelitian serta pedoman
dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori terkait dimana suatu
hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua
variabel atau lebih. Dari uraian mengenai hubungan antar variabel diatas, maka
dapat dituliskan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
2. Tenaga kerja di duga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah kawasan industri Kota Surabaya
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di duga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah kawasan industri Kota Surabaya
4. Aglomerasi industri manufaktur, tenaga kerja dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di duga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
di daerah kawasan industri Kota Surabaya
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian tersebut, maka manfaat penelitian ini
adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk berlatih dalam melakukan penelitian serta peka terhadap permasalahan-permasalahan
mengenai pengaruh glomerasi industri manufaktur, tenaga kerja dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota
Surabaya
2. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana pengaruh glomerasi industri manufaktur, tenaga kerja dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota
Surabaya
Pembangunan Manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota
Surabaya
E. Ruang Lingkup dan Jabaran Variabel
Ruang lingkup penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh aglomerasi
industri, tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya tahun 2011-2015. Dalam penelitian ini
peneliti hanya akan membatasi dengan variabel-variabel yang sudah ditentukan
yaitu aglomerasi industri, tenag kerja, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
pertumbuhan ekonomi . Adapun penjabaran dari variabel-variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
Jabaran Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Tabel Jabaran Variabel
Variabel Indikator Sumber data Tehnik PengumpulanData AnalisisData
Aglomerasi
Sekunder Studi Dokumen BPS Kota Surabaya
Uji Regresi Linier Berganda
Tenaga kerja - Penduduk usia 15-64
tahun yang bekerja Sekunder Studi Dokumen BPS Kota Surabaya Uji Regresi Linier
Sekunder Studi Dokumen BPS
Kota Surabaya Uji Regresi Linier Berganda Pertumbuhan
Ekonomi - PDRB tahun 2011-2015 Sekunder Studi Dokumen BPS Kota Surabaya
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi dikawasan
perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity). Sedangkan aglomerasi industri manufaktur adalah pemusatan industri sedang dan besar yang ada di daerah kawasan industri di Kota Surabaya tahun
2011-2015.
2. Tenaga Kerja
Jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja selama seminggu yang lalu
untuk laki-laki dan perempuan (dalam satuan jiwa) di daerah kawasan industri di
Kota Surabaya tahun 2011-2015.
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM dinyatakan dalam indeks yang diukur dengan memadukan unsur
pendidikan, kesehatan dan tingkat pengeluaran perkapita disesuaikan dalam
bentuk persen yang ada di di daerah kawasan industri di Kota Surabaya tahun
2011-2015.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi di kawasan
industri di Kota Surabaya yang dinyatakan dalam PDB atas dasar harga kontan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Aglomerasi Industri
Aglomerasi industri merupakan pemusatan industri di suatu kawasan
tertentu dengan tujuan agar pengelolanya dapat optimal. Berikut adalah penjelasan
mengenai aglomerasi industri:
a. Konsep Aglomerasi
Aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat
adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya
berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat
kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002) dalam
(Prasetyo,2010:3). Selanjutnya dengan mengacu pada teori tersebut, dapat
disimpulkan bahwa aglomerasi merupakan konsentrasi dari aktivitas ekonomi dan
penduduk yang mempunyai efek spasial, oleh karena itu analisis data yang dapat
menjelaskan aglomerasi industri manufaktur dengan baik yaitu analisis spasial.
Persebaran sumberdaya yang tidak merata menimbulkan ketidakmerataan
dalam laju pertumbuhan ekonomi antardaerah. Ketidakmerataan sumber daya ini
tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu
saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh
manfaat yang disebut dengan ekonomi aglomerasi. Seperti yang dikatakan oleh
Bradley and Gans (1996) dalam (Sodik,dkk 2007:2), bahwa ekonomi aglomerasi
adalah eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dari kegiatan
ekonomi. Selanjutnya adanya ekonomi aglomerasi dapat memberikan pengaruh
daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan
aglomerasi.
Keuntungan-keuntungan dari konsentrasi spasial sebagai akibat dari
ekonomi skala (scale economies) disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies) (Mills dan Hamilton, 1989) dalam (Sodik,dkk 2007:2). Pengertian ekonomi aglomerasi juga berkaitan dengan eksternalitas
kedekatan geografis dari kegiatan-kegiatan ekonomi, bahwa ekonomi aglomerasi
merupakan suatu bentuk dari eksternalitas positif dalam produksi yang merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan kota. (Bradley and
Gans, 1996) dalam (Sodik,dkk 2007:2). Ekonomi aglomerasi diartikan sebagai
penurunan biaya produksi karena kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada
tempat yang sama.
Ahli ekonomi Hoover juga membuat klasifikasi ekonomi aglomerasi
menjadi 3 jenis yaitu large scale economies merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut
pada suatu lokasi, localization economies merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi dan
urbanization economies merupakan keuntungan bagi semua industri pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk,
pendapatan, output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut. (Sodik,dkk 2007:2).
b. Teori Aglomerasi
Terdapat beberapa teori yang membahas mengenai aglomerasi. Berikut
1) Teori Neo Klasik
Sumbangan terbesar teori neo klasik adalah pengenalan terhadap ekonomi
aglomerasi dengan argumentasi bahwa aglomerasi muncul dari prilaku para
pelaku ekonomi dalam mencari keuntungan aglomerasi berupa ekonomi lokalisasi
dan ekonomi urbanisasi. (Kuncoro, 2002) dalam (Sodik,dkk 2007:3). Asumsi
yang digunakan oleh teori neo-klasik adalah constant return to scale dan persaingan sempurna.
Alfred Weber dikenal sebagai pendiri teori lokasi modern yang berkenaan
dengan tempat, lokasi dan geografi dari kegiatan ekonomi. Minimisasi biaya yang
dikombinasikan dengan bobot input-input yang berbeda dari perusahaan dan
industri menentukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan. Weber secara eksplisit
memperkenalkan konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien minimum, dan
keterkaitan ke depan dan ke belakang. Konsep ini menjadi dasar berkembangnya
teori perdagangan regional baru. (Sodik,dkk 2007:3).
Sistem perkotaan teori neo klasik adalah mengasumsikan adanya persaingan
sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut sebagai ekonomi
eksternal murni. (Krugman, 1998) dalam (Sodik,dkk 2007:3). Kekuatan
sentripetal muncul dari kebutuhan untuk pulang-pergi (commute) ke pusat bisnis utama dalam masing-masing kota yang menyebabkan suatu gradien sewa tanah
dalam masing-masing kota. Menurut Krugman (1998) dalam (Sodik,dkk 2007:3)
bahwa keterbatasan teori neo klasik di antaranya adalah melihat bahwa ekonomi
eksternal yang mendorong adanya aglomerasi masih dianggap sebagai misteri
(blackbox). Di samping itu sistem perkotaan neo klasik adalah non spasial yang hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi tidak menunjukkan lokasinya.
Teori-teori eksternalitas dinamis percaya bahwa kedekatan geografis
memudahkan transmisi ide, maka transfer teknologi merupakan hal penting bagi
kota (Glaeser, et.al. 1992) dalam (Sodik,dkk 2007:3). Teori eksternalitas dinamis
didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Marshall-Arrow-Romer (MAR),
Porter dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menjelaskan secara simultan bagaimana
membentuk kota dan mengapa kota tumbuh. Eksternalitas MAR menekankan
pada transfer pengetahuan antarperusahaan dalam suatu industri. Menurut MAR
monopoli lokal merupakan hal yang lebih baik dibandingkan dengan kompetisi
lokal sebab lokal monopoli menghambat aliran ide dari industri lain dan
eksternalitas diinternalisasi oleh inovator. Seperti halnya MAR, Porter
mengatakan bahwa dengan transfer pengetahuan tertentu, konsentrasi industri
secara geografis akan mendorong pertumbuhan.
3) Teori Ekonomi Geografi Baru (The New Economic Geography)
Teori ekonomi geografi baru berupaya untuk menurunkan efek-efek
aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi dan increasing return dari perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglomerasi tidak diasumsikan tetapi diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya
transportasi dan mobilitas faktor produksi.
Menurut Krugman dan Venables teori ekonomi geografi baru menekankan
pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial
dari kegiatan ekonomi (Martin & Ottavianno, 2001) dalam (Sodik,dkk 2007:4).
Dalam model tersebut kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi
lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Jika
biaya transportasi cukup rendah maka akan terjadi aglomerasi.
Berdasarkan Teori Pemilihan Lokasi Kegiatan Industri Menurut Weber
(Tarigan, 2005:151), ada 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan pada industri
dalam menentukan lokasi, yaitu:
a) Perbedaan Biaya Transportasi.
Produsen cenderung mencari lokasi yang memberikan keuntungan berupa
penghematan biaya transportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas
produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, mengemukakan tentang penghematan
biaya transaksi (biaya transportasi, biaya transaksi, biaya kontrak, biaya
koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuan lokasi perusahaan. Pada akhir
dekade ini biaya tranportasi sedikit berkurang karena inovasi sehingga sekarang
lebih sering dijumpai perusahaan berlokasi pada orientasi input lokal daripada
berorientasi pada bahan baku. (Tarigan, 2005:151)
b) Perbedaan Biaya Upah.
Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga kerja yang
lebih rendah dalam melakukan aktivitas ekonomi sedangkan tenaga kerja
cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Adanya suatu
wilayah dengan tingkat upah yang tinggi tinggi mendorong tenaga kerja untuk
terkonsentrasi pada wilayah tersebut. Fenomena ini dapat ditemui pada daerah-
daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Perlu diingat bahwa pedesaan
yang relatif tertinggal tingkat upah paling tinggi akan tetap masih rendah
terdapat persyaratan administraif seperti Upah Minimum Reguler (UMR).
(Tarigan, 2005:151)
c) Keuntungan dari Aglomerasi
Aglomerasi akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan
lokalisasi dan penghematan urbanisasi. Penghematan lokalisasi terjadi apabila
biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari
industri tersebut meningkat (terjadi increasing return of scale). Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi secara berdekatan. Penghematan
urbanisasi terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi
seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wilayah
yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini
terjadi akibat skala perekonomian, dan bukan akibat skala suatu jenis industri.
Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan
(extended metropolitan regions). (Tarigan, 2005:151).
c. Teori Industri Manufaktur
Industri merupakan suatu kegiatan atau usaha mengolah bahan atau barang
agar memiliki nilai yang lebih baik untuk keperluan masyarakat di suatu tempat
tertentu. Pada hakekatnya pembangunan industri ditujukan untuk menciptakan
struktur ekonomi yang kokoh dan seimbang, yaitu struktur ekonomi dengan titik
berat pada industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang tangguh.
Pembangunan industri dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi. Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi
atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau
barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan
sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. (Tarigan, 2005:152).
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok yaitu, industri besar,
industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga (BPS,2013:14) yaitu:
a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih
b. Industri Menengah adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang
d. Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai pekerja antara 1-4 orang.
d. Hubungan Antara Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Adanya aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam
aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Hubungan positif antara
aglomerasi geografi dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi
telah banyak dibuktikan (Martin dan Octavianno, 2001) dalam (Sodik 2007:2).
Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan. Semakin
teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin meningkat
pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri pengolahan tumbuh lebih
cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit industri
pengolahan. Alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri
pengolahan lebih banyak mempunyai akumulasi modal. Dengan kata lain,
daerah-daerah dengan konsentrasi industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan
2. Tenaga Kerja
Secara garis besar tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan berang dan jasa yang bermanfaat untuk
masyarakat, terdapat beberapa pendapat mengenai tenaga kerja. Berikut adalah
penjelasan mengenai tenaga kerja:
a. Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Simanjuntak (1998) dalam (Irianto 2015:2), tenaga kerja mencakup
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan
yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja,
tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
Sedangkan Mulyadi (2003) dalam (Irianto 2015:2), menyatakan bahwa tenaga
kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah
penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada
permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi
dalam aktifitas tersebut.
Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Penduduk usia kerja menurut Badan Pusat Statistik dan sesuai
dengan yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO) adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dikelompokkan ke dalam angkatan kerja dan
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja merupakan
penduduk yang berusia 10 atau 15 tahun keatas (64 tahun) yang bekerja dan dapat
memproduksi barang dan jasa .
b. Hubungan Tenaga Kerja yang Bekerja dengan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (2000) dalam (Rustiono,2009:32), pertumbuhan penduduk
dan pertumbuhan Angkatan Kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah
satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang
lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan
penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan
penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut
dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja
tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi
modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial
dan administrasi. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
menggerakkan perekonomian di daerah, selain sebagai faktor produksi, tenaga
kerja juga merupakan merupakan sumber penerimaan daerah dan sektor pajak
serta merupakan konsumen. (Rustiono,2009:32)
3. Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan pengukuran perbandingan
dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua
untuk mengkasifikasikan suatu daerah apakah daerah tersebut masuk ke daerah
yang maju ataukah berkembang. Berikut adalah penjelasan mengenaiIndeks
Pembangunan Manusia (IPM) :
a. Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal
yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia,
tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mampu
mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga
kemampuan dasar itu adalah umur panjang dan sehat, berpengetahuan dan
berketarampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai standar hidup layak. Konsep pembangunan manusia berbeda dengan
pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi,
dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan
manusia. (Bappeda Bogor,2014:4)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang
digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal
mendasar pembangunan manusia, yaitu umur harapan hidup, tingkat pendidikan
dan standar hidup layak. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi salah satu
indikator yang penting dalam melihat sisi lain dari pembangunan. Manfaat
penting IPM antara lain sebagai berikut:
a) IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). b) IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
c) Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU). (BPS,2014:20) Konsep IPM menurut UNDP dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu
pada pengukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen
dasar kualitas hidup, yaitu:
a) Angka harapan hidup untuk mengukur capaian di bidang kesehatan. b) Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah untuk mengukur capaian di
bidang pendidikan.
c) Standar kehidupan yang layak, yang diindikasikan dengan logaritma normal dari produk domestik bruto perkapita penduduk dalam paritas daya beli. (BPS,2014:21)
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Perhitungan Komponen IPM
Indikator Komponen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum Keterangan
Angka Harapan Hidup 20 85 Standar UNDP
Angka Harapan Sekolah 0 18 Standar UNDP
Rata-rata Lama Sekolah 0 15 Standar UNDP
Kemampuan Daya Beli (PPP) 1.007.436 26.572.352 Pengeluaran per Kapita Riil Disesuaikan (Sumber: BPS, 2014)
Keterangan:
* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua
** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana
dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam
memperluas pilihan-pilihan, yaitu:
1) Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan tak
langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data masukan yang digunakan untuk
menghitung angka umur harapan hidup; yaitu Angka Lahir Hidup (ALH) dan
Anak Masih Hidup (AMH). Paket program Mortpack digunakan untuk
menghitung angka harapan hidup dengan nilai input data ALH dan AMH.
Selanjutnya menggunakan program Mortpack ini, dipilih metode Trussel dengan
model West, yang sesuai dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia dan
Negara-negara Asia Tenggara umumnya. (BPS,2014:111)
2) Tingkat Pendidikan
Salah satu komponen pembentuk IPM adalah dari dimensi pengetahuan
yang diukur melalui tingkat pendidikan. Dalam hal ini, indikator yang digunakan
adalah rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) dan harapan lama sekolah (expected years of schooling). Pada proses pembentukan IPM, rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah diberi bobot yang sama, kemudian
penggabungan kedua indikator ini digunakan sebagai indeks pendidikan sebagai
salah satu komponen pembentuk IPM. (BPS,2014:113)
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh
penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Penghitungan
rata-rata lama sekolah menggunakan dua batasan yang dipakai sesuai kesepakatan
minimum sebesar 0 tahun. Harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya
sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur
tertentu di masa mendatang. Harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk
berusia 7 tahun ke atas. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi
pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam
bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh
setiap anak. Seperti halnya rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah juga
menggunakan batasan yang dipakai sesuai kesepakatan UNDP. Batas maksimum
untuk harapan lama sekolah adalah 18 tahun, sedangkan batas minimumnya 0
(nol). (BPS,2014:113)
3) Standar Hidup Layak
Dimensi lain dari ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak.
Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin
membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan
Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam
menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil
yang disesuaikan dengan paritas daya,beli (purcashing power parity) berbasis formula Rao. (BPS,2014:113).
c. Hubungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Pertumbuhan Ekonomi
UNDP menempatkan pendidikan dan kesehatan sebagai indikator utama
Pembangunan manusia telah memberikan sumbangan terbesar bagi pencapaian
keberlangsungan pembangunan (Anand dan Sen, 2000: 2038) dalam
(Sjafii,2009:5). Pembangunan manusia itu sendiri akan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi lokal. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi tersebut dapat
menekan indeks kemiskinan manusia (IKM). Semakin tinggi pendidikan formal
yang diperoleh, maka produktivitas tenaga kerja akan semakin tinggi pula. Hal ini
sesuai dengan teori Human Capital dalam (Setiawan,2013:4), yaitu bahwa
pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan
berperan di dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Teori ini menganggap
pertumbuhan penduduk ditentukan oleh produktivitas perorangan. Jika setiap
orang memiliki penghasilan yang lebih tinggi karena pendidikannya lebih tinggi,
maka pertumbuhan ekonomi penduduk dapat ditunjang. Adanya peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat memungkinkan meningkatnya output
dan pendapatan dimasa yang akan datang sehingga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya,
pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa
perkembangan ekonomi fisik yang terjadi di suatu negara adalah pertambahan
produksi barang dan jasa, dan perkembangan infrastruktur. Berikut adalah
penjelasan mengenai pertumbuhan ekonomi:
Menurut Sadono Sukirno (1985) dalam (Yunan,2009:25) pengertian
pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku
dari tahun ketahun. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan
apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada
periode waktu sebelumnya, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan dalam PDRB, tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar
atau lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan ekonomi.
Teori pertumbuhan ekonomi bisa kita definisikan sebagai faktor-faktor yang
menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan
mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga
terjadi proses pertumbuhan (Budiono,1999 dalam Yunan,2009:25). Jadi, teori
pertumbuhan ekonomi tidak lain merupakan suatu proses menganai bagaimana
pertumbuhan itu terjadi.
Indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah atau
provinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domentik
Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB akan memberi suatu gambaran bagaimana
kemampuan daerah dalam mengelola serta memanfaatkan sumber daya yang ada
b. Faktor – faktor yang menentukan Pertumbuhan Ekonomi
Dari beberapa pendapat para ahli ekonomi (dalam Sukirno,2011: 429-432),
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain:
1) Tanah dan Kekayaan Alam lainya
Kekayaan alam meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca,
jumlah dan jenis hasil hutan, hasil laut yang dapat diperoleh. Jumlah dan jenis
usaha untuk mengembangkan perekonomian, terutama pada masa masa permulaan
dari proses pertumbuhan ekonomi. (Sukirno,2011: 429)
2) Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
maupun penghambat kepada pengembangan ekonomi. Penduduk yang bertambah
akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan memungkinkan untuk menambah
produksi, disamping itu sebagai akibat pendidikan latihan dan pengalaman kerja
ketrampilan penduduk akan bertambah tinggi, hal ini mampu meningkatkan
produktifitas dan selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih
cepat dari pada pertambahan tenaga kerja. Selain dari pertambahan penduduk
menyebabkan perluasan pasar. Sementara, akibat buruk dari pertambahan
penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat
yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah
kependudukan. (Sukirno,2011: 431)
3) Barang-barang Modal dan Tingkat Teknologi
Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi
pertumbuhan ekonomi. Di masyarakat yang kurang maju sekalipun barang-barang
modal sangat besar peranya dalam kegiatan ekonomi, begitu juga dengan
kemampuan tekhnologi, kemampuan teknologi menimbulkan beberapa efek
positif dalam pertumbuhan ekonomi. Efek yang pertama (i) Kemajuan tekhnologi
dapat mempertinggi efisiensi kegiatan memproduksi suatu barang. Kemajuan
seperti itu akan menurunkan biaya produksi dan meninggikan jumlah produksi.
pernah diproduksi sebelumnya, kemajuan seperti itu menambah barang dan jasa
yang dapat digunakan masyarakat. (iii) Kemajuan teknologi dapat meninggikan
mutu barang – barang yang diproduksi tanpa meningkatkan harga. (Sukirno,2011:
432)
4) Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat
Kondisi sistem sosial dan sikap masyarakat turut menetukan proses
pertumbuhan ekonomi, sebagai contoh di wilayah dengan adat istiadat tradisional
yang tinggi dan menolak modernisasi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,
juga dimana wilayah yang sebagian besar tanahnya dimiliki oleh tuan-tuan tanah
atau dimana luas tanah yang dimiliki adalah sangat kecil dan tidak ekonomis,
pembangunan ekonomi tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan. Sikap
masyarakat juga dapat menentukan pertumbuhan ekonomi, misalnya sikap
masyarkat yang pekerja keras, pantang menyerah berhemat dengan tujuan
investasi dan sebagainya dapat turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
(Sjafii,2009:2)
Menurut Robert Solow (Solow neoclassical growth model) bahwa faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah stok modal,
pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. Model Pertumbuhan
Solow ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan
menambahkan variabel tenaga kerja, serta memperkenalkan faktor teknologi.
Model Harrod-Domar mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, dimana model tersebut menunjukkan hubungan antara
c. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan yang
sebenarnya atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi dalam suatu
perekonomian. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapai oleh suatu negara perlu dihitung pendapatan nasional riil,
yaitu Produk Domestik Bruto. (BPS PDRB,2015:7)
1) Produk Domestik Bruto
Bagi negara-negara berkembang, konsep Produk Domestik Bruto (PDB)
atau Gross Domestic Product (GDP) merupakan suatu konsepyang paling penting jika dibandingkan dengan konsep pendapatan nasional lainnya. Produk Domestik
Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang diproduksikan di
dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Dalam suatu perekonomian,
barang dan jasa yang diproduksi bukan hanya dihasilkan oleh perusahaan milik
warga negara tersebut melainkan juga perusahaan milik warga negara lain. Pada
umumnya, hasil produksi nasional juga berasal dari faktor-faktor produksi luar
negeri. Output yang dihasilkan merupakan bagian yang cukup penting dalam
kegiatan ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu, nilai produksi yang disumbangkan
perlu dihitung dalam pendapatan nasional. (BPS PDRB,2015:7)
2) Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat digunakan sebagai alat
ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk.
PDB. PDRB hanya mengukur pertumbuhan perekonomian di lingkup wilayah,
pada umumnya wilayah provinsi atau kabupaten. (BPS PDRB,2015:9)
5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang Aglomerasi Industri, Tenaga kerja, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan Pertumbuhan Ekonomi di berbagai daerah
yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan periode waktu yang berbeda
pula, diantaranya dilakukan oleh Agung Budi Santoso dan Hastu Prabatmodjo
pada tahun 2012 dengan judul Aglomerasi Industri dan Perubahan Sosial Ekonomi
di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
sejauhmana keterkaitan aglomerasi industri dengan perubahan social ekonomi
dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi berganda. Hasil dari
penelitian ini adalah aglomerasi industri di Kabupaten Bekasi mampu
menempatkan diri sebagai “prime mover” perekonomian wilayah lewat kontribusi yang signifikan terhadap PDRB Kabupaten, Provinsi, hingga skala nasional
meskipun sempat terpengaruh oleh krisis ekonomi dan pemberlakuan AFTA.
Penelitian dengan topik pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh Jamzani
Sodik dan Dedi Iskandar pada tahun 2007 dengan judul Aglomerasi dan
pertumbuhan ekonomi: Peran karakteristik regional di Indonesia. Penelitian ini
menekankan pada pengaruh aglomerasi terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia tahun 1994-2003 dengan menggunakan metode Regresi dengan metode
GLS (Generalized Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel aglomerasi mempunyai nilai koefisien
yang paling tinggi dibandingkan dengan variable independen yang lain, yaitu laju
Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Dyke Susetyo pada
tahun 2011 dengn judul Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Aglomerasi, Tenaga
Kerja dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan tingkat investasi, aglomerasi, tenaga kerja dan indeks pembangunan
manusia (IPM) terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah
dari tahun 2004-2007.Teori yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada
teori pertumbuhan Harrod Domar, teori pertumbuhan Robert Solow. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis kuantitatif dengan pendekatan
statistik deskritif, yaitu mendeskripsikan data dan grafik yang tersaji. Hasil dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat investasi, aglomerasi, tenaga kerja
dan indeks pembangunan manusia memiliki kecenderungan hubungan searah
dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat investasi,
aglomerasi, tenaga kerja dan indeks pembangunan manusia sejalan dengan
kenaikan pertumbuhan ekonomi.
Adapun penelitian yang dilakukan yaitu dengan judul pengaruh aglomerasi
industri manufaktur, tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya tahun 2011-2015, berbeda
dengan penelitian sebelumnya, dalam melakukan perhitungan aglomerasi industri
penelitian ini menggunakan analisis indeks balassa dan dalam perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan analisis metode baru, selain itu
penelitian ini mengunakan data per kecamatan yang ada di Kota Surabaya tahun
2011-2015. Sedangkan untuk analisis pengaruh variabel bebas dengan variabel
memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa signifikan pengaruh aglomerasi
industri manufaktur,tenaga kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya.
Tabel 2.2 Tabel Penelitian Terdahulu
Penulis Judul Penelitian Bebas Variabel Terikat AnalisisData
Agung Budi Dyke Susetyo Analisis Pengaruh
Teori Ekonomi Geografi Baru (Menurut Krugman dan Venables)
Aglomerasi Industri terjadi karena adanya konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi
Tenaga kerja (International Labor Organization (ILO)
Penduduk usia 15 tahun ke atas (64 tahun) yang dikelompokkan ke dalam angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Metode Baru
Menurut UNDP faktor yang mempengaruhi IPM ada :1. Angka Harapan Hidup
2. Angka Melek Huruf Angka Harapan Sekolah Rata-Rata Lama Sekolah 3. Standart Hidup Layak
Pertumbuhan Ekonomi industri Kota Surabaya tahun 2011-2015Pertumbuhan Ekonomi di kawasan pertumbuhan
ekonomi wilayah Kota Surabaya Tahun 2011-2015
regresi linier berganda
6. Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengambil beberapa hasil penelitian yang mendukung
penelitian. Konsep teori dari hasil penelitian sebelumnya yang diambil untuk
mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa adanya aglomerasi industri disebabkan
karena mengelompoknya industri disuatu wilayah yang dipengaruhi oleh
konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi, dengan adanya industri maka
tenagakerja yang terserap akan tinggi. Selain itu daerah yang menjadi daerah
industri akan memiliki kualitas sumber daya manusia yang baik, karena mereka
harus bersaing untuk memasuki dunia industri, sehingga akan berpengaruh
terhadap pendidikan,kualitas hidup dan pendapatan. Dari semua itu akan
berdampak pada pendapatan perkapita yang akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang
pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif, yaitu pengukuran yang cermat terhadap
fenomena sosial tersebut. Jenis penelitian termasuk pada penelitian korelasional,
dikarenakan penelitian ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan atau pengaruh
antara variabel bebas dan variabel terikat dengan teknik pengumpulan data
menggunakan dokumentasi. Penggunaan rancangan pendekatan ini diharapkan
dapat mengetahui variable-variabel terhadap fenomena yang akan diteliti secara
mendalam. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini:
Tenaga Kerja (2011-2015)
Aglomerasi Industri
Manufaktur (2011-2015) Manusia (IPM)(2011-2015)Indeks Pembangunan
Jumlah TK pada Sektor Industri di tingkat Kab dan jumlah TK di Kab
Jumlah TK tingkat Prov
Jumlah TK pada Sektor Industri di tingkat Prov
Indeks Balassa 15 tahun sampai 64 tahunJumlah Tenaga Kerja usia Rumus IPM Metode Baru
Uji Statistik Regresi Linier Berganda Pertumbuhan
Ekonomi (Data 2011-2015)
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang
dikumpulkan berupa angka-angka yang berhubungan dengan permasalahan yang
dibahas. Misalkan, jumlah jumlah tenaga kerja di Kota Surabaya, Jumlah industri
manufaktur, dan lain-lain.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder,yaitu data
yang diperoleh bukan dari pihak pertama melainkan dari pihak-pihak tertentu
yang terkait dengan penelitian ini. Data berupa dokumentasi terkait dengan
penelitian ini serta data yang berasal dari instansi pemerintah Kota
Surabaya,yaitu berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. Selain data
sekunder, penelitian ini juga menggunakan data primer, yaitu data hasil
pengolahan dengan menggunakan rumus yang ada.
1) Data pertumbuhan ekonomi, PDRB ADHK 2000 dan PDRB per kapita ADHK
2000 per kecamatan di Kota Surabaya tahun 2011-2015.
2) Data jumlah tenaga kerja per Kecamatan di sektor industri Kota Surabaya
tahun 2011-2015.
3) Data jumlah tenaga kerja per Kecamatan Kota Surabaya tahun 2011-2015.
4) Data IPM per Kecamatan di Kota Surabaya tahun 2011-2015.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah daerah kawasan industri yang ada di Kota
Surabaya. Daerah tersebut merupakan kecamatan yang menjadi kawasan industri.
Berikut adalah kecamatan yang memiliki kawasan industri:
Tabel 3.1 Kawasan Industri Kota Surabaya Tahun 2014
No Kecamatan Kawasan Industri Banyaknya
Usaha
Tenaga Kerja (jiwa)
Kecamatan Asemrowo Kawasan Industri 1 108 13.250
Kecamatan Pabean Kawasan Industri 1 26 3.546
Kecamatan Benowo Kawasan Industri 1 14 4.611
Kecamatan Tandes Kawasan Industri 1 60 14.534
Kecamatan Rungkut Kawasan Industri 2 38 9.183
Kecamatan Gunung Anyar Kawasan Industri 2 32 1456
Kecamatan Tenggilis Mejoyo Kawasan Industri 2 70 10.239
Kecamatan Kenjeren Kawasan Industri 3 57 2.987
Kecamatan Tambaksari Kawasan Industri 3 75 6.336
(Sumber: BPS Kota Surabaya 2015)
Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi/kepustakaan, yaitu
teknik memperoleh data dengan mempelajari dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data
dilakukan karena data yang di peroleh berasal dari dokumen-dokumen yang
merupakan data sekunder.
E. Analisis Data
Pada kerangka penelitian, analisis data merupakan pengolahan data dan
interpretasi data untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan untuk menarik
suatu kesimpulan dalam penelitian yang telah dilakukan. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kunatitatif, yaitu teknik
analisis yang dapat digunakan untuk menaksir parameter. Analisis data dilakukan
dengan menguji secara statistik terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Hasil
analisis nantinya diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen) dan
untuk mengetahuinya digunakan data panel.
Penelitian ini menggunakan analisis data panel, yaitu gabungan antara data
deret waktu (time series) dan data kerat lintang (cross section) pada tahun 2010
sampai 2014. Pemilihan pada tahun 2010 sampai 2014 sebagai tahun penelitian.
Model regresi data panel dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat
berupa pertumbuhan ekonomi dan variabel bebas berupa aglomerasi industri,
tenaga kerja dan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Berikut adalah analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini:
Indeks Balassa digunakan untuk menghitung aglomerasi, kekhususan indeks
ini adalah dapat digunakan untuk membedakan faktor spesialisasi eksport dimana
disini diwakili oleh angkatan kerja. Adapun untuk menghitung Indeks Ballasa,
digunakan rumus yaitu:
Eij : total tenaga kerja pada sektor industri tingkat kecamatan
∑j Eij : total tenaga kerja tingkat kecamatan
∑iEij : total tenaga kerja pada sektor industri kota
∑i ∑j Eij : total tenaga kerja di tingkat kota
Semakin terpusat suatu industri, semakin besar Indeks Ballasanya. Tingkat
Aglomerasi dibedakan menjadi :
(a) Kuat apabila angka Indeks Ballasa di atas 4,
(b) Rata-rata atau Sedang apabila angka Indeks Ballasa di antara 2 sampai 4, (c) Lemah bila angka Indeks Ballasa di antara 1 sampai 2 dan
(d) Tidak terjadi aglomerasi apabila angka Indeks Ballasa antara 0 sampai 1.
2. Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
I Pengeluaran =
IHLS−IRLS
2 (d)
I Pengeluaran =
¿(pengeluaran)−¿(pengeluaran)min
¿(pengeluaran)max−¿(pengeluaran)min (e)
Selanjutnya nilai IPM dihitung dengan menggunkan
IPM =
√
3IKesehatan X IPendidikanX IPendapatan (f)Capaian pembangunan manusia di suatu wilayah pada waktu tertentu dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama
dalam dalam hal pembangunan manusia. (BPS,2014:115). Berikut adalah
kalsifikasi pembangunan manusia capaian IPM:
a) Kelompok “sangat tinggi”: IPM ≥ 80 b) Kelompok “tinggi”: 70 ≤ IPM < 80 c) Kelompok “sedang”: 60 ≤ IPM < 70 d) Kelompok “rendah”: IPM < 60
3. Analisis Pertumbuhan Ekonomi
Analisis pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mendapat gambaran
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dari tahun ke tahun. Untuk mendapatkan
prosentase pertumbuhan ekonomi digunakan rumus:
Laju Pertumbuhan Ekonomi =
PDRB t – PDRBt−1x100
PDRB t−1 Dimana:
PDRB t = PDRB pada tahun t.
Angka positif menunjukkan perekonomian mengalami pertumbuhan, dan semakin
besar prosentasenya menunjukkan semakin baik pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di tahun tersebut.
4. Tabulasi Tunggal
Analisis tabulasi tunggal digunakan untuk mendeskripsikan gambaran
umum variabel bebas yaitu aglomerasi industri, tenaga kerja dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang nantinya akan memberikan pengaruh pada
variabel terikat yaitu pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya.
5. Uji Statistik Regresi Linier Berganda
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut.
Keterangan:
Y’ = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan) X1, X2, Xn = Variabel independen
A = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
Analisis statistik regresi linier berganda memiliki karakteristik yaitu
mengukur derajat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan
dilakukan pengujian hipotesis serentak (simultan) dan pengujian hipotesis
individual (parsial).
a. Untuk melihat masing-masing variabel memiliki pengaruh nyata atau tidak
terhadap pertumbuhan ekonomi dan keeratan hubungan masing-masing
variabel bebas dan variabel terikat dilihat melalui hasil uji korelasi.
b. Untuk mengetahui variabel bebas mana yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap variabel terikat maka digunakan perhitungan efektif dan
relatifdengan menggunakan nilai Standardized Coefficient Beta, nilai Total Sum of Square, Residual Sum of Square dan nilai R Square. Perhitungan sumbangan efektif dan relatif akan menghasilkan persentase terbesar dan
terkecil.
Analisis uji statistik regresi linier berganda dilakukan dengan tujuan
mengetahui:
c. Hubungan secara simultan antara variabel bebas terhadap variabel terikat . d. Bagaimana pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat.
e. Bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.. f. Korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat.
DAFTAR RUJUKAN
Bappeda Bogor. 2014. Indeks Pembangunan Kota Bogor Tahun 2014.
Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Universitas Gajah Mada: BPFE Yogyakarta
BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 1999-2005. Jakarta: BPS.
BPS. 2013. Statistik Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2013. Surabaya:BPS Jawa Timur
BPS. 2014. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2014 Metode Baru. Surabaya: BPS Jawa Timur
BPS. 2015. Laporan perekonomian indonesia. Jakarta: BPS
BPS. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Menurut Lapangan Usaha (PDRB). Surabaya : BPS Jawa Timur
Irianto,2015. Kajian Tentang Pertumbuhan Penduduk , Angkatan Kerja,
Kesempatan Kerja dan Pengangguran Di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal. GaneÇ Swara Vol. 9 No.1 Maret 2015. NTB: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram
Prasetyo, Rindang B. 2010. Dampak Pembangunan Infrastruktur dan Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rustiono,Deddy. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro
Robinson,Tarigan. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara: Jakarta
Santoso,Agung Budi. 2012. Aglomerasi Industri dan Perubahan Sosial Ekonomi di Kabupaten Bekasi . Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Jurnal. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2
Sjafii,Ahmad. 2009. Pengaruh Investasi Fisik Dan Investasi Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1990-2004. Jurnal. Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 59-76. Surabaya: Universitas Airlangga
Sodik, Jamzani,dkk. 2007. Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Peran Karakteristik Regional di Indonesia. Jurnal. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117-129. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
Sukirno, Sadono. (2011). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers.
Susetyo,Dyke. 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Aglomerasi, Tenaga Kerja dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Jurnal. Semarang : Universitas Diponegoro
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan