• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH TERHADAP ORANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH TERHADAP ORANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ORANG YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA DI PENGADILAN AGAMA WATES TAHUN 2011

Syafii Ma arif

Juru Sita Pengganti Pengadilan Agama Wates Istifianah

Dosen Fakultas Agama Islam UCY Abstract

This study is limited in the case of confirmation of marriage marriages taking place before the enactment of Law no. 1 of 1974. Case Number : 0089/Pdt.P/2011/PA.Wt. is unique because the applicant does not have the required clear evidence in the trial. He did not know clearly and exactly when their parents get married (only estimated to be about 1936 years old), the applicant also did not know who the guardian illegitimate as well as what and how much dowry. Petitioner also know the two witnesses in the marriage of his parents , but two witnesses had died. Uniqueness that underlie why this study should be followed up. This study prioritized the identification of the legal basis used in deciding cases judges itsbat wedlock. Research conducted is included descriptive qualitative research as its main ingredients are decisions of courts and judges relating to the legalization of marriage occurs in the Religious yan Wates . Source of data collected by documentation, observation and in-depth interviews with actors (judges) associated with the case. The data is then analyzed by juridical benchmarks studied with statutory regulations in force. In this context governing the examination of case confirmation of marriage, in the form of laws, regulations and the Compilation of Islamic Law (KHI). Consideration of the judge in making a decision on this case marriage isbat determined also in the presence of witnesses pernikahaan. But when all the witnesses who watched the wedding live is not there (all deceased) then the judge can ask for information about the husband and wife or close relatives who have died are about whether or not the couple never married. With the information provided by the community then the judge can use it as a reference in order to make decisions . This is where the confirmation of the importance of marriage as a solution in case of negligence in the fulfillment of the three elements surrounding the marriage of positive law. Kata kunci : Itsbat nikah, pelaksanaan, orang yang sudah meninggal dunia, Pengadilan Agama

A.Pendahuluan

(2)

oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 .1

Penelitian ini dibatasi pada perkara isbat nikah perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974. Perkara Nomor : 0089/Pdt.P/2011/PA.Wt. memiliki keunikan karena pemohon2 tidak

memiliki bukti secara jelas yang dipersyaratkan dalam persidangan. Ia tidak mengetahui secara jelas dan pasti kapan orang tuanya menikah (hanya diperkirakan sekitar tahun 1936), pemohon juga tidak tahu siapa wali nikahnya serta apa dan berapa besar maharnya. Pemohon juga mengetahui kedua saksi dalam pernikahan orang tuanya tersebut, namun kedua saksi itu telah meninggal dunia. Permohonan istbat nikah tersebut diterima oleh Pengadilan Agama Wates, dan setelah menjalani beberapa tahapan persidangan, akhirnya majlis hakim mengesahkan perkawinan tersebut dan memerintahkan kepada Pemohon untuk mencatatkan pengesahan perkawinan tersebut ke Kantor Urusan Agama kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. Keunikan itu melatari mengapa penelitian ini perlu ditindaklanjuti. Penelitian ini mengutamakan identifikasi dasar hukum yang dipakai hakim dalam memutuskan perkara itsbat nikah tersebut.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah termasuk penelitian deskriptif kualitatif karena bahan-bahan utamanya adalah putusan peradilan dan hakim yang berkaitan dengan pengesahan nikah yan terjadi di Pengadilan Agama Wates. Sumber data diambil dengan cara dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam dengan pelaku (hakim) yang berkaitan dengan perkara. Data kemudian dianalisis secara yuridis yaitu yang dikaji dengan tolok ukur tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam konteks ini yang mengatur pemeriksaan terhadap perkara Itsbat nikah, yakni berupa undang-undang, peraturan-peraturan maupun Kompilasi Hukum Islam.

Penulisan diawali dengan gambaran tentang perkara isbat nikah yang dilanjutkan dengan prosedur sidang itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates yang terjadi pada tahun 2011. Uraian selanjutnya adalah analisis pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara terutama delam mengatasi persoalan pembuktian pernikahan. Deskripsi peneltian ditutup dengan kesimpulan dan ketrbatasn penelitian.

C. Itsbat Nikah

1. Pengertian Itsbat Nikah

(3)

sabata (fi il madi yang berarti menetapkan), yusbitu (fi il mudari yang berarti sedang menetapkan, mengekalkan dan mengukuhkan). lalu

Isbaatabentuk (isim atau masdar yang berarti penetapan, pengekalan dan pengukuhan).3

Menurut Mukti Arto, itsbat nikah adalah penetapan sah secara hukum melalui putusan pengadilan agama terhadap pernikahan yang semula hanya sah menurut hukum materiil, tidak mempunyai surat nikah atau diragukan keabsahannya karena sesuatu hal atau karena masuk Islam agar mempunyai Akta Nikah sehingga memperoleh kekuatan dan kepastian hukum.4 Sebenarnya itsbat nikah hanyalah merupakan suatu

proses atau prosedur pengganti buku nikah 2. Dasar Hukum Itsbat Nikah

Isbat nikah memang tidak diatur secara rinci dalam amandemen UU NO. 1 Tahun 1974, akan tetapi adanya ketentuan Pasal 64 yang menyatakan bahwa untuk perkawinan dan segala sesuatu yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku dijalankan menurut peraturan lama adalah sah. Ketentuan ini secara implisit menyiratkan keberadaan itsbat nikah, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang pencatatan perkawinan sebagai langkah untuk memperoleh akta nikah.

Dengan adanya UU No. 7 Tahun 1989, maka semakin menguatkan eksistensi UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam Pasal 49 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa: Bidang-bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur di dalamnya atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku .

Sebenarnya keberadaan itsbat nikah ini menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 3 Tahun 2006 adalah terbatas yaitu dalam hal perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, sedangkan itsbat nikah yang disebabkan oleh alasan-alasan lain atas pernikahan yang terjadi setalah tahun 1974 tidak dapat diajukan itsbat nikahnya.

Itsbat nikah juga dalam Kompilasi Hukum Islam, hal ini tampak dalam Pasal 7 ayat (2) bahwa: Dalam hal perkawinan tidak dapat dibktikan dengan Akta Nikah dapat dijadikan isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama . Dalam Pasal 7 ayat (3) di tentukan bahwa isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama sebagai berikut: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.

b. Hilangnya akta nikah.

(4)

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Thaun 1974;

Dengan melihat uraian Pasal 7 KHI ayat (2) dan (3), berarti bahwa Kopilasi Hukum Islam telah memberikan penguatan terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Namun menurut penyusun lebih sepakat bahwa produk KHI yang mengatur tentang hal-hal yang dapat diajukan itsbat nikahnya diterima dan dapat dijadikan pertimbangan para penegak hukum untuk memutuskan perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama. Karena sesungguhnya tidak dapat dipungkiri bahwa KHI di satu sisi sangat membantu hakim Pengadilan Agama dalam menjalankan tugasnya sebagai praktisi hukum. Sebab, beberapa masalah hukum yang erat kaitannya dengan tugas sehari-hari yang tidak begitu terang penjelasanya baik dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 maupun dalam UU No. 7 Tahun 1989, secara terperinci termuat dalam KHI.

3. Itsbat Nikah Di Pengadilan Agama Wates

Apabila suatu urusan di dalamnya terdapat suatu kemaslahatan bagi pemohon (masyarakat umum), maka penguasa dalam hal ini Majelis Hakim berkewajiban untuk mewujudkan kemaslahatn (kebaikan) tersebut. Hal ini senada dengan qaidah fiqhiyah yang berbunyi:

ف

ﺮ ﺼ

Penetapan perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates dilatar belakangi oleh berbagai macam alasan yang diajukan oleh masing-masing pemohon, baik secara contentiusmaupun secara voluntair. Itsbat nikah yang diajukan secara contensius yakni itsbat nikah yang diajukan oleh salah satu pihak (suami atau istri), ataupun itsbat nikah yang diajukan oleh anak keturunannya atau ahli warisnya, yang menurut pandangan hakim dimungkinkan akan timbul persengketaan dari pihak lain. Adapun itsbat nikah secara voluntair adalah itsbat nikah yang diajukan oleh sepasang suami istri yang telah menikah di masa lalu, namun tidak memiliki buku nikah ataupun duplikat akta nikah, atau juga pernikahannya tidak tercatat di KUA dikarenakan pernikahan tersebut sudah sangat lama sekali (telah lampau), sebelum adanya UU No.1 tahun 1974.

Sedangkan alasan diajukannya itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates antara lain :

- Mengurus Pensiun

- Mengurus Pengangkatan anak - Mengurus Waris

(5)

D. Penetapan Pengadilan Agama Wates dalam perkara Itsbat Nikah

Dalam menangani suatu perkara permohonan isbat nikah, majlis hakim di Pengadilan Agama Wates tetap berpegang pada sumber hukum formil, baik itu Undang-undang, peraturan pemerintah maupun instruksi presiden. Juga menggunakan hukum materiil yang bersumber dari dalil-dalil syar i maupun kitab-kitab fiqh dan qaidah ushuliyyah.

Apabila suatu urusan di dalamnya terdapat suatu kemaslahatan bagi pemohon (masyarakat umum), maka penguasa dalam hal ini Majelis Hakim berkewajiban untuk mewujudkan kemaslahatn (kebaikan) tersebut. Hal ini senada dengan qaidah fiqhiyah yang berbunyi:5

ف

ﺮ ﺼ

م ﺎ ﻣ ﻵ ا

ﻰ ﻠ ﻋ

ﺔﯿﻋﺮﻟا

ط ﻮ ﻨ ﻣ

ﺔ ﺤ ﻠ ﺼ

ﻤ ﻟ ﺎ ﺑ

.

Penetapan perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates, dilatar belakangi oleh berbagai macam alasan yang diajukan oleh masing-masing pemohon, baik secara contentiusmaupun secara voluntair. Itsbat nikah yang diajukan secara contensius yakni itsbat nikah yang diajukan oleh salah satu pihak (suami atau istri), ataupun itsbat nikah yang diajukan oleh anak keturunannya atau ahli warisnya, yang menurut pandangan hakim dimungkinkan akan timbul persengketaan dari pihak lain. Adapun itsbat nikah secara voluntair adalah itsbat nikah yang diajukan oleh sepasang suami istri yang telah menikah di masa lalu, namun tidak memiliki buku nikah ataupun duplikat akta nikah, atau juga pernikahannya tidak tercatat di KUA dikarenakan pernikahan tersebut sudah sangat lama sekali (telah lampau), sebelum adanya UU No.1 tahun 1974. Alasan diajukannya itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates pun beragam. Beberapa alasan yang muncul di Pengadilan Agama Wates. antara lain : pengurusan pensiun, pengangkatan anak, pewarisan, persyaratan paspor haji atau alasan lain yang bisa diterima.6

E. PERTIMBANGAN HAKIM

Pemohon juga menyebutkan bahwasannya Pemohon tidak mengetahui secara jelas dan pasti kapan orang tuanya menikah (hanya diperkirakan sekitar tahun 1936). Pemohon juga tidak tahu siapa wali nikahnya serta apa dan berapa besar maharnya. Tetapi Pemohon mengetahui kedua saksi dalam pernikahan orang tuanya tersebut, yakni Pawiro Wiyono dan Kasan Atmo, namun kedua saksi itu telah meninggal dunia.

(6)

pengesahan perkawinan tersebut ke Kantor Urusan Agama kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokok yang dicari para justiabalance (pencari keadilan) yaitu Putusan Hakim, adapun produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 2 yaitu berupa putusan dan berupa penetapan. 7 Untuk mendapatkan

putusan atau penetapan dari hakim Pengadilan Agama diperlukan beberapa prosedur dan tentunya harus melalui berbagai macam proses hal ini dikarenakan dalam penyelesaian perkara seorang hakim harus mengkaji terlebih dahulu berbagai macam bahan-bahan atau referensi-referensi terutama yang terkait dengan perkara yang sedang dihadapi.8

Seorang hakim tentunya dalam mengambil sebuah keputusan memiliki dasar hukum yang akan digunnakan, begitu juga dengan perkara itsbat nikah bagi orang yang meninggal dunia. Ketika penyusun bertanya kepada salah seorang hakim Pengadilan Agama Wates Drs. Barwanto, SH., apa dasar hukum yang dipakai hakim dalam memutuskan perkara isbat

nikah?

Beliau menjelaskan, Tidak ada dasar hukum khusus yang digunakan dalam proses itsbat nikah pada orang yang meninggal, prosesnya sama saja seperti pada perkara-perkara yang lain, sepertiitsbat

nikah pada dua orang yang masih hidup, perceraian, perubahan identitas dan lain-lainnya, mungkin bedanya hanya pada persyaratan isi berkas, kalau metodenya sama saja.

Dalam menentukan penetapan hukum hakim biasanya merujuk pada sumber hukum formil yang berupa Undang-Undang dan sumber hukum materil berupa dalil-dalil syar i, maka itu tiap-tiap putusan ataupun penetapan harus terdapat dalil syar inya Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Drs. Akhbarudin,MSI., beliau mengatakan bahwa:

Dasar hukum yang digunakan dalam masalah itsbat nikah baik pada orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia itu sama saja, tidak ada metode khusus yang harus dilakukan.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam menangani perkara itsbat nikah pada orang yang telah meninggal dunia tidak ada pengkhususan, dasar hukum yang dipakai dalam menangani perkara-perkara itsbat nikah adalah pasal-pasal yang terkait dengan is|bat nikah, baik yang termuat di dalam UU No.1 Th.1974, UU No.7 Th.1989, KHI serta kitab-kitab Fiqh.

(7)

kepadanya, baik itu berupa sumber hukum materiil maupun sumber hukum formil, sehingga dalam memutuskan atau menyelesaikan suatu perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum yang kuat baik secara hukum positif dan syari at Islam.

Di pengadilan, termasuk juga Pengadilan Agama (PA), secara garis besar terdapat dua klasifikasi sumber hukum yang digunakan sebagai rujukan oleh hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yaitu sumber hukum materil dan sumber hukum formil (hukum acara).9Hukum materil

Peradilan Agama adalah hukum Islam yang kemudian sering didefinisikan sebagai fiqh yang pastinya sangat rentan dengan perbedaan pendapat. Hukum materil Peradilan Agama pada masa lalu bukanlah hukum tertulis (hukum positif) melainkan masih tersebar dalam berbagai kitabfiqhkarya ulama, karena tiap ulama fuqoha penyusun kitab-kitab fiqh tersebut berlatar belakang sosiokultural yang berbeda sehingga sering menimbulkan perbedaan ketentuan hukum tentang masalah yang sama, guna mengeliminasi perbedaan tersebut dan menjamin kepastian hukum maka hokum materil tersebut dijadikan hukum positif yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun hukum materiil yang digunakan di dalam Peradilan Agama adalah :

1. UU No. 1 Tahun 1974; tentang Peradilan Agama

2. PP No. 9 Tahun 1975; tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 3. PP No. 28 Tahun 1977; tentang Perwakafan

4. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

5. Undang-undang no. 3 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman / Mahkamah Agung

6. undang no. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;

7. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Sedangkan sumber hukum formil yang berlaku di Peradilan Agama adalah sama dengan yang berlaku pada lingkungan peradilan umum, kecuali hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.10

Adapun sumber hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum diberlakukan pula untuk lingkungan peradilan Agama, hukum formil yang dipakai adalah :

1.Bugerlijke Wetbook voon Indonesie(B.W); 2.Hindische Inlandsh Reglement(H.I.R);

3.Rechtsreglement voor de Buitengewesten(R.Bg);

4. Wetboek van Koophandel (WvK);

(8)

6.Yurisprudensi;

7.SuratEdaran Mahkamah Agung RI; 8.IlmuPengetahuan

Dalam memutus atau menetapkan suatu perkara, sesuai hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Wates, bahwa dalam setiap mengeluarkan produk hukum baik berupa penetapan ataupun putusan hakim harus mencantumkan dalil syar i yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditangani, hal ini sesuai dengan bunyi kaedah fiqih yang berbunyi :

Oleh karena itu di dalam tiap-tiap putusan ataupun penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama harus mencantum dalil-dalil syar i yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditangani. Walaupun hakim melakukan ijtihad sendiri dalam mengambil sebuah keputusan atas suatu perkara tentunya hakim tersebut akan merujuk pada hukum materiil yang menyangkut pada masalah tersebut. Prinsip itu tetpa berlaku meski rujukan itu dilakukan secara tidak langsung.

Hakim dalam memutus suatu perkara, perlu juga didukung oleh adanya saksi-saksi maupun bukti-bukti. penyusun Kemudian menanyakan perihal saksi yang diajukan oleh pemohon itsbat nikah : Bukankah saksi pernikahan yang sebenarnya telah meninggal dunia, sedangkan yang hadir di persidangan bukan saksi pernikahan yang sebenarnya, tapi kenapa bapak berani mengambil keterangan dari saksi tersebut?

Bapak Drs. Barwanto menjelaskan : Itulah yang dinamakan saksi

istifadah. Saksi yang tidak melihat langsung terjadinya perkawinan namun hanya mendengar dari cerita-cerita orang dan masyarakat setempat (testonium de auditum) Drs. Akhbarudin, MSI., juga menambahkan: Di buku Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, susunan H.M. Djamil Latief, SH., halaman 149 disebutkan bahwa didalam kitabi anantut-thaalibiinjuz IV halaman 300 menyatakan bahwa saksi istifadhah dalam perkawinan itu dibolehkan. Maka atas dasar itulah kami berani memutus perkara isbat nikah meskipun saksi dalam perkawinan sebenarnya telah meninggal dunia.

F. Penutup

(9)

berdasarkan Undang-undang maupun kemaslahatan bagi pihak yang mengajukan perkara, juga berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Pertimbangan hakim dalam perkara ini merujuk pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2, Kompilasi Huklum Islam Pasal 7, Kitab-Kitab Fiqh serta qaidah usuliyah. Dari sinilah arti pentingnya isbat nikah sebagai sebuah solusi apabila terjadi kelalaian dalam pemenuhan ketiga unsur dalam hukum positif seputar perkawinan tersebut. Hakim Pengadilan Agama Wates tersebut, pertimbangan majelis hakim dalam perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama Wates sudah sangat berhati-hati dan berpegang pada hukumformildan hukummateriil. Pertimbangan itu ternyata juga masih meberikan peluang ijtihad hakim dalam memutus suatu perkara itsbat nikah yang terjadi pada masa lampau.

Pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan pada perkara isbat nikah ini ditentukan pula dengan adanya saksi pernikahaan. Namun bila semua saksi yang menyaksikan pernikahan secara langsung sudah tidak ada (sudah meninggal dunia semua) maka hakim bisa meminta keterangan masyarakat sekitar atau keluarga dekat suami istri yang sudah meninggal tersebut mengenai benar tidaknya suami istri tersebut pernah melangsungkan pernikahan. Dengan informasi yang telah diberikan oleh masyarakat tersebut maka hakim dapat memakainya sebagai salah satu acuan guna mengambil keputusan. Dengan demikian pertimbangan kemaslahatan dan jangan sampai berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Karena tidak adanya akta nikah itulah isbat nikah sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan qaidah fiqhiyah yang berbunyi:

ﺮ ﻀ ﻟ ا

لاﺰﯾ

.

12

Ada beberapa Syarat maslahah agar dapat dipakai sebaga hujjah dalam Isbat Nikah sebagai berikut:

1. Kemaslahatan yang hakiki, dan bukan kemaslahatan yang bersifat dugaan semata.

2. Kemaslahatan tersebut adalah kemaslahatan umum, dan bukan kemaslahatan pribadi atau golongan.

3. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan dengan nash dan ijma .

Catatan Akhir

1 Instruksi Presiden RI INPRES No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam, Pasal 7 ayat (3)

2Nama pemohon sengaja tidak disebut hingga pembahasan selanjutnya

3Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Unit

Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan“al-Munawwir”, 1984), h. 156-157.

4Mukti Arto, “Ketentuan dan Kdudukan Hukun Is|bat Nika>h di Pengadilan Agama”,

(10)

5Asjmuni A. Rahman,Qa idah-Qa idah Fikih, (Jakarta, Bulan bintang, 1976), h.

60.

6 wawancara dengan Drs. Barwanto, SH. Hakim ketua Majlis C.2 PA Wates

dan Drs. Eddy Purwanto, Panitera Muda Hukum PA Wates). 29 Agustus 2012.

7 menjawab : M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara

Peradilan Agama , (Jakarta : SinarGrafika, Cet. 4, 2007), hal.30.

8Wawancara dengan Hakim, Drs. Barwanto, SH.

9 Basiq Djalil, Peradian Agama di Indonesia , (Jakarta : Kencana, 2006), 147)

10Ibid,Basiq Djalil, Peradian Agama di Indonesia , (Jakarta : Kencana, 2006), 11I aanattuthalibin, Juz IV., h. 300.

12Asjmuni A. Rahman,Qaidah-qaidah Fiqh, (Jakaarta: Bulan Bintang 1976), h.

85.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. Slamet Aminuddin, Fikih Munakahat. Jakarta: Pustaka Setia, 1990.

al As ari, Al-Hafiz ibnu Hajar. Bulug al-Maram Jam un Adillatul Ahkam. Arab Saudi: Maktabah Dar Ahya Kutub al-Arabiyah,1982

Anshori, A. Ghofur dan Zulkarnain Harahap.Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2001

Arifin. Bustanul, Perkembangan Hukum Islam di Indonesia dan sejarah Hambatan dan Pengadaanya, Cet-1. Jakarta: Gema Insani Press, 1996

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Cet. XII. Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Asnawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan

Yogyakarta: Darussalam, 2004.

Ayyub, Syaikh Hasan.Fikih Keluarga.Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001. Departemen Agama RI,Al-Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: Yogyakarta

penyelenggara peterjemah Al-Qur an. 1983.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam,Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: Depag RI., 2001

Djalil, Basiq.Peradian Agama di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2006

Hanan, Damsyi Permasalahan Isbad Nikah (Kajian Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan pasal 7 KHI) ,Mimbar Hukum, No. 3 Tahun VIII Maret-April, 1997

Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama,Cet. 4. Jakarta : Sinar Grafika, 2007

Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Cet; Ke II. Jakarta: Sirajan, 2006

(11)

Kansil, CST. PengantarIlmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 1989.

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II edisi Revisi 2010

Mertokusumo,Sudikno,Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Yogyakarta: Liberty, 1991

Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 2004.

Mukti Arto. Ketentuan dan Kedudukan Hukun Isbat Nikah di Pengadilan Agama , Makalah disampaikan pada orientasi Pegawai Pencatat Nikah, diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di PA Yogyakarta, Yogyakarta: 31 Januari 2002.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia.

Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan al-Munawwir , 1984

Nasution, B. Johan Hukum Perdata Islam, Bandung: CV. Mandar Maju, 1997.

Nasution, Khoirudin. Status Wanita di Asia Tenggara: Studi atas Perundang-undangan Pernikahan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaisiya.Jakarta: INIS, 2004.

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Cet. III. Jakarta : Kencana, 2006.

Rahman, Asjmuni A. Qa idah-Qa idah Fikih, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Ramulyo, Idris.Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, Cet, Ke-7, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2003

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/ 080/ VIII/ 2006,:Pedoman Pelaksanaan Tugas di Pengadilan Agama,2006 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah

Lengkap.Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No.50 Tahun 2009, tentang Perubahan kedua atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Penulis skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Pandangan yang keempat adalah pendapat para ulama kontemporer seperti Allamah Thabathaba’i, mereka mengatakan bahwa ‘ Arsy dan kursi itu mempunyai wujud luar yang hakiki, walaupun

Kemampuan siswa dalam menyimak dan mencatat bahan pelajaran yang dijelaskan oleh guru yang kurang membuat banyak siswa kelaskontrolyang hasil belajar nya belum mencapai

Lapisan tipis bilayer ZnO/TiO 2 telah dideposisikan di atas substrat kaca dengan perbedaaan konsentrasi seng Asetat Dehidrat menggunakan metode sol-gel spin

Untuk itu peneliti menetapkan judul dari penelitian ini adalah: “Analisis Pengaruh Kualitas Akrual (Accruals Quality) terhadap Sinkronitas Harga Saham (Stock Price

78 Inti dari penelitian ini adalah suatu penelitian yang berusaha untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang diajukan peneliti tentang penerapan strategi

Mahasiswa yang menjadi subyek penelitian mengakui bahwa dirinya telah menggunakan jasa cybersex dalam jenis percakapan seks online (chatsex) dan kemudian berlanjut

Penelitian terkait partisipasi masyarakat diantaranya mulai dilakukan oleh Ebdon (2002), yang mana telah mengeksplorasi dampak dari partisipasi masyarakat dalam anggaran