• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Mind Mapping Kelas 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Mind Mapping Kelas 5"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut Aly dan Rahma (2008: 18) bahwa “IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain”. Kemudian Menurut Conant (dalam Asy’ari, (2006:7) IPA diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Sejalan dengan isi kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Jadi IPA merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang berada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu juga dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi, IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.

(2)

ilmuwan (Iskandar, 1997:5). Sedangkan IPA adalah sebagai sikap adalah obyektif terhadap fakta, jujur, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, berhati terbuka, tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati, ingin menyelidiki, ingin tahu dan lain-lain. Jadi ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ketiganya saling berhubungan satu sama lain.

2.1.2 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan, dalam hal ini masa depan kehidupan anak yang ditentukan orang tua. Oleh karenanya, sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa (Hamalik, 2008: 25). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan progam pengajaran tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut persiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya (Hisyam, 2004: 4). Berdasarkam beberapa pendapat diatas maka disimpulkan pembelajaran adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar, pembelajaran juga merupakan persiapan di masa depan dan sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang.

(3)

cara yang lain (Abdullah, 2010: 18). IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini, 2007: 39). IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi alam (Iskandar, 2001: 2). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2002: 7). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.

Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

(4)

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan Pembelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa: a) mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat. b) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. c) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. d) mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari. e) mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang pengajaran lain. f) ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. g) menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari (Sulistiyorini, 2007: 40)

(5)

kesadaran untuk menjaga dan menghargai alam sekitar sehingga akan memperoleh bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2.1.3 Hasil Belajar IPA

(6)

Setelah melalui proses belajar seharusnya seorang siswa mengalami perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil belajar. Perubahan perilaku siswa tidak hanya pada perubahan kognitif saja, melainkan perubahan afektif dan psikomotor juga. Ketiga aspek tersebut merupakan taksonomi yang di klasifikasikan oleh bloom (dalam Suprihatiningrum 2013: 38), yaitu :

1. Aspek Kognitif

Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah seperti pengetahuan kompehensif, aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan evaluatif.

2. Aspek Afektif

Dimensi akfektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi.

3. Aspek Psikomotorik

4. Dimensi Psikomotorik mencakuo tujuan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat motorik.

Proses kegiatan belajar mengajar saat ini, hasil belajar pada ranah kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan hasil belajar ranah afektif dan ranah psikomotorik. Sehingga menimbulkan permasalahan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Seharusnya, ketiga ranah tersebut hasur tercapai dengan baik dan seimbang, sehingga dapat dikatakan siswa telah berhasil dalam proses belajar.

2.1.4 Model Cooperative Learning Tipe Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping.

2.1.4.1Model Pembelajaran

(7)

unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multimedia ddan bantuan belajar melalaui program komputer. Masih menurut Joyce dan Weil hakekat mengajar adalah membantu pelajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana belajar.

Merujuk pada pendapat di atas, memaknai model pembelajaran adalah sebagai suatu rencana yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru dan peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru peserta didik yang dikenal dengan istilah sintaks. Secara implisist di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.

2.1.4.2Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif sesungguhnya bukanlah hal yang baru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para guru telah menerapkannya selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Namun model ini senantiasa mengalami perkembangan.

(8)

Slavin (2008: 8) Mendefinisikan bahwa model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam suatu kelompok.” Di dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Mortarela (1994), Pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari lima atau enam siswa. Pembentukan kelompok didasarkan pada penerataan karakteristik psikologis individu yang meliputi, kecepatan belajar motivasi belajar, perhatian cara berfikir dan daya ingat.

(9)

pembelajaran akan menjadi aktif serta dapat menumbuhkan ketrampilan kerjasama, berfikir kritis, dan berani mengeluarkan pendapat.

Ibrahim (2000 : 7) menyatakan pembelajaran koopratif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki tinggi, sedang, dan rendah.

3) Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,, suku, jenis kelamin berbeda–beda berkembang individu.

Supaya pembelajaran terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi tersebut. Kemudian diminta mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saatnya tes akhir harus diusahakan agar siswa tidak bekerja sama pada saat mengerjakan tes. Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan Model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan siswa, meningkatkan percaya diri, menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian yang ada dan memperbaiki hubungan antar kelompok. Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan semestinya.

(10)

pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memanfaatkan kelompok kecil dari kerjasama anggota antara 2 sampai 6 orang dalam memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2000:10) adalah sebagaimana berikut :

Tabel 2.1

Guru mnyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa kedalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya

Fase 6 Memberikan penghargaan

(11)

2.1.4.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Problem Based Learning.

Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning menurut Arends dalam Suprihatiningrum (2013:66) adalah “model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatiningrum (2013:65-66) memberi pengertian bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan pembelajaran berbasis masalah atau istilah asingnya problem based learning merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar.

Pembelajaran ini sangat cocok untuk mengembangkan pengetahuan siswa dari dasar maupun kompleks. Dalam model pembelajaran PBL guru memandu siswa untuk mencari dan menyelesaikan masalah berdasarkan sesuatu yang siswa amati dari kejadian-kejadian di dunia nyata. Guru membimbing siswa tentang strategi atau cara-cara untuk menyelesaikan masalah supaya siswa dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.

(12)

merupakan model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan pengamatan pada dunia nyata yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi yang bertujuan untuk melatih siswa berfikir kritis, memecahkan masalah serta menemukan pengetahuan baru berdasarkan masalah yang mereka pecahkan.

Ciri-ciri model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan Nur dalam Putra (2013:73) sebagai berikut: 1) pengajuan pertanyaan atau masalah. 2) berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. 3) penyelidikan autentik. 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. 5) kerjasama.

Menurut Rusman (2011:232) menjelaskan bahwa model Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

(13)

Tabel 2.2

Fase-fase Model Cooperative Learning Tipe Problem Based Learning

Fase Indikator Aktifitas/Kegiatan Guru

Fase 1 Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistikyang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3 Membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.

Fase 4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya. Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah

(14)

Kelebihan dan kekurangan model Cooperative Learning tipe Problem Based Learning yaitu :

1. Kelebihan model Problem Based Learning antara lain :

a. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami pelajaran b. Meningkatkan aktivitas pembelajaran

c. Mendorong siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil maupun proses belajarnya.

d. Mengembangkan minat belajar siswa

2. Kekurangan model Problem Based Learning antara lain :

a. Ketika siswa kurang berminat belajar, maka akan sulit dipecahkan masalah tersebut, karena enggan mencoba

b. Keberhasilannya membutuhkan cukup waktu persiapan.

c. Tanpa pemahaman mereka berusaha memecahkan masalah yang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

2.1.4.4 Media pembelajaran Mind Mapping

Dalam pembelajaran berbasis masalah atau sering disebut Problem Based Learning ini memperlukan adanya media pembelajaran yang bertujuan sebagai alat untuk merangsang pemikiran siswa dalam pembelajaran.

(15)

sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman 2006 : 7). Sedangkan, pengertian media yang menyepembelajaran juga disampaikan oleh Miarso dalam Sanaky (2009: 4) yang menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan pembelajaran sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajarnya. Maka secara umum, media adalah “alat bantu” yang dapat digunakan dalam proses pembelajarannya. Jadi, pada kesimpulannya media pembelajaran adalah alat bantu dalam proses pembelajaran untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga pembelajaran berlangsung dengan baik.

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehinggs kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sedangkan secara lebih khusus manfaat media pembelajaran adalah (Mustikasari, 2008):

1. Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan

Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa dimanapun berada.

2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik

Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.

3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif

Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa media guru cenderung bicara satu arah.

4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga

Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Guru tidak harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang, sebab dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.

5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

Media pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal dari guru saja, siswa kurang memahami pelajaran, tetapi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pemahaman siswa akan lebih baik. 6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja

(16)

Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung kepada seorang guru.Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.

7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar

Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.

8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif Guru dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki waktu untuk memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan lain-lain.

Penggunaan media pengajaran sangat diperlukan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Tujuan penggunaan media pengajaran adalah (Sudrajat, 2008):

1. Agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan tepat guna dan berdaya guna,

2. Untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan informasi materi kepada anak didik.

3. Untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima serta memahami materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik. 4. Untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih

banyak dan mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik.

5. Untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik.

(17)

2.1.4.5Model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping. Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning menurut Arends dalam Suprihatiningrum (2013:66) adalah “model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri”. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan pembelajaran berbasis masalah atau istilah asingnya problem based learning merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan pengamatan pada dunia nyata yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi yang bertujuan untuk melatih siswa berfikir kritis, memecahkan masalah serta menemukan pengetahuan baru berdasarkan masalah yang mereka pecahkan.

(18)

berdasarkan masalah yang mereka pecahkan dengan bantuan Mind Mapping siswa akan lebih mudah dalam belajar. Karena media Mind Mapping merupakan suatu teknik mencatat yang dapat memetakan pikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak untuk memeakan pikiran-pikiran.

2.1.5 Penerapan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang disusun secara terencana dan sistematis sesuai dengan prosedur pembelajaran. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan guru harus membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) terlebih dahulu. Agar pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif, menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berperan aktif di dalam mengikuti pelajaran. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan jadwal yang tersedia (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

Peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan penutup.

a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c. Penutup

(19)

rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

(20)

Tabel 2.3

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan media Mind Mapping

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan murid

1.Guru menyampaikan tujuan 1.Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan

1.Guru membantu siswa dalam perwujudan laporan hasil kerja yang sesuai dengan tugas yang diberikan berupa laporan tentang pengukuran (panjang, berat dan waktu). 2.Guru membantu siswa saling

(21)

Berdasarkan prosedur pelaksanaan model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping yang disajikan pada tabel tersebut bahwa rancangan prosedur pelaksanaan pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika telah dilaksanakan sesuai dengan sintaks apabila disertai dengan adanya pengamatan adanya pengamatan tentang kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping. Hal-hal yang perlu diamati dalam pelaksanaan prosedur pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping) agar dapat berjalan dengan baik yaitu:

(22)

2. Pada langkah kedua siswa mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan tugas-tugas yang diberikan berkaitan dengan pemecahan masalah serta melakukan eksperimen berdasarkan informasi-informasi telah dikumpulkan oleh siswa sedangkan guru membimbing siswa dalam pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa sehingga pada tahap ini siswa menyususn pemecahan masalah yang akan dilakukan.

3. Pada langkah ketiga guru membimbing siswa dalam membentuk kelompok, setelah itu siswa mendiskusikan tentang pemecahan masalah secara berkelompok dengan informasi – informasi yang didapatkan untuk pemecahan masalah yang diberikan berkaitan dengan materi yang diajarkan serta merumuskan pemecahan masalah yang diberikan. Pada tahap ini guru mengamati kegiatan siswa saat melakukan kerja kelompok dalam memecahkan masalah dan membimbing siswa merumuskan penyelesaian masalah yang diberikan.

4. Pada tahap keempat siswa menyusun dan mengembangkan hasil dari kerja kelompok berupa laporan berdasarkan informasi dan eksperime yang dilakukan, guru membimbing siswa dalam penyusunan laporan yang dilakukan berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan oleh siswa. Setelah siswa selesai menyusun dan mengembangkan laporan guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(23)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning Sudah diteliti oleh beberapa orang. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Ralita Ayu Trisnaningsih pada tahun 2014. Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model problem based learning (PBL) yang terdiri atas 2 siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu hasil belajar sebagai variable y dan problem based learning (PBL) sebagai variable x. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 30 siswa, SD Negeri 01 Candisari kecamatan Ampel kabupaten Boyolali tahun ajaran 2013/2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan deskriptif kuantitatif. Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut orientasi siswa pada situasi masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar dari pra siklus rata-rata 67,5, siklus I rata-rata 78 dan siklus II rata-rata 85,5. Peningkatan ketuntasan belajar terjadi secara bertahap dari pra siklus tuntas 14 siswa (46,7%), siklus I tuntas 23 siswa (76,7%) dan siklus II tuntas 27 siswa (90% ).

(24)
(25)

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ruswinarno pada tahun 2013. Permasalahan dalam penelitan tindakan kelas ini ialah hasil belajar matematika siswa kelas 6 SD Negeri Batiombo 02 hasilnya rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil tes matematika 23 siswa kelas 6 yang tuntas hanya 14 siswa (60,26%), dan 9 siswa (39,13%) tidak tuntas, dan nilai rata-rata kelas 63,26. Kondisi tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Pembelajaran matematika dalam kurikulum KTSP dianggap tuntas apabila 75% siswanya mencapai nilai ≥ 60. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, tiap-tiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan tatap muka dengan subjek penelitian siswa kelas 6 SD Negeri Batiombo 02 yang berjumlah 23 siswa. Untuk mengatasi hasil belajar matematika siswa kelas 6 yang rendah itu digunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Dalam pengumpulan data metode yang digunakan adalah observasi dan tes. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 39,13% dengan rata-rata kelas 63,26 setelah dilakukan tindakan, pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 73,91% dengan nilai rata-rata 66,30. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 100% dengan nilai rata-rata kelas 71,08 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasisi masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Saran dalam penelitian ini ialah guru dapat mencoba menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) sebagai salah satu alternative model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih bermakna, dapat meningkatkan keaktifan siswa, dapat meningkatkan kerjasama dan toleransi serta dapat membangun kepercayaan diri pada siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

(26)

Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Mind Mapping Siswa Kelas 5 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran mind mappingdan (hasil belajar IPA siswa. Teknik pengumpulan data yaitu observasi dan tes. Teknik analisis datadengan cara persentase untuk hasil belajar siswa (data kuantitatif) dan deskriptif untuk data kualitatif (hasil observasi kinerja guru dan aktivitas siswa dalam menerapkan pembelajaran mind mapping). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar IPA siswa dapat diupayakan menggunakan model pembelajaran mind mapping pada siswa kelas 5. Hal ini nampak pada peningkatan hasil belajar melalui ketuntasan belajarnya.Pada kondisi sebelum ada tindakan, ketuntasan belajar dicapai46%. Setelah tindakan pada siklus I, ketuntasan belajar mencapai 70.3% dan pada siklus II sebesar 100%. Kesimpulannya, pembelajaran dengan menerapkan model mind mapping, berhasil diupayakan dalam pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Kinerja guru juga meningkat. Siklus I, kinerja guru menerapkan model mind mapping; cukup baik dengan perolehan skor 45 (66.1%). Pada siklus II, meningkat menjadi baik sekali dengan perolehan skor 60 (88.2%). Aktivitas siswa juga meningkat. Siklus I, aktivitas siswa cukup baik dengan perolehan skor 44 (64.7%). Siklus II aktivitas siswa baik dengan skor 54 (79.4%). Sekolah dan guru disarankan untuk menerapkan model mind mapping dalam pembelajaran IPA materi lain maupun mata pelajaran lain. Siswa disarankan berlatih melakukan pemetaan konsep setiap materi pelajaran. Dengan melakukan pemetaan konsep, akan memungkinkan siswa lebih mudah dan lebih banyak memahami materi pelajaran. Dengan demikian dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(27)

Mind Mapping tersebut menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa. Melihat berhasilnya penelitian tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya, maka penulis juga optimis dengan keberhasilan yang akan dicapai dengan meodel Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping ini. Penulis optimis bahwa dengan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping ini dapat meningkatkan hasil belajat pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Binangun 01. Inovasi yang penulis dalam melakukan penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning berbantuan media Mond Mapping adalah meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa serta prestasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, karena dalam penggunaan model PBL siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam setiap proses pembelajarannya.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan pemikiran jika menggunakan Dengan pemikiran jika menggunakan metode Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping diharapkan siswa akan mampu meningkatkan hasil belajar yang semula rendah akan menjadi tinggi dan siswa lebih bisa berfikir aktif, kritis, kreatif. Kemudian, siswa juga sadar akan pentingnya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun juga harus termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas.

(28)
(29)

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir dalam Penelitian Proses alam yang ada di Indonesia

(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dapat disusun hipotsis tindakan sebagai berikut :

1. Melalui model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping dapat menjelaskan bagaimana model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Binangun 01 kecamatan Bandar kabupaten Batang semester II tahun pelajaran 2016/2017,

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Model Tabel 2.2 Cooperative Learning
Tabel 2.3
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir dalam Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyusun penelitian ini dengan judul Pengaruh Kepribadian Merek Terhadap Ekuitas Merek Yang Dimediasi Oleh Citra Merek Konsumen Coklat SilverQueen Di

NaCl dalam larutannya memang merupakan elektrolit kuat, karena dalam larutan, partikel-partikel NaCl akan terionisasi seluruhnya sehingga menghasilkan banyak

dimiliki oleh ekuitas merek, pengukuran tersebut yaitu: kesadaran konsumen akan keberadaan sebuah merek, selalu menjadi pilihan pertama konsumen dalam membeli suatu

Apabila dalam suatu kegiatan ekonomi jumlah tenaga kerja sangat berlebihan, sehingga berada dalam suatu keadaan di mana sebagian tenaga kerjanya dipindahkan ke sektor lain tetapi

Menjelaskan pemahaman konsep Logika Fuzzy, domain Logika Fuzzy, Himpunan Fuzzy dan Variabel Fuzzy secara benar dan lengkap. Menjelaskan pemahaman konsep Logika Fuzzy, domain

Ada 8 struktur pembelajaran IPA, ialah : (a) Motivasi untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi IPA pembelajaran (b) Penjabaran masalah sebagai

Largely accurate Sufficiently accurate Partially Accurate Hardly accurate Organisation and development Well- organised & well developed Organised & developed

Bentuk pertanyaan yang ditulis pada tahun 640 H untuk suatu keperluan ketika itu. Bebepara lmam ahli ilmu ditanya tentang masalah tersebut, kemudian mereka memberikan