• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indones

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indones"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia “Marsinah”

SEPTEMBER 11, 2014

|

HUN.

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap

manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya

sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan

gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal

inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu

terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.

Memperbincangkan marutnya dinamika hak asasi manusia, khususnya

perburuhan selama dekade terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada

nama ini: Marsinah. Terdapat alasan pasti untuk menghadirkan kembali ingatan

tentang orang tersebut: misteri kematiannya yang tidak pernah terungkap

hingga sekarang. Tidak pernah diketahui secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan

dibunuh, kapan dan di mana ia mati pun tak dapat diketahui dengan jelas,

apakah pada Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya. Liputan

pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, pengadilan sekalipun nyatanya belum

mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan memuaskan. Kendati hakim

telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang tak percaya begitu

saja; sementara kunci kematiannya tetap gelap sampai kini, lebih dari satu

dasawarsa berselang.

Barangkali memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang menjadi penting di

sini, melainkan jalinan citra yang lantas tersaji melalui serangkaian representasi

media yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Segenap

aktivis menyanjungnya sebagai teladan kaum pejuang buruh. Para aparat pusat

dibantu aparat setempat konon merekayasa penyidikan sekaligus membuat

skenario pengadilan, termasuk dilibatkannya tersangka palsu dalam rangkaian

pengungkapan kasus tersebut. Tak ketinggalan, para aktivis hak asasi manusia

menganugerahi

Yap Thiam Hien Award

bagi kegigihannya. Termasuk para

seniman yang mengabadikannya dalam monumen, patung, lukisan, panggaung

teater dan seni rupa instalasi; para feminis mengagungkannya sebagai korban

kekerasan terhadap perempuan dan khalayak awam yang prihatin dan simpati

memberi sumbangan bagi keluarganya.

(2)

tidak gencar diberitakan oleh media massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili

“nasib malang” jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa

depannya pada pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk

sekaligus tak terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi

pembunuhannya menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai

kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh,

lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian dan sistem peradilan.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam

bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun

didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih

optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga

sering terjadi di sekitar kita karena semakin egoisnya manusia dalam

pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah kami menyusun makalah yang

berjudul “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia – Marsinah”, untuk

memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran HAM diikuti seluk beluk

kasus Marsinah.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di

Indonesia”, maka masalah yang dapat diidentifkasi sebagai berikut :

1.2.1 Apa pengertian pelanggaran HAM ?

1.2.2 Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?

1.2.3 Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?

1.2.4 Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?

Tujuan

Tujuan kami mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di

Indonesia yaitu :

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.

1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.

1.3.3 Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.

1.3.4 Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.

1.3.5 Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.

Manfaat

Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis dan

pembaca.

(3)

1.4.2 Manfaat dari pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan

kajian atau referensi tambahan bagi ilmu kenegaraan serta memperkaya

informasi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan

pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak

disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,

membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok

orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM

adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara

baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,

membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok

orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran

kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau

institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan

yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.

2.2 Klasifikasi Pelanggaran HAM ii Inionesia

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1.

Pembunuhan massal (genosida)

Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,

ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan.

(UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).

2.

Kejahatan Kemanusiaan

(4)

 Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1.

Pemukulan

2.

Penganiayaan

3.

Pencemaran nama baik

4.

Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5.

Menghilangkan nyawa orang lain

2.3 Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia ii Inionesia

Kasus Marsinah (1993)

Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur

setempat mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat

Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para buruh.

Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa dengan

mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen

perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati perjanjian. Intinya

mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai

UMR. Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja

telah beres.

Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke

Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari

CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan

persoalan tersebut ke pengadilan. Beberapa hari kemudian, Marsinah

dikabarkan tewas secara tidak wajar. Mayat Marsinah ditemukan di gubuk

petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat

ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh

penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya

lecet-lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada

sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan

dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang

berlumuran darah.

(5)

Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono

(satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah

stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka

naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam

proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia

membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan

Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan

sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah

“direkayasa”.

Kasus kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga

akhirnya kasusnya kadaluarsa tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang

tertuduh dan dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun akhirnya dibebaskan

oleh Mahkamah Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas keamanan

dan politik, Negara telah berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan,

siap menculik, mengintimidasi dan bahkan menghilangkan secara paksa siapa

saja yang berani berteriak atas nama kebebasan menyuarakan aspirasi.

2.4 Faktor Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Faktor penyebab dari kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS

yang tidak mengikuti himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR.

Walaupun kebijakan kenaikan UMR tersebut sudah dikeluarkan, CPS tetap

bergeming. Kondisi ini memicu geram para pekerjanya sehingga menyebabkan

mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.

Lalu faktor penyebab kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah

menyepakati perjanjian penaikan UMR namun rupanya diikuti dengan

memberhentikan 13 pekerjanya dengan cara mencari-cari kesalahan pasca

tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan Marsinah penuh amarah.

Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :

Dari segi ekonomi :

1.

Terjadi kredit macet

2.

Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar

3.

Banyak perusahaan yang tidak dapat membayar hutangnya

Dari segi politik :

1.

Pemimpian saat itu telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya

2.

Terjadi kekacauan dan kerusuhan di mana-mana

(6)

Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Terkait kasus Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya

segera mengusut tuntas kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga

mendapatkan hasil yang nyata, dan menegakkan tiang keadilan dan ketegasan

dalam kerapuhan hukum di Indonesia sehingga rakyat dapat kembali

mempercayai peranan dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam

penegakan HAM di Indonesia.

Sementara solusi dari hasil rangkuman kami sekelompok, adalah adanya

kepastian hukum dalam menjamin keamanan setiap orang. Setiap orang perlu

menghargai hak-haknya sendiri dan hak orang lain.

2.6 Upaya Pemajuan Hak Asasi Manusia ii Inionesia

1) Periode tahun 1945 – 1950 Di periode ini, pemikiran HAM masih menekankan

pada hak merdeka, hak bebas berserikat, serta hak bebas menyampaikan

pendapat. Pemikiran HAM telah mendapat pengakuan secara formal karena

telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara, yaitu

UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada periode awal kerdekaan ditunjullam

dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Di periode ini

(1945-1950) memberikan keleluasaan terhadap rakyat untuk mendirikan partai politik

sebagaimana yang telah tertera pada Maklumat Pemerintah pada tanggal 3

November 1945 :

1.

Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena segala aliran

paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur

dengan adanya partai-partai tersebut.

2.

Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum

dilangsukannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada Januari

1946. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan yang signifkan

terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem

parlementer.

2) Periode tahun 1950 – 1959 Periode ini dalam perjalanan, Indonesia dikenal

dengan sebutan “Periode Demokrasi Parlementer” dimana pemikiran HAM pada

periode ini mendapatkan momentum yang membanggakan. Indikator tentang

pemikiran HAM pada periode ini mengalami “pasang”, menurut ahli hukum tata

negara memiliki 5 aspek :

(7)

2.

Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi, betul- betul

menikmati kebebasannya.

3.

Pemilu sebagai pilar lain dari demokrasi harus bertanggung jawab dalam

suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis.

4.

Parlemen/dewan perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat semakin efektif

mengontrol terhadapt kinerja eksekutif.

5.

Wacana & pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif,

sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang

kebebasan.

3) Periode tahun 1959 – 1966 Pada periode ini, sistem pemerintahan Indonesia

adala sistem demokrasi terpimpin diamana kekuasaan terpusat dan berada di

tangan presiden. Dalam kaitannya dengan HAM yaitu telah terjadinya sikap

restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak

politik warga negara.

4) Periode tahun 1966 – 1998 Pada awal masa periode ini telah diadakan

beberapa seminar tentang HAM. Salah satu seminar dilaksanakan pada tahun

1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan

pengadilan HAM, Komisi, dan pengadilan HAM di wilayah Asia. Pada tahun 1968

diadakan Seminar Hukum Nasional II yang merekomendasikan perlunya hak uji

materiil guna melindungi HAM. Fungsi dari hak uji materiil itu sendiri dalam

rangka pelaksanaan TAP MPRS XIV/MPRS/1996. Namun, pada tahun 1970-an

sampai akhir 1980-an, HAM mengalami kemunduran. Dalam hal ini, upaya

masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional

terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus

Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, dan lain sebagainya. Menjelang periode

1990-an, upaya masyarakat nampaknya memperoleh hasil yang mengesankan

karena terjadi pergeseran strategi pemerintahan, dari Represif dan Defensif

menjadi Akomodatif. Salah sau sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan

penegakan HAM yaitu dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan KEPRES Nomor

50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, dimana KOMNAS HAM memiliki tugas:

1.

Memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM & memberi saran serta

pendapat kepada pemerintah perihal HAM.

(8)

5) Periode tahun 1998 – sekarang Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap

beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dnegan

pemajuan dan perlindungan HAM. Kemudian, dilakukan penyusunan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam

kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di indonesia, serta pengkajian

dan ratifkasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan.

Strategi pada periode ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

1.

Tahap status penentuan (prescriptive Status) Pada tahap ini telah

ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM,

seperti UUD 1945, TAP MPR, UU, dan peraturan pemerintah dan ketentuan

perundang-undangan lainnya.

2.

Tahap penataan aturan secara konsisten ( rule consistent behavior )

Ditandai dengan pemghormatan dan pemajuan HAM dengan

dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan

disahkannya sejumlah konvensi HAM. Selain itu juga dirancangkan

program “Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)” pada tanggal 15

Agustus 1998 yang didasarkan kepada :

3.

Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM

4.

Desiminasi informasi dan pendidikan tentang HAM 3. Penentuan skala

prioritas pelaksanaan HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di

bidang HAM yang telah diratifkasikan melalui perundang-undangan

nasional. Untuk lebih melindungi HAM di Indonesia, pemerintah telah

membuat UU HAM No. 39 tahun 1999 serta UU No. 26 tahun 2000 tentang

pengadilan HAM. Melalui keputusan Presiden No. 40 tahun 2004,

Pemerintah telah mengesahlan RANHAM kedua diamana merupakan

kelanjutan RANHAM Indonesia yang pertama tahun 1998-2003. RANHAM

disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan,

pemenuhan, dan perlindungan HAM di Indinesia dengan

mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa

indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB III PENUTUP

(9)

baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan

suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM

menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM

sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Sementara

menyangkut Kasus Marsinah yang merupakan dikategorikan sebagai

pelanggaran HAM berat, karena merupakan kasus penghilangan seseorang

secara paksa. Marsinah adalah tumbal dari apa yang namanya penindasan atas

nama stabilitas keamanan dan politik pada zaman Orde Baru. Penindasan

kepada Marsinah adalah bentuk ketakutan negara pada sosok-sosok yang

berani berjuang dan mengobarkan semangat kebebasan, kesejahteraan dan

kesetaraan. Negara menciptakan teror ketakutan kepada siapa saja yang ingin

melakukan aksi perlawanan. Negara juga telah mengabaikan kasus ini,

membiarkannya menjadi misteri yang tak terpecahkan selama

bertahun-bertahun. Ini jelas sebuah anomali dan paradoks jika kita komparasikan dengan

tujuan pembentukan dan kewajiban negara ini. Marsinah hanyalah satu dari

ribuan potret buruh perempuan di Indonesia yang seringkali harus dihadapkan

dengan berbagai persoalan pelik yang mendasar. persoalan kesejahteraan,

kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi seolah terus menjadi pekerjaan rumah

yang menumpuk bagi pemerintah untuk diselesaikan. Realitas kekinian

memperlihatkan bahwa sampai hari ini begitu banyak buruh perempuan di

Indonesia yang masih ambil bagian dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah

tangga. Menguak kasus Marsinah berarti harus mengurai banyak benang kusut,

benang kusut yang mungkin hanya dapat terurai dari tangan mereka yang

benar-benar peduli untuk mengurainya.

3.2 Saran

Sebagai makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan

dan memperjuangkan hak kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa

menghormati dan menjaga hak orang lain jangan sampai kita melakukan

pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak

oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan

kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah

sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan

HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah sesuatu yang

“direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik

terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi

Manusia.

(10)

http://buser.liputan6.com/read/52757/marsinah-dan-misteri-kematiannya

http://fuad-myers.blogspot.com/2011/11/analisa-kasus-pelanggaran-ham-berat.html

http://sarubanglahaping.blogspot.com/2013/10/analisis-kasus-pembunuhan-marsinah.html

Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus-Besar-Yang-Tetap-Menjadi-Misteri-Di-Indonesia/

http://ubpeacemaker.blogspot.com/2011/11/memahami-ham-marsinah-pahlawan-kaum.html

http://abunavis.wordpress.com/2007/12/11/marsinah-dalam-representasi-media-analisis-semiotika-berita-kasus-marsinah-pada-majalah-tempo-1993-1994/

http://hukum.kompasiana.com/2014/05/01/refeksi-21-tahun-kasus-marsinah-650551.html

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi

http://www.arahjuang.com/2014/05/08/marsinah-dan-perjuangan-buruh-sepanjang-masa/

2.1

Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia pada hekekatnya merupakan hak- hak fundamental yang melekat pada

kodrat manusia sendiri, yaitu hak- hak yang paling dasar dari aspek- aspek kodrat manusia

sebagai manusia. Setiap manusia adalah ciptaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap

manusia harus dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga dia dapat berkembang

secara leluasa. HAM tidak tergantung pada pengakuan orang lain , tidak tergantung dari

pengakuan masyarakat atau negara.

(11)

KASUS HAM DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.

Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu : a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1. Pembunuhan masal (genisida)

2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan

3. Penyiksaan

4. Penghilangan orang secara paksa

5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5. Menghilangkan nyawa orang lain

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.

Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat

(12)

Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :

a. Kasus Tanjung Priok (1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)

Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)

Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)

Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang

menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)

Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)

(13)

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.

h. Kasus Ambon (1999)

Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

i. Kasus Poso (1998 – 2000)

Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

j. Kasus Dayak dan Madura (2000)

Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

k. Kasus TKI di Malaysia (2002)

Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.

l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya

Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.

m. Kasus-kasus lainnya

Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.

Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:

1. Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).

(14)

3. Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.

4. Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.

Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :

1. Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).

2. Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fsik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).

3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.

4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.

5. Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.

Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :

1. Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konfik sosial).

2. Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.

3. Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.

Kasus HAM ii Inionesia

Kita telah mengetahui bahwa hak asasi manusia itu hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan,

keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Namun kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah banyaknya kasus HAM. Berikut adalah kasus-kasus HAM yang terjadi sebelum era reformasi.

1965

1. Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.

2. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.

1966

(15)

dan intimidasi di penjara.

2. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.

3. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.

1967

1. Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.

2. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta.

3. Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

1969

1. Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.

2. Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.

3. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.

4. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.

1970

1. Pelarangan demo mahasiswa.

2. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. 3. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. 4. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.

1971:

1. Usaha peleburan partai- partai.

2. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar. 3. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.

4. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.

1972

1. Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.

1973

1. Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung.

1974

1. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.

(16)

1975

1. Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.

2. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

1977

1. Tuduhan subversi terhadap Suwito. 2. Kasus tanah Siria- ria.

3. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.

4. Kasus subversi komando Jihad.

1978

1. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.

2. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.

3. Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas.

1980

1. Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan dan Kudus.

2. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negri.

1981

1. Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.

1982

1. Kasus Tanah Rawa Bilal.

2. Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.

3. Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

1983

1. Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.

2. Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.

1984

(17)

3. Tuduhan subversi terhadap Dharsono.

4. Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur.

1985

1. Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.

1986

1. Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.

2. Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta. 3. Kasus subversi terhadap Sanusi.

4. Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.

1989

1. Kasus tanah Kedung Ombo.

2. Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf. 3. Kasus tanah Kemayoran.

4. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari

5. Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.

6. Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.

1991

1. Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda- pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang

meninggal.

1992

1. Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaannya Tommy Suharto.

2. Penangkapan Xanana Gusmao.

1993

1. Pembunuhan terhadap seorang aktifs buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993

1994

1. Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan kapal perang bekas oleh Habibie.

1995

1. Kasus Tanah Koja. 2. Kerusuhan di Flores.

1996

(18)

2. Kasus tanah Balongan.

3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.

4. Sengketa tanah Manis Mata.

5. Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.

6. Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamungkas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkunjung di sana. 7. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.

8. Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.

9. Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.

1997

1. Kasus tanah Kemayoran.

2. Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.

1998

1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998

2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei.

3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

1999

1. Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999

2. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.

3. Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.

4. Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.

Sumber :

http://www.membuatblog.web.id/2010/05/hak-asasi-manusia-di-indonesia.html

Pelanggaran Hak Asasi Anak ii Inionesia

(19)

Undang No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (1) tentang hak asasi manusia, “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf hidupnya”, ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan bathin”, dan ayat (3) “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,

kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”

Meskipun di Indonesia telah di atur Undang Undang tentang HAM, masih banyak pula pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran hak asasi perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak, Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifkasi konversi hak anak.

Persoalan mungkin dapat menjadi rumit ketika seorang anak mengalami

diskriminasi berlapis, yaitu seorang anak perempuan. Pertama, karena dia seorang anak dan yang kedua adalah karena dia seorang perempuan. Di kasus inilah

keberadaan anak perempuan diabaikan sebagai perempuan.

Ada banyak kasus tentang pelanggaran hak atas anak. Misalnya pernikahan dini, minimnya pendidikan, perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli, di Surabaya ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun (Ruth Rosenberg, 2003).

Contoh kasus paling nyata dan paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh Kyai Pujiono Cahyo Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfana Ulfa (12 tahun). Di dalam pernikahan itu seharusnya melanggar Undang Undang perkawinan dan Undang Undang perlindungan anak.

Kasus ini juga ikut membuat Seto Mulyadi, Ketua KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjun langsung. Menurutnya perkawinan antara Syekh Puji dengan Lutfana Ulfa melanggar tiga Undang Undang sekaligus. Pelanggaran pertama yang dilakukan Syekh Puji adalah terhadap Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di dalam Undang Undang tersebut disebutkan bahwa perkawinan dengan anak-anak dilarang. Pelanggaran kedua, dilakukan terhadap Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang melarang

persetubuhan dengan anak.

(20)

dan itu seharusnya dilarang. Selain itu, seharusnya di umur Lutfana Ulfa yang sekarang adalah masa untuk tumbuh dan berkembang, bersosialisasi, belajar, menikmati masa anak-anak dan bermain.(dari berbagai sumber/sir)

(Redaksi/malangpost)

http://indonesianic.wordpress.com/2009/01/07/pelanggaran-hak-asasi-anak-di-indonesia/

PELANGGARAN HAM OLEH TNI

Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan. Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawanan rakyat semakin keras.

2. KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU

Konfik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah –

daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat biasa).

Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.

Akibat konfik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka – luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konfik yang sekarang telah menjadi

(21)

Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konfik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konfik, ada ketakutan di masyarakat akan

diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.

Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambon ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konfik serta ketegangan yang terjadi saat ini.

Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan konmfik jalan terus. Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.

Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukan aktiftasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktiftas ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang

mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalu sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa ekonomi baru pasca konfik.

Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konfik karena banyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatif terhadap aktiftas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).

Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi.

Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh media cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada media yang selama ini melakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama ini digunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).

(22)

Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari kalangan gereja Protestan maupun gereja Katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa kadang justru dengan simbol agamawi, kita melupakan kasih, yaitu kasih yang menjadi ‘atribut’ Tuhan kita Yesus Kristus. Hal-hal ini dicatat dalam buku sejarah dan beberapa kali kisah-kisah tentang kekejaman gereja diflmkan. Salah satu contohnya dalam flm The Scarlet Letter, flm tentang hyprocricy Gereja Potestan yang ‘menghakimi’ seorang pezinah dan kelompok-kelompok yang dianggap bidat, adalagi flmThe Magdalene Sisters, juga flm A Song for A Raggy Boy, The Headman, “The Name of the Rose” , dan masih banyak lainnya. Kini, telah hadir flm yang lumayan baru, yang diproduksi oleh Saul Zaentz dan disutradarai oleh Milos Forman, dua nama ini cukup memberi jaminan bahwa flm yang dibuat mereka selalu bagus yaitu flm GOYA’s GOST.

Mungkin saja flm GOYA’s GOST ini akan membuat ‘marah’ sebagian kelompok, namun apa yang dikemukakan oleh Zaentz dan Forman, sebagaimana kekejaman “Inkuisisi” telah tercatat dalam sejarah hitam Gereja. Kisah-kisah kekejamannya juga terekam dalam lukisan-lukisan karya Seniman Spanyol Francisco Goya (1746– 1828 ), yang menjadi tokoh sentral dari flm GOYA’s GOST ini.

Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama, berlindung dalam lembaga agama, mereka justru melakukan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen, Islam atau agama apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan ‘pelecehan yang tidak suci’ kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20 atau awal abad 21, akhir-akhir ini kita disuguhi sajian-sajian berita akan kebobrokan manusia yang beragama

melanggar hak asasi manusia, misalnya kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya menteror dengan bom, dan olehnya mungkin sebagian dari kita telah prejudice menempatkan orang-orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok ‘Al-Qaeda’. Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering memakai ‘isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan macam-macam agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan ke Afganistan dan negara-negara lain yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran pasukan AS dan sekutunya di Iraq tidak berdampak baik, mungkin pada awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang super-canggih menguasai Iraq dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur dalam ‘perang-kota’, ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga kalah dalam perang gerilya di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman dari dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris misalnya. Tekanan-tekanan ini

membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum waktunya baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit : menuruti tuntutan dalam negeri ataukah menuruti tuan Bush.

(23)

apa-apa yang mengandung “fundamentalis” entah itu Islam/ Kristen/ agama yang lain, bermakna tidak baik.

Sebelumnya, ditengah-tengah ‘isu anti terorisme (Islam)’, sutradara Inggris, Ridley Scott memproduksi flm The Kingdom of Heaven, barangkali bisa juga digunakan untuk menyindir Presiden Bush yang sering menggunakan kata“crusades” dalam pidatonya. Film The Kingdom of Heaven adalah sebuah ‘otokritik’ bagi Kekristenan, dan sajian ‘ironisme’ dari ajaran Kristus yang penuh kasih. Bahwa perang Salib yang telah terjadi selama 4 abad itu bukanlah suatu kesaksian yang baik, tetapi lebih merupakan sejarah hitam.

Dibawah ini review dari sebuah flm, tentang kejahatan dibawah payung Agama, bukan berniat melecehkan suatu Agama/ Aliran tertentu, melainkan sebagai

perenungan apakah perlakuan seseorang melawan/menindas orang lain yang tidak ‘seagama’ itu tujuannya membela Allah? membela tradisi? membela doktrin,

ataukah membela diri sendiri?

4. PELANGGARAN HAM OLEH MANTAN GUBERNUR TIM-TIM

Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuah keputusan majelis hakim yang bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah vonis hakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah

pengadilan untuk mengamankan suatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah Indonesia waktu itu dengan mencari kambing hitam atau tumbal politik. Beberapa hal yang dapat disimak dari keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Pertama, vonis hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU) No 26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku pelanggaran berat HAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut pasal 40 (dakwaan subsider) hukuman minimalnya juga 10 tahun, sama dengan tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio Soares.

2. Bagi orang yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam mengeluarkan keputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat hukumannya minimal 10 tahun dan apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan.

(24)

kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas. Horta

mengatakan, “Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut. Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang dilakukan oleh orang Indonesia”

5. Kontroversi G30S

Di antara kasus-kasus pelanggaran berat HAM, perkara seputar peristiwa G30S bagi KKR bakal menjadi kasus kontroversial. Dilema bisa muncul dengan terlibatnya KKR untuk memangani kasus pembersihan para aktivis PKI.

Peneliti LIPI Asvi Marwan Adam melihat, kalau pembantaian sebelum 1 Oktober 1965 yang memakan banyak korban dari pihak Islam, karena pelakunya sama-sama sipil, lebih mudah rekonsiliasi. ”Anggaplah kasus ini selesai,” jelasnya. Persoalan muncul ketika KKR mencoba menyesaikan pembantaian yang terjadi pasca G30S.

Asvi menjelaskan, begitu Soeharto pada 1 Oktober 1965 berhasil menguasai keadaan, sore harinya keluar pengumuman Peperalda Jaya yang melarang semua surat kabar terbit –kecuali Angkatan Bersenjata (AB) dan Berita Yudha. Dengan begitu, seluruh informasi dikuasai tentara.

Berita yang terbit oleh kedua koran itu kemudian direkayasa untuk

mengkambinghitamkan PKI sebagai dalang G30S yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan moral. Informasi itu kemudian diserap oleh koran-koran lain yang baru boleh terbit 6 Oktober 1965.

Percobaan kudeta 1 Oktober, kemudian diikuti pembantaian massal di Indonesia. Banyak sumber yang memberitakan perihal jumlah korban pembantaian pada 1965/1966 itu tidak mudah diketahui secara persis. Dari 39 artikel yang

dikumpulkan Robert Cribb (1990:12) jumlah korban berkisar antara 78.000 sampai dua juta jiwa, atau rata-rata 432.590 orang.

Cribb mengatakan, pembantaian itu dilakukan dengan cara sederhana. ”Mereka menggunakan alat pisau atau golok,” urai Cribb. Tidak ada kamar gas seperti Nazi. Orang yang dieksekusi juga tidak dibawa ke tempat jauh sebelum dibantai.

Biasanya mereka terbunuh di dekat rumahnya. Ciri lain, menurutnya, ”Kejadian itu biasanya malam.” Proses pembunuhan berlangsung cepat, hanya beberapa bulan. Nazi memerlukan waktu bertahun-tahun dan Khmer Merah melakukannya dalam tempo empat tahun.

(25)

berlangsung sejak 1960-an. Ketiga, militer yang diduga berperan dalam menggerakkan massa. Keempat, faktor provokasi media yang menyebabkan masyarakat geram.

Peran media militer, koran AB dan Berita Yudha, juga sangat krusial. Media inilah yang semula menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang menyilet kemaluan para Jenderal. Padahal, menurut Cribb, berdasarkan visum, seperti diungkap Ben Anderson (1987) para jenazah itu hanya mengalami luka tembak dan memar terkena popor senjata atau terbentur dinding tembok sumur. Berita tentang kekejaman Gerwani itu memicu kemarahan massa.

Karena itu, Asvi mengingatkan bahwa peristiwa pembunuhan massal pada 1965/66 perlu dipisahkan antara konfik antar masyarakat dengan kejahatan yang dilakukan oleh negara. Pertikaian antar masyarakat, meski memakan banyak korban bisa diselesaikan. Yang lebih parah adalah kejahatan yang dilakukan negara terhadap masyarakat, menyangkut dugaan keterlibatan militer (terutama di Jawa Tengah) dalam berbagai bentuk penyiksaan dan pembunuhan.

Menurut Cribb, dalam banyak kasus, pembunuhan baru dimulai setelah datangnya kesatuan elit militer di tempat kejadian yang memerintahkan tindakan kekerasan. ”Atau militer setidaknya memberi contoh,” ujarnya. Ini perlu diusut. Keterlibatan militer ini, masih kata Cribb, untuk menciptakan kerumitan permasalahan. Semakin banyak tangan yang berlumuran darah dalam penghancuran komunisme, semakin banyak tangan yang akan menentang kebangkitan kembali PKI dan dengan

demikian tidak ada yang bisa dituduh sebagai sponsor pembantaian.

Sebuah sarasehan Generasi Muda Indonesia yang diselenggarakan di Univesitas Leuwen Belgia 23 September 2000 dengan tema ”Mawas Diri Peristiwa 1965: Sebuah Tinjauan Ulang Sejarah”, secara tegas menyimpulkan agar dalam memandang peristiwa G30S harus dibedakan antara peristiwa 1 Oktober dan

sesudahnya, yaitu berupa pembantaian massal yang dikatakan tiada taranya dalam sejarah modern Indonesia, bahkan mungkin dunia, sampai hari ini.

Peritiwa inilah, simpul pertemuan itu, merupakan kenyataan gamblang yang pernah disaksikan banyak orang dan masih menjadi memoar kolektif sebagian mereka yang masih hidup.

Hardoyo, seorang mantan anggota DPRGR/MPRS dari Fraksi Golongan Karya Muda, satu ide dengan hasil pertemuan Belgia. ”Biar adil mestinya langkah itu yang kita lakukan.”

Mantan tahanan politik 1966-1979 ini kemudian bercerita. “saya pernah

(26)

Menurut pengakuan sang putera yang pada 1965 berusia 14 tahun, keluarga dari pelaku pembunuhan orang tuanya itu mengirim pengakuan bahwa mereka itu terpaksa melakukan pembunuhan karena diperintah atasannya. Sedangkan Ormas tertentu yang menggeroyok dan menangkap orang tuanya mengatakan bahwa mereka diperintah oleh pimpinannya karena jika tidak merekalah yang akan dibunuh. Pimpinannya itu kemudian mengakui bahwa mereka hanya meneruskan perintah yang berwajib.

Hardoyo menambahkan: kemudian saya tanya, ”Apakah Anda menyimpan dendam?” Sang anak menjawab, ”Semula Ya.” Tapi setelah kami mempelajari masalahnya, dendam saya hilang. ”Mereka hanyalah pelaksana yang sebenarnya tak tahu menahu masalahnya.” Mereka, tambah Hardoyo, juga bagian dari korban sejarah dalam berbagai bentuk dan sisinya.

Bisa jadi memang benar, dalam soal G30S atau soal PKI pada umumnya, peran KKR kelak harus memilah secara tegas, pasca 1 Oktober versus sebelum 1 Oktober.

http://www.akujagoan.com/2011/02/contoh-contoh-pelanggaran-ham-di.html

Upaya-Upaya Penanganan Pelanggaran HAM ii Inionesia

Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum.

Upaya-upaya penegakkan HAM di Indonesia dapat diwujudkan melalui perilaku berikut ini :

1. Menghormati setiap keputusan yang ditetapkan oleh pengadilan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM.

2. Membantu pemerintah dalam upaya penegakkan HAM.

3. Tidak menyembunyikan fakta yang terjadi dalam kasus pelanggaran HAM.

4. Berani mempertanggungjawabkan setiap perbuatan melanggar HAM yang dilakukan diri sendiri.

5. Mendukung, mematuhi dan melaksanakan setiap kebijakan, undang-undang dan peraturan yang ditetapkan untuk menegakkan HAM di Indonesia.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut :

1. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.

(27)

3. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

(28)

BAB 1

Peniahuluan

Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat

memprihatinkan. Banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak untuk keberlangsungan hidupnya menjadi salah satu bahasan utama dalam makalah ini. Minimnya lapangan pekerjaan,pembangunan yang tidak merata dan kepadatan penduduk di masing-masing daerah menjadi salah satu contoh penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia.

Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), masih belum bisa mengembangkan potensinya terhadap SDA yang ada, sehingga SDA yang kita punya belum dapat diolah sendiri. Hal itu disebabkan rendahnya mutu pendidikan yang ada di

Indonesia.Oleh karena itu, kita akan membahas masalah kesejahteraan ini dengan mengaitkannya pada Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi:

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB 2

Permasalahan

Permasalahan yang ada dalam pencanangan Konstitusi Indonesia, yaitu:

1. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat.

2. Ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misalnya di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan.

3. Rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi.

(29)

Sistem pendidikan Indonesia belum mencapai tujuan pembangunan nasional yang sesungguhnya. Penyelenggaraan sistem pendidikan Indonesia pada jaman ini cenderung menomorduakan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh.

Salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan rakyat di Indonesia yaitu dengan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam pelakasanannya tidak selalu berjalan dengan baik karena sulitnya sistematika untuk mendapatkan hak-hak yang tersedia.

BAB 3

Pembahasan

2.1 Konstitusi Ekonomi ialam Kaitan iengan Pasal 27 UUD 1945

Rasanya semua sepakat bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak masalah mendasar di bidang sosial ekonomi.

Pertama, masih reniahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Bila digunakan pendekatan jumlah keluarga yang masih layak

mendapatkan Raskin (beras untuk orang miskin) sebanyak 19,2 juta keluarga. maka dengan rata-rata anggota per keluarga 4 orang, paling tidak saat ini jumlah orang miskin dan mendekati miskin minimal 40 juta orang. Lebih banyak dibanding data BPS yang sebanyak 32,5 juta orang (2009) dengan batasan pengeluaran Rp

200.262 per orang per bulan, atau Rp 6.675 (USD 0,725) per orang per hari. Dengan kata lain, bila digunakan indikator internasional USD 2 per orang per hari, maka jumlah orang Indonesia yang belum sejahtera akan jauh lebih besar.

Kedua, masalah ketertinggalan Inionesia iibaniing negara-negara lain, misal di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir

bersamaan. Dari indikator Human Development Index (HDI) atau Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia yang masih pada level 107 di tahun 2008. Jauh tertinggal dibanding Malaysia (63), Thailand (78) bahkan di bawah Filipina (105). Rendahnya IPM berarti pelayanan dasar (seperti pendidikan, kesehatan, air bersih) maupun daya beli masyarakat masih realtif rendah dibanding negara-negara ASEAN.

(30)

sudah jauh berbeda. Pada tahun 2008 Indonesia baru sekitar USD 2.246, Thailand USD 4.043 dan Malaysia USD 8.209 (World Bank). Belum lagi bila kita memasukkan data bahwa sebenarnya terjadi kesenjangan pendapatan, yang berarti sebagian besar kue ekonomi dinikmati secara tidak merata.

Ketiga, masalah reniahnya iaya saing iniustri ian ketergantungan

ekonomi yang semakin tinggi. Untuk pangan, Indonesia tidak hanya mengalami ketergantungan tetapi mungkin dapat dikatakan telah masuk pada food

trap (perangkap pangan). Tujuh komoditas pangan utama nonberas sangat bergantung pada impor. Empat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas, yakni, gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sudah masuk kategori kritis. Meningkatnya ketergantungan pangan dapat dilihat dari naiknya volume impor pangan dalam bentuk komoditas, benih maupun bibit. Data BPS dan Kadin menunjukkan impor kedelai pernah mencapai 61% dari kebutuhan dalam negeri, gula 31%, susu 70% dan daging 50%.

Undang-undang Dasar 1945 memiliki Pasal 33 yang akan mengatur ekonomi. Namun, menurut hemat saya pembahasan pasal 33 tentang pengeloaan ekonomi seharusnya tidak dilepaskan dari pembahasan tentang tanggung jawab sosial pemerintah terhadap warga negara seperti menyediakan pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan dan menjamin orang miskin. Dengan demikian, dalam UUD 1945 ada 6 pasal yaitu Pasal 23, 27, 28, 31, 33 dan 34, dimana keenam pasal tersebut harus dipahami secara menyatu dan tidak dipisah-pisahkan.

Pasal 23 ayat 1, menegaskan bahwa pengelolaan anggaran dan keuangan

pemerintah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Pasal 27 mengatur hak penghiiupan ian pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Di pasal 28 c, menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk dipenuhi hak-hak dasarnya. Pasal 31 mengatur hak rakyat atas pendidikan dan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Dalam pasal 33, ayat 1 tentang pengaturan ekonomi yang berbasis kebersamaan, ayat 2 menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk ikut berproduksi dan ikut menikmati hasilnya agar mengalami peningkatan

kesejahteraan. Sedangkan pasal 33 ayat 3 dengan jelas diuraikan bahwa negara harus menguasai berbagai sumber daya alam yang ada dan rakyat memiliki hak penuh atas kekayaan tersebut. Pada pasal 34, konstitusi menegaskan hak fakir miskin dan anak terlantar untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara. Bila keenam pasal tersebut dimaknai secara bersama, maka keberadaan pasal 33 yang mengatur negara harus menguasai sumber daya alam dan tidak diberikan penguasaannya kepada swasta dan asing karena tugas negara sesuai amanah konstitusi sangat banyak.

(31)

cadangan devisa, penciptaan lapangan meskipun bukan pekerja ahli atau dari pembayaran pajak dan royalti. Padahal faktanya, dengan pengelolaan yang terjadi saat ini, bagian pemerintah jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh swasta.

Dengan kembali pada ekonomi konstitusi, berbagai kekayaan alam tambang akan dikembalikan sebagai modal pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian. Oleh karenanya kekayaan alam tersebut harus dikembalikan penguasaannya pada negara untuk dimanfaatkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Pertanyaanya, bersungguh-sungguhkah kita akan mengembalikan

pengelolaan kekayaan alam sesuai dengan amanah pasal 33 ayat 3? Karena salah satu konsekwensinya kita harus berjuang untuk merevisi berbagai undang-undang pengelolaan SDA yang bertentangan dengan konstitusi. Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001 misalnya, paling tidak ada empat pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Namun, keputusan MK tersebut hingga hari ini belum ditindak lanjuti karena akan mengganggu

kepentingan sekelompok elit asing dan dalam negeri yang selama ini mendapatkan manfaat besar dari liberalisasi SDA. Kita juga harus bersedia mengevaluasi undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (minerba) karena tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Juga harus bersungguh-sungguh melakukan koreksi terhadap Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95% serta melakukan koreksi terhadap berbagai undang-undang yang telah disusun dengan paradigma liberal, seperti UU Kelistrikan, UU Air, dll. Mengembalikan ekonomi pada konstitusi juga berarti bersedia mengoreksi berbagai kontrak-kontrak tambang sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi rakyat. Dengan terobosan-terobosan ini, akan ada potensi penerimaan negara baru yang lebih besar sehingga tidak lagi hanya bersumber pada pajak, privatisasi dan utang sebagaimana pakem Washington Consensus.

Pengelolaan kekayaan alam non tambang yang liberal dan tidak menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas juga harus dikoreksi. Pilihan kebijakan ini telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok berbagai sumber daya alam mentah sebagai bahan baku industri dunia. Padahal pilihan ini akan merugikan kepentingan nasional. Pada saat memilih untuk mengekspor bahan baku dan bahan mentah maka pada saat itu pula Indonesia sedang mengekspor kesempatan kerja, memberikan nilai tambah dan menyerahkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kepada negara lain. Indonesia adalah penghasil rotan terbesar dunia namun saat ini pemerintah membebaskan ekspor rotan mentah. Memang kebijakan ini akan mendorong ekspor sehingga menguntungkan petani rotan. Secara nasional negara juga akan diuntungkan dengan sumbangan

pertumbuhan ekspor yang tinggi sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sepintas kebijakan ini seolah baik. Padahal, akibat dari liberalisasi rotan mentah telah mengakibatkan produsen barang dari rotan yang umumnya di wilayah Jawa, mengalami ketidakpastian harga dan pasokan bahan baku. Tentu petani rotan akan memilih untuk mengekspor karena permintaan dan pembayaran lebih pasti.

(32)

nasional kesulitan bahan baku. Bahkan saat ini meubel rotan Indonesia telah kalah bersaing dengan produk dari negara-negara pengimpor rotan dari Indonesia.

Bila meyakini menciptakan lapangan kerja ian memberikan penghiiupan yang layak paia pasal 27 ian 28 aialah amanah yang harus iijalankan, maka kebijakan yang iipilih ialam pengelolaan rotan akan

berbeia. Melimpahnya produksi rotan di Kalimantan justru menjadi kesempatan untuk memantapkan posisi Indonesia sebagai produsen mebel rotan utama dunia yang pernah dicapai sebelum krisis. Pengembangan sentra-sentra industri produk rotan di daerah penghasil rotan dengan berbagai dukungan teknologi dari

pemerintah akan menciptakan lapangan kerja yang besar, kesejahteraan petani dan perajin rotan akan meningkat karena nilai tambah dari pengolahan rotan akan terjadi dan dinikmati oleh rakyat di Indonesia. Kebijakan yang sama semestinya juga dapat dilakukan untuk kekayaan timah, coklat, dan lain-lain yang melimpah.

2.2 Pelayanan Kesehatan Inionesia untuk Masyarakat Miskin ialam Kaitan iengan Pasal 27 UUD 1945

Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Derajat kesehatan

masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi.

Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan

kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan

teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan.

Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah

penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Goodmaka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

– Memahami kondisi perekonomian dan kondisi Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada umumnya yang berkaitan.. bisnis lain pada umumnya

Hasil analisis denyut nadi sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol memperlihatkan bahwa denyut nadi kelompok intervensi (65 kali/ menit)

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil analisis didapatkan nilai OR dari variabel Ruang Dinas Melati Bawah adalah 24,2 artinya perawat yang berada di Ruang Dinas Melati Bawah

Penguasaan dan pengembangan dimensi dan struktural pembelajaran dalam pendidikan IPS sangat penting bagi guru karena siswa sekolah menengah diharapkan telah

Meningkatkan Keterampilan Siswa dalam Memecahkan Masalah Melalui Penerapan Teknik SSCS (Search, Solve, Create , And Share) Pada Pembelajaran IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Tingkat Kesesuaian Dimensi Kualitas Jasa Layanan Terhadap Kepuasan Penumpang Maskapai Garuda Indonesia Rute Makassar – Jakarta. Makasar: Program Magister Manajemen Fakultas

Lahan di antara tanaman karet belum menghasilkan (TBM) berpotensi untuk peningkatan produksi pangan seperti padi gogo, jagung, dan kedelai. Lahan tersebut sebagai

Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.. © Devi