• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mitos Dalam Film Denias Analisis Semioti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mitos Dalam Film Denias Analisis Semioti"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBACA MITOS DAN REPRESENTASI

PADA FILM

DENIAS, Senandung Di Atas Awan;

(2)

MITOS DAN REPRESENTASI

PADA FILM “DENIAS, Senandung di Atas Awan” PENGANTAR

Beberapa shot dari scene pilihan pada film ini akan menjadi bahan analisis dengan menggunakan pendekatan Semiotika Roland Barthes, terutama mengenai Mitologi yang diungkapkan oleh Roland Barthes sebagai sebuah praktik signifikansi yang merepresentasikan objek yang ditampilkan. Pandangan tentang konsep – konsep teoritik disarikan dari buku Roland Barthes Mythologies (1991) , Representation

(1997) Stuart Hall, dan juga dari slide perkuliahan yang membahas tentang ‘Film Semiotics’ yang

memuat pandangan Christian Metz (1971) tentang Sinematografis.

Film DENIAS, Senandung di Atas Awan ini berdurasi selama satu jam lima puluh menit dan memiliki Sembilan puluh tiga scene. Narasi tentang Sekolah, Strata social, kuasa uang, Jawa – Papua, guru , tentara dan nasionalisme melalui berbagai tampilannya menjadi tema – tema kunci dalam Film ini. Mitos dan representasi pun hadir dalam tema – tema yang disebutkan di atas melalui berbagai artikulasi sinematikanya yang pada kesempatan ini akan ditelaah satu per satu melalui konsep Semiotika Roland Barthes.

ANALISIS

Shot 1 scene 3

Cerita pada film diawali dengan upacara pemasangan koteka kepada penduduk suku Denias yang dianggap sudah dewasa dan di tandai dengan pemisahan Hanoi laki-laki dan perempuan dari mereka yang telah dipasangi koteka.

Signifikasi 1 : Dalam acara adat tersebut yang juga dihiasi dengan acara makan bersama ubi dan beberapa hidangan lainnya, ibu Denias berpesan kepada Denias:

Denias, kau sudah besar e, Tapi kau jangan nakal e,

Kalau kau nakal, gunung di sana akan makan kau Tapi kalau kau rajin, pintar sekolah,

(3)

Scene 4 Scene 4

Denias hanya tampak serius mendengarkan nasehat ibunya tersebut yang dia panggil dengan sebutan

mama’. Dia hanya mengangguk – angguk tanda mengiyakan apa yang disampaikan oleh mama-nya.

Signifikasi 2: Ucapan ibu Denias tersebut bisa dimaknai bahwa dengan bersekolah dan menjadi orang pintar, maka gunung pun dapat ditaklukkan. Dan hal tersebut menjadi pembenaran kepada Orang – orang Papua bahwa pengerukan gunung dan pengambilan gunung, hutan, dan tanah mereka bagi orang yang berpendidikan adalah sah adanya. Itulah mitos yang termuat dalam dialog tersebut. Yang dalam sorot kamera menempatkan mama Denias sebagai pusat pembicaraan yang di-dominan-kan.

Scene 11 Scene 11

Signifikasi 1 :

Sekolah berada di atas gunung

Denias dan teman – temannya belajar di Sekolah yang ada di kampungnya tanpa seragam dan tanpa sepatu,

(4)

Pak guru tidak bisa menahan kehendak murid – muridnya

Guru bukan orang asli Papua, tapi merupakan Guru utusan dari Jawa Bendera Merah Putih berdiri miring

Signifikasi 2 :

Orang Papua masih terbelakang dan sulit diatur. Hanya orang dari luar Papua (terutama ditekankan dari Jawa) yang bisa membantu orang Papua untuk keluar dari keterbelakangan itu melalui Pendidikan. Bendera Merah putih yang berdiri miring menandakan bahwa kehadiran Negara belumlah sepenuhnya sempurna sesempurna tegak berdirinya Bendera Merah Putih di wilayah yang kehadiran Negara benar – benar ada.

Scene 15 Signifikasi 1 :

Denias yang sudah berkelahi dengan Noel dinasehati oleh Pak Guru dengan dongeng tentang Jen dan Kacang Polong. Pak Guru juga memotivasi Denias untuk terus bersekolah dan jangan suka berkelahi

Signifikasi 2 :

Anak – anak di Papua sejak kecil suka berkelahi dan keberadaan Guru yang berasal dari luar Papua sangat dibutuhkan dalam menebar mimpi – mimpi tentang kemajuan yang ideal.

Scene 27 scene 27

Signifikasi 1 :

(5)

Signifikasi 2 :

Ada peran vital TNI AD dalam hal transportasi di daerah terpencil di Papua. Termasuk untuk mencerdaskan anak – anak Papua yang Guru-nya pun harus mendapatkan bantuan dari TNI AD dalam hal transportasi.

Anak – anak Papua yang berkeinginan untuk sekolah sangat membutuhkan keberadaan Orang luar Papua dari belahan Indonesia lain untuk tetap mengajari mereka.

Scene 33 Scene 33

Signifikasi 1 :

Anggota Kopassus TNI AD (Maleo) menjadi menggantikan guru mengajar di Sekolah Denias

Maleo mengajarkan tentang Peta Indonesia, menunjukkan Peta Pulau Jawa. Muridnya meributkan soal apakah murid – murid di Jawa memakai seragam atau tidak? Di jawa juga Ada kuskus kah? Maleo menjawab iya, di Jawa murid – murid pakai seragam sekolah dan Di Jawa tidak ada kuskus tapi di sana banyak tikus. Itu kata Denias menyambung cerita Maleo tentang Jawa.

Noel sebagai Anak kepala Suku Besar berdiri dan mengatakan kalau mau sekolah pakai seragam harus ke kota dan yang bisa sekolah di sana hanya dia karena punya dia adalah anak Kepala Suku dan punya uang banyak. Denias mencela dan mereka ribut.

Bapak Denias memaksa Denias tinggalkan sekolah dan menyuruhnya membantu di Kebun

Signifikasi 2 :

Maleo mengajarkan tentang Modernisme dengan pelajaran Peta, doktrin NKRI ala doktrin prajurit TNI. Anak – anak Papua ingin seperti anak-anak di Jawa yang berseragam ketika sekolah.

Kembali ditegaskan bagaimana mimpi akan kemajuan sekolah di kota dan di Jawa. Dan yang bisa mengaksesnya hanyalah mereka yang berstrata social atas dan mempunyai banyak uang. Kepala Suku dan Uang dimitoskan sebagai penguasa di Tanah Papua. Dan Jawa dimitoskan sebagai pusat kemajuan sementara Papua terutama di pedalamannya direpresentasikan sebagai wilayah yang terbelakang.

(6)

scene 36

Signifikasi 1 :Bapak Samuel (Bapak Denias) menggertak Maleo yang meminta Denias untuk tetap Sekolah.

Bapak Samuel Bilang disini bukan Jawa, semua anak laki-laki harus bantu mereka punya bapak Jangan bilang nanti,nanti dan nanti, saya (Samuel) butuh sekarang, sekarang, sekarang, dan sekarang.

Signifikasi 2 :

Orang tua Papua di representasikan sebagai penghambat kemajuan anak – anak mereka sendiri. Orang Papua memiliki visi pemikiran yang sempit dan pendek. Sekolah dan kemajuan pendidikan ditanamkan sebagai mitos yang bisa membantu banyak nantinya bagi penduduk asli Papua yang sebenarnya juga ingin maju. Sentimen terhadap Jawa pun yang dianggap selalu ingin men-jawa-kan Papua juga dimunculkan dalam percakapan ini. Terlihat Samuel sangat marah kepada Maleo yang dianggap banyak ikut campur soal sekolah Denias, padahal dia adalah tentara dan bukan tugasnya.

Scene 39

Signifikasi 1 : Kepala Suku Besar (Bapak Noel) menegur Maleo yang membuat Honai untuk tempat belajar Denias dan teman – temannya setelah sekolah sebelumnya rubuh akibat gempa.

Kepala Suku mengatakan : ‘Maleo siapa suruh kau bikin Honai di tanah itu? Ko kira ko pu tanah kah? Saya sihir ko mati’.

(7)

Maleo tidak bisa berbuat banyak.

Signifikasi 2 :

Kepala Suku adalah penguasa local di Papua. Tentara pun berani dibentak dan itu berarti membentak Negara. Kepala Suku adalah salah satu penghambat terbesar kemajuan di Papua terutama kemajuan pendidikan dengan bersikap menentang pendirian sekolah di atas tanahnya tanpa sepengetahuannya.

Scene 42 scene 43

Signifikasi 1 :

Denias dan teman – temannya memakai Seragam Sekolah sampai tertidur di malam hari di barak tempat tinggal Maleo. Maleo mengatakan kepada Denias bahwa dia bisa dapat pengecualian untuk sekolah di kota karena dia jauh lebih pintar disbanding anak – anak yang lain yang juga berasal dari kalangan tidak ber-uang dan bukan anak kepala suku.

Signifikasi 2 :

Anak – anak Papua tetap sangat merindukan bersatu dengan Indonesia. Ingin maju seperti anak – anak sekolah di kota dan di Jawa. Tapi karena kendala fasilitas dan akses yang terbatas, hanya yang pintar saja yang memiliki kelebihan secara akademik yang bisa memungkinkan mengakses fasilitas tersebut selain anak dari keluarga terpandang dan anak orang kaya.

Scene 55 scene 55

Signifikasi 1 :

Denias dengan muka murung melihat dari luar pagar anak – anak Sekolah di Kota berolahraga.

(8)

Anak Papua dari pedalaman juga ingin sekolah seperti anak – anak kota dan anak kepala suku. Tapi mereka dibatasi oleh pagar – pagar pembatas yang begitu tinggi.

Scene 61 scene 61

Signifikasi 1 :

Ibu Gembala (Ibu Guru Sam) yang berkulit coklat dan rambut lurus memanggil Denias yang ingin Sekolah

Bu Sam menanyakan mereka dari mana? Suku apa? Punya rapor apa tidak? Denias tidak punya rapor, tapi hanya punya peta pemberian Maleo

Signifikasi 2 :

Ikatan Suku dan Administrasi Negara menjadi persyaratan kemajuan di Tanah Papua. Keluguan dan ketidak majuan menjadi tanda ketika Denias dimintai rapor tapi justru memberikan peta. Denias tidak terdaftar sebagai murid Indonesia secara administrative tapi punya jiwa Nasionalisme yang tinggi dengan memberikan peta NKRI secara utuh kepada Bu Sam. Jiwa Nasionalisme dan pro-NKRI melampaui keterikatan secara administratif.

Scene 68 Scene 73

Signifikasi 1 :

(9)

Kencana Jayawijaya. Guru dan Pengurus Yayasan yang asli Papua sendiri yang keberatan menerima Denias. Kepala sekolah juga yang orang luar Papua menyebut Papua dan Enos sebagai gelandangan yang tidak pantas sekolah disitu. Bu Sam yang dari luar Papua disorot sebagai pengusul untuk menerima Denias yang bukan siapa – siapa di mata dewan guru, kepala sekolah dan pengurus yayasan.

Signifikasi 2 :

Direpresentasikan Orang Papua sendiri dan juga dari luar Papua melakukan diskriminasi terhadap akses pendidikan di Papua. Bu Sam sebagai sosok Guru Perempuan yang berasal dari luar Papua adalah pejuang antidiskriminasi. Dimitoskan Orang luar Papua yang berpikiran majulah yang sebenarnya yang peduli terhadap kemajuan masyarakat kelas bawah Papua.

Scene 90 Signifikasi 1 :

Denias diterima bersekolah, menggunakan Seragam, menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil melakukan Hormat

Signifikasi 2 :

Nasionalisme anak Papua

Scene 91 Scene 91

Signifikasi 1 :

Denias dan Enos ikut upacara di Sekolah, Enos memperlihatkan Rapor yang telah diambilnya dari rumahnya yang jauh di kampungnya.

(10)

Signifikasi 2 :

Dimitoskan bahwa Usaha keras untuk maju adalah kunci bagi anak – anak Papua. Butuh pengorbanan untuk mendapatkan hak – hak mereka. Yang seharusnya diberikan oleh Negara secara merata sebagai kewajibannya kepada Warga Negara.

Setelah bersusah payah mendapatkan hak pendidikan yang seharusnya tidak sesulit itu, Denias dan Enos pun harus menghormati Negara yang menyusahkannya untuk maju.

Orang Papua yang meski penuh diskriminasi dan sangat sulit mengakses peran Negara tetap memiliki jiwa Nasionalisme pro NKRI yang kuat. Meski Enos kelihatannya masih kebingungan dan hanya sekedar ikut saja melakukan hormat kepada Bendera Merah Putih.

Scene 92

Signifikasi 1 :

Denias mengejar Helikopter yang dikiranya Maleo di pedalaman dekat sekolah lamanya yang sudah bubar

Denias mengatakan dalam hatinya kepada Ibunya, Pak Guru, dan Maleo bahwa dia akhirnya bisa sekolah

Signifikasi 2 :

Anak Pedalaman pun bisa sekolah, kalau dia pintar dan mau berusaha . Selain itu harus dari Keluarga Terpandang dan punya uang banyak.

(11)

Signifikasi 1 : Denias, Noel, dan Enos dikisahkan secara nyata telah berhasil berkat mereka berjuang untuk sekolah

Bu Guru Sam masih mengabdi di Papua sebagai Pendidik

Denias mendapatkan beasiswa dari PT Freeport Sekolah di Australia Nhoel Bekerja di Jakarta

Enos Kuliah di salah satu PTN di Malang, Jawa Timur

Signifikasi 2 :

Dimitoskan bahwa Freeport sebagai perusahaan asing penjarah Papua adalah pihak yang berjasa di bidang Pendidikan anak – anak Papua. Pendidikan yang maju ada di luar negeri dan Jawa. Dan kerja yang baik ada di Jakarta. Orang – orang Papua direpresentasikan sebagai Orang yang harus mendapat bantuan dari luar dan harus ke luar meninggalkan Papua kalau ingin maju.

SIMPULAN DAN REFLEKSI

Mitos dan Representasi bertemakan Modernitas, Etnisitas, dan Kelas Sosial mewarnai narasi dalam film DENIAS, Senandung di Atas Awan ini. Selain dilihat secara kritis, juga dibutuhkan sikap reflektif dalam melakukan argumentasi ketika mengkaji dan menilai film ini. Kebutuhan akan pendidikan melalui institusi sekolah, keberadaan Institusi Militer yang ditampilkan sebagai penyokong kehidupan di Papua, Sentralitas Jawa yang dinilai sebagai rujukan peradaban maju di Indonesia serta sentiment yang dimunculkan sekaligus sebagai pemilik peran penting dalam film ini menunjukkan ambivalensi bagi masyarakat Papua terhadap Jawa dan orang-orang dari luar Papua. Selain itu keberadaan Kepala Suku sebagai pemegang otoritas kebijakan adat dan penguasaan tanah di Papua serta kesan watak berpikir jangka pendek dan sempit orang Papua juga direpresentasikan dalam film ini sebagai penghambat kemajuan di Tanah Papua. Bukan karena peran Negara dan struktur social yang masih timpang dan terus dipertahankan sampai sekarang.

Papua kaka…..

Iyyo ee…..

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan bahwa pengelolaan resolusi konflik yang dilakukan TNGGP di kawasan perluasan TNGGP di Desa Ciputri Blok Sarongge Girang

Pada kondisi hiperurisemia (tingginya kadar asam urat) akibat pemberian kalium oksonat, terjadi aktivasi enzim xantin oksidase sehingga menimbulkan peningkatan radikal bebas

Kedua: memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui penggeseran peran pengambilan keputusan public ketingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi

FAUZIAH AKIB, 2013 Tari Makkalala Kreasi Andi Sarinah di Kabupaten Barru (Tinjauan Koreografi). Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini bertujuan:

Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Struktur, Sifat listrik dan Sifat Optik Film Tipis Zinck Oxide Doping Alumunium (ZnO:Al) Dengan Metode DC Magneton

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting dalam proses pembelajaran harus mampu memilih media,

Untuk mengambil contoh situs yang mengusung sistem belanja online atau E-commerce, saya mengambil contoh situs belanja online yang sudah cukup terkenal di Indonesia, yaitu Lazada,