• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resensi buku KEDUDUKAN KEWENANGAN DAN AC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Resensi buku KEDUDUKAN KEWENANGAN DAN AC"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN KEWENANGAN DAN ACARA PERADILAN

AGAMA

BIBLIOGRAFI

Diajukan guna memenuhi tugas

dalam mata kuliah Peradilan dan Hukum Acara Islam

Disusun Oleh :

Fariq Al Faruqie

12350011 / AS-a

(085776422025)

Dosen :

Drs. Malik Ibrahim, M.Ag.

AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

(2)

A. IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama

Penulis : M. Yahya Harahap

Cetakan : Keempat

Penerbit : Sinar Grafika

Tahun Penerbitan : 2007

B. Sistematika

Buku karangan M. Yahya Harahap ini didahului dengan kata Pengantar dari penulis yang menguraikan latar belakang dari penulisan buku ini. Setealah itu Bab I Tujuan Undang-undang Peradilan Agama, di dalam bab ini mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagai kekuasaan kehakiman.

Bab II Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam, bab ini terdiri dari beberapa subbab diantaranya, mempositifkan abstraksi hukum islam, tujuan kompilasi, kompilasi merupakan jalan pintas, pendekatan perumusan Kompilasi Hukum Islam, selintas informasi materi pokok Kompilasi Hukum Islam, dan Kompilasi Hukum Islam langsung konservatif dan belum sempurna.

Bab III Asas-asas umum Peradilan Agama, yang terdiri dari asas personalita keislaman, asas kebebasan, asas wajib mendamaikan, asas sederhana cepat dan biaya ringan, asas persidangan terbuka untuk umum, asas legalitas dan persamaan, dan asas aktif memberi bantuan.

Bab IV Kedudukan Peradilan Agama, yang menguraikan tentang pelaksana kekuasaan kehakiman, kompetensi absolut antar lingkungan peradilan, dan pembinaan Peradilan Agama.

Bab V Susunan Organisasi Peradilan Agama, yang terdiri dari susunan hirarki Peradilan Agama, susunan organisasi Pengadilan Agama, dan susunan organisasi Pengadilan Tinggi Agama.

(3)

jangkauan kewenangan mengadili perkara warisan, kewenangan Peradilan Agama tidak menjangkau sengketa milik, hak opsi dalam perkara warisan, jangkauan keweangan mengadili perkara wasiat dan hibah, sengketa milik sebagai faktor kendala, sengketa milk hanya meliputi pihak ketiga, kewenangan mengadili Pengadilan Tinggi Agama mengadili sengketa kompeensi, dan kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengawasi jalan peradilan.

Bab VII Gugatan dan Kompetensi Relatif, yang menjelaskan tentang permohonan dan gugatan, gugat volunteer, gugat yang bersifat contentiosa, formulasi gugatan, perubahan gugatan, kompetensi relatif antar Pengadilan Agama, patokan kompetensi relatif secara umum, kompetensi relatif perkara cerai talak dan cerai gugat, menentukan kompetensi relatif penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama.

Bab VIII Pemeriksaan Perkara Perceraian, yang menguraikan tata cara pemeriksaan perkara cerai talak, tata cara pemeriksaan cerai gugat, tata cara pemeriksaan atas alas an mendapat pidana penjara, tata cara pemeriksaan atas alas an cacat, tata cara pemeriksaan atas alasan syiqaq, izin pisah tempat tinggal, tata cara pemeriksaan permohonan nafkah, biaya anaka, dan harta bersama, sita marital dapat diminta bersama gugat cerai, tata cara pemeriksaan harta bersama, dan pemeriksaan cerai dengan alasan zina.

Bab IX Putusan Peradilan Agama, yang menguraikan tentang bentuk putusan Peradilan Agama, ikatan bathiniah hakim peradilan Agama memutus perkara, keputusan berdasarkan alasan yang cukup, formulasi dan sistematika putusan, autentisitas keputusan pengadilan, dan keputusan yang dapat dijalankan lebih dulu.

Bab X Upaya Hukum terhadap Putusan pengadilan Agama, yang terdiri dari pendahuluan, upaya banding, upaya kasasi, dan upaya peninjauan kembali.

C. Pendahuluan

(4)

peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman. Bila ditinjau dari segi tujuan kelahirannya, undang-undang ini bermaksud mendefinitifkan serta mempositifkan bidang hukum perdata apa saja yang menjadi kewenangan yurisdiksi lingkungan Peradilan Agama, terutama berhadapan dengan lingkungan Peradilan Umum.

Secara tersurat dapat diakui, tujuan tersebut hamper tercapai. Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 49 telah dirumuskan secara tegas dan terinci fungsi dan kewenangan lingkungan Peradilan Agama mengadili perkara-perkara perdata bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, shodaqoh bagi golongan rakyat yang beragama Islam1.

Disamping Undang-undang No. 7 tahun 1989 mengandung kehendak pendefinitifkan dan hall yang dinamik, masih banyak dijimpai ketentuan yang kabur, mengambah bahkan bersifat konflik dengan lingkungan Peradilan Umum dan Hukum Adat.

D. Deskripsi Buku

1. Bab I

Kata kekuasaan sering disebut kompetensi yang berasal dari bahasa Belanda competentis, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan kewenangan dan kadang dengan kekuasaan. Kekuasaan atau kewenangan peradilan ini kaitannya adalah dengan hukum acara2.

Kekuasaan mutlak Peradilan Agama di lingkungan Badan Peradilan Agama terdapat dua tingkat pengadilan, yaitu Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding.3

2. Bab II

Dr. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil secara detail.4 Fiqh merupakan koleki

hukum-1 Undang-undang No. 7 Tahun 1989

2 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, (Jakarta:

Pustaka Kartini, 1993), hlm. 133.

3 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, hlm. 134.

4 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, ahli bahasa dan editor Moch.

(5)

hukum syari’ah yang dikaji dari nash-nash yang telah ada, di samping

istinbath dalil-dalil syari’ah Islamyang tidak terdapat nashnya.

Upaya mempositifkan abstraksi hukum Islam sebagai salah satu sistem tata hukum yang diakui keberadaan dan hak hidupnya di Indonesia, pernah dilakukan. Sejak awal kehadiran Islam pada abad XIII Masehi, tata hukum Islam sudah diterapkan dan dikembangkan di lingkungan masyarakat Islam. Prof. Hamka mengajukan fakta-fakta berbagai karya ahli hukum Islam Indonesia. Misalnya siratul Thullab, Siratul Mustaqim, Sabilul Muhtadin, Kartaagama, Sayinatul Hukum, dan lain-lain. Akan tetapi semua karya tersebut masih bercorak pembahasan fiqh, masih bersifat doktrin hukum dan system fiqh Islam Indonesia yang berorientasi kepada ajaran mazhab Syafi’i.5

Dengan mempositifkan hukum Islam secara terumus dan sistematik dalam kitab hukum, terdapat beberapa sasaran pokok yang hendak dicapai dan dituju, di antaranya adalah:

- Melengkapi pilar Peradilan Agama. - Menyamakan persepsi penerapan hukum. - Mempercepat proses Taqribi bainal Ummah - Menyingkirkan paham Private Affair

3. Bab III

Kebebasan hakim menafsirkan hukum harus berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa. Hukum yang hendak ditafsirkan mesti bersumber dari ketentuan peratura perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan kasus perkara yang sedang diperiksa.

Pendekatan cara penafsiran tidak bebas menurut kemauan hakim sendiri. Kebebasan penafsiran yang dibenarkan harus melalu pendekatan disiplin yang diakui keabsahannya oleh teori dan praktek. Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai diantaranya adalah pendekatan sistematik, pendekatan penafsiran sosiologis, pendekatan pengertian biasa, pendekatan penafsiran analogis dan a contrario, dan pendekatan maslahah mursalah.6

5 Hamka, Mazhab Syafi’I di Indonesia dalam Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao,

(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1974), hlm. 21.

(6)

4. Bab IV

Dalam suatu penyelenggaraan negara dan pengelolaannya seperti Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam susunan kehidupannya menjadikan hukum sebagai landasan pijaknya. Berdasarkan Undang-undang Dasar tersebut, Negara Indonesia, dalam penyelenggaraannya dilakukan oleh beberapa kekuasaan negara, antara lain7:

- Kekuasaan Pemerintah (Eksekutif)

- Kekuasaan Perundang-undangan (Legislatif) - Kekuasaan Pengawasan Keuangan Negara (BPK) - Kekuasaan Kehakiman (Yudikatif)

- Kekuasaan Pertimbangan (DPA), dan - Kekuasaan-kekuasaan lainnya.

5. Bab V

Pengadilan Agama maupun Pengadilan Tinggi Agama sebagai lembaga pelaksana Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Badan Peradilan Agama, yang lingkup tugasnya begitu berat dan luas, tentunya perlu mempunyai susunan dan struktur organisasi yang memadai dengan beban tugasnya, baik yang menyangkut penanganan perkara maupun administrasinya. Dengan kemandirian susunan dan struktur organisasi ini, akan sangan berpengaruh terhadap kelancaran penyelenggaraan peradilan itu sendiri.

Adapun susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita 8.Sedangkan susunan dari

Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.9

6. Bab VI

Kata Kekuasaan sering disebut kompetensi yang berasal dari bahasa Belanda competentie, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan kewenangan dan kadang dengan kekuasaan.10 Kekuasaan atau kewenangan

peradilan ini kaitannya dengan hukum acara.

7 Undang-undang Dasar 1945.

8 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 9 Ayat (1)

9 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 9 Ayat (2)

(7)

Kekuasaan mutlak Pengadilan berkenaan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam perbedaanya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya, sebagai contoh: Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam, sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum. Pengadilan Agama lah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara ke Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah Agung.

Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diantaranya adalah sebagai berikut:11

a. Perkawinan

b. Waris

c. Wasiat

d. Hibah

e. Wakaf

f. Zakat

g. Infaq

h. Shadaqah dan

i. Ekonomi syari’ah.

7. Bab VII

Menurut M. Yahya Harahap ada lima tugas dan kewenangan yang terdapat dilingkungan Peradilan Agama, yaitu:

1. Fungsi kewenangan mengadili 2. Memberi keterangan, pertimbangan

3. Kewenangan lain berdasarkan undang-undang

4. Kewenangan pengadilan tinggi agama mengadili perkara dalam tingkat banding dan mengadili sengketa kompetensi relatif

5. Serta bertugas mengawasi jalannya peradilan.12

Ada dua masalah yang selalu terjadi di lingkungan pradilan terutama di lingkungan pradilan umum atau pradilan negeri dan pradilan

11 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 49.

(8)

agama, yaitu pertama permohonan dan kedua masalah gugatan Baik permohonan maupun gugatan dapat diajukan oleh seseorang pemohon/penggugat atau lebih secara bersama-sama.

Perbedaan antara permohonan dan gugatan adalah :

1. Dalam perkara gugatan ada sengketa, suatu konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus oleh pengadilan, sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa atau perselisihan, misalnya segenap ahli waris secara bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum. Atau permohonan untuk mengganti nama dari Liem Sio Liong menjadi Sudono Salim, atau permohonan pengangkatan seorang anak, wali, pengapu, perbaikan akta catatan sipil.

2. Dalam suatu gugatan ada dua atau lebih pihak yaitu pengguna dan tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar, sedangkan dalam permohonan hanya ada satu pihak yaitu pihak pemohon.

3. Suatu gugatan dikenal sebagai pengadilan contentiosa atau pengadilan sungguh-sungguh, sedangkan suatu permohonan dikenal sebagai pengadilan voluntair atau pengadilan pura-pura.

4. Hasil suatu gugatan adalah putusan (vonis) sedangkan hasil suatu permohonan adalah penetapan (beschikking).13

8. Bab VIII

Cerai talak adalah salah satu bentuk cara yang dibenarkan hukum Islam dalam memutuskan akad nikah antara suami istri. Dalam pengkajian fiqh seperti yang bersumber dari hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah, kamus istilah agama menulis talak berarti melepaskan ikatan, yaitu melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas atau sharih

ataupun dengan kata-kata sindiran atau kinayah.14

Kebolehan menalak istri bukan untuk dihamburkan, tapi harus digunakan secara proporsional dan hati-hati sekali secara terbatas dan

13 Taufik Makarou, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),

hlm. 16-17.

14 Shocliq dan Shahaluddin Chaery, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Sienttarama, 1988),

(9)

eksepsional. Seperti yang dijelaskan Dr. Hammudah Abd. Al Ati, talak adalah semacam perceraian sederhana yang bisa dirujuk atau simple revocable divorce.15

Tentang hakam merupakan lanjutan dari rangkaian syiqaq yang tercantum dalam surah an-Nisa ayat 35. Morteza Muhtari mengemukakan kata padanan hakam dengan arbiter. Menurut beliau hakam dipilih dari keluarga suami dan istri dengan syarat jujur dan dapat dipercaya, berpengaruh, dan mengesankan, mampu bertindak sebagai juru damai serta orang yang lebih mengetahui keadaan suami istri, sehingga suami istri lebih terbuka mengungkapkan rahasia hati mereka masing-masing16.

9. Bab IX

Produk Hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 (tiga) macam, yaitu:

a. Putusan;

b. Penetapan; dan c. Akta perdamaian.17

Putusan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim daam siding terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).18

Penetapan ialah juga pernyataan haki yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim daam siding terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair).19

Akta Perdamaian ialah akta yang dibuat oleh Hakim yang berisi hasil musyawarah antara pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.20

Selain itu, ada pula produk Pengadilan Agamayang bukan merupakan produk siding tetapi berkekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik, yaitu:

a. Akta Komparasi, dan

15 Ansyari Thayib, Keluarga Muslim, (Surabya: PT. Bina Ilmu, 2002), hlm. 297.

16 Morteza Muhtari, Wanita dan Hak-haknya dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1985),

hlm. 114.

17 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 251.

18 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, hlm. 251.

19 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 60.

(10)

b. Akta Keahliwarisan.21

10. Bab X

Upaya hukum yaitu usaha bagi setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan Undang-undang.22

Adapun jenis-jenis upaya hukum adalah sebagai berikut: 1. Upaya hukum melawan gugatan:

b. Upaya hukum luar biasa (istimewa): - Rekes Sipil (Peninjauan Kembali)

5. Upaya hukum untuk mencampuri proses: a. Intervensi / tussenkomst (mencampuri);

b. Voeging (turut serta pada salah satu pihak); dan c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin).

Semua itu merupakan suatu upaya hukum terhadap suatu sengketa yang telah diproses di Pengadilan. Sedang upaya hukum bagi pihak yang dirugikan oleh orang lain atau untuk seuatu kepentingan hukum baginya

21 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, hlm. 251.

22 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, hlm. 279.

(11)

yang belum diproses di Pengadilan ialah mengajukan perkara ke Pengadilan.

E. Sasaran Pembaca

Adapun yang menjadi segmentasi / sasaran pembaca dari buku ini secara khusus adalah orang-orang Fakultas Hukum yang terdiri dari mahasiswa dan dosen, advokat, hakim, maupun jaksa. Dan secara umum ditujukan kepada msyarakat umum guna menambah wawasan terkait kedudukan kewenangan dan acara Peradilan Agama.

F. Kelebihan Buku

Setelah membaca buku karangan M. Yahya Harahap yang berjudul Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama ini, penulis menemukan beberapa kelebihan dari buku ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam penyusunan buku telah dilakukan secara sitematis

2. Bahasa yang digunakan dalam menguraikan materi baku dan mudah dimengerti.

3. Materi yang diberikan terkait judul buku sangat lengkap dan terperinci.

G. Kekurangan Buku

Tiada gading yang tak retak, begitu pula tidak ada karya yang tidak memiliki kekurangan. Maka kekurangan yang penulis temukan dari buku karangan M. Yahya Harahap ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Footnote di dalam buku ini tidak lengkap.

2. Tidak terdapat lampiran Undang-undang yang dibahas dalam buku ini.

3. Penulisan daftar pustaka dan footnote tidak sesuai dengan ketentuan penulisan.

H. Kritik

Berdasarkan dari kekurangan diatas maka penulis memberikan saran guna memberikan dampak positif bagi kita semua di waktu yang akan datang, diantaranya adalah sebagai berikut:

(12)

2. Memberikan lampiran Undang-undang yang dibahas dalam buku agar lebih memuaskan pembaca.

3. Lebih diperbaiki lagi dalam cara penulisan footnote dan daftar pustakanya agar terlihat tersusun lebih baik.

I. Refrensi

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Hamka, Mazhab Syafi’I di Indonesia dalam Antara Fakta dan Khayal Tuanku

Rao, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1974.

Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama,

Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

Khallaf, Abdul Wahab, Kaidah-kaidah Hukum Islam, ahli bahasa dan editor Moch. Tolchan Mansur dan Noer Iskandar Al Barsang, Bandung: Risalah, 1985.

Makarou, Taufik, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Muhtari, Morteza, Wanita dan Hak-haknya dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985.

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen ini berbentuk lembar pertanyaan (kuesioner) terhadap peserta didik yang disusun untuk mengkaji keterlaksanaan praktikum penentuan kalor reaksi pada tekanan tetap di

KEGIATAN : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA SKNVT PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KAB GOWA PEKERJAAN : PERENCANAAN TEKNIS TPA

Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan pemerintah daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat secara Sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap

Pada tahun 2020, Direktorat Kursus dan Pelatihan telah memberikan bantuan pelatihan kepada instruktur kursus dan pelatihan untuk mendapatkan peningkatan kompetensi

Peneliti juga menemukan beberapa pengaruh tindak tutur ilokusi yang dituturkan pedagang pakaian jadi dewasa di Pasar Baru Dharmasraya terhadap calon pembeli yaitu

Berdasarkan pengalaman masyarakat selama ini, pohon yang dipilih sebagai sumber benih (pohon induk) adalah pohon kemiri yang berumur lebih dari 15 tahun,

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa sekalipun pasien telah diberikan informasi secara memadai namun harus ada pendamping agar dapat membentuk dan mengambil keputusan

Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya