• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia dan Permasalahannya - Hubungan Keterlibatan Sosial Dengan Sindrom Depresi pada Lansia di Puskesmas Darussalam Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia dan Permasalahannya - Hubungan Keterlibatan Sosial Dengan Sindrom Depresi pada Lansia di Puskesmas Darussalam Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia dan Permasalahannya

Menurut Sadock (2007), dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Para ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old, (65-74 tahun); dan old-old, (75 tahun ke atas). Kadang-kadang digunakan istilah

oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85 tahun ke atas.

Banyak perubahan kondisi kesehatan yang terjadi sejalan dengan penuaan. Perubahan dalam metabolisme kalsium mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan meningkatkan resiko patah bila terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis menyebabkan keriput dan lipatan. Indera menjadi kurang tajam, sehingga orang tua kurang dapat melihat dan mendengar. Fungsi sistem kekebalan menjadi kurang efektif seiring meningkatnya usia, sehingga lansia menjadi rentan terhadap penyakit (Nevid,Rathus dan Greene, 2005).

Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan – baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah psikologis. Menurut Maramis, masalah-masalah yang sering terjadi meliputi : gangguan fisik, kehilangan dalam bidang sosial dan ekonomi,masalah seks, gangguan psikiatrik, dan adaptasi terhadap kehilangan (Maramis, 1998).

Masalah kesehatan kronik yang paling sering terjadi pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak, deformitas atau kelemahan ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan penglihatan, varicose vein (Sadock & Sadock, 2007). Kehilangan dalam bidang sosial dan ekonomi juga sering terjadi, seperti kehilangan keluarga atau teman karib,kedudukan sosial, uang atau bahkan pekerjaan, semua ini dapat

(2)

Masalah seks dapat terjadi, walaupun lansia dapat saja mempunyai kehidupan seks yang aktif sampai umur 80-an. Tetapi persepsi anak mereka terhadap seks yang tabu pada lansia menjadi pemicu adanya gangguan aktivitas sex lansia (Maramis, 1998)

Notosoedirdjo dan Latipun (2011) mengatakan sering terjadi gangguan

yang bersifat terselubung, yaitu tampak sebagai gangguan fisik, tetapi sebenarnya terjadi adalah gangguan psikis, sehingga sulit untuk mengetahui gangguan mental pada lansia.Gangguan psikis yang sering terjadi pada lansia adalah depresi, karena terjadinya penurunan relasi sosial dan peran peran sosial, dan kemungkinan adanya faktor genetik.

Dalam Goldman (2000) disebutkan bahwa berbagai kehilangan dan kejadian hidup yang merugikan merupakan penentu utama penyakit-penyakit psikiatrik pada lansia. Kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai menyebabkan terjadinya isolasi sosial. Kehilangan anak, atau yang lebih sering, kehilangan pasangan merupakan faktor risiko penting untuk depresi mayor, hipokondriasis, dan penurunan fungsi.

Salah satu penyebab lansia sering memiliki gejala depresi yang tinggi, kemungkinannya adalah gejala yang dimanifestasikan manula berbeda dengan yang ditemukan pada populasi yang lebih muda. Lansia lebih banyak mengekspresikan minat yang berkurang terhadap hal-hal di sekeliling mereka, keletihannya, masalah yang dialaminya karena terbangun terlalu pagi dan dan tidak dapat kembali tidur, keluhan tentang ingatan, pikiran tentang kematian, dan keputusasaan secara umum (Sundberg, Winebarger dan Taplin, 2007).

Sekitar 15% lansia mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam penyesuaian diri terhadap pensiun. Pensiun (retirement) atau kehilangan fungsi utama di rumah, terutama ketika hal tersebut tidak direncanakan atau diinginkan, berhubungan dengan kelesuan, involusi (degenerasi progresif), dan depresi.

(3)

Perubahan peran akan berdampak langsung pada penghargaan diri. Pensiun juga akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan menyebabkan beberapa adaptasi dalam hubungan mereka (Goldman,2000).

Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami masalah kesehatan mental. Gangguan yang sering terjadi meliputi depresi,

kecemasan, alkoholisme, dan gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan atau disabilitas fungsional (Hoyer & Roodin ,2003).

2.2 Depresi Pada Lansia 2.2.1 Definisi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat; perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; kehilangan selera makan; hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi seringkali berhubungan, atau berkormorbid dengan berbagi masalah psikologis lain, seperti serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian (Davison, 2004)

Depresi pada lansia adalah depresi sesuai kriteria DSM-IV. Depresi mayor pada lansia adalah didiagnosis ketika lansia menunjukkan salah satu atau dua dari dua gejala inti (mood terdepresi dan kehilangan minat terhadap suatu hal atau kesenangan) bersama dengan empat atau lebih gejala-gejala berikut selama minimal 2 minggu: perasaan diri tidak berguna atau perasaan bersalah, berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan, kelelahan, agitasi atau retardasi psikomotor, insomnia atau hipersomnia, perubahan signifikan pada berat badan atau selera makan, dan pemikiran berulang tentang kematian atau gagasan tentang bunuh diri (American Psychiatric

(4)

2.2.2 Epidemiologi

Menurut Daley & Salloum (2001), sebuah survei pada suatu komunitas yang besar menunjukkan tingginya tingkat depresi baik pada pria maupun wanita. Frekuensi depresi pada wanita hampir dua kali lebih besar dibanding pria. Wanita memiliki resiko depresi sekitar 10-25% sedangkan pria pada kisaran 5-10%. Hal

serupa juga sesuai dengan laporan National Academy on Aging Society (2000), dimana prevalensi depresi pada lansia berjenis kelamin wanita lebih tinggi bahkan mencapai 2 kali lipat dibandingkan laki-laki. Alasan untuk perbedaan ini meliputi faktor – faktor biologis dan faktor sosial. Faktor sosial seperti stress dari keluarga dan pekerjaa. Karena wanita memiliki harapan hidup lebih lama, maka kematian pasangan hidup bisa berkontribusi pada tingginya tingkat depresi pada wanita lanjut usia.

Karel & Hinrichsen (2000) dalam Nevid (2005), meskipun resiko depresi mayor menurun seiring usia, depresi merupakan masalah utama yang dihadapi oleh banyak orang usia lanjut. Antara 8% dan 20% orang usia lanjut mengalami beberapa simptom depresi (Nevid, 2005).

Prevalensi depresi pada populasi umum ± 5,8%, pada usia lanjut sekitar 6,5%, sedangkan pada usia lanjut yang menderita penyakit fisik 12-24%, pada rawat jalan 30%, rawat inap dengan penyakit kronik dan perawatan lama adalah 30-50% (Sadock & Sadock, 2007).

2.2.3 Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut (Damping, 2003) adalah:

1. Polifarmasi

Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain.

2. Kondisi Medis Umum

(5)

3. Teori Neurobiologi

Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada

beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi

lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin,

serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.

4. Teori Psikodinamik

Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu.

Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya

.

5. Teori Kognitif dan Perilaku

Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut.

6. Teori Psikoedukatif

Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut.

(6)

Kegiatan religius juga berdampak dan sering dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping” berhubungan dengan berkurangnya gejala-gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksi sosial,

kehilangan harapan, dan gejala-gejala kognitif lain pada depresi (Blazer, 2003).

2.2.4 Gambaran Klinis

Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia:

1. kecemasan dan kekhawatiran,

2. keputusasaan dan keadaan tidak berdaya,

3. masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan, 4. iritabilitas,

5. kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet, 6. psikosis,

Depresi pada usia lanjut mempunyai simptom yang bervariasi sangat luas dan merupakan ekspresi faktor-faktor penyebab yang sangat kompleks. Pada usia lanjut depresi dimulai dengan adanya sindrom depresi yang berupa perasaan sedih, pikiran terhambat tingkah laku lamban, sampai pada keluhan – keluhan somatik. Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Pada usia lanjut yang mengalami depresi bisa mengeluhkan adanya perasaan sedih, tetapi bisa juga menyangkalnya. Keluhan lain berupa perasaan tidak bahagia, sering menangis, kecemasan, merasa sendiri, lamban, cepat lelah, tidak selera makan, penurunan berat badan, gangguan daya ingat, sulit berkonsentrasi, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati dan menyusahkan orang lain.

(7)

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis depresi pada usia lanjut menjadi lebih sulit apabila ditemukan bersamaan dengan penyakit organik tetapi kriteria yang dipakai untuk menegakkan diagnosis sama saja yaitu mengacu kepada kriteria yang

dicantumkan dalam DSM IV (Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder IV) atau ICD-10 (Mudjadjid, 2003).

Tabel 2.1. Diagnosis Depresi menurut DSM IV

Lebih dari 2 minggu terdapat 5 atau lebih gejala di bawah ini dan salah satu gejalanya ialah mood depresi atau hilangnya rasa senang/minat.

Gejala-gejalanya ialah : • Mood depresi

• Hilangnya minat atau rasa senang secara nyata • Berat badan menurun atau justru bertambah • Insomnia atau hipersomnia

• Agitasi atau retardasi psikomotor • Kelelahan atau hilang tenaga

• Perasaan bersalah berlebihan atau tidak berguna • Sulit berkonsentrasi

• Pikiran berulang tentang kematian dan ide bunuh diri

(8)

Tabel 2.2. Diagnosis Depresi menurut ICD 10

Gejala Utama Gejala Tambahan Keterangan

•Penyakit jantung koroner •Mood depresi

•Hilangnya minat/hilang

semangat

•Mudah lelah/hilang tenaga

• Mudah lelah/hilang tenaga

• Konsentrasi menurun • Harga diri berkurang • Perasaan bersalah • Pesimis melihat masa

depan

• Ide bunuh diri atau

menyakiti diri sendiri • Pola tidur berubah • Nafsu makan menurun

• Depresi ringan : 2

2.2.6 Dampak Depresi Pada Lansia

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Unützer, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient medical services (Blazer, 2003).

(9)

- Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler

- Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol).

- Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek trombogenesis.

- Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.

- Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer.

- Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan maupun rehabilitasi.

2.2.7 Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression Scale

Skrining depresi pada lansia pada layanan kesehatan primer sangat penting. Hal ini penting karena frekuensi depresi dan adanya gagasan untuk bunuh diri pada lansia adalah tinggi (Blazer, 2003). Skrining juga perlu dilakukan untuk membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan tentang depresi, dan untuk mengikuti perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan waktu (Gallo & Gonzales, 2001).

Geriatric Depression Scale versi pendek terdiri dari 15 pertanyaan yang dirancang sebagai suatu self-administered test, walaupun telah digunakan juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression Scale dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada lansia (Gallo & Gonzales, 2001). Pada GDS versi pendek ini, skor 5 atau lebih mengindikasikan depresi yang signifikan secara

klinis.

(10)

2.3 Keterlibatan Sosial

Menurut Bassuk (1999), keterlibatan sosial (social engagement) diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). Dalam TILDA (2011)

keterlibatan sosial terdiri atas partisipasi dalam aktivitas yang dilakukan di waktu luang dan dilakukan secara sukarela serta hubungan dengan keluarga dan sahabat-sahabat dekat. Aktivitas yang dilakukan di waktu luang berhubungan dengan berkurangnya resiko gangguan mental dan kesehatan fisik serta mortalitas. Sebaliknya, kesepian pada lansia dapat menjadi prediktor dari gangguan mental seperti depresi.

2.3.1 Social Disengagement Index

Gambar

Tabel 2.2.  Diagnosis Depresi menurut ICD 10

Referensi

Dokumen terkait

telah diberikan dalam setiap langkah dan proses penyusunan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Adverse Drug Reactions Obat Kardiovaskular Pada Pasien Geriatri Rawat Inap di

Penelitian mengenai analisis isi pemberitaan media massa tentang lingkungan hidup dan implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan lingkungan di Kota Medan ini dilakukan

Ketertarikan penulis terhadap Sandiwara Amal dalam penelitian ini, pertama; bahwa bentuk pementasan Sandiwara Amal bisa disebutkan sebagai seni pementasan yang khas milik

Maka, Kementerian Pelajaran Malaysia (KPM).. menyediakan program pembangunan pendidikan yang dapat melahirkan warganegara yang berilmu pengetahuan, celik ICT,

Muhammadiyah Diharapkan Dapat Membuat gerakan Pro Difabel Sahabat MQ/ berdasarkan landasan normatif dan realitas sosial tentang difabel/ semestinya Muhammadiyah mampu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran yang dilakukan oleh elite lokal dalam isu pembentukan Kabupaten Bangka Utara dilakukan oleh elite yang memerintah dan elite yang

Di Indonesia, sedikitnya data mengenai kualitas hidup pada pasien RA mendasari penelitian ini untuk mengidentifikasi perubahan kualitas hidup, jumlah eosinofil mukosa hidung,

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa: 1) Terdapat perbedaan jumlah beban PPh yang harus dibayar menggunakan tarif UU 36/2008 dan tarif PP 46/2013. PP 46/2013