ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN UBI KAYU
DAN PENGGILINGAN JAGUNG
(Studi Kasus: Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
OLEH:
ENDI ARIA YUWANA. B 060304038
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN UBI KAYU
DAN PENGGILINGAN JAGUNG
(Studi Kasus: Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
OLEH:
ENDI ARIA YUWANA. B 060304038
AGRIBISNIS
Diajukan Kepada Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Diketahui Oleh, Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Hiras Lumban Tobing, PhD) (H. M. Mozart B. Darus, M.Sc)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RINGKASAN
ENDI ARIA YUWANA BANGUN: Analisis Finansial Industri Pengolahan Ubi Kayu
dan Industri Penggilingan Jagung (Studi Kasus: Kecamatan Sei Rampah Kabupaten
Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) dibimbing oleh Prof. Ir. Hiras M. L. Tobing Ph.D dan H. M. Mozart B. Darus, M.Sc
Analisis finansial industri pengolahan ubi kayu dan industri penggilingan jagung belum banyak dilakukan di daerah penelitian ini. Untuk itu dilakukan penelitian pada usaha pengolahan ubi kayu dan penggilingan jagung dengan menganalisis tingkat investasi, biaya produksi, tingkat pendapatan, tingkat kelayakan, tingkat pengembalian investasi, perbandingan antara kedua industri, masalah-masalah yang dihadapi pengusaha, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 28 Oktober 1987 dari ayah Alm. Drs. Edi Bakti Bangun, dan ibu Fachnida Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah:
1. Tahun 1994 masuk SD Negeri 060891 Medan dan tamat pada tahun 2000
2. Tahun 2000 masuk SLTP Negeri 10 Medan dan tamat pada tahun 2003
3. Tahun 2003 masuk SMU Al-Azhar Medan dan tamat pada tahun 2006
4. Tahun 2006 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, melalui jalur SPMB.
5. Tahun 2010 melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Sei Rampah
Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang.
6. Tahun 2010 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Desa Pamah
Kecamatan Tanah Pinem Kabupaten Dairi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analsis Finansial Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung (Studi Kasus: Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)”.
DAFTAR ISI
Hal
RINGKASAN ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 7
Tujuan Penelitian ... 8
Kegunaan Penelitian ... 9
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka...……….. 10
Landasan Teori ... 15
Kerangka Pemikiran ... 20
Hipotesis Pemikiran ... 23
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24
Metode Pengambilan Sampel ... 24
Metode Pengumpulan Data ... 25
Metode Analisis Data ... 26
Definisi dan Batasan Operasional... 30
Deskripsi Daerah Penelitian ... 32
Karakteristik Sampel Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 36
Karakteristik Sampel Industri Penggiingan Jagung ... 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Investasi ... 38
Biaya Produksi ... 39
Analsis Perbedaan Biaya Produksi ... 41
Analisis Perbedaan Tingkat Pendapatan ... 42
Analisis Kelayakan Industri ... 43
Analisis Tingkat Pengembalian Investasi ... 44
Analisis Perbandingan Industri pada Skala yang Sama... 45
Masalah-masalah yang Dihadapi ... 47
Upaya-upaya yang Dapaat Dilakukan ... 49
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 51
Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA... 53
DAFTAR TABEL
Hal
Data Produksi Jagung dan Ubi Kayu Sumatera Utara ... 4
Produk Berbahan Ubi Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai... 5
Data Industri Penggilingan Jagung di Kecamatan Percut Sei Tuan ... 25
Data Industri Pengolahan Ubi Kayu di Kecamatan Sei Rampah ... 25
Jumlah Penduduk Sei Rampah Berdasarkan Kelompok Umur ... 34
Jumlah Penduduk Sei Rampah Berdasarkan Mata Pencaharian ... 34
Jumlah Penduduk Percut Sei Tuan Berdasarkan Kelompok Umur ... 35
Jumlah Penduduk Percut Sei Tuan Berdasarkan Mata Pencaharian ... 35
Karakteristik Sampel Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 36
Karakteristik Sampel Industri Penggilingan Jagung ... 37
Komponen-komponen Investasi Pada Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 38
Komponen-komponen Investasi Pada Industri Penggilingan Jagung ... 39
Komponen-komponen Biaya Pada Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 39
Komponen-komponen Biaya Pada Industri Penggilingan Jagung ... 40
Analisis Perbedaan Biaya Produksi Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung ... 41
Nilai Rata-rata NPV, Net B/C dan IRR Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung ... 43
Tingkat Payback Periode Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Investasi Total Usaha Pengolahan Ubi Kayu ... 55
Investasi Total Usaha Penggilingan Jagung ... 56
Total Biaya Usaha Pengolahan Ubi Kayu ... 57
Total Biaya Usaha Penggilingan Jagung... 61
Total Pendapatan Usaha Pengolahan Ubi Kayu ... 63
Total Pendapatan Usaha Penggilingan Jagung ... 64
Tabel NPV Usaha Pengolahan Ubi Kayu ... 65
Net B/C Usaha Pengolahan Ubi Kayu ... 65
Tabel NPV Usaha Penggilingan Jagung ... 66
Net B/C Usaha Penggilingan Jagung... 66
IRR Industri Pengolahan Ubi Kayu... 67
IRR Industri Penggilingan Jagung ... 68
Discount Payback Periode Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 69
Discount Payback Periode Industri Penggilingan Jagung ... 70
Analisis Perbandingan Biaya Produksi, Pendapatan, Tingkat Kelayakan, dan Lama Tingkat Pengembalian Investasi Industri Pengolahan Ubi Kayu ... 71
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN
ENDI ARIA YUWANA BANGUN: Analisis Finansial Industri Pengolahan Ubi Kayu
dan Industri Penggilingan Jagung (Studi Kasus: Kecamatan Sei Rampah Kabupaten
Serdang Bedagai dan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) dibimbing oleh Prof. Ir. Hiras M. L. Tobing Ph.D dan H. M. Mozart B. Darus, M.Sc
Analisis finansial industri pengolahan ubi kayu dan industri penggilingan jagung belum banyak dilakukan di daerah penelitian ini. Untuk itu dilakukan penelitian pada usaha pengolahan ubi kayu dan penggilingan jagung dengan menganalisis tingkat investasi, biaya produksi, tingkat pendapatan, tingkat kelayakan, tingkat pengembalian investasi, perbandingan antara kedua industri, masalah-masalah yang dihadapi pengusaha, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan
cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang
akan dilaksanakan. Demikian pula terhadap para pengusaha ekonomi lemah, pada
umumnya masalah yang dihadapi para pengusaha, selain keterbatasan modal juga
keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang
dikembangkan. Hal ini merupakan masalah baru yang memerlukan pemecahan
secara terpadu untuk pengembangan usaha. Bertitik tolak pada permasalahan
diatas, untuk meningkatkan peranan para pengusaha ekonomi lemah dalam
perekonomian nasional, selain mengatasi masalah permodalan juga diperlukan
peningkatan sumberdaya melalui penataran, terutama dalam hal studi kelayakan.
(Ibrahim, 1997)
Saat ini hampir setiap sektor usaha yang akan didirikan, dikembangkan,
dan diperluas ataupun dilikuidasi selalu didahului dengan satu kegiatan yang
disebut Studi Kelayakan. Apalagi sektor industri dan perdagangan yang lebih
bersifat komersial dan padat modal. Kekeliruan atau kesalahan dalam menilai
investasi akan menyebabkan kerugian dan resiko yang besar. Penilaian investasi
termasuk dalam studi kelayakan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
keterlanjuran investasi yang tidak menguntungkan karena usaha tidak layak.
Bagi perusahaan yang didirikan untuk tujuan total profit, yang paling
utama adalah perlu dipikirkan seberapa lama pengembalian dana yang ditanam di
proyek tersebut agar segera kembali. Artinya sebelum perusahaan dijalankan,
maka terlebih dahulu perlu dihitung apakah proyek atau usaha yang akan
dijalankan benar-benar dapat mengembalikan uang yang telah diinvestasikan
dalam proyek tersebut dalam jangka waktu tertentu dan dapat memberikan
keuntungan finansial lainnya seperti yang diharapkan. Jika tidak, maka sebaiknya
perusahaan tersebut tidak dijalankan. Disamping dapat mendapatkan keuntungan
finansial, bagi pemilik usaha jenis ini juga diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi karyawan yang bekerja di proyek tersebut, masyarakat disekitar
proyek maupun bagi pemerintah. Jenis perusahaan yang bersifat total profit ini
biasanya berbadan hukum Perseroan Terbatas. (Kasmir dan Jakfar, 2003)
Ada beberapa aspek yang perlu dilakukan studi untuk menentukan
kelayakan suatu usaha. Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan
tergantung dari kesiapan penilaian dan kelengkapan data yang ada. Secara umum
prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah sebagai
berikut:
1. Aspek Hukum
2. Aspek Pasar dan Pemasaran
3. Aspek Keuangan (finansial)
4. Aspek Teknis/Operasi
6. Aspek Sosial/Ekonomi
7. Aspek AMDAL
(Kasmir dan Jakfar, 2003)
Sumberdaya pertanian di Indonesia merupakan salah satu keunggulan
yang secara sadar telah dijadikan satu pilar pembangunan. Pembangunan akan
mampu menjadi penyelamat apabila dilihat dari sistem yang terkait dengan sistem
industri dan jasa. Jika pertanian hanya berhenti sebagai aktifitas budidaya (on
farm agribusiness) nilai tambahnya kecil. Nilai tambah pertanian dapat
ditingkatkan melalui kegiatan hilir (off farm agribusiness), berupa agroindustri
maupun jasa berbasis pertanian.
Dalam rangka swasembada karbohidrat sebanyak 2.100 kalori/kapita/hari,
di Indonesia jagung memegang peranan kedua sesudah padi. Sebagai bahan
makanan, jagung bernilai gizi yang tidak kalah tinggi bila dibandingkan dengan
beras. Selain untuk bahan makanan manusia jagung dapat digunakan untuk
makanan ternak, bahan dasar industri, minuman, sirup, kopi, kertas, minyak, cat,
dan lain-lain. (Suprapto, 1986)
Tanaman jagung memiliki nilai ekonomis yang tinggi, bukan saja dari
hasil buahnya. Hasil ikutannya pun memiliki nilai ekonomis antara lain sebagai
bahan bakar, keperluan industri kertas termasuk kebutuhan pakan ternak. Meski
hamparan tanaman jagung dapat kita jumpai di beberapa daerah di Indonesia,
namun ketersediaan jagung tidaklah berlangsung sepanjang tahun. (Suprapto,
Komponen utama pakan ternak adalah jagung, bungkil dan tepung ikan.
Dari tiga komponen ini hanya jagung yang sudah bisa diproduksi dalam jumlah
memadai. Sementara ketergantungan kita pada bungkil dan tepung ikan masih
sangat tinggi. Tahun 1998 Indonesia malahan bisa surplus jagung. Impor kita
hanya 298.234 ton, sementara ekspornya mencapai 463.000 ton. Sebelumnya,
pada tahun 1997 kita mengalami defisit yang luar biasa. Impor kita mencapai
1.098.012 ton, sementara ekspornya hanya 14.400 ton. Produksi jagung nasional
kita rata-rata mencapai 9 juta ton per tahun. Angka konsumsinya meskipun lebih
tinggi dari angka produksi, namun belum pernah mencapai 10 juta ton per tahun.
Baru selama dua tahun terakhir ini angka konsumsi kita melampaui 10 juta ton
per tahun. (Anonimousa, 2008)
Tahun 1996, kebutuhan jagung untuk pakan ternak mencapai 3,5 juta ton.
Tahun 1997 menurun menjadi 2,5 juta ton. Karena krisis ekonomi yang sangat
parah, angka tersebut menjadi 1 juta ton pada tahun 1998 dan 1,8 juta ton pada
tahun 1999. Sebab pada tahun-tahun tersebut sebagian besar industri perunggasan
kita colaps. Di satu pihak, karena adanya krisis ekonomi angka luasan areal
penanaman jagung pada tahun 1998 meningkat dari rata-rata sekitar 3,5 juta
hektar menjadi 3,9 juta hektar. Ditambah lagi, tingkat keberhasilan panen pada
tahun 1998 sangat tinggi akibat kemarau panjang pada tahun 1997, yang
kemudian disusul dengan tingginya curah hujan pada tahun tersebut. Hingga tak
mengherankan apabila angka ekspor jagung pada tahun tersebut mengalami
Masalah pasca panen dan penanggulangan dana pembelian ke petani tidak
pernah mereka sentuh. Kondisi semacam ini setengahnya dimanfaatkan oleh
perusahaan pakan ternak untuk memperoleh jagung dengan biaya rendah. Paling
tidak hal ini dilakukan oleh para tengkulak yang biasanya merupakan
oknum-oknum perusahaan pakan ternak. (Anonimousa, 2008)
Dalih yang paling sering dikemukakan oleh para tengkulak dalam
menekan harga di tingkat petani adalah, kualitas jagung kita tidak sebaik jagung
impor. Kalau rendahnya mutu jagung lokal dikaitkan dengan masalah kadar air,
memang benar. Tetapi dengan penanganan pasca panen yang benar, masalah
tersebut dengan mudah bisa diatasi para petani kita. Sebab kenyataannya, jagung
lokal kita mutunya justru lebih baik dari jagung impor. Paling tidak jika
dibandingkan dengan jagung eks RRC. Pertama, tingkat kesegaran jagung lokal
jelas lebih baik. Sebab jagung-jagung lokal yang beredar di pasaran adalah produk
yang baru saja dipanen. Selain itu kandungan beta karoten jagung lokal kita labih
tinggi. Hingga pakan ternak yang menggunakan jagung lokal, akan menghasilkan
kuning telur dan daging ayam dengan kualitas yang lebih baik.
(Anonimousa, 2008)
Hingga sebenarnya, perusahaan pakan ternak akan cenderung memilih
jagung lokal dibanding yang impor. Namun, apabila stok jagung lokal tidak
mencukupi, mareka akan mengimpornya. Sebenarnya, kalau kisaran kebutuhan
industri pakan ternak maksimal hanya 3,5 juta ton, akan bisa dipenuhi oleh
peroduksi kita yang bisa mencapai 10 juta ton. Akan tetapi, jagung produksi
jagung yang dikonsumsi manusia. Baik sebagai nasi jagung, berupa roti, kue-kue
maupun makanan lainnya. Selain itu jagung juga dibutuhkan untuk industri non
pakan ternak. Itulah sebabnya secara rutin kita masih akan mengalami defisit
maksimal 1 juta ton setiap tahunnya. (Anonimousa, 2008)
Kapasitas produksi perusahaan makanan ternak (PMT) di Indonesia,
sekitar 6.908.000 ton/tahun. Apabila 50% berat bahan bakunya adalah jagung,
berarti setiap tahun memerlukan pasokan hampir 3,5 juta ton. Dengan rata-rata
produksi jagung hibrida 5 ton/ha dan 2 kali tanam pertahun, ini berarti untuk
memenuhi kebutuhan PMT saja akan diperlukan lahan sekitar 350.000 ha/tahun.
Apabila untuk setiap ha memerlukan biaya sebesar Rp. 1.000.000 berarti
diperlukan kredit sebanyak Rp. 350 milyar. Suatu pangsa kredit yang dapat
menarik perhatian Bank di dalam ikut mendorong perkembangan ekonomi
khususnya melalui subsektor peternakan. (SIPUK Bank Indonesia, 2009)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian tentang Data
Produksi Jagung dan Ubi Kayu/Ketela Pohon di Provinsi Sumatera Utara adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Data Produksi Jagung dan Ubi Kayu/Ketela Pohon Sumatera Utara
Komoditi Satuan 2005 2006 2007 2008 2009
Jagung Ton 735,456 682,024 804,85 1,098,969 1,169,024
Ubi Kayu/Ketela
Pohon Ton 509,796 452,45 438,573 736,771 973,316
Sumber : Dinas Pertanian
Dari Tabel 1 maka dapat diketahui bahwa produksi komoditas jagung di
provinsi Sumatera Utara selalu meningkat dalam 5 tahun belakangan ini,
tahun-tahun berikutnya. Sedangkan untuk komoditas ubi kayu di provinsi
Sumatera Utara produksi turun pada tahun 2006 dan 2007, namun meningkat
menjadi lebih tinggi pada tahun 2008 dan 2009.
Ubi kayu atau singkong merupakan bahan pangan potensial bagi masa
depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak awal
PELITA I sampai sekarang, makanan pokok nomor tiga penghasil karbohidrat di
Indonesia ini setelah padi dan jagung, mempunyai peranan yang cukup besar
dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan pakan
(ransum) ternak serta bahan baku industri makanan.
Produksi dan produktivitas ubi kayu pada petani masih rendah karena
penggunaan varietas unggul belum memasyarakat dan teknik budidayanya masih
tradisional. Namun langkah yang dapat ditempuh untuk dapat ditempuh untuk
dapat mengatasi hal tersebut adalah dengan menumbuhkan pola agribisnis di
daerah-daerah sentra produksi. Disamping itu, untuk memacu penganekaragaman
produk dan stabilitas harga (pasar) perlu ditumbuh kembangkan industri-industri
pengolahan hasil yang berwawasan agroindustri berbahan baku ubi kayu.
(Rukmana, 2002)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindusitrian & Perdagangan
tentang komoditi hasil olahan ubi kayu andalan Kabupaten Serdang Bedagai yang
telah mampu menopang dan memberikan kontribusi produk dari indutri
pengolahan skala kecil dan menengah terhadap perekonomian di kabupaten ini
Tabel 2. Produk Berbahan Ubi Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Serdang Bedagai
Dari Tabel 2 maka dapat diketahui bahwa Tepung (tapioka) merupakan
hasil olahan dari ubi kayu yang paling banyak diusahakan di Kabupaten Serdang
Bedagai baik dalam segi unit usaha, jumlah tenaga kerja, nilai investasi, kapasitas
produksi, maupun dari segi nilai produksi. Hal ini dikarenakan tepung tapioka
merupakan salah satu bahan baku yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau
Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar
negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa. (SIPUK Bank Indonesia,
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut, antara lain:
1. Berapa besar biaya produksi usaha penggilingan jagung dan usaha
pengolahan ubi kayu di daerah penelitian?
2. Bagaimana tingkat pendapatan usaha penggilingan jagung dan usaha
pengolahan ubi kayu di daerah penelitian?
3. Bagaimana tingkat kelayakan usaha penggilingan jagung dan usaha
pengolahan ubi kayu di daerah penelitian?
4. Berapa lama tingkat pengembalian investasi usaha pengolahan ubi kayu
dan penggilingan jagung di daerah penelitian?
5. Apa saja masalah-masalah yang dihadapi usaha penggilingan jagung dan
usaha pengolahan ubi kayu di daerah penelitian?
6. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan pengusaha pemilik penggilingan
jagung dan pengusaha pengolahan ubi kayu?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi besar biaya produksi usaha penggilingan jagung
2. Untuk mengidentifikasi tingkat pendapatan usaha penggilingan jagung dan
usaha pengolahan ubi kayu di daerah penelitian.
3. Untuk mengidentifikasi tingkat kelayakan usaha penggilingan jagung di
dan usaha pengolahan ubi kayu daerah penelitian.
4. Untuk mengidentifikasi berapa lama tingkat pengembalian investasi usaha
pengolahan ubi kayu dan penggilingan jagung di daerah penelitian.
5. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi penggilingan
jagung dan usaha pengolahan ubi kayu di daerah penelitian.
6. Untuk mengetahuhi apa saja upaya-upaya yang dilakukan pengusaha
pemilik penggilingan jagung dan pengusaha pengolahan ubi kayu.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pengusaha penggilingan
jagung dalam menjalankan usahanya.
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Sumber genetik (plasma nutfah) tanaman jagung berasal dari benua
Amerika. Konon, bentuk liar tanaman jagung yang disebut pod maize telah
tumbuh 4.500 tahun yang lalu di pegunungan Andes, Amerka Selatan. Literatur
lain menyebutkan bahwa tanaman jagung tumbuh subur di kawasan Meksiko,
kemudian menyebar ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan. (Rukmana, 1997)
Produksi utama usaha tani tanaman jagung adalah biji. Biji jagung
merupakan sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan pangan ataupun non
pangan. Produk sampingan berupa batang, daun dan kelebot dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ataupun pupuk kompos. Tongkol jagung yang amat muda
yang disebut juga jagung semi (baby corn) sudah umum diperdagangkan di
pasar-pasar sebagai bahan sayur. Di pasar-pasar-pasar-pasar tradisional (lokal), tongkol jagung
muda yang sudah berbiji sering dijual sebagai bahan pencampur sayur asam,
jagung rebus, dan jagung bakar. Biji jagung tua dapat diolah menjadi pati, tepung
jagung, makan kecil (snack), brondong (pop corn), serta aneka panganan lainnya.
Sementara biji jaung yang telah kering biasanya diolah menjadi jagung pipilan,
beras jagung, ataupun jagung giling. (Rukmana, 1997)
Tongkol jagung nuda dan biji jagung merupakan sumber karbohidrat
potensial untuk dijadikan bahan pangan, sayuran, dan bahan baku berbagai
lemak 4,0%, karbohidrat 61,0%, gula 1,4%, pentosan 6,0%, serat kasar 2,3%, abu
1,4%, dan zat-zat lain 0,4%. (Rukmana, 1997)
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
(Rukmana, 1997)
Alat penggiling jagung termasuk mesin penghancur atau pemecah. Jenis
alat penggiling yang dirancang ini digerakkan dengan gagang pengungkit atau
engkol. Berdasarkan kerja atau cara pembebanannya terhadap bahan yang akan
diproses, mesin pemecah dibagi dalam tiga golongan, yaitu mesin pemecah
dengan beban tekan, mesin pemecah dengan beban impact, dan mesin pemecah
berputar. (Anonimousb, 2009)
Pada mesin pemecah dengan beban tekan, pecahnya bahan terjadi karena
adanya beban tekan yang diberikan oleh alat kepada bahan. Besamya beban tekan
pembebanannya, ada dua jenis mesin pemecah dengan beban tekan, yaitu tekanan
bolak-balik (jaw crusher, gyratory crusher, dan disc crusher dan tekanan kontinu).
Pada mesin pemecah dengan beban impact, pecahnya bahan adalah akibat beban
impact yang ditimbulkan oleh tumbukan antara komponen mesin yang bergerak
cepat dengan bahan. Jenis-jenis mesin pemecah dengan beban impact di antaranya
hammer crusher; dual rotor impact breaker, vertical impact crusher dan rotary
knife cutter. Prinsip kerja mesin pemecah berputar adalah ruang pemecah berputar
pada sumbunya. (Anonimousb, 2009)
Ubi kayu (Mannihot esculenza Crantz) termasuk tumbuhan berbatang
lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang
terjadi pada bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk
tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian
1200 meter di atas permukaan laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan
helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun
sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau, atau merah.
(Widianta dan Widi, 2008)
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram) antara
lain: Kalori 146 kal, protein 1,2 gram, Lemak 0,3 gram, Hdrat arang 34,7 gram,
Kalsium 33 mg, Fosfor 40 mg, dan zat besi 0,7 mg. Buah ubi kayu mengandung
(per 100 gram): Vitamin B1 0,06 mg, Vitamin C 30 mg, dan 75 % bagian buah
yang dapat dimakan. Daun ubi kayu mrngandung (per 100 gram): Vitamin A
11000 SI, Vitamin C 275 mg, Vitamin B1 0,12 mg, Kalsium 165 mg, Kalori 73
kal, Fosfor 54 mg, Protein 6,8 mg, Lemak 1,2 gram, Hidrat arang 13 gram, zat
tanin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat. (Widianta dan Widi,
2008)
Secara sistematika (taksonomi) tanaman yang berasal dari negara Brasil
ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledonae
Ordo : Eupphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot Esculenza Crantz
(Rukmana, 2002)
Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri pengolahan
tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat
tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu industri pengolahan tapioka
yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan
dan yang ketiga; full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang
menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang
produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan
menghasilkan tapioka berkualitas. (SIPUK Bank Indonesia, 2008)
Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan
limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit
singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok
(ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan
saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat
dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair
pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava. (SIPUK
Bank Indonesia, 2008)
Sektor pertanian sebetulnya mempunyai kaitan erat dengan sektor industri.
Karena sektor pertanian menghasilkan bahan mentah yang pada gilirannya harus
diolah oleh industri, menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi dan sebaliknya.
Sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana
produksi yang diperlukan oleh industri pengolah pertanian, meliputi usaha yang
mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah
nilainya. (Karmadi, 2003)
Kegiatan-kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil
pertanian, termasuk pemanfaatan produk sampingan dan limbahnya (diversifikasi
produk) pada umumnya masih sangat kurang. Produk pertanian kita pada
umumnya dipasarkan dalam bentuk primer (belum diolah), sehingga bernilai
rendah dan rentan terhadap fluktuasi harga. Harga komoditas primer umumnya
cenderung meningkat. Ekspor hasil pertanian pun lebih banyak dari komoditas
kita belum sepenuhnya dapat memanfaatkan peluang ekspor yang ada. Di pasar
domestik sebagian besar produk pertanian lokal kalah bersaing dengan produk
impor, karena rendahnya efisiensi dan mutu serta tampilan produk. (Ditjen
BPPHP, 2001)
Landasan Teori
Analisis finansial adalah kegiatan melakukan penilaian dan penentuan
satuan rupiah terhadap aspek-aspek yang dianggap layak dari keputusan yang
dibuat dalam tahapan analisis usaha. Misalnya hasil kajian pemasaran ditentukan
besarnya unit yang akan dijual dan harga berapa produk/jasa yang akan dijual,
biaya apa yang harus dikeluarkan dalam upaya penjualan produk/jasa tersebut.
Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan dari penilaian aspek produksi,
teknis, dan manajemen termasuk aspek lingkungan. Kegiatan analisis finansial
dapat dikelompokkan dalam tiga kegiatan utama, yaitu:
1. Membuat seluruh rekap penerimaan, yang dihasilkan dari seluruh kajian
aspek-aspek usaha, apakah termasuk penerimaan utama ataupun
penerimaan lain sebagaiakibat dari adanya kegiatan usaha.
2. Membuat rekap dari seluruh biaya yang juga sudah dihasilkan atau
diputuskan pada saat menganalisis aspek-aspek usaha dalam studi
kelayakan usaha.
3. Menguji apakah aliran kas masuk yang dihasilkan oleh suatu usaha atau
(Sofyan, 2004)
Teori Biaya (Ongkos) Produksi
Biaya/Ongkos produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh
perusahaan untuk memperoleh faktor produksi dan bahan mentah yang akan
digunakan untuk produksi. Biaya produksi jangka pendek, jangka waktu dimana
sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya.
Beberapa Pengertian Biaya Produksi Jangka Pendek
• Biaya Total (TC)
Keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan
TC = TFC + TVC
• Biaya Tetap Total (TFC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang
tidak dapat diubah jumlahnya.
• Biaya Variabel Total (TVC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi
yang dapat diubah jumlahnya.
• Biaya Tetap rata-rata
AFC = TFC/Q
• Biaya Variabel rata-rata
• Biaya Total rata-rata
AC = TC/Q
(Murtiasih, 2000)
Untuk penerimaan dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:
TR = Y
.
PyDimana:
TR = Total Penerimaan
Y = Jumlah Produksi
Py = Harga Produk
Perhitungan jumlah pendapatan dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
Pd = Pendapatan
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
(Soekartawi, 1993)
Analsis kriteria investasi adalah mengadakan perhitungan mengenai
feasible atau tidaknya usaha yang dikembangkan dilihat dari segi investasi.
Analisis ini sangat diperlukan apabila usaha yang direncanakan dalam bentuk
jenis kegiatan produksi, sekurang-kurangnya dilihat dari segi Net Present Value
(NPV), Internal Rate Of Return (IRR), maupun Net Benefit Cost Ratio (Net B/C).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalha perkiraan investasi, modal kerja,
biaya operasi dan pemeliharaan, serta perkiraan pendapatan. (Ibrahim, 1997)
Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah
biaya. Maka, NPV suatu proyek adalah selisih PV arus benefit dengan PV arus
biaya. Rumus NPV dapat kita tuliskan sebagai berikut :
NPV =
( )
∑
=n +−t
t i
Ct Bt
1 1
Keterangan:
Bt = Penerimaan Total
Ct = Biaya Total
I = Interest Rate
Dalam evaluasi proyek tertentu , tanda “go” dinyatakan oleh nilai NPV
yang sama atau lebih besar dari nol. Artinya, suatu proyek dapat dinyatakan
bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar
dari nol. Jika NPV=0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar
social opportunity cost faktor produksi modal. jika NPV lebih kecil dari nol,
proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh sebab
itu pelaksanaannya harus ditolak ( Gray, Clive, dkk., 1992).
Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan nilai
sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi usaha. Dengan
Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV menjadi negatif,
sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil ( Kasmir dan Jakfar, 2003).
IRR mencoba untuk menjawab berapa tingkat pengembalian yang didapat
dari suatu proyek.
IRR > tingkat pengembalian yang diinginkan: Diterima
IRR < tingkat pengembalian yang diinginkan: Ditolak
( Keown, Arthur J., dkk, 2008 ).
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang
positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagaai
penyebut). Secara umum, rumusnya adalah :
Net B/C =
( )
Dengan perkataan lain, NPV = 0. kalau rumus tadi memberikan hasil lebih
besar dari 1, berarti NPV>0. Jadi, Net B/C < 1 merupakan tanda “no go” ( Gray,
Clive, dkk., 1992).
Untuk mengatasi salah satu kelemahan dari metode payback period, yaitu
rencana investasi tersebut kemudian baru dihitung payback period-nya. Dengan
demikian arus kas yang dipakai adalah arus kas yang telah didiskontokan atas
dasar oppotunity cost. (Situmorang dan Dilham, 2007)
Kerangka Pemikiran
Usaha penggilingan jagung memiliki prospek yang berkembang di masa
yang akan datang. Karena penggilingan jagung merupakan pusat pertemuan antara
produksi, pasca panen, pengolahan, dan pemasaran jagung. Penggilingan jagung
merupakan mata rantai penting dalam suplai jagung giling nasional yang dituntut
dapat memberikan kontribusi besar dalam penyediaan bahan baku maupun bahan
jadi bagi industri pakan ternak nasional.
Usaha jasa penggilingan jagung adalah usaha yang umumnya
menghasilkan produk yaitu pipilan jagung, jagung giling kasar, jagung giling
halus, maupun tepung jagung. Usaha penggilingan jagung merupakan usaha yang
bergantung pada ketersediaan produksi jagung di sekitar lokasi usaha, maupun
produksi jagung yang berasal dari luar lokasi usaha.
Industri pengolahan ubi kayu menghasilkan tepung tapioka sebagai salah
satu hasil olahannya dimana ubi kayu merupakan bahan baku utamanya. Dan
dalam usaha ini ubi kayu diolah sesuai dengan kebutuhan usaha lalu dijual secara
komsersial.
Dalam usaha penggilingan jagung dan usaha pengolahan ubi kayu, setiap
variabel perlu diperhitungkan. Hal ini agar beberapa tarif yang ditetapkan dalam
proses penggilingan jagung maupun pengilahan ubi kayu serta harga jual produk.
Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan variabel atau disebut biaya
produksi. Dalam hal ini yang termasuk biaya produksi adalah biaya pembelian
bahan baku, tenaga kerja, oli, biaya penyusutan, biaya perlengkapan, dan
peralatan.
Dalam penilaian kelayakan usaha maka ada beberapa komponen yang
harus dilihat yaitu biaya produksi, pendapatan, serta analisis finansial (NPV, IRR,
NET B/C, Dicount PP). Dengan menganalisa beberapa komponen ini, maka dapat
diketahui bahwa secara finansial apakah usaha penggilingan jagung di daerah
Secara singkat kerangka pemikiran usaha penggilingan jagung dan pengolahan ubi kayu dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Pengaruh
Hubungan
Usaha Penggilingan Jagung dan Usaha Pengolahan Ubi
Kayu
Masalah yang Dihadapi
Proses Produksi
Penerimaan
Pendapatan Usaha
Analisis Finansial
Kelayakan Usaha Output Produksi
Input Produksi
Biaya Produksi (biaya tetap dan
Hipotesis Penelitian
1. Secara finansial usaha penggilingan jagung dan usaha pengolahan ubi
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian yang dipilih untuk usaha penggilingan jagung adalah
Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan daerah
penelitian yang dipilih untuk usaha pengolahan ubi kayu adalah Kecamatan Sei
Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Daerah penelitian dipilih scara purposive
(sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa derah tersebut merupakan salah satu
daerah penghasil jagung dan ubi kayu dan kedua daerah tersebut dapat dijangkau
oleh peneliti.
Metode Pengambilan Sample
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Menurut
Supranto (2003), metode sensus adalah pencatatan yang menyeluruh terhadap
elemen-elemen yang menjadi objek penelitian. Ini dilakukan terhadap populasi
dengan jumlah yang sedikit. Ini juga sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh
Arikuntoro (1998) yakni: “jika subjek penelitian sedikit, maka seluruh subjek
dijadikan sampel dan penelitian menjadi penelitian populasi. Dan jika subjeknya
besar, sampel dapat diambil 10-15% atau lebih”.
Dalam penelitian ini populasi dijadikan sampel, sehingga metode yang
digunakan adalah metode sensus. Jumlah sampel dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
No. Desa Populasi Unit Usaha Sampel
1. Cinta Rakyat 2 2
2. Saentis 2 2
TOTAL 4 4
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdangangan Kab. Deli Serdang
Berdasarkan data yang diperoleh dari Disperindag Kab. Deli Serdang,
maka daerah penelitian untuk penggilingan jagung berada di 2 desa di Kecamatan
Percut Sei Tuan, dengan total 4 unit usaha yang semuanya dijadikan sampel.
Tabel 4. Data Usaha Pengolahan Ubi Kayu/Tepung Tapioka di Kecamatan Sei Rampah
No. Nama Desa Populasi Unit Usaha Sampel
1. Pergulaan 1 1
2. Simpang Empat 2 2
3. Cempedak Lobang 1 1
4. Firdaus 1 1
JUMLAH 5 5
Sumber: Kecamatan Sei Rampah Dalam Angka BPS, 2009
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Propinsi Sumatera Utara, maka
daerah penelitian untuk penggilingan jagung berada di 4 desa di Kecamatan Sei
Rampah, dengan total 5 unit usaha yang semuanya dijadikan sampel.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelititan ini terdiri dari data primer dan
data skunder. Data primer merupakan hasil wawancara peneliti langsung dengan
pemilik usaha yang menjadi sampel dengan daftar kuisioner yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap
yang diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait, literatur, buku, daan media lain
Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan ditabulasi dengan sederhana, kemudian
dianalisis dengan menggunakan alat uji yang sesuai dengan identifikasi masalah.
Identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunnakan analisis secara
sederhana dengan menghitung total biaya dari kegiatan usaha penggilingan
jagung, dapat dihitung dengan rumus:
Keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan
Keterangan :
TC = Total Cost (Rp)
TFC = Total Fix Cost (Rp)
TVC = Total Variable Cost (Rp)
Identifikasi masalah 2 diuji dengan menggunakan analisis secara
sederhana dengan menghitung pendapatan dari kegiatan usaha penggilingan
jagung, dapat dihitung dengan rumus.
Untuk penerimaan dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:
TR = Y
.
PyDimana:
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Jumlah Produksi (Kg)
Py = Harga Produk (Rp)
Perhitungan jumlah pendapatan dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
Pd = Pendapatan (Rp)
TR = Total Revenue (Rp)
TC = Total Cost (Rp)
Identifikasi masalah 3 kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan
metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Adapun kriteri penilaian
invastasi adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR),
maupun Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP), dapat
dirumuskan sebagai berikut:
NPV =
( )
∑
=n +−t
t i
Ct Bt
1 1
Keterangan:
Bt = Penerimaan Total
Ct = Biaya Total
I = Interest Rate
Dengan kriteria:
Bila NPV Positif, maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan
Bila NPV Negatif, maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan
Net B/C =
( )
Bila Net B/C > 1, usaha tersebut layak untuk dikembangkan.
Bila Net B/C < 1, usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan.
IRR= i1 +
Bila IRR > tingkat bunga deposito berlaku maka usaha tersebut layak
untuk dikembangkan
Bila IRR < tingkat bunga deposito berlaku maka usaha tersebut tidak layak
untuk dikembangkan
Identifikasi masalah ke 4 dianalisis dengan menggunakan metode discount
payback period
Kekurangan investasi pada tahun ke-n
DPP = x 12 bulan
Kas Bersih Tahun ke-(n+1)
Identifikasi masalah 5 dianalisis dengan menggunakan analsis deskriptif
penggilingan jagung, diperoleh langsung dari pengusaha penggilingan jagung
tersebut.
Identifikasi masalah 6 dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
yaitu dengan mngidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada usaha penggilingan jagung, diperoleh langsung dari pengusaha.
Defenisi dan Batasan Operasional
Adapun defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Defenisi
1. Usaha penggilingan jagung adalah usaha penggilingan yang mengolah
jagung menjadi pipilan jagung, jagung giling kasar, jagung giling halus,
dan tepung jagung.
2. Usaha pengolahan ubi kayu adalah usaha yang mengolah ubi kayu menjadi
tepung tapioka.
3. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha selama proses
produksi berlangsung sampai siap untuk dipasarkan.
4. Harga jual merupakan besarnya nilai penjualan hasil produksi yang
diterima oleh petani.
6. Pendapatan bersih usaha adalah penerimaan yang diterima pengusaha
dikurangi dengan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan untuk
usaha penggilingan.
7. Kelayakan usaha adalah ukuran suatu usaha dapat menghasilkan
keuntungan yang proporsional dengan membandingkan penerimaan
dengan seluruh biaya.
8. Analisis finansial adalah unit usaha yang dikaji kelayakannya dianggap
sebagai unit yang bersifat individual sehingga tidak perlu diperhatikan
apakah punya atau efek di dalam perekonomian dalam lingkup yang lebih
luas.
9. Produksi adalah jumlah produksi dalam sekali proses produksi.
Batasan Operasional
1. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2010
2. Tempat penelitian adalah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Propinsi Sumatera Utara dan Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten
Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, KARAKTERSITIK SAMPEL USAHA
PENGOLAHAN UBI KAYU DAN PENGGILINGAN JAGUNG
Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian pengolahan ubi kayu dilakukan di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Kecamatan ini juga berperan sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Sei Rampah sekarang ini dipimpin oleh Chairin F. Simanjuntak.
Sedangkan penelitian penggilingan jagung dilakukan di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Percut Sei Tuan sekarang ini dipimpin oleh seorang camat yang bernama H. Syafrullah, S.Sos, MAP.
Luas dan Letak Goegrafis
Luas daerah Kecamatan Sei Rampah pada tahun 2009 adalah seluas 210,22 Km2 yang terdiri dari 17 desa dan 105 dusun. Ibu Kota Kecamatan terletak di Desa Firdaus. Secara administrarif Kecamatan Sei Rampah mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
o Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Mengkudu
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Keamatan Sei Bamban
o Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dolok Masihul
o Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Beringin
dengan curah hujan tertinggi pada bulan september-desember, dan kemarau pada bulan januari-agustus. (Kecamatan Sei Rampah Dalam Angka, BPS 2009)
Luas daerah Kecamatan Percut Sei Tuan pada tahun 2010 adalah seluas 190,79 Km2 yang terdiri dari 18 desa dan 2 kelurahan yang dimana terdapat 5 desa merupakan daerah pantai. Pusat pemerintahan terletak di jalan Medan-Batangkuis Desa Bandar Klippa. Kecamatan Percut Sei Tuan secara administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
o Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Medan
o Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli dan Kota
Medan
o Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Pantai
Labu
Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan dataran rendah (daerahnya landai) dengan ketinggian 0-13 m diatas permukaan laut. Beriklim tropis dengan suhu maksimum 320C, dengan curah hujan tertinggi pada bulan september-desember, dan kemarau pada bulan januari-agustus.
(Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka, BPS 2009)
Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Sei Rampah menurut Kelompok Umur disajikan pada tabel dibawah ini.
Golongan Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
0-15 17685 28,56
16-59 40878 66,01
60> 3366 5,43
JUMLAH 61929 100
Sumber: Kecamatan Sei Rampah Dalam Angka BPS, 2009
Dari tabel diatas maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Sei Rampah ini adalah 61929 jiwa dimana umur 0-15 tahun berjumlah 17685 jiwa atau 28,56%; penduduk yang berada pada masa produktif atau yang berumur 16-59 berjumlah 40878 jiwa atau 66,01%; sedangkan yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 3366 jiwa atau 5,43%.
Jumlah penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan menurut Kelompok Umur disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan Berdasarkan Kelompok Umur
Golongan Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
0-15 96632 30,18
16-59 203575 63,58
60> 19979 6,24
JUMLAH 320186 100
Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka BPS, 2009
30,18%; penduduk yang berada pada masa produktif atau yang berumur 16-59 berjumlah 203575 jiwa atau 63,58%; sedangkan yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 96632 jiwa atau 6,24%.
Karakteristik Sampel Usaha Pegolahan Ubi Kayu
Yang termasuk karakteristik pengusaha pengolahan ubi kayu yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi: luas tempat usaha, umur dan lama berusaha Karakteristik pengusaha sampel disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Karakteristik Sampel Penelitian Usaha Pengolahan Ubi Kayu
Sampel Luas Tempat Usaha (m2) Umur (Tahun) Lama Berusaha (Tahun)
Sampel 1 2.000,00 37 15 Sampel 2 8.000,00 25 3 Sampel 3 4.000,00 45 12 Sampel 4 1.600,00 40 10 Sampel 5 4.000,00 34 6
Rata-rata 3.920,00 36,2 9,2
Sumber: Data Primer
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata luas usaha yang digunakan untuk pengolahan ubi kayu adalah 3.920 m2. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha memiliki lahan yang cukup untuk mengembangkan usaha pengolahan ubi kayu.
Rata-rata lama berusaha untuk pengusaha adalah 9,2 tahun, yang menunjukkan bahwa rata-rata usaha pengolahan ubi kayu sudah berjalan cukup lama dan bisa berkembang serta bertahan dalam berbagai kondisi yang telah dilalui oleh usahanya, serta persaingan yang kuat dalam industri.
Karakteristik Sampel Penggilingan Jagung
Yang termasuk karakteristik pengusaha penggilingan jagung yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi: luas tempat usaha, umur dan lama berusaha Karakteristik pengusaha sampel disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 8. Karakteristik Sampel Usaha Pengolahan Jagung
Sampel Luas Tempat Usaha (m2) Umur (Tahun) Lama Berusaha (Tahun)
Sampel 1 4.200,00 45 12
Sampel 2 4.000,00 40 12
Sampel 3 2.500,00 34 6
Sampel 4 900,00 30 10
Rata-rata 2.900,00 37,25 10
Sumber: Data Primer
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata luas usaha yang digunakan untuk penggilingan jagung adalah 2900 m2. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha memiliki lahan yang cukup untuk mengembangkan usaha penggilingan jagung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Investasi
Pada industri pengolahan ubi kayu terdapat komponen-komponen
investasi. Adapun komponen-komponen investasi tersebut disajikan dalam tabel
11 dibawah ini.
Tabel 11. Komponen-komponen Investasi Pada Industri Pengolahan Ubi Kayu
SAMPEL TANAH (Rp) BANGUNAN (Rp) MESIN (Rp) JUMLAH (Rp)
Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata investasi pada tanah adalah
Rp. 122.000.000, bangunan pabrik sebesar Rp.508.000.000, dan mesin Rp.
148.000.000. Dengan total rata-rata investasi sebesar Rp.778.000.000.
Pada industri penggilingan ubi kayu terdapat komponen-komponen
investasi. Adapun komponen-komponen investasi tersebut disajikan dalam
Tabel 12. Komponen-komponen Investasi Pada Industri Penggilingan Jagung
SAMPEL TANAH (Rp) BANGUNAN (Rp) MESIN (Rp) JUMLAH (Rp)
1 2.520.000.000 200.000.000
45.000.000
2.765.000.000
2 2.400.000.000 160.000.000
45.000.000
2.605.000.000
3 1.500.000.000 80.000.000
30.000.000
1.610.000.000
4 540.000.000 150.000.000
15.000.000
705.000.000
RATA-RATA 1.740.000.000 147.500.000 33.750.000 1.921.250.000 Sumber: Lampiran 2
Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata investasi pada tanah adalah
sebesar Rp. 1.740.000.000, bangunan sebesar Rp.147.500.000, dan mesin sebesar
Rp.33.750.000. Dengan total rata-rata nilai investasi sebesar Rp. 1.921.250.000.
Biaya Produksi
Pada industri pengolahan ubi kayu yang termasuk dalam komponen biaya
adalah biaya tetap dan biaya variabel. Adapun biaya tetap dan biaya variabel
Tabel 13. Komponen Biaya Tetap dan Biaya Variabel Pada Industri Pengolahan Ubi Kayu
No. Komponen Biaya Tetap No. Komponen Biaya Variabel
1. Biaya Penyusutan Peralatan: 1. Bahan Bakar Minyak (BBM)
Penyusutan Mesin 2. Biaya Timbang
Sekop 3. Bahan Baku
Garukan 4. Goni
Parutan 5. Retribusi
Ayakan Ban Belting Pompa Bangunan
2. Air
3. Pajak Penghasilan
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5. Tenaga Kerja
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa yang termasuk komponen biaya tetap
pada industri pengolahan ubi kayu adalah biaya penyusutan, air, pajak
penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada biaya penyusutan terdapat
rincian peralatan dan bangunan yang digunakan pada industri pengolahan ubi
kayu. Untuk biaya variabel terdiri dari biaya solar, biaya timbang, bahan baku,
tenaga kerja, goni, dan retribusi.
Pada industri penggilingan jagung yang termasuk dalam komponen biaya
adalah biaya tetap dan biaya variabel. Adapun biaya tetap dan biaya variabel
Tabel 14. Komponen Biaya Tetap dan Komponen Biaya Variabel Pada Industri Penggilingan Jagung
No. Komponen Biaya Tetap No. Komponen Biaya Variabel
1. Biaya Penyusutan: 1. Goni
Mesin 2. Bahan Baku
Garukan 3. Retribusi
Bangunan 4. Bahan Bakar Minyak (BBM)
Sendok Sapu Sorongan
2. Pajak Bumi dan Bangunan
3. Tenaga Kerja
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa yang termasuk komponen biaya
tetap pada industri penggilingan jagung adalah biaya penyusutan ,Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan tenaga kerja. Pada biaya penyusutan terdapat rincian
peralatan dan bangunan yang digunakan pada industri penggilingan jagung. Untuk
biaya variabel terdiri dari biaya goni, bahan baku, tenaga kerja, retribusi, dan
Analisis Perbedaan Biaya Produksi Industri Pengolahan Ubi Kayu dengan Industri Penggilingan Jagung
Pada tabel 15 dibawah ini menunjukkan total biaya dan pendapatan untuk
industri pengolahan ubi kayu dan industri penggilingan jagung.
Tabel 15. Analisis Perbedaan Biaya Produksi dan Pendapatan Rata-rata Industri
Pengolahan Ubi Kayu dengan Industri Penggilingan Jagung (per-Tahun)
Keterangan Pengolahan Ubi Kayu Penggilingan Jagung
Biaya Tetap
Pajak Penghasilan Rp 51.000,00 -
PBB Rp 530.000,00 Rp 1.100.000,00
Air Rp 1.800.000,00 -
Tenaga Kerja Rp 67.392.000,00 Rp 103.680.000,00
Penyusutan Peralatan:
Mesin Rp 7.400.000,00 Rp 1.687.500,00
Sekop Rp 120.000,00 Rp 162.500,00
Garukan Rp 120.000,00 Rp 375.000,00
Parutan Rp 231.000,00 -
Ayakan Rp 550.000,00 -
Pompa Rp 300.000,00 -
Bangunan Rp 4.900.000,00 Rp 7.375.000,00
Ban Belting Rp 405.000,00 -
Sendok - Rp 862.500,00
Sapu - Rp 531.250,00
Sorongan - Rp 1.100.000,00
Biaya Variabel
Solar Rp 14.408.928,00 Rp 37.487.610,00
Biaya Timbang Rp 9.237.024,00 -
Bahan Baku Rp 2.147.771.808,00 Rp 4.154.851.800,00
Goni Rp 18.936.590,40 Rp 22.861.482,00
Retribusi Rp 967.458,24 Rp 1.608.148,20
Biaya produksi dapat diartikan sebagai kompensasi yang harus
dikeluarkan oleh pemilik usaha dalam menjalankan proses produksinya.
Perbedaan biaya produksi antara industri pengolahan ubi kayu dengan industri
penggilingan jagung dapat dilihat pada tabel diatas.
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa biaya produksi industri pengolahan ubi
kayu lebih besar daripada industri penggilingan jagung. Industri pengolahan ubi
kayu memiliki rata-rata biaya produksi sebesar Rp. 2.273.273.403,84 per tahun,
sedangkan industri penggilingan jagung memiliki jumlah rata-rata biaya produksi
sebesar Rp. 4.333.682.790,20. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa industri
pengolahan ubi kayu memiliki biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan
dengan industri penggilingan jagung.
Analisis Perbedaan Tingkat Pendapatan Industri Pengolahan Ubi Kayu dengan Industri Penggilingan Jagung
Setiap industri yang berorientasi profit bertujuan untuk memberikan
tambahan pendapatan bagi pemilik usaha yang mendirikan industri tersebut.
Selain bertujuan untuk mendapatkan revenue yang akan mendatangkan profit bagi
pengusaha, industri tersebut juga akan memberikan benefit bagi masyarakat
sekitar. Berdirinya industri akan membutuhkan tenaga kerja dan tenaga kerja akan
medapatkan imbalan berupa upah yang akan mereka terima sebagai imbal dari
tenaga yang mereka keluarkan.
Pada industri pengolahan ubi kayu pendapatan yang diterima merupakan
hasil dari penjualan produksi yaitu berupa tepung tapioka maupun penjualan
penggilingan jagung , pendapatan merupakan hasil pengurangan antara hasil
produksi yang berupa jagung giling dengan biaya produksi.
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata industri
pengolahan ubi kayu sebesar Rp. 315.795.260,16. Sedangkan pendapatan rata-rata
industri penggiilingan jagung sebesar Rp. 1.011.170.879,80. Dari tabel tersebut
maka dapat diketahui bahwa usaha pengolahan ubi kayu meiliki pendapatan yang
lebih kecil daripada usaha penggilingan jagung.
Analisis Kelayakan Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung
Kelayakan finansial dianalsis dengan menggunakan metode analisis
finansial dengan kriteria investasi antara lain: Net Present Value (NPV), Net
Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate Of Return (IRR).
Tabel 16 berikut ini menunjukkan nilai NPV, NET B/C, dan IRR
kelayakan industri pengolahan ubi kayu dan industri penggilingan jagung secara
finansial.
Tabel 16. Nilai Rata-rata NPV, NET B/C dan IRR Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung
No. Uraian Pengolahan Ubi Kayu Penggilingan Jagung
1 NPV 124.447.161,52 1.217.852.724,40
2 NET B/C 1,159957791 1,633885608
3 IRR (%) 25 43
Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa total nilai NPV untuk industri
pengolahan ubi kayu adalah 124.447.161,52; NET B/C adalah 1,15995 dan nilai
IRR adalah 25%. Sedangkan total nilai NPV untuk industri penggilingan jagung
adalah 1.217.852.724,40; NET B/C senilai 1,63388 dan IRR senilai 43%.
Berdasarkan kelayakan secara finansial bahwa untuk industri pengolahan
ubi kayu NPV sebesar 124.447.161,52 yang berarti NPV bernilai positif, NET
B/C sebesar 1,15995 > 1, dan IRR senilai 25 > 8% (tingkat suku bunga deposito
yang berlaku), maka pengembangan industri pengolahan ubi kayu di daerah
penelitian layak secara finansial untuk dikembangkan.
Sedangkan untuk industri penggilingan jagung didapat NPV sebesar
1.217.852.724,40 yang berarti NPV bernilai positif, NET B/C sebesar 1,63388 >
1, dan IRR senilai 43% > 8% (tingkat suku bunga deposito yang berlaku), maka
pengembangan industri penggilingan jagung didaerah penelitian layak untuk
dikembangkan.
Payback Period (PP)
Analsis Payback Period (PP) adalah analisis untuk mengetahui berapa
lama suatu usaha dapat mengembalikan tingkat investasi dalam satuan tahunan
ataupun bulanan. Tingkat payback period untuk industri pengolahan ubi kayu dan
Tabel 17. Tingkat Payback Period Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung
No. Jenis Usaha Payback Period (Bulan)
1. Pengolahan Ubi Kayu 48,5
2. Penggilingan Jagung 31
Sumber: Lampiran 12 dan 13
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa Payback Period (PP) dari industri
pengolahan ubi kayu adalah 48,5 bulan, sedangkan untuk industri penggilingan
jagung adalah 31 bulan. Dari tingkat Payback Period (PP) ini dapat diketahui
bahwa tingkat pengembalian investasi industri penggilingan jagung lebih cepat
bila dibandingkan dengan tingkat pengembalian investasi industri pengolahan ubi
kayu.
Analisis Perbandingan Biaya Produksi, Pendapatan, Tingkat Kelayakan, dan Lama Tingkat Pengembalian Investasi Antara Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung pada Skala Usaha yang Sama.
Untuk membandingkan industri pengolahan ubi kayu dan industri
penggilingan jagung maka perlu diambil sampel dari kedua industri tersebut
dengan skala usaha yang sama. Pengambilan sampel berdasarkan skala usahanya
dapat dilihat pada tabel 11 dan pada tabel 12. Maka sampel 2 pada industri
pengolahan ubi kayu yang akan dibandingkan dengan sampel 4 pada industri
penggilingan jagung karena memiliki nilai investasi yang paling dekat.
Tabel 18 berikut ini akan menunjukkan perbandingan biaya produksi,
pendapatan, tingkat kelayakan, dan lama tingkat pengembalian investasi antara
Tabel 18. Perbandingan Biaya Produksi, Pendapatan, Tingkat Kelayakan (NPV, IRR, dan NET B/C), dan Lama Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Periode) Antara Industri Pengolahan Ubi Kayu dan Industri Penggilingan Jagung Pada Skala Usaha yang Sama
No. Perbandingan Pengolahan Ubi Kayu Penggilingan Jagung
1. Biaya Produksi (Rp) 3.767.374.817,60 2.752.730.348,80
2. Pendapatan (Rp) 547.739.622 369.042.591,20
3. Tingkat Kelayakan:
NPV (Rp) 749.641.913,35 432.176.298,41
NET B/C 1,789096751 1,613016026
IRR (%) 49 42
4. Payback Periode (Bulan) 28 32
Sumber: Lampiran 15 dan 16
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa industri pengolahan ubi kayu memiliki
biaya produksi sebesar Rp. 3.767.374.817,60. Sedangkan industri penggilingan
jagung yang hanya memiliki biaya produksi sebesar Rp. 2.752.730.348,80. Dari
hal ini dapat diketahui bahwa usaha pengolahan ubi kayu memiliki biaya produksi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan industri penggilingan jagung.
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa industri pengolahan ubi kayu memiliki
pendapatan usaha sebesar Rp. 547.739.622. Sedangkan industri penggilingan
jagung memiliki pendapatan sebesar Rp. 369.042.591,20. Dari hal ini dapat
diketahui bahwa industri pengolahan ubi kayu memilki pendapatan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan industri penggilingan jagung.
Dari tabel 18 dapat dilihat tingkat kelayakan usaha dari industri
pengolahan ubi kayu yang memilki nilai NPV sebesar Rp. 749.641.913,35
sedangkan industri penggilingan jagung hanya memiliki nilai NPV sebesar
Rp. 432.176.298,41. Artinya pada industri pengolahan ubi kayu akan
sebesar Rp. 749.641.913,35 sedangkan industri penggilingan jagung hanya
mendapatkan Rp. 432.176.298,41. Maka pengembangan kedua industri ini layak
untuk dikembangkan
Dari tabel 18 dapat dilihat tingkat kelayakan usaha dari industri
pengolahan ubi kayu yang memilki nilai NET B/C sebesar 1,789096751
sedangkan industri penggilingan jagung hanya memiliki nilai NET B/C senilai
1,613016026. Hal ini berarti setiap Rp. 1 yang dikeluarkan sebagai biaya pada
industri pengolahan ubi kayu maka akan menghasilkan pendapatan sebsesar
Rp. 1,789096751; sedangkan Rp. 1 yang dikeluarkan sebagai biaya pada industri
penggilingan jagung maka akan menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 1,613016026. Maka pengembangan kedua industri ini layak untuk
dikembangkan
Dari tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk industri pengolahan
ubi kayu adalah senilai 49% > 18% (discount factor) maka pengembangan
industri ini layak untuk dikembangkan. Sedangkan pada industri penggilingan
jagung didapat nilai IRR sebesar 42% > 18% (discount factor) maka
pengembangan industri ini layak untuk dikembangkan.
Pada tabel 18 dapat dilihat bahwa payback periode untuk industri
pengolahan ubi kayu adalah selama 28 bulan, hal ini berarti lama pengembalian
investasi untuk industri pengolahan ubi kayu ini membutuhkan waktu selama 28
bulan. Sedangkan pada industri penggilingan jagung didapatkan nilai payback
periode selama 32 bulan, hal ini berarti lama pengembalian investasi untuk
Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Pengusaha
Industri Pengolahan Ubi Kayu
Dalam menjalankan industri pengolahan ubi kayu, pemilik selalu
menghadapi masalah-masalah. Masalah-masalah itu antara lain:
1. Kepemilikan modal yang terbatas
2. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku.
3. Lambatnya pencairan dana hasil dari penjualan produk.
Dari masalah-masalah diatas maka dapat diketahui bahwa dalam
menjalankan industri pengolahan ubi kayu ini tidaklah mudah. Dibutuhkan modal
yang besar dalam mejalankan industri ini. Modal yang besar akan menentukan
seberapa besar skala usaha yang akan dimiliki seorang pengusaha dan
kemampuannya untuk membeli bahan baku yang dibutuhkan dalam menjalankan
usahanya.
Kesulitan pengusaha dalam memenuhi kebutuhan bahan baku ini timbul
karena banyaknya usaha pengolahan yang membutuhkan bahan baku ubi kayu di
lokasi penelitian. Banyaknya industri pengolahan ubi kayu di lokasi penelitian,
seperti industri opak, keripik ubi, maupun industri sejenis yang juga menghasilkan
tepung tapioka, terkadang membuat para pengusaha di lokasi penelitian “berebut”
bahan baku.
Tapioka yang dihasilkan dilokasi penelitian pada umumnya dijual dalam
bentuk tapioka basah. Penjualan tapioka basah dilakukan dengan target pasar
yaitu pabrik mie tiaw yang terdapat di daerah tanjung morawa. Dalam penjualan
proses pencairan dana dari hasil penjualan produknya. Lambatnya pencairan dana
hasil penjualan produk ini menuntut pengusaha harus memiliki simpanan modal
yang dapat digunakan untuk melanjutkan proses produksi. Jika proses pencairan
dana sangat lambat, terkadang pengusaha sampai harus menunda proses produksi.
Pembeli dalam hal ini pabrik mie tiaw juga lebih menyukai membeli tapioka dari
pengusaha yang bersedia dibayar lebih lama.
Usaha Penggilingan Jagung
Dalam menjalankan industri penggiligan jagung, pemilik usaha selalu
menghadapi masalah-masalah. Masalah-masalah itu antara lain:
1. Kepemilikan modal yang terbatas
2. Kesulitan dalam pengadaaan bahan baku.
Dari masalah-masalah diatas dapat diketahui bahwa dalam menjalankan
industri penggilingan jagung ini tidaklah mudah, terdapat berbagai masalah yang
menghadang. Banyak usaha sejenis yang gulung tikar karena tidak mampu
bersaing dalam menjalankan usahanya. Kepemilikan modal akan menentukan
seberapa besar skala usaha yang dimiliki pengusaha. Skala usaha juga akan
menentukan seberapa efisien usaha tersebut dijalankan. Semakin besar skala
usaha tersebut maka akan semakin efisien usaha tersebut. Semakin besar modal
maka akan semakin banyak pula bahan baku yang dapat dibeli. Karena besarnya
produksi akan mempengaruhi besarnya pendapatan yang akan diterima oleh