BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank
Kasmir (2012:12) dalam bukunya memberikan pengertian tentang bank dan lembaga
keuangan. Secara sederhana bank diartikan sebagai “Lembaga Keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.”
Menurut Thomas (2005:1) menyatakan, “Bank adalah suatu badan yang bertujuan
untuk memuaskan kebutuhan kredit baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau dengan
uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat
penukaran baru berupa uang giral.”
Kemudian menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tanggal
10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari rumusan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: “Bank adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa di dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang, juga menghimpun dana dari masyarakat yang berkelebihan dana dan
disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.”
2.1.2 Pengertian Bank Pembangunan Daerah
Bank Pembangunan Daerah adalah bank yang pendiriannya berdasarkan peraturan
kabupaten, di wilayah yang bersangkutan, dan modalnya merupakan harta kekayaan
pemerintah daerah yang dipisahkan (Julius, 2011:137).
Bank Pembangunan Daerah merupakan salah satu bank yang ikut serta dalam
menjalankan roda perekonomian di Indonesia. Bank Pembangunan Daerah sebagai pemegang
keuangan daerah, yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1962 tentang
asas-asas ketentuan Bank Pembangunan Daerah. Saat ini jumlah Bank Pembangunan Daerah
mencapai 26 Bank dan telah memberikan kontribusi bagi perekonomian daerah. Sampai
tahun 1990an, Bank Pembangunan Daerah belum ada membuka cabang diluar wilayah
provinsinya. Namun saat ini seiring berkembangnya zaman sudah banyak daerah yang
membuka cabangnya di daerah lain sebagai adanya akibat dari tuntutan dan perubahan
strategi dari masing-masing Bank Pembangunan Daerah tersebut.
Bank selain berfungsi sebagai lembaga perantara, berperan juga sebagai pelaksana lalu
lintas pembayaran, stabilitator moneter dan juga sebagai dinamisator perekonomian disuatu
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Dari hal tersebut maka
diperlukan perbankan yang sehat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Kasmir (2012:37) pengertian menghimpun dana yaitu mengumpulkan atau
mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,
tabungan dan deposito. Kegiatan penghimpunan dana ini disebut dengan istilah funding.
Sedangkan pengertian menyalurkan dana adalah melemparkan kembali dana yang diperoleh
lewat simpanan giro, tabungan dan deposito ke masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit)
bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah. Bagi perbankan yang berdasarkan prinsip
konvensional, keuntungan utama diperoleh dari selisih bunga simpanan yang diberikan
kepada penyimpan dengan bunga pinjaman yang disalurkan.
2.2 Penilaian Kesehatan Bank Oleh Bank Indonesia 2.2.1 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Abdullah (2005:60), Capital Adequacy Ratio merupakan rasio keuangan
bank yang berguna untuk membandingkan antara jumlah modal bank dengan seluruh aktiva
yang dimiliki
.
Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bankterutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank. Semakin tinggi rasio ini
semakin besar daya tahan bank dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul
karena adanya harta yang bermasalah. Dari pernyataan diatas, Capital Adequacy Ratio
merupakan salah satu rasio perbankan yang digunakan untuk mengukur kemampuan
permodalan yang ada di suatu bank untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan
perkreditan dan lain-lain.
Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
x 100%
Bank Indonesia menetapkan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai kewajiban
penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu
proporsi tertentu dari aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Sesuai dengan Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio Capital Adequacy Ratio (CAR)
cukup baik berkisar antara 8% dan semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kesehatan
bank tersebut.
Menurut Rivai (2007:709), modal adalah faktor penting bagi bank dalam rangka
pengembangan usaha dan menampung kerugian. Agar mampu berkembang dan bersaing
dikenal dengan standar BIS (Bank for International Settlement). Modal terdiri dari modal inti
dan modal pelengkap (Susilo, 2000:28) dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Modal Inti, berupa:
a. Modal Disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
b. Agio Saham, yaitu selisih lebih setoran yang diterima olehbank akibat harga saham
yang melebihi nilai nominal.
c. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh dari sumbangan-sumbangan
saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham
tersebut dijual.
d. Cadangan umum, yaitu cadangan dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba
bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat anggota sesuai
dengan ketentuan pendirian atau anggaran masing-masing bank.
e. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota.
f. Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS
atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
g. Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun lalu setelah diperhitungkan pajak
dan belum ditetapkan penggunaannya.
h. Laba tahun berjalan, yaitu 50 persen dari laba tahun buku berjalan dikurangi pajak.
Apabila tahun berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut
2. Modal Pelengkap, berupa:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih
penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal
Pajak.
b. Penyisihan penghasilan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan
cara membebani laba rugi tahun berjalan. Cadangan ini dibentuk untuk
menampung kerugian yang mungkin timbul akibat tidak diterimanya kembali
sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif
yang dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap adalah maksimum 25 persen
dari ATMR.
c. Modal Kuasi, yaitu modal yang didukung oleh instrument atau warkat yang
memiliki sifat seperti modal.
d. Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat,
seperti ada perjanjian tertulisantara bank dan pemberi pinjaman mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia, minimal berjangka lima tahun dan pelunasan
sebelum jatuh tempo, harus ada Bank Indonesia.
Menurut Sinungan (1992:169) Aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) adalah
aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana
tercermin pada kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan
oleh bank bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot
resiko yang besarnya didasarkan pada kadar resiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri
atau bobot resiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin, atau sifat barang
jaminan.
Adapun menurut Sinungan (1992:178) langkah-langkah dalam perhitungan
1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing
aktiva yang bersangkutan dengan bobot resiko dari masing-masing pos aktiva neraca
tersebut.
2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening
administratif yang bersangkutan dengan bobot resiko masing-masing pos rekening
tersebut.
3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + aktiva administratif.
4. Rasio modal bank dapat dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank
(modal inti + modal pelengkap) dan totalATMR.
2.2.2 Return On Asset (ROA)
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2002:74) sebagai berikut yaitu “Return On Asset(ROA) adalah rasio yang mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh
dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan”.
Sedangkan menurut Lukman Syamsudin (2002:63) mengatakan bahwa “Return On
Asset (ROA) adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di
dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam
perusahaan”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas dengan
menggunakan pengukuran Return On Asset (ROA) merupakan alat untuk mengetahui
sejauhmana perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi ratio ini, semakin baik keadaan suatu
perusahaan
Adapun Return On Asset (ROA) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dari rumus diatas maka dapat dikatakan bahwa faktor yang menentukan tingkat
Return On Asset adalah jumlah laba bersih sebelum pajak dan jumlah total aktiva. Jika
jumlah laba bersih sebelum pajak yang didapat perusahaan tinggi sementara jumlah total
aktiva perusahaan rendah maka tingkat Return On Asset akan tinggi. Namun sebaliknya
apabila jumlah laba bersih sebelum pajak yang didapat perusahaan rendah sementara jumlah
total aktiva perusahaan tinggi makatingkat Return On Asset akan rendah.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, ROA
bank yang sehat ditetapkan minimal 1,25% dan semakin tinggi rasio ini maka bank tersebut
semakin baik.
2.2.3 Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif
pengelolaan perusahaan oleh manajemen (Syahyunan, 2004:83). Semakin besar persentase
ROE yang dimiliki perusahaan maka semakin besar dan efektif kinerja perusahaan dalam
menghasilkan laba. ROE diukur dengan membandingkan antara laba bersih terhadap ekuitas
yang dimiliki selama periode yang ditentukan.
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2007:74), “Return On Equity merupakan rasio untuk mengukur seberapa banyak keuntungan (laba) yang menjadi hak pemilik modal
sendiri.” Sedangkan menurut Susan Irawaty (2006:61),“Return On Equity atau yang sering
disebut dengan rate of return on net worth, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa Return On Equity adalah rasio
yang digunakan oleh para investor untuk melihat sejauhmana perusahaan dapat memberikan
keuntungan di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dengan Return On Equity
(ROE) yang tinggi, perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar
bagi para pemegang saham.
Menurut Susan Irawaty (2006;61), Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
x 100%
Dari rumus diatas maka dapat dikatakan bahwa faktor yang menentukan tingkat
Return On Equity adalah jumlah laba bersih setelah pajak dan jumlah total modal sendiri. Jika
jumlah laba bersih yang didapat perusahaan tinggi sementara jumlah total modal sendiri
perusahaan rendah maka tingkat Return On Equity akan tinggi. Namun sebaliknya apabila
jumlah laba bersih yang didapat perusahaan rendah sementara jumlah total modal sendiri
perusahaan tinggi makatingkat Return On Equity akan rendah.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, batas
bawah rasio ROE Bank yang sehat adalah berkisar antara 5% sampai 12,5% dan semakin
tinggi rasio ini maka bank tersebut semakin baik.
2.3 Economic Value Added (EVA)
2.3.1 Pengertian Economic Value Added (EVA)
Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analisis
keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut
Menurut Tandelilin (2001:195), Economic Value Added (EVA) adalah ukuran
keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi
perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik atau efektif (dilihat dari
besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin padapeningkatan harga saham
perusahaan.
Rudianto (2006:340) Economic Value Added (EVA) adalah suatu sistem manajemen
keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa
kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi
(operating cost) dan biaya modal (cost of capital)
Adapun beberapa pengertian Economic Value Added (EVA) menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut:
a. Utomo (1999:36)
Economic Value Added (EVA) adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan
perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA
memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi
keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai
pasar sebuah perusahaan.
b. Anjar V. Thakor (dalam Tunggal, 2001:1)
Economic Value (also Economic Added) = Revenue – Direct Cost (Including Taxes) – Opportunity cost of using capital = after tax profit – Opportunity cost of using
capital.
c. Glen Arnold (dalam Tunggal, 2001:2)
Economic Value Added (EVA was trademarked by Stren Stewart & Co) is a variant of
period is the amount earned by business after deducting all operating expenses and a
charge for the opportunity cosy of capital employed
Dari defenisi EVA diatas dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan tujuan
perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value dari modal yang telah ditanamkan pemegang
saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi
setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dikurangi dengan biaya modal
(cost of capital).
Perusahaan apabila memiliki nilai EVA yang positif, maka dapat dikatakan bahwa
manajemen dalam perusahaan tersebut telah mampu menciptakan nilai tambah bagi
perusahaannya, sebaliknya apabila EVA bernilai negatif, maka dinamakan dengan distructing
atau Destroying value.
Menurut Utama (1997:10) beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja
perusahaan antara lain adalah sebagai berikut:
a. EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena
penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation).
b. EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.
c. EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu memilih investasi yang memaximumkan tingkat pengembalian dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan
pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya.
Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada
prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut
(Stewart, 1993:118-119):
b. Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih besar dari
biaya modal yang ada
c. Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan.
Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti manajemen dapat
menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.
Selain itu, dengan berinvestasi ke project-project yang menerima return lebih besar daripada
biaya modal (cost of capital) yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil project
yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan.
2.3.2 Metode Perhitungan Economic Value Added (EVA)
Menurut Young & O’Byrne (2001:39), EVA sama dengan NOPAT dikurangi biaya
modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan biaya modal yaitu
modal yang diinvestasikan perusahaan (juga disebut modal atau modal yang dipakai)
dikalikan rata-rata tertimbang (weighted averageCost Of Capital).
EVA = NOPAT – (WACC x TA)
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes
WACC = Weighted Average Cost of Capital
TA = Total Asset (Total Modal yang Diinvestasikan)
Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan EVA dapat dilakukan dengan dengan
langkah-langkah, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak
memiliki utang dan tidak memiliki aset finansial. NOPAT dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Sartono,2001:100):
NOPAT = EBIT (1-Tarif Pajak)
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Tax
EBIT = Earning Before Interest and Tax
b. Weighted Average Cost Of Capital (WACC)
Weighted Average Cost Of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata tertimbang
adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan persentasi ekuitas
dan hutang dalam struktur modal perusahaan.
Dalam praktek, pembiayaan atau pendanaan yang digunakan perusahaan diperoleh
dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan
merupakan keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan.
Dimana perhitungannya dapat menggunakan rumus (Farah,2007:153) berikut :
WACC = (Wd x Kd) + (We x Ke)
Dimana :
WACC : Biaya modal rata – rata tertimbang
Wd : Proporsi hutang dalam struktur modal
Kd : Biaya hutang setelah pajak
We : Proporsi saham biasa dalam struktur modal
Ke :Tingkat pengembalian yang diinginkan
Proporsi hutang (Wd) diperoleh dengan membagi hutang perusahaandengan jumlah
hutang dan modal sendiri kemudian dikalikan 100%.
Proporsi ekuitas (We) diperoleh dengan membagi modal sendiri denganjumlah hutang
dan modal sendiri.
Dimana :
e : Proporsi modal sendiri
d : Proporsi modal hutang
c. Modal yang Diinvestasikan
Menurut Young & O’Byrne (2001:39), modal yang diinvestasikan adalah jumlah
seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak
menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti utang, upah yang akan jatuh
tempo (accured wages), dan pajak yang akan jatuh tempo (accured taxes). Modal yang
diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek
dan jangka panjang.
Modal yang diinvestasikan = Kewajiban Jangka Pendek + Kewajiban Jangka Panjang
+ Ekuitas Pemegang Saham.
Menurut Rudianto (2006:349) hasil penilaian kinerja suatu perusahaan dengan
menggunakan EVA dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yang berbeda, yaitu sebagai
berikut:
a. Nilai EVA> 0 atau EVA bernilai positif
Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah
ekonomis bagi perusahaan.
b. Nilai EVA = 0
Pada posisi ini berarti maanjemen perusahaan berada dalam titik impas. Perusahaan
tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara
c. Nilai EVA< 0 atau EVA bernilai negatif
Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses pertambahan nilai ekonomis bagi
perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak dapat memenuhi harapan para
kreditor dan pemegang saham perusahaan (investor).
2.3.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Model EVA
Menurut Abdullah (2003:142) tujuan dan manfaat penerapan model Economic Value
Added (EVA) adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Penerapan Model EVA
Dengan perhitungan EVA diharapkan akan mendapatkan hasil perhitungan nilai
ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Hal ini disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan
perhitungan biaya modal (cost of capital) yang menggunakan nilai pasar berdasarkan
kepentingan kreditur terutama para pemegang saham dan bukan berdasarkan nilai buku yang
bersifat historis. Perhitungan EVA ini juga diharapkan dapat mendukung penyajian laporan
keuangan sehingga akan mempermudah bagi para pengguna laporan keuangan diantaranya
para investor, kreditur, karyawan, pemerintah, pelanggan dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
b. Manfaat Penerapan Model EVA
Manfaat yang diperoleh dari penerapan Economic Value Added (EVA) di dalam suatu
perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Penerapan model EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai pengukur
kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value
creation)
2. Penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan
para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu
memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimumkan.
3. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur
modalnya.
4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang
memberikan pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan
atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif
menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut dengan demikian
sebaiknya diambil, begitu pula sebaliknya.
2.3.4 Keunggulan dan Kelemahan EVA
Salah satu keungulan EVA sebagai penilaian kinerja perusahaan adalah dapat
digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah
sebagai berikut (Abdullah,2003:142):
a. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban
sebagai konsekuensi investasi
b. Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari
segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para
penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran
tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan
c. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data
pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep
penilaian.
d. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada
karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat
dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts.
e. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut
merupakan ukuran praktis, mudah dihitung, dan mudah digunakan sehingga
merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan
keputusan bisnis.
Metode Economic Value Added (EVA) selain memiliki keunggulan, EVA juga
memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan EVA diantaranya adalah sebagai berikut
(Abdullah,2003:143):
a. Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur tradisional
akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah.
Penentuan biaya modal saham cukup rumit sehingga diperlukan analisis yang
lebih mendalam tentang teknik-teknik menaksir biaya modal saham.
b. EVA adalah alat ukur semata dan tidak bisa berfungsi sebagai cara mencapai
sasaran perusahaan sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertentu untuk mencapai
sasaran.
c. Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat
dipengaruhi oleh gejolak di pasar modal)
d. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
e. EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan modal
tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk menghindari risiko padahal
sebagian besar inovasi-inovasi dalam bisnis memiliki risiko yang sangat tinggi
2.4 Penelitian Terdahulu
performance assessment, EVA
menjadi kriteria penting untuk menilai kinerja manajemen.
Deskriptif PT Metrodata Electronics
Medan mampu meningkatkan nilai tambah perusahaan atau para pemegang sahamnya yang
hasilnya negatif, namun pada
tahun 2008 nilai EVA
memperoleh hasil yang posif dan untuk rasio keuangan
Deskriptif Kinerja keuangan PT SOUCI INDOPRIMA baik, hal ini ditunjukkan dengan nilai EVA dan FVA yang positif dan
Indonesia (CAR) pada Sektor Perbankan Terbuka di Indonesia
2.5 Kerangka Konseptual
Menurut Abdullah (2005:60) Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio
keuangan bank yang berguna untuk membandingkan antara jumlah modal bank dengan
seluruh aktiva yang dimiliki. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004, rasio CAR bank yang sehat adalah berkisar antara 8% dan Jika semakin
tinggi rasio bank tersebut maka semakin baik kesehatan bank tersebut dan sebaliknya.
Lukman Syamsudin (2002:63) “Return On Asset (ROA) adalah merupakan
pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, ROA bank yang sehat adalah
minimal 1,25% dan Jika semakin tinggi rasio bank tersebut maka semakin baik kesehatan
bank tersebut dan sebaliknya..
Menurut Syahyunan (2004:83) Return On Equity (ROE) merupakan bagian dari rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Jika Semakin besar
persentase ROE yang dimiliki perusahaan maka semakin besar dan efektif kinerja perusahaan
dalam menghasilkan laba. ROE diukur dengan membandingkan antara laba bersih terhadap
ekuitas yang dimiliki selama periode yang ditentukan. Berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, batas bawah rasio ROE bank yang
sehatadalah berkisar antara 5% sampai 12,5% dan semakin tinggi rasio bank ini maka
semakin baik.
Economic Value Added (EVA) sama dengan selisih antara laba operasi bersih setelah
yang positif menunjukkan tingkat pengembalian atas modal yang lebih tinggi daripada
tingkat biaya modal, hal ini berarti bahwa perusahaan mampu menciptakan nilai tambah bagi
pemilik perusahaan berupa tambahan kekayaan.Dan menurut Rudianto (2006:349) dimana,
Jika EVA > 0 atau EVA bernilai positif, pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah
berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Jika EVA = 0 atau EVA
bernilai impas. Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan berada dalam titik impas.
Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara
ekonomi. Jika EVA < 0 atau EVA bernilai negatif. Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses
pertambahan nilai ekonomis bagi perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak dapat