8 2.1.1. Pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang digunakan didalam
pelaksanaan kurikulum 2013, pembelajaran tematik lebih menekankan pada
praktik pengetahuan berbentuk tema yang dekat dengan aktivitas siswa
sehari-hari. satu hal penting yang ditekankan pada proses pembelajaran tematik adalah
proses pembelajaran yang dijalankan tidak hanya memperkenalkan pengetahuan
mata pelajaran dalam konsepi-konsepsi atau teori-teorinya yang bersifat hafalan.
Melainkan lebih menekankan dimensi afeksi, atau kepedulian dan keterikatan
siswa terhadap hal-hal nyata yang dialami siswa untuk dapat beraktivitas secara
mandiri dan menjaga hak orang lain disekitarnya (kemendikbud, 2017:7-8). Pada
hakikatnya pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
berintegrasi kedalam berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran kedalam
dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan pada proses
pembelajaran, serta integrasi dalam berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema
merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep
dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang
utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.
Pelaksanaan pembelajaran tematik berawal dari tema yang dikembangkan
oleh guru sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini lebih menekankan pada tema
sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna
belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik
dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran bertujuan untuk
mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak
adanya pemisah antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
itu, guru harus mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan
mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. pengalaman belajar yang diberikan
diharapkan dapat menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses
pembelajaran menjadi lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang
dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa bisa memperoleh keutuhan dan
kebulatan pengetahuan. Selain itu melalui penerapan pembelajaran tematik
disekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap
perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Pembelajaran tematik dalam penerapannya memiliki beberapa manfaat yaitu :
1. Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi
mata pelajaran maka akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi
dapat dikurangi bahkan bisa dihilangkan.
2. Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna hal ini dikarenakan
isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat , bukan tujuan
akhir.
3. Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
mengenai proses dan materi pelajaran yang tidak terpisah-pisah.
4. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penugasan konsep akan
semakin baik dan meningkat.
Dalam penerapannya pembelajaran tematik memiliki beberapa prinsip,
berikut prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran tematik, yaitu:
a. Prinsip dalam penggalian tema
1. Tema tidak terlalu luas sehingga mudah untuk memadukan mata pelajaran.
2. Bermakna, sehingga bisa digunakan sebagai bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya.
3. Sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Mampu menunjukkan sebagian besar minat siswa.
5. Mempertimbangkan peristiwa otentik.
6. Sesuai dengan kurikulum dan harapan masyarakat.
7. Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
1. Guru tidak bersikap otoriter dan berperan sebagai single actor yang
mendominasi dalam proses pembelajaran.
2. Pemberian tanggung jawab terhadap individu dan kelompok harus jelas dan
mempertimbangkan kerjasama kelompok.
3. Guru bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang muncul pada saat proses
pembelajaran yang tidak direncanakan.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri
disamping penilaian lain (Shobirin, 2016: 92-94).
2.1.2.Model pembelajaran Discovery Learning
Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk
menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh
dengan melalui pengamatan atau percobaan. Dicovery Learning merupakan suatu
model pembelajaran yag digunakan untuk mengembangkan cara belajar siswa
aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh
akan setia dan tahan lama dalam ingatan sehingga tidak akan mudah dilupakan
oleh siswa (Kristin, 2016: 86). Menurut Wahyudi & Siswanti, (2015: 27)
Discovery Learning merupakan proses pembelajaran dimana siswa tidak disajikan
pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri,
Discovery Learning lebih menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Menurut Hanifah., & Wasitohadi, 2017: 95)
Discovery Learning merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan
siswa untuk belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Dengan belajar
penemuan, siswa dapat berpikir analisis dan mencoba untuk memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi.
Discovery Learning sebenarnya adalah proses dari inkuiri. Discovery
Learning adalah metode belajar kognitif yang menuntut guru lebih kreatif
menciptakan situasi yang membuat peserta didik untuk belajar aktif menemukan
pengetahuan sendiri. Model Discovery Learning ini sesuai dengan teori Bruner
yang menyarankan supaya peserta didik mampu belajar secara aktif untuk
membangun konsep dan prinsip (Sani, 2014: 97-98). Menurut Maharani., &
penyampaian materinya tidak utuh, karena model Discovery Learning menuntut
siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan menemukan sendiri suatu
konsep pembelajaran.
Dalam model Discovery Learning guru hanya sebagai fasilitator. Ciri utama
dari model Discovery Learning adalah; 1) Mengeksplorasi dan memecahkan
masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan;
2) Berpusat pada siswa; 3) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan
pengetahuan yang sudah ada (Kristin, 2016: 92).
Prinsip belajar yang terlihat jelas didalam model Discovery Learning
mencakup bahan atau materi pelajaran yang akan disampaikan sampai akhir, akan
tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian siswa mengorganisasi atau
membentuk (konstruktif) apa yang mereka kethahui dan mereka pahami kedalam
suatu bentuk akhir. Dengan mengaplikasikan model Discovery Learning secara
berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu atau
siswa yang bersangkutan. Discovery Learning bertujuan untuk merubah kondisi
belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang
berbasis teacher centered menjadi student centered, mengubah model ekspositori
siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke model
disceovery dimana siswa menemukan informasi sendiri. Konsep belajar model
Discovery Learning merupakan pembentukan konsep-konsep ataupun
kategori-kategori yang dapat memberikan kemungkinan terjadinya generalisasi (Darmadi,
2017 : 108).
Adapun langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Discovery Learning
didalam kelas (Darmadi, 2017 : 113- 114). adalah :
a. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainnya).
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif
(contoh-contoh generalisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan dengan memberikan contoh-contoh, ilustrasi,
tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur topik-topik pelajaran berawal dari yang sederhana ke yang
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, dan dari tahap enaktif, ikonik
sampai ke tahap simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b. Posedur Aplikasi Model Discovery Learning
Menurut Syah, (Dalam Darmadi, 2017 : 114-117) terdapat prosedur yang
harus digunakan dalam mengaplikasikan Model Discovery Learning, sebagai
berikut :
1. Stimulation (Stimulasi atau pemberian rangsangan)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberikan
generalisasi kepada siswa agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Selain itu guru dapat memulai kegiatan proses pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran untuk membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang tertuju pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berguna untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang bisa
mengembangkan serta membantu siswa dalam mengekspolari bahan. Dalam
hal ini stimulation diberikan dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mampu menghadapkan
siswa pada kondisi internal agar mendorong eksplorasi.Dengan demikian
seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus
kepada siswa agar tujuan untuk mengaktifkan siswa dalam mengeksplorasi
dapat tercapai.
2. Problem Statement (pertanyaan atau identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah berikutnya adalah guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
salah satunya dipilih dan dirumuskan kedalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan atas pertanyaan masalah), selanjutnya
permasalahan yang dipilih itu harus dirumuskan kedalam bentuk pertanyaan
(statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang telah diajukan.
Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi serta menganalisis permasalahan yang mereka hadapi
merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (pengumpulan data)
Saat eksplorasi berlangsung guru juga memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis. Dengan begitu siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.Dalam tahap ini siswa dituntut untuk belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan begitu secara tidak sengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan suatu kegiatan untuk mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui observasi,
wawancara, dan sebagainnya kemudian ditafsirkan. Data processing disebut
juga dengan pengkodean (coding) atau kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
memperoleh pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa diarahkan untuk melakukan pemeriksaan secara cermat
dengan temuan alternatif kemudian dihubungkan dengan hasil data
processing.
6. Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi)
Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang bisa dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penugasan
pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip luas yang mendasari
pengalaman seseorang, dan pentingnya proses pengaturan serta generalisasi
dan pengalaman-pengalaman itu.
Model pembelajaran Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan
(Putrayasa, 2014 : 3) antara lain :
a) Menambah pengalaman siswa dalam belajar.
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih dekat lagi dengan sumber
pengetahuan selain buku.
c) Menggali kreatifitas siswa.
d) Mampu meningkatkan rasa percaya diri pada siswa
e) Meningkatkan kerja sama antar siswa.
Sedangkan kelemahan teori Dicovery Learning (Lefudin, 2014: 109) anatara
lain:
a) Discovery Learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi serta sistem
yang belum mendukung penemuan sendiri, sementara secara realistis
didominasi hanya menerima dari guru.
b) Semua murid belum tentu mahir untuk melakukan proses pembelajaran
menggunakan Dicovery Learning.
c) Discovery Learning kurang tepat jika diterapkan bagi murid yang kurang
mahir, sebab pengetahuan yang mereka peroleh tidak akan menambah
2.1.3.Kemampuan berpikir kreatif
Berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan berbagai macam
kemungkinan jawaban (Siswono., & Novitasari, 2015: 2). Berpikir kreatif
merupakan suatu pemikiran yang berusaha untuk melahirkan sesuatu yang baru,
dan disandarkan kepada prinsip-prinsip kemungkinan. Berpikir kreatif berkaitan
erat dengan pemikiran kritis, hanya saja pemikiran kritis merupakan pemikiran
yang sangat jauh dan mendalam sedangkan berpikir kreatif merupakan pemikiran
yang dekat (sederhana). Berpikir kreatif dapat terwujud dengan adanya beberapa sistem dan pola pandang yang mewakili salah satu kondisi otak, serta nampak
sebagai suatu pemikiran yang diarahkan oleh keinginan-keinginan dalam mencari
orisinalitas dan sesuatu yang benar-benar asli. Berpikir kreatif akan taampak jelas
dalam upaya-upaya penemuan, dan yang menuntut fleksibilitas , serta bergantung
kepada keberagaman, sehingga berpikir kreatif ini menyerupai pemecahan
masalah seperti usaha mencapai produksi kreatif.
Beberapa kemampuan berpikir kreatif menggunakan strategi dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, mengambil keputusan, dan menciptakan suatu
pemahaman. Dalam berpikir kreatif mencakup kebiasaan-kebiasaan dalam
berpikir, sebagai berikut :
a. Ikut memberikan perhatian kedalam berbagai kepentingan, terutama ketika
belum ditemukan jawaban atau solusi dengan segera.
b. Menghilangkan batasan-batasan antara wawasan dan taksiran.
c. Melahirkan, memelihara, dan mengabadikan tingkat standarisasi.
d. Menciptakan cara baru untuk melihat prinsip-prinsip luar dan batasan-batasan
tradisonal yang diikuti (Al-Khalili, 2005: 37-39).
Tiga kriteria penilaian berpikir kreatif siswa yang meliputi, kefasihan,
Tabel 2.1. Kriteria Penilaian Berpikir Kreatif
Pemecahan Masalah Komponen Kreativitas Pengajuan Masalah
- Siswa menyelesaikan
Berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator
berpikir divergen yaitu :
a. Fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide)
b. Flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi)
c. Originality (kemampuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya
tidak ada).
d. Elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide
2.1.4.Hasil belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah melewati
proses belajar (Septiyani., & Rosnita, 2018: 4). Sedangkan menurut Kristin (2016:
92) hasil belajar adalah puncak dari keberhasilan belajar peserta didik terhadap
tujuan belajar yang telah ditetapkan, hasil belajar peserta didik dapat meliputi
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku).
Berdasarkan pendapat diatas hasil belajar merupakan kemampuan baru yang
dimiliki oleh peserta didik yang didapatkan setelah melewati proses belajar sesuai
dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Hasil belajar merupakan proses yang cukup kompleks, artinya bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung, yaitu: 1) faktor
internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) faktor eksternal
meliputi: faktor lingkungan sosial dan non lingkungan sosial, serta peran siswa,
peran guru, serta model yang digunakan dalam pembelajaran (Widayanti., &
Slameto, 2016: 187). Tugas pokok tenaga kependidikan adalah mengevaluasi taraf
keberhasilan kegiatan belajar-mengajar peserta didik secara tepat (valid) dan dapat
dipercaya (reliable). Keberhasilan proses belajar mengajar tergantung pada tingkat
ketepatan, keobyektifan, kepercayaan, dan informasi yang representative. Hasil
belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar atau tes prestasi
belajar ataupun achievement test. Dalam tes hasil belajar diperlukan tes baku atau
tes standar. Dan tes hasil belajar ini biasanya disusun dan dibuat sendiri oleh guru.
Hasil belajar juga tidak lepas dengan proses belajar (Anugraheni, 2017: 249-250).
Tenaga kependidikan dapat mengungkapkan jenis hasil belajar sebagai
berikut :
a. Jenis belajar kognitif
Kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang paling sering
dipergunakan,mencakup beberapa indikator yaitu :
1. Pengamatan persepsual dengan indikator dapat menunjukkan,
membandingkan, serta menghubungkan. Hafalan atau ingatan dengan
2. Pengertian atau pemahaman dengan indikator dapat menjelaskan,
mendefinisikan dengan kata-kata sendiri.
3. Aplikasi atau penggunaan menggunakan indikator dapat menguraikan,
mengklasifikasikan.
4. Sintesis dengan indikator mampu menghubungkan, menyimpulkan dan
menggeneralisasikan.
5. Evaluasi dengan indikator mampu menginterpretasikan, memberikan kritik,
memberikan pertimbangan penilaian.
b. Jenis belajar afektif
Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang
mampu menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu, mencakup
beberapa indikator yaitu :
1. Penerimaan dengan indikator bersikap menerima, menyetujui atau sebaliknya.
2. Sambutan dengan indikator bersedia terlibat, berpartisipasi, memanfaatkan atau
sebaliknya. Cara pengungkapan melalui pertanyaan tes skala sikap, tugas dan
observasi.
3. Penghargaan atau apresiasi dengan indikator memandang penting, bernilai,
berfaedah, indah, harmonis, kagum dan sebaliknya. Cara pengungkapan
melalui skala penilaian, observasi, dan tugas.
4. Internalisasi atau pendalaman menggunakan indikator mengakui,
mempercayai, meyakinkan atau sebaliknya. Cara pengungkapannya
menggunakan skala penilaian, tugas, dan observasi.
5. Karakterisasi atau penghayatan dengan indikator melembagakan,
menjelmakan, membinasakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari.Cara
pengungkapannya observasi.
c. Jenis belajar psikomotorik
Psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh, dan tindakan yang memerlukan koordinasi antara saraf dan
otot, mencakup beberapa indikator yaitu :
1. Keterampilan bertindak atau bergerak dengan indikator koordinasi mata,
2. Keterampilan ekspresi verbal dan non verbal, menggunakan indikator gerak
dan ucapan. Cara pengungkapanya menggunakan tugas, observasi, tindakan
dan tes (Aisyah, 2015: 40-43).
2.2. Kajian hasil penelitian yang relevan.
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain :
1. Hasil penelitian Putrayasa, dkk (2014) yang berjudul ‘‘Pengaruh Model
Pembelajaran Discovery Learning dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa’’. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning dan kelompok
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. (2)
Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan
minat terhadap hasil belajar IPA siswa. Dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Discovery Learning dan minat belajar siswa
berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. (3) Pada kelompok siswa yang
memiliki minat tinggi, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan
antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery
Learning dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
pembelajaran konvensional. (4) Pada kelompok siswa yang memiliki minat
rendah, tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara
kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery
Learning dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
pembelajaran konvensional.
2. Hasil penelitian Rudyanto (2014) yang berjudul ‘‘Model Discovery Learning
dengan Pendekatan Saintifik Bermuatan Karakter untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif’’. Hasil pengembangan perangkat model
Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter mengacu
pada model pengembangan pendidikan umum dari Plomp yang terdiri atas fase
investigasi awal (preliminary investigation), fase desain (design), fase
(test, evaluation, and revision). Dari uji kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan
penerapan pembelajaran model l Discovery Learning dengan pendekatan
saintifik bermuatan karakter dinyatakan valid, praktis, dan efektif. Perangkat
pembelajaran materi bangun ruang model Discovery Learning dengan
pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan valid berdasarkan hasil
validasi para ahli. Hasil validasi ahli menunjukan rata-rata silabus berada pada
kriteria baik, RPP sangat baik, LKS sangat baik, Buku Ajar Siswa baik; dan tes
KBK berada pada kriteria baik. Sehingga perangkat dapat digunakan dalam
pembelajaran. Pembelajaran matematika materi bangun ruang dengan
menggunakan perangkat pembelajaran model Discovery Learning dengan
pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan praktis, yaitu (1). Aktivitas
guru dalam melaksanakan pembelajaran model Discovery Learning dengan
pendekatan saintifik berada pada kriteria sangat baik (2). Rata-rata aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran berada pada kriteria baik. (3).
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh bahwa persentase rata-rata respon
positif dan baik (4). Dari hasil respon siswa setelah mendapatkan pembelajaran
berada dalam kriteria sangat baik.
Pembelajaran matematika materi bangun ruang dengan menggunakan
perangkat pembelajaran model Discovery Learning dengan pendekatan
saintifik bermuatan karakter dinyatakan efektif, yaitu : (1). Kemampuan
bepikir kreatif siswa tuntas secara individual dan mencapai ketuntasan klasikal
(2). Rata-rata kemampuan berpikir kreatif kelas yang mendapatkan
pembelajaran dengan model Discovery Learning berpendekatan saintifik
bermuatan karakter lebih baik dari pada rata-rata kelas kontrol yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori (3). Adanya peningkatan sedang
kemampuan berpikir kreatif (4). Adanya pengaruh yang signifikan antara
karakter rasa ingin tahu dan keterampilan mengkomunikasikan terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa.
3. Hasil penelitian Yupita dan Tjipto, 2013 yang berjudul ‘‘Penerapan Model
upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning pada kelas IV SDN Surabaya, dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) Penerapan model pembelajaran Discovery
Learning dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran IPS di kelas
IV SDN Surabaya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari rata-rata aktivitas
guru dan persentase keberhasilan yang telah dicapai dari siklus I hingga siklus
III; 2) Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN Surabaya.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari rata-rata aktivitas siswa dan persentase
keberhasilan yang telah dicapai dari siklus I hingga siklus III; 3) Hasil belajar
siswa kelas IV SDN Surabaya pada pembelajaran IPS dengan menerapkan
model pembelajaran Discovery Learning meningkat secara signifikan.
Peningkatan ini bisa dilihat mulai dari siklus I sampai siklus III, yang
ditunjukkan dengan meningkatnya persentase klasikal yang terus meningkat
pada setiap siklusnya; 4) Kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan
pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran Discovery
Learning adalah sebagai berikut: (a) Siswa belum terbiasa dengan model
pembelajaran yang mengharuskan siswa mandiri dan aktif dalam membangun
dan mencari sendiri pemahaman mereka, (b) Siswa sangat kesulitan dalam
memilih dan menentukan sumber yang tepat untuk informasi yang mereka
butuhkan serta tidak terbiasa menganalisis informasi dari berbagai sumber
berbeda, (c) Siswa tidak terbiasa membagi tugas kelompok dengan baik, siswa
terbiasa bekerja dalam kelompok dengan hanya beberapa orang saja yang
mengerjakannya.
4. Hasil penelitian Kristin, (2016) yang berjudul ‘‘Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas 4 SD’’. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery Learning berpengaruh terhadap hasil
belajar IPS siswa kelas 4 SD. Hal ini ditunjukkan dengan hasil hitung
menggunakan signifikasi 2 tailed pada independent sample test yang telah
(0,000<0,05), karena signifikasi 2 tailed pada independent sample test lebih
kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
5. Hasil penelitian Supriyadi, (2013) yang berjudul ‘‘Peningkatan Hasil Belajar
Metode Discovery Pembelajaran IPA Kelas 4 SD N 03’’ Berdasarkan hasil
penelitian perencanaan pelaksanaan pembelajaran IPA materi bentuk daun dan
fungsinya melalui metode Discovery Learning dikelas 4 SDN 03 Sungai
Ambawang dapat ditingkatkan yang ditunjukkan dengan hasil penilaian yang
dilakukan oleh guru mitra yaitu pada siklus I sebesar 78,72 dan setelah siklus II
meningkat menjadi 97,76. Pelaksanaan bentuk dan fungsi daun melalui metode
Discovery Learning pada pembelajaran IPA di kelas 4 SDN 03 Sungai
Ambawang dapat ditingkatkan yaitu pada siklus I dengan nilai 75 dan setelah
melalui perbaikan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 95. Penerapan
metode Discovery Learning pada pembelajaran IPA materi bentuk daun dan
fungsinya di kelas 4 SDN 03 Sungai Ambawang dapat meningkatkan hasil
belajar 65,55 pada siklus I dan setelah perbaikan pada siklus II terjadi
peningkatan menjadi 75,55. Maka terjadi peningkatan hasil belajar sebesar
10%.
2.3.Kerangka berpikir
Kegiatan belajar mengajar dikelas berlangsung kurang efektif, siswa kurang
aktif dan bersemangat didalam mengikuti pembelajaran, selain itu kemampuan
berpikir kreatif siswa juga kurang hal ini dikarenakan guru menggunakan model
pembelajaran yang kurang efektif. Aktivitas yang kurang dalam pembelajaran
dikarenakan pembelajaran hanya terpusat kepada guru meskipun guru sudah
mencoba beberapaa model pembelajaran namun model pembelajaran itu kurng
efektif didalam meningkatklan aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Metode ceramah merupakan metode yang seringkali digunakan guru didalam
proses pembelajaran, dengan metode ceramah pola pembelaajaran yang berpusat
pada guru mengurangi aktivitas siswa untuk lebih aktif sedangkan siswa dituntut
untuk menguasai materi, penugasan, dan lain sebagainya.
Salah satu alternatif untuk memperbaiki pembelajaran tersebut adalah dengan
peraga, model Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang
penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap serta menuntut siswa untuk
terlibat secara aktif dalam menemukan sendiri sebuah konsep ataupun prinsip
yang belum mereka ketahui. Dengan belajar penemuan siswa akan dilatih belajar
secara mandiri dan siswa mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.
Jadi model Discovery Learning merupakan salah satu pembelajarn yang mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswsa dan pengetahuan siswa
secara seimbang. Hasil yang diharapkan yaitu, meningkatnya kemampuan berpikir
kreatif siswa serta hasil belajar siswa sesuai dengan indikator yang ditetapkan,
yaitu :
a. Presentase ketuntasan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh
predikat minimal terampil mencapai >70% dari jumlah siswa dikelas tersebut.
b. Presentase ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh nilai >60%
mencapai >75% dari jumlah siswa dikelas tersebut.
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian
2.4.Hipotesis
Berdasarkan teori pembelajaran dan hasil observasi yang telah dipaparkan
pada latar belakang dan penelitian sebelumnya, maka peneliti dapat menyusun
a. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat
peraga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar
melalui langkah-langkah sebagai berikut, menentukan tujuan, melakukan
identifikasi, menentukan atau memilih materi pelajaran, menentukan topik,
mengembangkan bahan, mengatur topik-topik pelajaran, melakukan penilaian .
b. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat
peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran
siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
c. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat
peraga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam proses
pembelajaran siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Kecamatan Tingkir Kota