6 BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Sumber Daya Air
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan dibidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia membutuhkan air untuk kebutuhan. Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya alam yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya lainnya. Air adalah sumber daya yang terbaharui, bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat (Kodoatie dkk, 2002:27).
Terdapat dua sumber daya air yaitu air bawah tanah dan air permukaan tanah. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah seperti air sungai, air waduk, air kolam, air dalam sistem irigasi dan sistem drainase serta air yang keluar dari sumber mata air. Air ini dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya untuk kebutuhan domestik, irigasi dan pertanian, pembangkit listrik, pelayaran di sungai serta industri dan pariwisata (Kodoatie dan Syarif, 2005:14).
UU No 7 Tahun 2004 Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air Iaut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adaIah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
7
guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
2.2 Sumber Mata Air Senjoyo Sebagai Arena Budaya
“SMA” Senjoyo merupakan sumber mata air penting bagi masyarkat di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Praktek pemanfaatan sumber mata air Senjoyo tidak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat (minum, mandi, cuci masyarakat). “SMA” Senjoyo merupakan pusat ritual “Kungkum” masyarakat di Jawa Tengah. Malam 1 Suro merupakan puncak ritual “Kungkum” di “SMA” Senjoyo. Masyarakat memanfaatkan berkah air “SMA” Senjoyo untuk kegiatan “Kungkum”. Setidaknya terdapat 3 ritual yang ada di “SMA” Senjoyo yakni ritual “Kungkum” Malam 1 Suro, Padusan dan Dawuhan.
Tradisi ini merupakan tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Ritual ini pada dasarnya bersandar dari tradisi yang dilakukan oleh nenek moyang masyarakat desa Tegalwaton. Tradisi yang diulang-ulang ini tanpa disadari terakumulasi dan membentuk pengetahuan masyarakat desa Tegalwaton pada umunya. Pengetahuan yang demikian disebut juga dengan modal pengetahuan. Modal pengetahuan merupakan keseluruhan kualifikasi pengetahuan yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan yang didapatkan secara turun-temurun (Fashri, 2014: 109).
norma-8
norma dan kepercayaan yang menyanggupkan para partisipan untuk bertindak bersama lebih efektif untuk mengejar tujuan-tujuan bersama (Jamil, 2015 : 24).
Beragam motivasi melatar belakangi para pelaku ritual “Kungkum” di “SMA” Senjoyo. Beragam masyarakat memanfaatkan sumber mata air Senjoyo untuk beragam keperluan. Umumnya para pelaku ritual “Kungkum” berkeinginan agar usahanya dilancarakan, kesembuhan penyakit, mencari pekerjaan hingga mencari jodoh agar dilancarkan. Fakta-fakta tersebut menunjukan ritual ini menunjukan terdapat modal-modal simbolik yang ingin dicapai oleh pelaku ritual “Kungkum”. Modal simbolik merupakan segala bentuk pengakuan diri hal ini dapat berupa prestice, status, otoritas dan bentuk legitimasi-legitimasi diri (Fashri, 2014: 109).
Keberadaan ritual di “SMA” Senjoyo menjadi berkah bagi masyarakat desa Tegalwaton. Keberadaan ritual ini menjadi komoditi ekonomi bagi masyarakat desa Tegalwaton. Ramainya pengunjung ritual sering dimanfaatkan masyarakat untuk berjualan dan menyewakan jasa tempat bagi para pengunjung yang ingin sekedar bersantai-santai di Senjoyo. Selain itu kegiatan ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat penarikan retribusi dan tiket masuk. Penarikan retribusi tiket masuk dan parker nantinya digunakan untuk pemabangunan infrastruktur di “SMA” Senjoyo. Modal ekonomi adalah segala hal yang mencakup alat produksi (mesin, tanah, buruh,materi) yang mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Fashri, 2014: 110).
Fakta-fakta diatas menunjukan arena budaya di “SMA” Senjoyo merupakan arena yang strategis. Terdapat beragam modal didalam arena hal inilah yang menyebabkan arena memiliki daya-daya tarik bagi beragam aktor. Didalam arena distribusi modal berbeda-beda. Jumlah modal bebeda-beda inilah yang menyebabkan karakteristik arena berbeda pula (Fashri, 2014: 108).
2.3 Sumber Mata Air Senjoyo Sebagai Sebuah Modal Budaya
9
masyarakat. Masyarakat Jawa pada dasarnya masih mempercayai adanya kepercayaan animisme dan dinamisme. Deskripsi tentang pandangan dunia masyarakat Jawa terpenting adalah mengenai perihal konsepsi tentang Jagad Gede dan Jagad Cilik. Selanjutnya pikiran-pikiran tersebut akan bermuara ke dalam konsep manunggaling kawulo Gusti. Masyarakat Jawa pada umunya terdapat kepercayaan bahwa dunia (jagad) diberdakan menjadi 2 konsep. Jagad Gede (bumi besar) adalah merupakan alam semsesta dan seisinya hal ini meliputi air, tanah dan udara yang menjadi tempat tinggal bagi segala makhluk hidup. Jagad Cilik (bumi kecil) menyimpan potensi luar biasa yang tidak dimiliki oleh jagad gede. Jagad cilik berupa roh, sukma yang bersifat immateri sehingga tidak terkena hukum kehancuran. Dalam pandangan masyarakat Jawa yakni manusia (mikro-kosmos) haruslah hidup selaras dengan Jagad Gede (makro-(mikro-kosmos). Pandangan harus selaras memberikan latar belakang pandangan Jawa terhadap kosmos dan sesamanya. Keselarasan dengan alam melahirkan pandangan alam sebagai yang suci, roh alam memberikan sumber-sumber penghidupan bagi manusia dibumi. Oleh karena itu manusia harus memberikan sesaji kepada roh alam yang dipersonifikasikan kedalam dewa-dewi (Suseno, 1984: 62).
Konsep Memayu hayuning Bawana adalah hamemayu ata memayu itu kata kerja, artinya 'membuat ayu' atau mempercantik, memperindah. Hayuning itu kata keadaan, artinya keadaan yang ayu, cantik atau indah. Bawana artinya benua atau bumi. Jadi arti harafiah dari memayu hayuning bawana adalah 'membuat ayu bumi yang (diciptakan) sudah dalam keadaan ayu'. Kata
'bumi' dalam hal ini mempunyai arti ganda, yaitu bumi dan isinya secara fisik atau ekosistem serta kehidupan di bumi. Memayu hayuning bawana secara utuh merupakan falsafah, tujuan dan landasan hidup manusia di bumi. Sebagai falsafah dan tujuan hidup, Memayu Hayuning Bawana menganjurkan agar manusia hidup digunakan untuk terus menerus meningkatkan kualitas hidup dan kualitas ekosistem bumi dan jagad raya. Konflik yang merugikan harus dihindari ini sebagai bentuk wujud dalam menjaga keselarasan dengan sesame makhluk hidup.
10
irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga keseimbangannya. Pranoto mongso juga digunakan masyarakat untuk menandai siklus alam. Pranoto mongso juga
menjadi penanda perubahan-perubahan alam di sekitar mereka.
2.4 Penelitia Terdahulu
Penelitaian tentang “Memahami Arena Budaya Dan Modal Budaya di „„SMA” Senjoyo, Desa Tegalwaton Kabupaten Semarang” ini terinspirasi dari penelitian terdahulu. Akan tetapi, penelitian terdahulu yang sudah dilaksanakan tidak secara spesifik menggunakan pendekatan dengan pendekatan sosiologis. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan pengelolaan „„SMA” Senjoyo.
2.4.1 “Pemanfaatan Kawasan Sumber Mata Air Senjoyo Dalam Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang”.
Penenlitian ini berdasarkan penilitan Pemanfatan Kawasan Sumber Mata Air Sennjoyo Dalam Pengembangan Wilayah Di Kecamtan Tengaran Kabupaten Semarang oleh Rahmawati. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati di kemukakan “SMA” Senjoyo menyimpan beragam potensi pemanfaatan.
Air Senjoyo dimanfaatkan sebagai air baku masyarakat Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang di distribusikan melalui dinas PDAM Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Air Senjoyo juga dimanfaatkan oleh instansi dan industri. PT Damatex merupakan perusahaan yang memanfaatkan langsung air yang berasal dari “SMA” Senjoyo. Air Senjoyo juga dimanfaatkan untuk keperluan pertanian masyarakat Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
11
Dalam sektor pengembangan lainya adalah “SMA” Senjoyo menyimpan potensi pengembangan ekonomi wisata. Potensi wisata air merupakan potensi yang dapat dikembangkan di “SMA” Senjoyo. Selain wisata air potensi yang dikembangkan adalah bumi perkemahan dan paly ground. Pemanfaatan ekonomi dari kegiatan Malam 1 Suro dan ritual Padusan juga sering dimanfaatkan Desa untuk menarik wisatawan dari luar daerah unutuk berkunjung di Senjoyo. Kegiatan ini selain sebagai kegiatan ritual budaya juga menambah pendapatan ekonomi masyarakat Senjoyo.
“SMA” Senjoyo sebagai kawasan resapan air bagi daerah Kota Salatiga. Selain itu kawasan Senjoyo juga sebagai kawasan konservasi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk melindungi kawasan “SMA” Senjoyo sebagai kawasan sumber mata air.
Penelitian Pemanfatan Kawasan Sumber Mata Air Sennjoyo Dalam Pengembangan Wilayah Di Kecamtan Tengaran Kabupaten Semarang oleh Rahmawati hanya melihat dari segi aspek pemanfaatan “SMA” Senjoyo. Dalam penelitian ini peneliti ingin membahas “SMA” Senjoyo dari perpektif yang berbeda. Peneliti inigin melihat “SMA” Senjoyo sebagai kawasan yang strategis dan diperebutkan. Hal ini dikarenakan “SMA” Senjoyo menyimpan beragam modal (sumber daya) tidak hanya modal ekonomi saja tetapi sumber modal pengetahuan masyarakat modal simbolik bahkan modal sosial.
2.4.2 Egoisme Sektoral Dan Kedaerahan Sebagai Tantangan Program Pembangunan Berkelanjutan (Kasus Pengelolaan & Pemanfaatan Sumber Mata Air Senjoyo Di Perbatasan Wilayah Kabupaten Semarang Dengan Kota Salatiga).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh J. Mardimin dikemukakan bahwa “SMA” Senjoyo merupakan sumber konflik juga antara pemerintah dengan pemerintah maupun masyarakat dengan pemerintah. Hal ini dikarenakan selain wilayah geografis yang berdekatan. Air sebagai sumber daya yang terbatas menyedot beragam kepentingan yang ingin memanfaatkan
12
Persoalan di Senjoyo selain kawasan yang sarat konflik kepentingan. Fenomena yang terjadi di Senjoyo adalah penurunan jumlah debit air yang kian menurun setiap tahun. Persoalan ini bertumpu masih banyaknya tumpang tindih kewenangan terkait dengan pengelolaan “SMA” Senjoyo.
Penelitian “Memahami Arena Budaya Dan Modal Budaya Di Dalam “SMA” Senjoyo Di Desa Tegalwaton Kabupaten Semarang” mencoba meberikan warna penelitian dengan pendekatan dan teori-teori sosiologis. Dalam penelitian ini juga ingin melihat “SMA” Senjoyo sebagai arena yang strategis dan merupakan arena perebutan sesuai dengan arena menurut Pierre Bourdieu. 2.5 Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dibawah ini dimaksudkan agar pembaca memahami bagaimana alur berpikir peneliti dalam melakukan penelitian. Gambar kerangka teori dibawah ini diambil dari berbagai sumber terkait dengan teori-teori Pierre Bourdieu.
Gambar 2.1
Kerangaka Pikir Penelitian
13
Sumber. Fauzi, Fashri. 2014. Menyingkap kuasa simbol. Yogyakarta. Jalasutra