A. LAPORAN PENDAHULUAN
1.DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah
ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2
didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen yang
masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan baik,
organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu,
gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada
kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran oksigen
dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru (alveoli), atau
ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran
gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan
menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas juga
dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun kegagalan otot-otot
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner &
Sudarth, 2010).
2. Klasifikasi
a. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam.
3. Etiologi
a. Kelainan di luar paru-paru
1) Penekanan pusat pernapasan
a) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b) Trauma atau infark selebral
c) Poliomyelitis bulbar
d) Ensefalitis
2) Kelainan neuromuscular
a) Trauma medulaspinalis servikalis
b) Sindroma guilainbare
c) Sklerosis amiotropik lateral
d) Miastenia gravis
e) Distrofi otot
3) Kelainan Pleura dan Dinding Dada
a) Cedera dada (fraktur iga multiple)
c) Efusi leura
d) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
e) Obesitas: sindrom Pickwick
b. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1) Kelainan Obstruksi Difus
a) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
b) Asma, Status asmatikus
c) Fibrosis kistik
2) Kelainan Restriktif Difus
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
b) Sarkoidosis
c) Scleroderma
d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis
h) Pneumoni yang terkonsolidasi
3) Kelainan Vaskuler Paru-Paru
a) Emboli paru-paru
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
a. Gagal nafas total
b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e. Gagal nafas parsial
g. Ada retraksi dada
h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
5. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen
menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
akut.
6. Komplikasi
a. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi
eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal).
e. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
g. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral
dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun)
dan kadar elektrolit (kalium).
2) Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia bisa
trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
3) Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
4) Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.
b. Radiologi:
1) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti
atelektasis dan pneumoni.
2) EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml,
FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal
atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan
hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris,
agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi
pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan
bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat,
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa
digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan
inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal
napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor
tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan
jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang
ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,
hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang
efektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Pemeriksaan fisik
1) System pernafasaan
Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal
Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2) System Kardiovaskuler
Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma
Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradok
3) System neurologis
Inpeksi : gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak. Bagaimana tingkat
kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
e. Pemeriksaan sekunder
1) Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural
atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup
atau disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema,
pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3) Eliminasi
Tanda : bunyi usus menurun.
4) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
5) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9) Pernafasan:
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis,
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10) Interkasi sosial
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah
terus-menerus, takut ), menarik diri. (Doengoes, E. Marylinn. 2000)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sianosis perifer
e. Gangguan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan Vasodilatasi pembuluh darah
otak