• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN B"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN

§ Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fsik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (ftria, 2009).

§ Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

§ Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fsik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol

kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.

§ Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fsik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan

perkembangan atau perampasan hak

§ Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau menyerang

§ Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fsik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif

(2)

B. PENYEBAB

1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

a. Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik

merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi

timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fght atau fight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit

seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

(3)

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

2) Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap

perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fsik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

c. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konfik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

(4)

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

C. RENTANG RESPONS MARAH

Respons kemarahan dapat berfuktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997). § Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

§ Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

§ Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

§ Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain

§ Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Respon kemarahan dapat berfuktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan

D. TANDA DAN GEJALA

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

(5)

d. Rahang mengatup e. Postur tubuh kaku f. Jalan mondar-mandir 2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak c. Mengancam secara verbal atau fsik d. Mengumpat dengan kata-kata kotor e. Suara keras

f. Ketus 3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif 4. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. 5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. 6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. 8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

(6)

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F. PROSES MARAH

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.

Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

Pathway/ Patofowdiagram Pathway Perilaku Kekerasan

G. PERILAKU

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

Menyerang atau menghindar (fght of fight)

(7)

meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai refek yang cepat.

Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fsik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.

Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konfik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.

Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan Perilaku Kekerasan

H. MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).

(8)

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakannya.

Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya

sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

I. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu: 1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan amuk.

(9)

b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL) d. Pendidikan kesehatan

J. PERENCANAAN PULANG

Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu semua rumah sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan.

Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang. Tujuan perencanaan pulang:

1. Menyiapkan klien dan keluarga secara fsik, psikologis dan sosial. 2. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.

3. Klien tidak terisolasi sosial

4. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).

K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan. Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik

sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifkasi data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data

(10)

Respons fsiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refeks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

§ Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,

menyalahkan dan menuntut. § Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifkasi penyebab kemarahan,

bagaimana informasi diproses, diklarifkasi, dan diintegrasikan. § Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

§ Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan

lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fsik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :

§ Aspek fsik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fsik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

§ Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.

§ Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. § Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

(11)

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

Pohon masalah

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan

2. Diagnosa Keperawatan

“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan” (Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

§ Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

§ Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

No

Diagnosis

Rencana Tindakan TUK/SP

(12)

Resiko perilaku kekerasan

TUM: Selama perawatan diruangan, pasien tidak memperlihatkan perilaku kekerasan, dengan criteria hasil (TUK):

§ Dapat membina hubungan saling percaya

§ Dapat mengidentifkasi penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang sering dilakukan

§ Dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK dengan cara : o Fisik

o Social dan verbal o Spiritual

o Minum obat teratur

§ Dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mencegah PK yang sesuai § Dapat memelih cara mengontrol PK yang efektif dan sesuai

§ Dapat melakukan cara yang sudah dipilih untuk mengontrl PK § Memasukan cara yang sudah dipilih dalam kegitan harian § Mendapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol PK § Dapat terlibat dalam kegiatan diruangan

Tindakan Psikoterapi a. Pasien

§ BHSP

§ Ajarakan SP I:

o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan pasien serta akibat PK

o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fsik (tarik nafas dalam & memeukul bantal)

(13)

o Diskusikan jadwal harian

o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial

o Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

§ Ajarkan SP III:

o Diskusikan jadwal harian

o Latih cara spiritual untuk mencegah PK o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian § Ajarkan SP IV

o Diskusikan jadwal harian

o Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara teratur

o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

§ Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan

§ Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai

§ Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian § Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit

b. Keluarga

· Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK · Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses terjadinya

· Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK

· Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung · Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

Tindakan psikofarmako

§ Berikan obat-obatan sesuai program pasien

§ Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum § Mengukur vital sign secara periodic

(14)

§ Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien

§ Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat

§ Lakaukan pemebtasan mekanik/fsik dengan melakukan pengikatan/restrain atau masukkan ruang isolasi bila perlu

§ Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.

Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.

Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.

Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta. Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Biaya tenaga kerja tidak langsung ( indirect labor ) adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan atau

Keputusan Bupati Bantul Nomor 576 Tahun 2014 tentang Perhitungan dan Pemberian Honor Bagi Pengelola Keuangan Daerah di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Gambar grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk medium nitrogen dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5 Frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium

suhu yang berbeda maka air melewati proses chiller terlebih dahulu. Teknologi akan ditemukan juga dalam struktur rekreasi biota.. laut dimana bangunan ini menggunakan struktur

Hasil penelitian yang didapatkan adalah sistem pengolahan data ini dapat membantu proses penginputan data peserta diklat di LP3SDM AZRA Palembang menjadi lebih mudah

Perilaku positif sebagian remaja adalah ketika ada kerja bakti (gotong royong) remaja ikut berpartisipasi denga masyarakat sekitar. Jenjang pendidikan formal di Indonesia

Pencitraan berasal dari kata citra yang berarti kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat yang adalah unsur dasar yang khas

Patogenesis dari opthalmopati terkait tiroid sebenarnya masih belum jelas, namun terdapat bukti TSH-R yang merupakan autoantigen yang diekspresikan pada orbital dan