BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP DASAR 2.1.1. Definisi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:75) gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Menurut Sudoyo Aru, dkk (2009) gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
Menurut Susan C. Semeltzer, (2016:286) gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastol) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai normal.
Menurut Daulat Manurung (2014:1136) heart failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keselruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) gagal jantung suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan.
2.1.2. Klasifikasi
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaiu:
1. Kelas 1 : penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
2. Kelas 2 : penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai aktivitas fisik terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari-hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
3. Kelas 3 : penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
4. Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malah muncul pada kondisi istirahat.
Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala: (Morton, 2012) 1. Gagal jantung akut
Timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama beberapa hari atau beberapa jam
2. Gagal jantung kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari.
Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya :
1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diastolik.
2.1.3. Anatomi Fisiologi
2.1.3.1. Anatomi sistem jantung
Menurut Syaifuddin (2016:191) sistem kardiovaskuler merupakan bagian dari tubuh yang sangat penting karena merupakan pengatur. Selain itu, sistem kardiovaskuler bertugas menyalurkan oksigen serta zat gizi ke seluruh tubuh.
Menurut Taqiyyah, dkk (2013:53) sistem sirkulasi terdiri dari atas sistem kardiovaskuler dan limfe. Sistem kardovaskuler terdiri dari struktur-struktur sebagai berikut:
1. Jantung, yang berfungsi untuk memompa darah.
2. Pembuluh darah yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju ke jaringan dan sebaliknya.
3. Cairan darah yang berfungsi mengangkut O2dan CO2, zat-zat makanan dan lain sebagainya ke jaringan dan sebaliknya.
Jantung merupakan organ muscular berongga dan pusat sirkulasi darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah ke bawah ke depan bagian kiri; basis jantung mengarah ke atas ke belakang dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta, batang arteri pulmonalis, vena kava superior dan inferior, serta vena pulmonalis. Menurut Sholeh S. Naga (2013:156) jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk yang cenderung kerucut tumpul dengan panjang sekitar 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200-425 gram, dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya, jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2.000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Gambar 2.1 : Letak Jantung (sumber http://www.google.com/search)
Jantung mempunyai beberapa lapisan, menurut Syaifuddin (2016:192): 1. Perikardium
Lapisan perikardium merupakan lapisan ganda tipis yang membungkus jantung. Diantara dua lapisan itu terdapat cairan sebagai lubrikan atau pelumas jantung secara terus menerus. Lapisan ganda tersebut adalah viseral dan parietal.
a. Perikardium fibrosum (viseral) yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada, diafragma, dan pleura.
b. Perikardium paretalis yang membatasi perikardium fibrosum sering disebut epikardium. Perikardium viseral (kavitas perikardialis) mengandung sedikit cairan yang berfungsi melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
2. Miokardium
a. Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur. Serabut-serabutnya tersusun atas dua lapisan
b. Susunan otot ventrikular: membentuk bilik janung; dimulai dari cincin atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c. Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan terdalam dari jaringan yang melapisi rongga jantung. Dinding dalam atrium diliputi oleh membran endokardium yang mengkilat; terdiri atas jaringan endotel atau selaput lendir dan licin, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
Bagian-bagian dari jantung adalah sebagai berikut.
a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh darah besar (aorta asenden, arteri/vena pulmonalis, dan vena kava superior)
b. Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul. Bagian ini dibentuk oleh unung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra, bagian apeks ini tertutupi oleh paru-paru dan pleura sinistra dari dinding toraks.
Gambar 2.2 : lapisan jantung (sumber http://www.google.com/search)
Atrium merupakan bilik jantung yang bertugas meerima darah (kebalikan dari ventrikel). Didalam atrium terdapat alur yang membatasi atrium dekstra dengan sinus venarum, disebut sulkus terminalis.
2. Ventrikel dekstra (bilik kanan)
Berhubungan dengan atrium dekstra melalui osteum atrioventrikular dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis, dinding ventrikel dekstra jauh lebih tebal dari atrium dekstra.
3. Atrium sinistra (serambi kiri)
Terdiri atas rongga utama dan aurikula; terletak dibelakang atrium dekstra membentuk sebagian besar basis (fasies posterior), dibelakang atrium sinistra terdapat sinus obliqus perikardium serosum (viseral) dan perikardium fibrosum (parietal).
4. Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal daripada ventrikel dekstra. Tekanan darah intraventrikular kiri enam kali lebih tinggi dibanding tekanan dari ventrikel dekstra.
Gambar 2.3 : struktur dan ruang jantung (sumber http://www.google.com/search)
1. Katup trikuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup ini memiliki tiga daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa ireguler yang dilapisi endokardium.
a. Bagian ujung daun katup yang mengerucut melekat pada korda jaringan ikat fibrosa, chordae tendineae (hearth string), yang melekat pada otot papilaris.
b. Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan darah di atrium kiri, daun katup trikuspid terbuka dan darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
c. Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan darah di atrium kanan, daun katup akan menutup dan mencegah aliran balik ke dalam atrium kanan.
2. Katup bikuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini melekat pada chordae tendinaea dan otot papilaris, fungsinya sama dengan fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar terletak di jalur keluar ventrikular jantung sampai ke aorta dan trunkus pulmonar. Katup semilunar terdiri dari tiga kuspis berbentuk bulan sabit, yang tepi konveksnya melekat pada bagian dalam pembuluh darah. Tepi bebasnya memanjang ke dalam lumen pembuluh.
a. Katup semilunar pulmonar terletak antara ventrikel kanan dan trunkus pulmonar.
b. Katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Gambar 2.4 : katup jantung (sumber http://www.google.com/search)
2.1.3.2. Fisiologi jantung
Menurut syaifuddin (2016:195) otot jantung mengandung serat otot khusus sebagai pencetus dan pengantar rangsangan-rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif.
1. Fungsi umum otot jantung
a. Sifat otomatis (rhythmicity). Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
b. Mengikuti hukum gagal atau tuntas. Bila impuls yang dilepas mencapai ambang rangsang otot jantung, maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal sebab susunan otot jantung merupakan suatu yang sensitif sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung. c. Tidak dapat berkontraksi tetanik. Refraktor absolut pada otot jantung
d. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot. Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu.
2. Elektrofisiologi sel otot jantung
Aktivitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran tersebut. Dengan masuknya ion-ion, maka muatan listrik sepanjang membran ini mengalami perubahan yang relatif. Terdapat tiga macam ion yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu: kalium (K), natrium (N), dan kalsium (Ca). Natrium lebih banyak terdapat didalam sel, sedangkan kalsium dan kalium lebih banyak terdapat di luar sel.
Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan positif dibagian luar sel dan muatan negative di bagian dalam sel. Ini dapat dibuktikan dengan galvanometer. Perbedaan muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan muatan dalam sel menjadi positif, sedangkan diluar rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah rangsangan sel berusaha kembali pada keadaan muatan semula proses ini dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.
Potensial aksi terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis. Potensial aksi dibagi dalam lima fase:
a. Fase istirahat: bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi).
b. Fase depolarisasi (cepat): disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam. Akibatnya muatan di dalam sel menjadi positif sedangkan di luar sel menjadi negatif.
d. Fase plato (keadaan stabil) fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa refraktor absolut dari miokard. Selama fase ini tidak terjadi perubahan muatan listrik.
e. Fase repolarisasi (cepat): pada fase ini muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur tidak mengalir lagi dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat sehingga kalium keluar dari sel dengan cepat. (syaifuddin, 2016:196)
3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja jantung
a. Beban awal: otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri berkontraksi. Beban awal berhubungan dengan panjang dan regangan otot jantung.
b. Kontraktilitas (kemampuan): bila saraf simpatis yang menuju ke jantung dirangsang, maka ketegangan keseluruhan akan bergeser ke atas atau ke kiri atau meningkatkan kontraktilitas. Frekuensi dan irama jantung juga mempengaruhi kontraktilitas.
c. Beban akhir: resistansi (tahanan) yang harus di atasi pada saat darah dikeluarkan dari ventrikel. Suatu beban ventrikel kiri untuk membuka katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama kontraksi.
d. Frekuensi jantung: dengan meningkatnya frekuensi jantung akan memperberat pekerjaan jantung. (syaifuddin, 2016:199)
4. Siklus jantung
Jantung mempunyai empat pompa yang terpisah: 2 pompa primer atrium dan 2 pompa tenaga ventrikul. Periode akhir kontraksi jantung sampai akhir kontraksi berikutnya dinamakan siklus jantung. Tiap-tiap siklus dimulai oleh timbulnya potensial aksi secara spontan. Simpul sinoatrial (SA) terletak pada dinding posterior atrium dekstra, dekat muara vena kava superior. Potensial aksi berjalan dengan cepat melalui berkas atrioventrikular (AV) ke dalam ventrikel karena susunan khusus sistem
primer bagi ventrikel dan ventrikel menyediakan sumber tenaga utama bagi pergerakan darah melalui sistem vaskular.
5. Sistem konduksi pada jantung
Hambatan impuls-impuls yang memungkinkan pengaturan irama jantung. Sistem ini modifikasi dari otot jantung disertai tenaga ritmik spontan dan disertai oleh serabut saraf tertentu.
a. Nodus sinoatrial (SA Node): suatu tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di dalam dinding atrium dekstra di ujung krista terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini impuls diteruskan ke nodus atrioventrikular.
b. Nodus atrioventrikular (AV Node): susunannya sama seperti SA node, berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronarius. Impuls-impuls diteruskan ke bundel atrioventrikular melalui berkas wenckebach.
c. Bundel atrioventrikular: mulai dari bundel AV berjalan ke arah depan pada pinggir bawah pars membranasea septum interventrikularis. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel disebut annulus fibrosus rangsangan terhenti 101 detik, selanjutnya menuju apeks kordis dan bercabang dua.
i. Pars septalis dekstra: lanjut ke arah bundel AV di dalam pars muskularis septum interventrikular menuju ke dinding depan ventrikel dekstra.
ii. Pars septalis sinistra: berjalan di antara pars membranasea dan pars muskularis sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel sinistra. Serabut-serabut pars septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut purkinje).
d. Serabut penghubung terminal (serabut purkinje): anyaman yang berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
6. Curah jantung
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Misalnya, bila jumlah darah yang dipompakan ventrikel dekstra lebih besar dari ventrikel sinistra, maka jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kirike peredaran darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung (cardiacoutput) dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel setiap kali sistole (disebut volume sekuncup atau stroke volume). Dengan demikian curah jantung = isi sekuncup x frekuensi denyut jantung permenit.
Tiap sistole ventrikel tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Pada akhir sistole 120 cc, isi sekuncup = 80 cc maka pada akhir sistole masih tersisa 40 cc darah dalam ventrikel. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu lama, tergantung pada keaktivan tubuhnya, curah jantung pria dewasa pada keadaan istirahat ±5 liter, dapat turun-naik pada berbagai keadaan. Meningkat waktu kerja berat, stress, peningkatan suhu lingkungan, dan keadaan hamil sedangkan curah jantung menurun waktu tidur.
7. Periode kerja jantung
a. Periode sistole (periode konstriksi) yaitu keadaan jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup; katup bikuspidalis da katup trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke dalam paru-paru kiri dan kanan. Darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta, selanjutnya beredar ke seluruh tubuh.
c. Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode diastole dengan periode sistole dimana jantung berhenti kira-kira101 detik.
8. Bunyi jantung
Selama gerakan jantung, dapat terdengar dua macam suara yang disebabkan oleh katup-katup yang menutup. Bunyi pertama disebabkan menutupnya katup atrioventrikel, dan bunyi kedua karena menutupnya katup aorta dan arteri pulmonar setelah konstriksi dari ventrikel. Bunyi yang pertama adalah panjang, yang kedua pendek dan tajam. Bila diletakkan stetoskop pada dada dekat dengan apeks jantung akan kedengaran bunyi lup-dub lazim disebut sebagai bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2. Bunyi jantung terjadi karena getaran udara dengan intensitas dan frekuensi tertentu.
Bunyi jantung 1 disebabkan oleh:
1. Faktor otot: pada umumnya, bila otot berkontraksi akan terjadi bunyi, demikian pula pada sistole ventrikel.
2. Faktor katup: pada saat ventrikel berkontraksi terjadi penutupan katup atrioventrikular. Penutupan daun-daun katup tersebut menimbulkan bunyi.
3. Faktor pembuluh: setelah katup semilunaris terbuka, darah akan dipompakan oleh ventrikel kiri ke aorta dan ventrikel dekstra ke arteri pulmonalis. Arus darah ini akan menggetarkan dinding pembuluh sehingga menimbulkan bunyi.
9. Sirkulasi darah
Menurut Syaifuddin (2013:132) Pembuluh darah pada peredaran darah kecil terdiri atas:
1. Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru, mempunyai 2 cabang yaitu dekstra dan sinistra untuk paru-paru yang kanan dan kiri yang banyak mengandung karbondioksida di dalam darahnya.
Pembuluh darah pada peredaran darah besar, yaitu aorta, merupakan pembuluh darah arteri yang besar. Pembuluh ini keluar dari jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendens, lalu membelok ke belakang melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma lalu turun ke bagian perut.
Jalannya arteri terbagi atas tiga bagian:
1. Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya ± 5 cm. 2. Arkus aorta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, didepan
trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis.
3. Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra torakalis IV sampai vertebra lumbalis IV.
2.1.4. Etiologi
Menurut Taqiyyah bararah, dkk (2013:76) penyebab gagal jantung kongestif dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Intrinsik:
a. Kardiomiopati. b. Infark miokard. c. Miokarditis.
d. Penyakit jantung iskemik. e. Defek jantung bawaan.
f. Perikarditis/temponade jantung. 2. Sekunder:
a. Emboli paru. b. Anemia. c. Tirotoksikosis. d. Hipertensi sistemik. e. Kelebihan volume darah. f. Asidosis metabolik. g. Keracunan obat. h. Aritmia jantung.
akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain:
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial).
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
3. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload) preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel meninggi.
4. Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload). Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran baik vena/ venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkrang dan curah jantung menurun.
6. Kelainan otot jantung. Gagal jantung yang paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
7. Aterosklerosis koroner. Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
8. Hipertensi sistemik/pulmonal. Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
9. Peradangan dan penyakit miokardium. Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
11. Faktor sistemik. Seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain: gagal jantung kiri, kipertensi paru, PPOM.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) penyebab dari gagal jantung antara lain disfugsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Sebagaimana diketahui keluhan dan gejala gagal jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan oleh adanya berbagai faktor pencetus.
2.1.5. Patofisiologi / pathway
Setiap hambatan pada aliran darah (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistem srikulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah: dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasokonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (CHF).
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Output kardiak pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlngsung lama/kronik akan dijalarkan ke kedua atriumdan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan output kardiak, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasikan beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkata aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; perubahan yang terakhir ini akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
2.1.6. Manifestasi klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2016:286) tanda dan gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan ventrikel yang mengalami gangguan. Gagal jantung kiri memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari gagal jantung kanan. Pada gagal jantung kronik, pasien bisa menunjukkan tanda dan gejala dari kedua tipe gagal jantung tersebut:
Gagal jantung kiri
1. Kongesti pulmonal: disspnea, batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa dideteksi melalui auskultasi.
2. Dispnea saat beraktivitas (DOE), ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal (PND).
3. Batuk kering dan tidak berdahak di awal, lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk berdahak.
5. Krekels pda kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels di seluruh area paru.
6. Perfusi jaringan yang tidak memadai.
7. Oliguria dan nokturia.
8. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti; gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas; kulit pucat atau dingin dan lembap.
9. Takikardi, lemah, pulsasi lemah; keletian.
Gagal jantung kanan
1. Kongesti pada jaringan viseral dan perifer
2. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegali, asites (akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan nafsu makan, mual, kelemahan, dan peningkatan berat badan akibat penumpukan cairan.
Menurut Arif Huda N, dkk (2015:20) terdapat beberapa kriteria:
1. Kriteria major
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensia vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Refluks hepatojugular
2. Kriteria minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 13 dari normal
Takikardia (>120/menit)
3. Major atau minor 2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi atas:
2.1.1.1. Terapi non farmakologi
Menurut taqiyyah bararah, dkk (2013:85) Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu:
1. Mengobati penyakit peyebab gagal jantung.
a. Pembedahan bisa dilakukan untuk:
Memperbaiki penyempitan atau kebocoran pada katup jantung.
Memperbaiki hubungan abnormal diantara ruang0ruang jantung.
Memperbaiki penyumbatan arteri koroner yang kesemuanya bisa menyebabkan gagal jantung.
b. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
c. Kombinasi obat-obatan, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap kelenjar tiroid yang terlalu aktiv.
d. Pemberian obat anti-hipertensi.
2. Menghilangkan faktor yang memperburuk gagal jantung.
Menghilangkan aktivitas fisik yang berlebihan merupakan tindakan awal yang sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung. Dianjurkan untuk berheti merokok, melakukan perubahan pola makan, berhenti minum alkohol atau melakukan olahraga ringan secra teraturuntuk memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan.
3. Mengobati gagal jantung.
2.1.1.2. Terapi farmakologi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:86)
1. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema.
2. Terapi diuretik
Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3. Terapi vasodilator
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impedansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan.
Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi beban kerja jantung.
Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.
Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravaskuler menurun.
Inotropik positif: dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
Sedati: pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi.
Menurut brunner dan suddarth (2016:287)
1. Tunggal atau kombinasi: pemberian terapi vasodilator (inhibitor ACE), penyekat reseptor angiotensin II (ARB), penyekat beta, penyekat saluran kalsium, terapi diuretik, glikosida jantung (digitalis), dan lain-lain.
2. Infusi intravena: nesiritida, milrinzne, dobutamin.
3. Obat-obat untuk mengurangi disfungsi diastolik.
4. Antikoagulan, obat-obatan untuk mengontrol hiperlipidemia (statins). 2.1.8. Komplikasi
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:87) komplikasi dapat berupa: 1. Kerusakan atau kegagalan ginjal.
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialisis untuk pengobatan.
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati.
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan anda akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan resiko terkena serangan jantung atau stroke.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1. Pengkajian
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:162) pengkajian pada pasien CHF antara lain sebagai berikut:
1. Aktivitas/istirahat Gejala :
a. Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari. b. Insomnia
c. Nyeri dada dengan aktivitas
d. Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada saat aktivitas.
2. Sirkulasi Gejala :
a. Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kanan sebelumnya b. Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia,
syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada gagal jantung kanan).
a. TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal GJK ringan/kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan/peningkatan TD) b. Tekanan nadi menunjukkan peningkatan volume sekuncup
c. Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
d. Irama jantung: sistemik, misalya; fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/takikardia blok jantung
e. Nadi apikal disritmia, misal: PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara interior kiri
f. Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
g. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau insufisiensi
h. Nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
i. Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
j. Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat k. Hepar: pembesaran/dapat teraba, reflek hepato jugularis
l. Bunyi napas: krekels, ronchi
m. Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
n. DVJ. 3. Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut, stres yang B.D penyakit/finansial Tanda : berbagai manifestasi prilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan. 4. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi Gejala :
c. Penambahan BB signifikan
d. Pembengkakan pada ekstremitas bawah e. Pakaian/ sepatu terasa sesak
f. Diet tinggi garam/ makanan yang telah di proses, lemak gula dan kafein
g. Penggunaan diuretik.
Tanda : penambahan BB cepat, distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen atau pitting).
6. Hygiene
Gejala : keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7. Neurosensori
Gejala : kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda : letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri
9. Pernapasan Gejala :
a. Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
b. Batuk dengan tanpa sputum c. Riwayat penyakit paru kronis
d. Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atai medikasi Tanda :
a. Pernapasan takipnea, napas dangkal, pernapasan laboral, penggonaan otot aksesori
c. Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan tanpa sputum
d. Sputum; mungkin bercampur darah, merah muda/ berbuih, edema pulmonal
e. Bunyi napas; mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan mengi
f. Fungsi mental; mungkin menurun, letargik, kegelisahan, warna kulit pucat/ sianosis.
10. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram dada; kongesti vena paru, redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru, kardiomegali
b. Kimia darah; hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung, BUN dan kreatinin meningkat
c. Urine; lebih pekat, BJ meningkat, Na meningkat
d. Fungsi hati; pemanjangan masa protombin, peningkatan bilirubin dan enzime hati (SGOT dan SPGT meningkat).
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:84) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektro kardiogram (EKG): hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya: takikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurime ventrikular. b. Scan jantung: tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
c. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular. d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan
e. Rongent dada: dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.
i. Analisa gas darah (AGD): gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin: peningkatan BUN menunjukanpenurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kretinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid: peningkatan aktivitas tiroid menunjukan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
2.2.2. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:165) diagnosa keperawatan pada pasien CHF yaitu:
1. Penurunan curah jantung B.d perubahan kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
Tujuan :
Diharapkan curah jantung kembali adekuat Kriteria hasil :
TTV dalam batas normal Ortopnea tidak ada Nyeri dada tidak ada
Terjadi penurunan episode dispnea Hemodinamik DBN
Intervensi :
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
Pantau TD
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan obat sesuai indikasi
Pantau EKG dan perubahan foto dada
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung.
Pantau pemeriksaan lab BUN, kreatinin
Rasional : peningkatan BUN/kreatinin hipoperfusi/gagal ginjal.
2. Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.
Tujuan :
Diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal atau peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya kelemahan dan kelelahan HB meningkat
Diaporesis berkurang/tidak ada TTV DBN
Intervensi :
Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea dan pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot Diet yang sesuai
3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas B.d perubahan membran kapiler alveolus.
Tujuan :
mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan oksigenase jaringan
kriteria hasil :
tidak terdapat tanda sianosis bunyi napas normal
nilai ABG dalam rentang normal intervensi :
Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung
Batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi Rasional : memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi oksigen miokard
Auskultasi suara napas, dan catat adanya rales (krekels) atau ronkhi di basal paru, wheezing
Observasi kecepatan pernapasan dan kedalaman pola napas tiap 1-4 jam
Monitor tanda dan gejala hipoksia (perubahan nilai gas darah; takikardi; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung, pusig, nyeri dada, sianosis di bibir.
Observasi tanda-tanda kesulitan respirasi, pernapasan cheyne stokes, segera laporkan tim medis
Rasional : terdengarnya krekels, pola napas PND atau orthopnea, sianosis, peningkatan PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal, akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri. Tanda dan gejala hipoksia mengindikasikan tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat kongesti pulmonal dampak dari gagal jantung kiri.
4. Kelebihan volume cairan B.d menurunnya laju filtrasi glomerulus/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan Kriteria hasil :
TTV dalam rentang normal Bunyi napas bersih/jelas BB stabil tidak terdapat edema Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik,
tiazid. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan.
Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer B.d stasis vena.
6. Kecemasan B.d kesulitan napas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat.
7. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan B.d anoreksia, mual dan muntah. 8. Resiko kurangnya pengetahuan mengenai program perawatan B.d tidak bisa
menerima perubahan gaya hidup baru yang dianjurkan.
9. Bersihan jalan napas tidak efektif B.d peningkatan produksi sekret, sekret tertahan, sekresi kental, peningkatan energi dan kelemahan.
2.2.3.Implementasi
Menurut effendy, implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan.
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan kliensesuai dengan kondisi saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengn tindakan yang akan dilaksanakan. Kutipan dari taqiyyah bararah dan muhammad jauhar (2013:13-14)
2.2.4.Evaluasi
Menurut Alfaro-LeFevre, evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Evaluasi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.
Hasil yang diharapkan untuk pasien dengan gagal jantung menurut Brunner dan Suddarth (2016:291)
1. Menunjukkan toleransi terhadap peningkatan aktivitas. 2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Kecemasan berkurang.