• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN BIJI SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L) TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA LANSIA PENDERITA REUMATIK DI PSTW MECI ANGI KOTA BIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN BIJI SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L) TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA LANSIA PENDERITA REUMATIK DI PSTW MECI ANGI KOTA BIMA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN BIJI SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L) TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA LANSIA PENDERITA REUMATIK

DI PSTW MECI ANGI KOTA BIMA 1Sukardin, 1Febriati Astuti, 1Ainun Jaariah

1Staf Pengajar STIKES Mataram INTISARI

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena infalamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Prevalensi reumatik di Indonesia menurut hasil penelitian mencapai 23,6% sampai 31,3%.

Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian rebusan biji seledri (Apium Graveolens L) terhadap intensitas nyeri nyeri pada lansia penderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

Desain yang digunakan Analisa komparasional. Penelitian ini dilakukan PSTW Meci Angi Kota Bima. Tehnik pengambilan sampel adalah purposif sampling dan didapatkan jumlah responden sebanyak 30 lansia yaitu dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Data dikumpulkan menggunakan lembar wawancara yang langsung ditanyakan oleh peneliti kepada lansia. Analisa data yang digunakan adalah Uji T-Tes Independent dengan α=0,05.

Dari hasil analisa data maka didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian rebusan biji seledri terhadap intensitas nyeri pada lansia penderita reumatik yang dibuktikan dengan Uji T Independent dimana didapatkan P=0,037 < α=0,05.

Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian rebusan biji seledri (APium Graveolens L) terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia. Untuk lebih mengoptimalkan pelayanan dan diharapkan kepada perawat agar dapat memberikan rebusan biji seldri kepada lansia yang mengalami nyeri reumatik.

Kata kunci : Lansia, biji seledri, rematik.

PENDAHULUAN

Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah penduduk usia lanjut secara dramatis pada abad 21. Berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 1990-2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah penduduk usia lanjut mencapai 7,29 % (sekitar 15,2 juta jiwa) dari total jumlah penduduk Indonesia.

Diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya bertambah menjadi 11,34% (Darmojo, 2006). Peningkatan jumlah Lanjut Usia yang tinggi tersebut berpotensi

menimbulkan berbagai macam

(2)

Menurut Arthritis Foundotion 2006, jumlah penderita arthritis atau gangguan sendi kronis lain di Amerika Serikat terus meningkat. Pada tahun 1990 terdapat 38 juta penderita dari sebelumnya 35 juta pada tahun 1985 Data tahun 1998 memperkirakan hampir 43 juta atau 1 dari 6 orang di Amerika menderita gangguan sendi, dan pada tahun 2005 jumlah penderita arthritis sudah mencapai 66 juta atau hampir 1 dari 3 orang menderita gangguan sendi. Sebanyak 42,7 juta diantaranya telah terdiagnosis sebagai arhritis dan 23,2 juta sisanya adalah penderita dengan keluhan nyeri sendi kronis Sedangkan prevalensi reumatik di Indonesia menurut hasil penelitian mencapai 23,6% sampai 3l,3% (Olwin, 2009).

Kasus reumatik pada PSTW Meci Angi Kota Bima berdasarkan hasil wawancara dalam studi pendahuluan pada bulan oktober tahun 2013 terdapat sebanyak 50 lansia dimana dalam 3 bulan terakhin jumlah lansian yang menderita reumatik hanya sebanayak 30 lansia tetapi saat ini lansia yang menderita reumatik sebanayak 35 lansia (70%) mengalami reumatik.

Reumatik adalah kelompok penyakit reumatologi, yang menunjukan suatu kondisi dengan nyeri dan kaku yang menyerang anggota gerak atau sistem muskuloskeleton, yaitu sendi, otot, tulang

maupun jaringan yang di sekitar sendi (Wijayakusuma, 2008). Reumatik merupakan salah satu penyebab nyeri sendi, khususnya sendi-sendi kecil di daerah pergelangan tangan dan jari-jari. Keluhan kaku, nyeri dan bengkak akibat penyakit reumatik dapat berlangsung terus-menerus dan semakin lama semakin berat tetapi ada kalayan berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan pengobatan. Namun demikian, kebanyakan penyakit reumatik berlangsung kronis, yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap, Keluhan kaku dan nyeri sendi pada penyakit reumatik adakalanya disertai oleh perasaan mudah lelah (Olwin 2007).

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping yaitu gangguan gastrointestinal misalnya heartburn (Kozier, 2004).

(3)

digunakan untuk radang sendi, encok, dan terutama untuk reumatoid (Barnes, dkk 2005).

Dari hasil penelitian terdahulu dilaporkan bahwa tanaman seledri (Apium graveolens L) memiliki kandungan senyawa terpenoid dan flavonoid (Yao et al. 2009; Zhou et al. 2009). Pada penelitian terdahulu terbukti bahwa flavonoid memiliki aktivitas sebagai anti aterosklerosis, anti inflamatori, antioksidan dan antihipertensi (Gross, 2004).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Pengaruh pemberian rebusan biji seledri(Apium graveolens L) terhadap perubahan intensitas nyeri persendian pada lansia yang menderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima. Dari latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yang merupakan fokus penelitian ini, yaitu: “Apakah pemberian rebusan biji seledri (Apium graveolens L) mempengaruhi intensitas nyeri pada lansia penderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima?”

TUJUAN PENELITIAN 1.Tujuan Umum

Tujuan umum adalah untuk mengetahui Pengeruh pemberian rebusan biji seledri(Apium graveolens L) terhadap intensitas nyeri pada lansia penderita

reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi intensitas nyeri

sebelum diberi rebusan biji seledri pada lansia penderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri sesudah diberi rebusan biji seledri pada lansia penderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

c. Menganalisa Pengaruh pemberian rebusan biji seledri terhadap intensitas nyeri pada lansia penderita reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

METODE PENELITIAN

Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah kelayan lansia yang mengalami nyeri reumatik yang tinggal di PSTW “Meci

Angi” Kota Bima yaitu sebanyak 35 orang. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013). Berdasarkan

studi pendahuluan di PSTW “Meci Angi”

(4)

yang menderita reumatik sebanyak 35 lansia terdapat beberapa lansia yang menderita reumatik memasuki kriteria inklusi, dari kriteria inklusi maka terdapat kelompok perlakuan dengan jumlah sampel yaitu 15 lansia dan kelompok kontrol sebanyak 15 lansia jadi terdapat 30 jumlah sampel dalam penelitian ini.

Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Tehnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2008).

Pada penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan tehnik Non Probability Sampling dengan purposive sampling, dimana pengambilan sampel ini berdasarkan tujuan tertentu, subyek yang diambil merupakan yang paling banyak mengandung ciri-ciri pokok populasi (Arikunto, 2010).

RANCANGAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan biji seledri (Apium grsveolens L) terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia. Atas dasar tujuan tersebut maka peneliti

menggunakan rancangan Pra

Eksperimental dengan desian penelitian one group pretest-posttest design control

(pra-pasca tes dalam satu kelompok kontrol).

Ciri dari tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan dua kelompok subyek. Kelompok subyek diwawancara sebelum dilakukan intervensi, kemudian diwawancara sehari setelah intervensi (Nursalam, 2008).

Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji T-Test independen dengan bantuan komputer dengan bantuan program spss versi 16.0

HASIL PENELITIAN

Tabel. 1.1 Intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah diberikan reusan biji seledri (Apium Graveolens L).

No

Intensitas

nyeri

Pre test Post test

n % n %

1 0 0 0 7 47

2 2 4 27 0 0

3 3 2 13 1 7

4 4 1 7 4 27

5 5 2 13 2 13

6 6 2 13 1 7

7 7 2 13 0 0

8 8 2 13 0 0

Jumalah 15 100 15 100

(5)

pemberian rebusan biji seledri adalah nyeri ringan dengan intensitas nyeri 1 tidak ada, intensitas nyeri 2 sebanyak 4 lansia (27%), intensitas nyeri 3 sebanyak 2 lansia (13%), nyeri sedang dengan intensitas nyeri 4 sebanyak 1 lansia (7%), intensitas nyeri 5 sebanyak 2 lansia (13%), intensitas nyeri 6 sebanyak 2 lansia (13%), dan nyeri berat terkontrol dengan intensitas nyeri 7 sebanyak 2 lansia (13%), dan intensitas nyeri 8 sebanyak 2 lansia (13%). Sedangkan setelah pemberian rebusan biji seledri adalah tidak ada nyeri dengan intensitas nyeri 0 sebanyak 7 lansia (47%) dan nyeri ringan dengan intensitas nyeri 3 sebanyak 1 lansia (7%), intensitas nyeri 4 sebanyak 4 lansia (27%), intensitas nyeri 5 sebanyak 2 lansia (13%), dan intensiatas nyeri 6 sebanyak 1 lansia (7%).

Tabel 1.2. distribusi responden berdasarkan intensitas nyeri reumatik pre-test dan post-pre-test pada kelompok kontrol.

No Intensitas nyeri

Pre test Post test

n % n %

1 0 0 3 20

2 1 2 13 2 13

3 3 5 33 4 27

4 4 1 7 0 0

5 5 2 13 0 0

6 6 3 20 4 27

7 8 2 13 2 13

Jumlah 15 100 15 100

(6)

Tabel 1.3. Selisih intensitatas Nyeri Sebelum dan Sesudah diberikan Rebusan Biji seledri (Apiu Graveolens L) pada Lansia Penderita Reumatik di PSTW Meci Angi Kota Bima.

Kelompok No Skor

pre-test Skor post-test Selisih P E R L A K U A N

1 4 0 4

2 2 0 2

3 8 6 2

4 6 4 4

5 3 0 3

6 5 3 2

7 2 0 2

8 2 0 2

9 5 4 1

10 2 0 2

11 3 0 3

12 7 4 3

13 7 5 2

14 6 4 2

15 8 5 3

K O N T R O L

16 8 3 5

17 3 3 0

18 6 6 0

19 1 1 0

20 1 1 0

21 5 8 3

22 6 6 0

23 8 3 5

24 5 8 3

25 3 0 3

26 3 0 3

27 6 6 0

28 4 6 2

29 3 3 0

30 3 0 3

Uji Hipotesis

Berdasarkan uji T test Independen ada pengaruh pemberian rebusan biji seledri (Apium graveolens L) terhadap intensitas nyeri dengan P=0,037 <

α=0,05

Pembahasan

Setelah dilakukan analisa data dan melihat hasil yang telah diperoleh, beberapa hal yang perlu dibahas antara lain:

1. Intensitas nyeri pada lansia penderita reumatik sebelum dan setelah diberikan rebusan biji seledri (ApiumGraveolens L) pada kelompok perlakuan.

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang mengalami nyeri ringan saat pre-test, 4 lansia dengan tingkat nyeri 2, 2 lansia dengan intesitas nyeri 3, pada nyeri sedang 1 lansia dengan intensitas nyeri 4, 2 lansia dengan intensitas 5, 2 lansia denagan intensitas nyeri 6, pada nyeri berat terkontrol 2 lansia dengan intensitas nyeri 7, dan 2 lansia dengan intensitas 8. Namun setelah diberikan rebusan biji seledri (Apium Graveolens L) terjadi penurunan tingkat nyeri antara lain: tidak ada nyeri 7 lansia dengan intensitas nyeri 0, dan yang mengalami nyeri ringan yaitu 1 lansia dengan intensitas nyeri 3, pada nyeri ringan 4 lansia dengan tingkat nyeri 4, 2 lansia dengan intensitas nyeri 5, dan 1 lansia dengan intensitas nyeri 6.

Terjadinya penurunan nyeri sendi pada lansia pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan Pendidikan.

(7)

pada umur ≥70 tahun. Ini berarti bahwa

semakin matang usia seseorang maka semakin matang pula perkembangan pola pikirnya terutama dalam bereaksi terhadap nyeri (mengatasi nyeri) (potter and Perry, 2005). Selain itu dalam Stuart and Sunnden (1995) mengatakan bahwa semakin tinggi usia seseorang maka jiwanya semakin matang terutama dalam meminimalkan rasa nyeri.

Selain itu menurut Hurlock, 1990 dalam saipul Nur (2003), memperkuat pendapat tersebut, yang menyatakan bahwa dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tingkat kedewasaannya, hal ini akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa dalam mempersepsikan rasa nyeri.

Dilihat dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa wanita lebih banyak mengalami nyeri persendian dari pada pria. Pada perempuan lebih sering terjadi reumatik seperti radang sendi (arthritis), sendi tulang yang keropos (osteoporosis), dan osteoartritis yang mengakibatkan nyeri sendi pinggang karena pada perempuan terjadi perubahan metabolik, meliputi penurunan estrogen pada menopause dan penurunan aktivitas yang mengakibatkan hilangnya masa tulang (osteoporosis). Dengan adanya osteoporosis tersebut tulang menjadi rapuh dan mudah patah, disebabkan oleh bayaknya kalsium atau

kapur yang hilang. Selain itu juga mangalami patah tulang pergelangan , juga patah tulang belakang dan sendi panggul setelah 65 tahun (Aspiani, 2008). Selain itu juga perempuan memiliki emosi yang labil sehingga lebih cepat stress dan dapat meningkatkan ansietas, dimana nyeri dapat meningkat dengan meningkatnya ansietas.

Dilihat dari tabel 4.3 bahwa yang mengalami nyeri paling banyak yaitu lansia yang tidak sekolah, hal ini membuktikan bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat nyeri sendi pinggang. Individu yang berpendidikan akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang tidak berpendidikan, sehingga dapat mengeliminir rasa nyeri yang terjadi. Menurut Nursalam (2001) bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2. Analisa Pengaruh Perubahan Intensitas

Nyeri Terhadap Penurunan nyeri pada Lansia Penderita Reumatik.

Berdasarkan analisa

menggunakan SPSS didapatkan nilai P < α

(8)

pada lansia penderita reumatik menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan rebusan biji seledri (Apium Graveolens L) terhadap intensitas nyeri pada lansia penderita reumatik. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalimatha (2008) yang menyatakan bahwa rebusan biji seledri (Apium Graveolens L) dapat meringankan nyeri penderita reumatik dengan pemberian 1,3g biji seledri yang kemudian direbus menggunakan air sebanyak 2 liter sehinggan menyisakan air rebusan sebanyak 200ml dan di minum 3 kali dalam sehari.

Dalam teori gate control dari

Melzack dan Wall (1965) mengatakan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan di sepanjang sistem

saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa

impuls nyeri dihantarkan saat sebuah

pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat

sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup

pertahanan tersebut merupakan dasar teori

menghilangkan nyeri.

Saat terjadi nyeri suatu

keseimbangan aktivitas dari neuron sensori

dan serabut kontrol desenden dari otak

mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A

dan C melepaskan substansi P untuk

mentranmisi impuls melalui mekanisme

pertahanan. Selain itu, terdapat termoreseptor,

neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih

cepat yang melepaskan neurotransmiter

penghambat. Apabila masukan yang dominan

berasal dari serabut beta-A, maka akan

menutup mekanisme pertahanan. Namun,

apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut delta A dan serabut C, maka akan

membuka pertahanan tersebut dan klien

mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika

impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat

pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang

memodifikasi nyeri.

Pada tahap modulasi nyeri/pada

jalur desenden, efek dari air hangat

(termoreseptor) pada alur saraf desenden dapat

melepaskan opiat endogen, seperti endorfin

dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami

yang berasal dari tubuh yang dapat

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.

Neuromedulator ini menutup mekanisme

pertahanan dengan menghambat pelepasan

substansi P yang dapat mengurangi nyeri

bahkan menghentikan nyeri (Potter and Perry,

2005).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1.Berdasarkan hasil pengukuran tingkat

(9)

2.Setelah pemberian rebusan biji seledri

pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terdapat tingkat yang paling tinggi pada kelompok perlakuan yaitu tingkat 0 dengan 47% sedangkan pada kelompok control yaitu tingkat 3 dengan 26,67% dan pada tingkat 6 dengan 26,67%.

3.Ada pengaruh yang signifikan antara

pemberian rebusan biji seledri (APium Graveolens L) terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia dengan P=0,037.

DAFTAR PUSTAKA

Adelta. 2011. Skala Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Nyeri Rematik

.(online)(Http://Artikel-Reumatik.com:12 desember 2011). Alabi Suhari. 2008. Pengaruh Pemberian

Senam Lansia Terhadap

Penurunan Keluhan Nyeri Sendi di Wilayah Kerja Aikmel.

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.

Astawan. 2010. Hipnotik Biji Seledri (Apium Graveolens L.) .(online)(Http://seledri.com.02 oktober 2011).

Aziz A. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Salemba Medika, Jakarta.

.2002. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika. Jakarta.

Dalimartha S. 2008. Herbal Untuk Pengobatan Reumatik, Penebar Swadaya, Depok.

.2005. 96 resep untuk diminum dan Pemakaian Luar, Penebar Swadaya, Depok.

Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3, Balai Pustaka FKUI, Jakarta.

Guyton, Arthur C; Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa Indonesia : Irawati Setiawan Edisi 9, EGC, Jakarta. Gross, 2004.the effect of multiple

fractions of celery root (apium Graveolens l.) On blood pressure of hypertension rats, (online) (http://www.foxitsoftware.com for evaluation only.com pada 24 oktober 2006).

Hutapea, R. 2006. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Rineka Cipta, Jakarta. Jupiter. 2008. Resep Alami dari Pakar

herbal, Sehat Keluarga, Depok. Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002.

Common Fundation Studies In Nursing, Third Edition, Churchill Livingstone, USA.

(10)

Trivolia Linn) Terhadap Perubahan Status Nyeri pada Lanjut Usia yang Menderita Gangguan MuskulosSkeletal di Dusun Lela Kecamatan Asakota Kota Bima.

Kozier Barbara : Glenora ERb : Audry Berman : Shirlee J. Snyder. 2004. Fundamental Nursing : Concept and Procedures. Pearson Prentice Hall. USA.

Lueckkeenotte, S.G. 1996. Gerontology Nursing, Mosby, Philadephia. Nugroho, W. 2000. Keperawatan Lanjut

Usia, EGC, Jakarta.

Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi III,Salemba Medika. Jakarta. Olwin.2007. Http://Artikel-Prevalensi

dan Determinan Penyakit Reumatik di Indonesia.com .(online)(

Http://Artikel-Reumatik.com, Maj Kedokteran Indonesia, Volume:59, Nomor:12 Desember 2009.

Potter, Patricia A; Anne Griffin Perry. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2, Renata Komalasari (penterjemah), 2005, EGC, Jakarta.

Reny yuliaspiani.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Geriatri, Selong NTB.

Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Wijuaya Kusuma.2008.Atasi Asam Urat Dan Reumatik, Puspa Swara, Depok.

Gambar

Tabel 1.2. distribusi responden
Tabel 1.3. Selisih intensitatas Nyeri

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tugas pokok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yai - tu melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan Standar Nasional

Konsep kearifan lokal juga terdapat dalam seni aksitektur rumah adat suku-suku Indonesia. Biasanya rumah adat dibangun dengan menyelaraskan alam sekitarnya. Bentuk rumah

Di dalam catatan sejarah diungkapkan bahwa konsep negara hukum dap&amp;j dibedakan menurut konsep Eropa Kontinental yang biasa dikenal denjan Rechtstaat dan

Beberapa motivasi yang mendorong earnings management antara lain informasi earnings atau laba banyak digunakan oleh para investor dan kreditur dalam membuat

B Kali Code Sebagai Kawasan Wisata Alternatif Budidaya bebek yang

Sewaktu memandu terutamanya ketika di luar daerah, jika kenderaan anda terkandas dan keadaan memerlukan anda untuk bermalam sementara kerja pembaikian di jalankan, jika perlu

Hasil positif ini terindikasikan di dalam teori Ryff dan Singer (1996) yang menyebutkan bahwa seorang yang memiliki PWB tinggi; akan memiliki karakteristik

6.341.204 per Ha lebih besar dibandingkan dengan rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani bukan penangkar yaitu sebesar Rp.. Perbedaan biaya tenaga kerja