• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Syaraf (Fatimah NJ – 1610221007)(1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laporan Kasus Syaraf (Fatimah NJ – 1610221007)(1)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

“HNP DENGAN KOINSIDENSI TUMOR SPINAL”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf

Diajukan Kepada:

Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc

Disusun Oleh:

Fatimah Nur Janah 1610221007

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

LAPORAN KASUS

5. Alamat : Kalibendo 4/1 Candi, Bandungan

6. Pekerjaan : Ibu rumah tangga dengan aktivitas ringan

7. Pendidikan : SMA

8. Status : Menikah

9. No CM : 148xxx-20xx

10. Tanggal pemeriksaan:23 September 200018 di poli saraf RSUD Ambarawa

B. DATA DASAR

Dilakukan autoanamnesis, 30 September 2018 di rumah pasien. 1. Keluhan Utama : kedua kaki tidak terasa

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Kira-kira 6 tahun sebelum pemeriksaan, Ny. T usia 51 tahun mengeluh nyeri pada pinggang kanan. Bila diberi skala nyeri, pasien memberikan skala 5 pada nyeri yang dirasakannya. Nyeri muncul diperberat saat pasien kelelahan dan terasa dingin. Keluhan nyeri menjalar sampai ke tungkai atas dan tungkai bawah kaki kanan bagian luar pasien. Pasien berobat ke DKT dan dikatakan mengalami syaraf kejepit. Pasien berobat selama 2 tahun tetapi tidak ada perubahan. Kedua kaki dapat bergerak. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB, kesemutan (-). Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran, kejang dan bicara pelo.

(3)

memutuskan untuk berobat ke dokter ahli syaraf di daerah Ungaran dan dikatakan pasien mengalami syaraf kejepit. Pasien juga merasa tidak mengalami perubahan. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB. Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran dan bicara pelo.

Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien berobat ke poli syaraf RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri pada pinggang yang menjalar ke kedua kaki dan terasa kesemutan pada kedua kaki, pasien merasa sulit untuk berjalan, pasien juga mengeluhkan penurunan berat badan dari berat badan awal sekitar 56 kg sekarang berat badan sekitar 45 kg. Pasien merasakan nafsu makan berkurang. Saat di Poli Syaraf RSUD Ambarawa dilakukan rontgen vertebra lumbosacral dan pasien didiagnosis paraparese inferior, akhirnya diputuskan untuk di rujuk ke RS dr.Kariadi untuk menjalani pengobatan lebih lanjut dan MRI. Di RS dr. Kariadi di diagnosis dengan tumor spinal, Pengobatan yang sudah dilakukan adalah operasi untuk pengangkatan tumor spinal serta obat pasca operasi yang diberikan adalah Gabapentin, natrium diklofenak, Vit B1,B6,B12, fisioterapi.

Pasien kontrol kembali ke poli syaraf RSUD Ambarawa (23 September 2018) dengan keluhan kedua kaki pasien mulai dari paha sampai telapak kaki tidak terasa dan nyeri, pasien tidak bisa berjalan post operasi. Nyeri dirasakan hilang timbul dan biasanya timbul saat malam hari. Pasien merasa BAK dan BAB tidak dapat terkontrol. Pasien masih menjalani fisioterapi rutin sampai saat ini. Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran, kejang dan bicara pelo.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat tumor, kanker : disangkal

Riwayat trauma : diakui 6 tahun yang lalu, pasien terpeleset dan jatuh terduduk

(4)

5. Riwayat Pribadi :

Riwayat merokok : disangkal Riwayat minum alkohol : Disangkal Riwayat konsumsi obat : disangkal

6. Sosial Ekonomi :

Sebelumnya pasien bekerja sebagai tukang sayur dengan jam kerja kurang lebih 8 jam dalam sehari. Pasien mengaku sering mengangkat beban berat, sejak timbul keluhan pasien tidak bekerja lagi Pasien terdaftar sebagai peserta BPJS PBI. Pasien tinggal bersama dengan suami dan dua anaknya. Biaya hidup ditanggung oleh suami dan anak pertamanya. Kesan ekonomi kurang.

7. Anamnesis Sistem :

- Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (-), muntah (-), pingsan (-), kelemahan anggota gerak (+) di kedua kaki, perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan (+), baal (+)

- Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)

- Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-) - Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB tidak terkontrol

- Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (+) pada ekstremitas bawah

- Sistem Integumen : Ruam merah (-) - Sistem Urogenital : BAK tidak terkontrol

C. RESUME ANAMNESIS

(5)

bergerak. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB, kesemutan (-). Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran, kejang dan bicara pelo.

Setelah itu 3 tahun yang lalu, pasien merasakan nyeri pada kedua kaki, kaki terasa kesemutan dan pasien merasa kakinya melemah. Keluhan dirasakan hilang timbul, berlangsung selama beberapa menit kemudian hilang, membaik saat pasien beristirahat dan memburuk ketika pasien beraktivitas berat dan kelelahan. Pasien mengaku mengkonsumsi jamu dan madu sebanyak 2 kali sehari selama 3 bulan untuk mengurangi rasa sakit. Pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya dan keluhan ini sangat mengganggu aktivitas dan kualitas tidurnya. Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke dokter ahli syaraf di daerah Ungaran dan dikatakan pasien mengalami syaraf kejepit. Pasien juga merasa tidak mengalami perubahan. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB. Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran dan bicara pelo.

Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien berobat ke poli syaraf RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri pada pinggang yang menjalar ke kedua kaki dan terasa kesemutan pada kedua kaki, pasien merasa sulit untuk berjalan, pasien juga mengeluhkan penurunan berat badan dari berat badan awal sekitar 56 kg sekarang berat badan sekitar 45 kg. Pasien merasakan nafsu makan berkurang. Saat di Poli Syaraf RSUD Ambarawa dilakukan rontgen vertebra lumbosacral dan pasien didiagnosis paraparese inferior, akhirnya diputuskan untuk di rujuk ke RS dr.Kariadi untuk menjalani pengobatan lebih lanjut dan MRI. Di RS dr. Kariadi di diagnosis dengan tumor spinal, Pengobatan yang sudah dilakukan adalah operasi untuk pengangkatan tumor spinal serta obat pasca operasi yang diberikan adalah Gabapentin, natrium diklofenak, Vit B1,B6,B12, fisioterapi.

(6)

dan bicara pelo..

Riwayat trauma diaku sekitar 6 tahun lalu. Sebelumnya pasien bekerja sebagai tukang sayur dengan jam kerja kurang lebih 8 jam dalam sehari. sejak timbul keluhan pasidn tidak bekerja lagi Pasien terdaftar sebagai peserta BPJS PBI. Pasien tinggal bersama dengan suami dan dua anaknya. Biaya hidup ditanggung oleh suami dan anak pertamanya. Kesan ekonomi kurang.

D. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : Paraplegia inferior, gangguan miksi, gangguan defekasi, nyeri, paraparestesia, parahipestesia

Diagnosis Topis : Medulla spinalis

Diagnosis Etiologi :

o Degeneratif dd HNP

o Neoplasma dd tumor spinal o Infeksi dd tuberkuloma spinal E. DISKUSI 1

Hasil anamnesis pasien didapatkan adanya kedua kaki pasien sulit digerakkan sama sekali sejak 3 bulan post operasi, sebelum keluhan tersebut muncul pasien merasakan punggung nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum diikuti dengan kaki kesemutan tetapi hilang timbul. keluhan tersebut juga disertai penurunan sensibilitas saat diberikan rangsangan. Kelemahan yang terjadi pada pasien dapat disebut plegia karena anggota gerak bawah pasien sama sekali tidak dapat digerakkan. Pada pasien ini terjadi plegia di kedua sisi anggota gerak bawah sehingga disebut paraplegia inferior. Pasien juga mengeluh kurang terasa rabaan pada kedua kaki, sehingga disebut parahipestesia inferior.

Pada pasien ini tidak mengarah ke lesi di otak, melainkan cenderung lesi di medula spinalis. Lesi di otak akan mengakibatkan kelainan di salah satu sisi tubuh dan seringkali disertai gangguan fungsi luhur, sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan hal-hal tersebut. Kelainan pada pasien berupa kelemahan di kedua anggota gerak bawah yang sering terjadi pada lesi di medula spinalis. Dapat juga menyebabkan tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis.

(7)

Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis.

Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis.

HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis,

Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.

Gambar 1. Penampang korpus vertebra. 2. Epidemiologi

Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.

(8)

tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut.

3. Anatomi dan Fisiologi

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan korpus vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus.

Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.

Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra.

Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah kapiler.

(9)

Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.

a. Patomekanisme 1. Proses Degenaratif

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak).

2. Proses Traumatik

(10)

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu:

1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.

2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.

3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.

Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis posterior

Gambar 4. Grading dari Hernia Nucleus Pulposus Berdasarkan

MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium :

(11)

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.

3. Faktor Resiko

Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP a. Usia

Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.

b. Trauma

Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh.

c. Pekerjaan

Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP

d. Gender

Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.

4. Gambaran Klinis

(12)

5. Penegakan Diagnosis a. Anamnesis

Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya. Pertanyaan itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan intervalnya; lokasi nyeri; kualitas dan sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri; memperberat nyeri; dan meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula pekerjaan, riwayat trauma.

b. Pemeriksaan Neurologi

Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.

 Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.

 Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.

Pemeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.

Gambar 5. Level neurologis yang terganggua sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik. Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah :

(13)

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.

b. Straight Leg Raise (Laseque) Test:

Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf lumbar.

c. Lasegue Menyilang

Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis timbul pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.

d. Tanda Kerning

Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda kerning positif.

e. Ankle Jerk Reflex

Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L5-S1.

f. Knee-Jerk Reflex

Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4.

6. Diagnosis Penunjang a. X-Ray

(14)

akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.

b. Mylogram

Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis

c. MR

Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi

Gambar 6. MRI dari columna vertebralis normal (kiri) dan mengalami herniasi (kanan)

d. Elektromyografi

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

7. Penatalaksanaan

(21)

a. Terapi fisik pasif

Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung bawah akut, misalnya:

 Kompres hangat/dingin

Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin.

 Iontophoresis

Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.

 Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)

Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak

 Ultrasound

Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.

b. Latihan dan modifikasi gaya hidup

Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan. Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat

(22)

Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien. Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.

c. Terapi Farmakologis

 Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)

Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.

 Obat pelemas otot (muscle relaxant)

Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol.

 Opioid

Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.

 kortikosteroid oral

Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.

 Anelgetik ajuvan

Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin, Gabapentin.

 suntikan pada titik picu

Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.

(23)

a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.

b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12 minggu.

c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.

d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama. Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:

 Distectomy

Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.

 Percutaneous distectomy

Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum secara aspirasi.

 Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy

Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra baik parsial maupun total.

 Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion:

Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas

8. Pencegahan

Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan pola hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP :

a.Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot seperti berlari dan berenang.

b. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar. c.Tidur di tempat yang datar dan keras.

(24)

Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala - gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. Tumor Medulla spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas :

 Tumor primer :

o jinak yang berasal dari

 tulang;osteoma dan kondroma

 serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma)

 berasal dari selaput otak disebut Meningioma;

 jaringan otak; Glioma, Ependinoma.

o ganas yang berasal dari

 jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,

 sel muda seperti Kordoma.

 Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.

2. Etiologi

Pada sejumlah kecil individu, tumor SSP dapat disebabkan penyakit genetik tertentu, seperti neurofibromatosis dan tuberous sclerosis, atau paparan radiasi. Sebagian kecil tumor medulla spinalis terjadi di saraf medulla spinalis itu sendiri. Kebanyakan adalah ependyoma dan glioma lainnya. Tumor dapat berawal di jaringan spinalis yang disebut tumor spinalis primer. Tumor dap at menyebar ke spinalis dari tempat lain (metastasis) yang disebut tumor spinalis sekunder.Penyebab tumor spinalis primer tidak diketahui. Beberapa tumor spinalis primer terjadi karena defek genetic. Tumor spinalis umumnya lebih sedikit di banding tumor otak primer. Tumor medulla spinalis dapat terjadi :

 Di dalam medulla (intramedularis)

 Dalam membrane (mening) menutupi medulla spinalis (exramedularis-intradural)

(25)

Atau tumor merupakan perluasan dari tempat lain. Kebanyakan tumorspinalis adalah extradural.

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat tersebut. Riwayat genetik terlihat sangat berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu atau syndromic group (neurofibromatosis). Astrositoma dan neuro ependymoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2, yang merupakan kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan von hippel-lindousyndrome sebelumnya,yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.

Faktor risiko lainnya yang menyebabkan tumor SSP primer termasuk ras (Kaukasian lebih sering didapatkan tumor SSP dari ras lain) dan penduduk. Pekerja di tempat yang berhubungan dengan kontak radiasi pengion atau bahan kimia tertentu, termasuk yang digunakan untuk memproduksi bahan bangunan atau plastik dan tekstil, memiliki kesempatan lebih besar mengidap tumor otak.

3. Klasifikasi

(26)

tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri – intramedullary tumours-serta tumor yang tumbuh padaruangsubarachnoid (extramedullary).

Tumor Intradural

Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak

o Tumor Ekstramedular

Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor didaerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak

o Tumor Intramedular

Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.

Tumor Ekstradural

o Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung

(27)

4. Patofisiologi

Tumor intramedulla menyusup dan menghancurkan parenkim medula,dapat meluas lebih dari beberapa segmen medulla spinalis atau menyebabkan suatu syrinx. Medula spinalis terdiri dari banyak berkas saraf yang naik dari dan turun ke otak. Impuls listrik yang dibawa dan dikirim untuk memfasilitasi gerakan dan sensasi. Dengan tumor medulla spinalis intramedulla, kompresi, dan peregangan dari system serabut menyebabkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Sejalan pertumbuhan tumor, fungsi neurologi pasien lebih memburuk.

Patofisiologi tumor medulla spinalis intrameduler bervariasi sesuai dengan jenis tumor. Ependymoma biasanya lambat, tumor berkapsul yang secara histologis jinak. Nyeri dan defisit neurologis timbul sebagai akibat dari peregangan progresif dan

distorsi serat saraf. Biasanya gambaran anatomi

yang jelas terdapat saat operasi, dan hasil reseksi visual anatomis yangbesar dalam pe ngobatan. Subtipe anaplastik yang langka dapat invasif, bagaimanapun, dan lebih cenderung kambuh atau menyebar melalui ruang CSF. Bahkan secara histologi jinak muncul ependymomas medulla spinalis dapat bermetastasis dengan cara ini.

5. Insidensi

Insidensi tumor medulla spinalis terjadi 1,1 kasus per 100.000 orang. Tumor medulla spinalis umumnya lebih sedikit dibanding tumor otak. Meskipun semuanya mengenai orang-orang dari segala usia, tumor medulla spinalis paling sering terjadi pada usia dewasa muda dan paruh baya. Hampir 3.200 tumor sistem saraf pusat didiagnosis setiap tahun pada anak di bawah usia 20.

Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari konstituen seluler medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens. Metastasis ke dalam

kompartemen intradural kanalis

(28)

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi disegmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmentorakal, lumbosakral atau pada conus medialis.

Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Berdasarkan table 2, schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal.

(29)

6. Gejala Klinis

Gejala klinis bergantung pada tempat, tipe tumor, dan keadaan umum. Tumor dapat menyebar ke spinalis dari bagian lain (metastasis) seringnya progresif cepat. Tumor primer seringnya progresif lambat lebih dari minggu sampai tahun. Umumnya gejala berkembang perlahan dan memburuk sesuai dengan pertumbuhan tumor.

Tumor medulla spinalis (intrameduler) biasanya memberikan gejala, kadang-kadang melebihi besar bagian tubuh. Tumor diluar medulla spinalis (extramedular) dapat tumbuh lama sebelum menyebabkan kerusakan saraf. Gejala umum dari tumor medulla spinalis termasuk rasa sakit, mati rasaatau perubahan sensorik, dan masalah motorik dan hilangnya kontrol otot. Nyeri dapat merasa seolah-olah berasal dari berbagai bagian tubuh.

Nyeri tulang belakang dapat meluas ke pinggul, tungkai, kaki, dan lengan. Nyeri ini sering menetap dan bisa memberat. Hal ini sering progresif dan dapat terasa terbakar atau sakit. Mati rasa atau perubahan sensorik dapat mencakup penurunan sensitivitas kulit, suhu dan progresif mati rasa atau kehilangan sensasi, terutama pada kaki. masalah motorik dan hilangnya kontrol otot termasuk kelemahan otot, spastik (dimana otot-otot berkontraksi tetap kaku),dan gangguan kandung kemih dan atau kontrol buang air besar.

Jika tidak diobati, gejala dapat memperburuk termasuk disfungsi otot, penurunan kekuatan otot, ritme jalan normal yang disebut ataksia, dan kelumpuhan. Gejala dapat menyebar di berbagai bagian tubuh ketika tumor satu atau lebih meluas ke beberapa bagian dari medulla spinalis. Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan olehlokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis.

Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor

o Tumor foramen magnum

(30)

kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadraplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala lainnya adalah pusing, disatria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastiodeus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastic, palsy N.IX sampai XI, dan kelemahan ekstremitas.

o Tumor daerah servikal

Lesi daerah servikal menimbulkan gejala sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga melibatkan tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melaui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan artrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6,C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,brakhioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7; dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

o Tumor daerah thorakal

Penderita lesi daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parastesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat intrathorakal dan intraabdominal. Pada lesi thorakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda beevor dapat menghilan.

(31)

melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.

o Tumor kauda ekuina

Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam, kelemahan dan atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut, gastrocnemius, dan otot anterior tibialis. Refleks APR mungkin menghilang, muncul gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum dan perineum yang kadang-kadang menjalar ketungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis

o Lesi Ekstradural

Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna vertebralis, atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala kompresi medula spinalis, maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali. Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi di bawah tingkat lesi merupakan tanda awal kompresi medula spinalis.

o Lesi Intradural

Intradural Ekstramedular

(32)

batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang

dapat bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya defisit sens orik proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tu mor yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan tetapi dapat menyebabkan gangguan motorik yang hebat.

Intradural Intramedular

Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang menyilang ini mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Perubahan fungsi refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada sel-sel kornu anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi disebabkan oleh keterlibatan neuron-neuron motorik bagian bawah. Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi pada pria dan gangguan sfingter. 7. Pemeriksaan Penunjang

Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mendiagnosa semua tipe tumor medulla spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain.

(33)

interverebralis. Lesi intramedular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau tampak berlekuk lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta pelebaran jarak interpendilkular. Mielograf selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. Tumorintradural – ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada bayangan medula spinalis.

Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat untuk differensial diagnosa ataupun untuk memonitor terapi. Apabila terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat menderita hidrosefalus.

Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara

hati-hati pada pasien tumor medulla spinalis dengan sakit kepala (terjadi peningkatan tekanan intracranial) Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa da n sitologi yang normal didapatkan pada tumor apabila telah menyebar ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi menunjukkan malignansi.

8. Diagnosa

Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan klinis berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang berlangsung cepat. Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar penderita tumor akan memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan korpus vertebra. Myelogram dapatmemastikan letak tumor.

Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling

berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang

(34)

scan, dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.

Pada tumor intramedular, kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bil ateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan medulla spinalis. Walaupun getar umumnya utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.

9. Diagnosa banding

Tumor medula spinalis harus dibedakan dari kelainan-kelainan lainnya pada medula spinalis. Beberapa diferensial diagnosis meliputi: transversemyel itis, multiple sklerosis, syringomielia, syphilis, amyotropik lateralsklerosis (ALS), anomali pada vertebra servikal dan dasar tengkorak,spondilosis, adhesive arachnoiditis, radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus intervertebralis, dan anomaly vascular.

Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari sifatnya yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan oleh lesi yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple sklerosis. Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis yang mungkin hampir sama dengan tumor intramedular. Diferensial diagnosis antara syringomielia dan tumor intramedular sangat rumit, karena kista intramedular pada umumnya berhubungan dengan tumor tersebut. Kombinasi antara atrofi otot-otot

lengan dan kelemahan

spastic pada kaki pada ALS mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor servikal. Tumor dapat disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal, adanya fasikulasi, dan atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal,dengan atau tanpa ruptur diskus intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut saraf dan kompresi medulla spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologi.

(35)

spinalis yang dapat menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla spinalis. Pada arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.

Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas berupa pertumbuhan yang lambat namun progresif selama bertahun tahun. Apabila sebuah neurofibroma tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang menjalar selama bertahun-tahun sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala lainnya yang dikenali dan didiagnosis sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-tiba dengan defisit neurologis yang berat, dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu mengindikasikan suatu tumor ekstradural malignan, seperti karsinomametastasis atau limfoma.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

 Dexametason (DMZ) (decadron) Dosis 100 mg (mengurangi rasa nyeri pada 85% kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis)

 Evaluasi radiografi

o Foto polos seluruh tulang belakang: 67-85% abnormal; kemungkinantemuan: erosi pedikel (defek pada “mata burung hantu” pada tulang belakang LS AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, ada vertebra scalloping, sclerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terjadi mieloma, Ca prostat, Hodgkin, dan biasanya Ca payudara)

o Bila tersedia dan pasien bersedia, MRI dilakukan secepat mungkin. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik :

 Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya sistemikkemoterapi); terapi radiasi local (XRT) pada lesi bertulang ; analgesikuntuk nyeri.

(36)

diatasdan dibawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti leminektomidengan komplikasi yang lebih sedikit. Penatalaksanaan darurat(pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatandeteriosasi.

 Bila >80% blok komplit atau perburukan yang cepat ; penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan ra diasi, teruskan DMZ keesok harinya dengan 24 mg IVP setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, Selama 2minggu.

 Bila < 80% blok ; perawatan rutin (untuk radiasi lanjutkan DMZ 4mg selam 6 jam, diturunkan (tapering) selam perawatan sesuai toleransi.

Terapi radiasi

Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena.

Kemoterapi

Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan

fungsi neurologis untuk sementara

tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangka waktu yang lama.Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko cushingsymdrome di kemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.

Pembedahan

(37)

pada hemangioblastoma. Pembedahanjugamerupakan penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5 bulan,

mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat beraktifitas kembali. Indikasi pembedahan :

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi dapat dijangkau). lesi seperti abses episural dapat terjadi pad a pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalah artikan sebagai metastase.

Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal)

Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,kecuali signifikan atau terdapat deteriosasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.

Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal Komplikasi pembedahan :

 Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar selama tindakan operasi.

 Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis.

 Setelah pembedahan tumor medulla spinalis pada servikal. Dapat terjadi obstruksi foramen luscchka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

11. Prognosa

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif

mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

G. PEMERIKSAAN FISIK

(38)

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6V5

Berat badan : 45 kg Tinggi badan : 155 cm Status Gizi : normoweight

b. Vital sign

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 85 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit

Suhu : 37,0 0C

SpO2 : 98 %

c. Status Internus

o Kepala : mesocephal

o Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2,5mm/2,5mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)

o Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)

o Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)

o Mulut : bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)

o Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas normal),

o Thorax :

1. Cor :

a. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

b. Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

d. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-) 2. Pulmo :

(39)

Inspeksi

- Inspeksi : dinding abdomen rata, perabaan supel, spider naevi (-), warna kulit sama dengan warna kulit sekitar

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-) - Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba

(40)

f. Brudzinky IV: (-)

N.IV Gerakan mata ke lateral bawah +/+ Strabismus konvergen

-/-N.VI Gerakan mata ke lateral bawah +/+

Strabismus konvergen

-/-Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal

(41)

Tes Rinne Tidak dilakukan Tes Schawabach Tidak dilakukan Tes Weber Tidak dilakukan

N.IX

Arkus Faring Normal/Normal Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal/Normal

Reflek muntah +

medulla spinalis T11- T12) medulla spinalis T11 – T12 )hipestesia (setinggi segmen

Propioseptif + + 2) Defekasi : BAB tidak terkontrol

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium

(42)

Leukosit 7,56 ribu Pemeriksaan Hasil

Eritrosit 4,67 juta SGOT 18 U/L

Hematokrit 39,0 % SGPT 15 IU/L

Trombosit 324 ribu UREUM 38,5 mg/dl

MCV 79,9 fl (L) Kreatinin 0,82 mg/dl (H)

MCH 26,5 pg (L) HDL DIRECT 50 mg/dl

MCHC 33,2 g/dl

LDL-CHOLESTEROL 183,2 mg/dl (H)

RDW 12,9 % ASAM URAT 5,27 mg/dl

MPV 7,50 mikro m3 Cholesterol 256 mg/dl (H)

Limfosit 0,892 103/mikro (L) Trigliserida 64 mg/dl (L)

Monosit 0,079 103/mikro (L)

Eosinofil 0,005 103/mikro (L)

Basofil 0,032 103/mikro

Neutrofil 6,56 103/mikro

Limfosit% 12 (L)

Monosit% 1,05

Eosinofil% 0,069 (L)

Basofil% 0,428

Neutrofil% 86,7 (H)

PCT 0,243%

PDQ 10,2%

(43)
(44)

Kesan :

 Massa intrameduler ekstradural (ukuran 3,4 x 1,3 cm) yang menyebabkan pendesakan thecal sec setinggi corpus vertebra TH 11-12

→DD/ Schwanoma Neurofibroma Meningioma

 Bulging posterocentral V.L 3-4

 Bulging posterocentral V.L 4-5 dan V.L 5-S1 disertai dengan penyempitan foramen neuralis kanan kiri setinggi level tersebut

 Spondilosis lumbalis

3. Patologi Anatomi

 Sediaan dari intradura vertebrae thoracal

 Tak tampak tanda ganas pada sediaan ini

 Kesimpulan : meningothelial meningioma, WHO grade 1

I. DISKUSI II

(45)

motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal pasien dapat menjawab pertanyaan dan menjelaskan keluhannya dengan baik.

Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah pasien adalah 130/80 mmHg dalam batas normal, nadi 85x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas 20x/mnt dalam batas normal, suhu 37,0 derajat (afebris), dan saturasi dalam keadaan baik walau tanpa oksigen.

Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan, kelemahan kekuatan otot, peningkatan tonus, peningkatan reflex fisiologis serta clonus pada kaki kanan dan kiri. Sehingga defisit neurologis pada pasien ini mengarahkan ke kelainan lesi di Upper Motor Neuron (UMN) karena lesi di UMN memiliki ciri-ciri spastis (kaku), hiperreflex, hipertonus, muncul reflex patologis, dan dapat ditemukan adanya klonus. UMN terdiri atas otak dan medula spinalis. Hal ini disebabkan karena adanya lesi pada medula spinalis yang mempersarafi otot-otot ekstremitas bawah. Peningkatan refleks fisiologis juga didapatkan pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, hal ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi ke motor neuron. Didapatkan adanya kelainan sensoris seperti berkurangnya kepekaan terhadap rangsang yang diberikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena saraf sensoris (posterior root) ikut terlibat. Kelemahan kaki pasien membuat pasien tidak bisa beraktivitas.

Pemeriksaan MRI sudah dilakukan dan didapatkan hasil Massa intrameduler ekstradural (ukuran 3,4 x 1,3 cm) yang menyebabkan pendesakan thecal sec setinggi corpus vertebra TH 11-12 dd/ Schwanoma, Neurofibroma, Meningioma. Untuk menentukan jenis massa dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dan didapatkan hasil meningothelial meningioma, WHO grade 1. Meningioma merupakan tumor jinak tersering. Berasal dari arachnoid cap cells duramater dan umumnya tumbuh lambat. Lesi Meningioma umumnya memiliki batas yang jelas, tapi dapat saja memberikan gambaran lesi yang difus.

J. DIAGNOSIS AKHIR Diagnosis Utama

 Diagnosis Klinis : Nyeri menjalar dari punggung kiri ke telapak kaki kiri

(46)

Diagnosis Tambahan

 Diagnosis Klinis : Paraplegia inferior spastik, gangguan miksi, gangguan defekasi, nyeri, paraparestesia, parahipestesia

 Diagnosis Topis : Medulla spinalis vertebra thorakal XI - XII

 Diagnosis Etiologi : Tumor Spinal

K. PENATALAKSANAAN 1. Non Medikamentosa

 Fisioterapi secara rutin

 Minum obat secara teratur

 Kontrol ke dokter secara teratur 2. Medikamentosa

 Renadinac 50 mg 2x1

 Ranitidin 2x1

 Metilcobalamin 2x1

 Metilprednisolon 16 mg 2x1

 Fluoxetin 10 mg 1x1 (malam)

L. PROGNOSIS

 Death : Dubia ad bonam

 Disease : Dubia ad bonam

 Dissability : Dubia ad bonam

 Discomfort : Dubia ad bonam

 Dissatisfaction: Dubia ad bonam

 Distutition : Dubia ad bonam

M. DISKUSI III 1. Metilprednisolon

(47)

seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam. Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta jenis-jenis kanker tertentu.

2. Ranitidin

Termasuk sebagai obat H2 reseptor bloker. Bekerja dengan Mengurangi produksi asam lambung. Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume lambung dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin. H2 antagonis adalah inhibitor kompetitif histamin pada reseptor H2 sel parietal. Mereka menekan sekresi asam normal (alami) oleh sel parietal dan sekresi asam yang dirangsang makan. Mereka melakukannya dengan dua mekanisme: histamin yang dilepaskan oleh sel-sel ECL dalam perut diblokir dari pengikatan dengan reseptor H2 sel parietal yang merangsang sekresi asam, dan zat lain yang meningkatkan sekresi asam (seperti gastrin dan asetilkolin) efek yang dimiliki pada sel parietal dikurangi ketika reseptor H2 diblokir.

3. Renadinac

Renadinac mengandung zat aktif Diclofenac, obat yang termasuk golongan nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) dengan nama kimia 2- (2,6-dichloranilino) asam fenilasetat. Cara kerja Diclofenac adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan prostaglandin saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin lebih sedikit diproduksi, yang berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda

4. Metilcobalamin

(48)

menghambat efek histamine dalam tubuh yang dapat mengurangi gejala alergi pada tubuh. Selain itu, kandungan ini juga bersifat anestesi lokal. Adapun efek samping yang bisa ditimbulkan dari penggunaan obat Mecobalamin ini adalah sebagai berikut:

Parenteral: Sakit kepala, ruam, penurunan nafsu makan, gangguan pada saluran pencernaan yang bisa timbul setelah penggunaan.

Oral: Muntah-muntah, anoreksia, mual dan gejala diare. 5. Fluoxetin

Digunakan untuk mengatasi beberapa gangguan psikologi, seperti depresi, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan bulimia nervosa. Fluoxetine bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas dan sirkulasi suatu zat kimia di dalam otak yang disebut dengan serotonin. Dengan meningkatnya kadar serotonin, maka keseimbangan kimia di dalam otak berubah dan gejala ketiga gangguan psikologi tersebut dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Volume ke-2. Edisi ke-7. United states: Elsevier; 2012.

2.

Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck pain and contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166

3.

Klezl Z, Coughlin TA. Focus on cervical myelopathy. British Editorial Society of Bone and Joint Surgery; 2012.

4.

Daroff, jankovic, Mazziotta, Pomeroy

(49)

6.

Schmalstieg William F, Brian GW. Approach to acute or subacute myelopathy. Department of Neurology: Mayo Clinic College of Medicine. 2010; 75:S2-S8.

7.

Hassan HA. Cervical spondylosis [internet]. Suez Canal University: Center of Research and Development in Medical Education and Health Services Suez Canal University Hospital; 2016 [disitasi tanggal 23 Agustus 2016]. Tersedia dari:Bradley’s neurology in clinical practice.

http://emedicine.medscape.com/article/3 06036-overview

8.

Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa Indonesia. 1998. hal 505

9.

Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging characterization of a lumbar. Volume 38. 2000

10.

Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D Medica. 2006. Hal 1-31

Gambar

Gambar 1. Penampang korpus vertebra.
Gambar 4. Grading dari Hernia Nucleus Pulposus Berdasarkan
Gambar 5. Level neurologis yang terganggua sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.

Referensi

Dokumen terkait

1) Variabel work-family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan Bank Mandiri Kantor Cabang Veteran.. Dewa Gede

Sumber Kurnia Mandiri selaku penjual sudah memberikan takaran dan timbangan yang baik, namun pihak industri selaku pembeli merasa mengalami kecurangan sehingga pihak

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 125 Tahun 2003 dan Nomor 532 Tahun 2003 tentang Pelaporan

Investor akan peduli pada imbal hasil riil atau kenaikan daya beli, maka ketika inflasi meningkat investor akan meminta tingkat bunga nominal yang lebih tinggi

Dari kondisi kendaraan yang cenderung ramai menjadikan bahan pertimbangan untuk membuka akses sirkulasi kendaraan maupun orang ke dalam tapak, sehingga dengan adanya

Pembuatan asetanilida dengan mereaksikan anilin dengan asam asetat Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomisa. Anilin dan asam asetat berlebih

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis,

Sebelum melakukan observasi di kelas, Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) guru perlu dilihat guna mengetahui apakah penampilan guru sesuai dengan substansi yang