• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pancasila Dengan Keamanan Dan Pertahanan Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Pancasila Dengan Keamanan Dan Pertahanan Nasional"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Pancasila Dengan Ketahanan Nasional

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada tutor tutorial online dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin…

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus.

Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

(2)

Metode Penulisan

Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan. Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah : Studi Pustaka

Dalam metode ini penulis membaca buku-buku dan mencari informasi di internet yang berkaitan denga penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari

Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

(3)

B. Pengertian Ketahanan Nasional

Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh berlandaskan Pancasila, UUD 45, dan Wawasan nusantara.

C. Pengertian Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia

Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengatuaran dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.

Dengan kata lain, Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar negeri.

(4)

Adapun Asas-Asas dalam Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia.

Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :

1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan

2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu 3. Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar

(5)

D. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan

Bernegara

Tiap-tiap aspek, terutama aspek-aspek dinamis, di dalam tata kehidupan nasional relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang sangat kompleks dan amat sulit. Dari pemahaman tentang hubungan tersebut tentang gambaran bahwa Konsepsi Ketahanan Nasional akan menyangkut hubungan antara aspek yang mendudung kepribadian yaitu :

1. Aspek yang berkaitan dengan alam besifat stasti, yang meliputi Aspek Geografi, Aspek Kependudukan, dan aspek Sumber Kekayaan Alam.

2. Aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis, yang meliputi Aspek Ideologi, Aspek Politik, Aspek Sosial Budaya, dan Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Pengaruh Aspek Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. ldeologi juga mengandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa. Secara teoretis, suatu ideologi bersumber dari stuatu falsafah dan meruakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.

a. Ideologi Dunia 1. Liberalisme 2. Komunisme

b. Ideologi Pancasila Sila-sila Pancasila adalah : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwalikan

(6)

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai spiritual, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa untuk berkembang di Indonesia.

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung nilai kesamaan derajat maupun

kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong.

Sila Persatuan Indonesia dalam masyarakat Indonesia yang pluralistik mengandung nilai persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang merupakan faktor pengikat yang menjamin keutuhan nasional atas dasar Bhineka Tunggal Ika

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwalikan menunjukan bawha kedaulatan berada di tangan rakyat, yang diwujudkan oleh persatuan nasional yang riil dan wajar

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban, penghargaan terhadap hak orang, gotong royong dalam suasana kekeluargaan, ringan tangan, dan kerja keras untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadlian sosial.

c. Ketahanan pada Aspek Ideologi 1. Konsepsi tentang Ketahanan Ideologi

Ketahanan ini mengandung keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Republik Indonesia.

(7)

Pelaksanaan obyektif adalah pelaksanaan nilai-nilai yang secara surat terkandung dalam ideologi atau paling tidak secara tersirat dalam UUD 1945 serta secara peraturan perundang-undangan dibawahnya dan nsegala kegiatan penyelenggaraan negara. Pelaksanaan subyektif adalah pelaksanaan nilai-nilai tersebut oleh masing-masing individu dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara. Pancasila mengandung sipat idealistik, realistik dan pleksibel, serhingga terbuka terhadap perkembangan yang terjadi.

Pancasila sebagai dasar negara Republlik Indonesia terhadap dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, ketetapan MPR RI No. 2 XVIII/MPR/1998. Pancasaila sebagai ideologi nasional terhadap dalam ketetapan MPR RI no.2 XVIII/MPR/1998. Pancasila sebagai pandangan hidup dan sumber hukum terhadap ketetapan MPR RI no.2 XX/MPRS/1966 yo ketetapan MPR RI no.2 IX/MPR/1978.

2. Pembinaan Ketahanan Ideologi

Upaya memperkuat ketahanan Ideologi memerlukan langkah pembinaan berikut:

a. Pengamalan Pacasila secara obyektif dan subyektif terus dikembangkan serta ditingkatkan. b. Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlefansikan dan di aktualisasikan nilai instrumentalnya agar tetap mampu membimbing dan mengarahkan kehidupan dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, selaras dengan peradaban dunia yang berubah dengan cepat tanpa kehilangan jati diri bangsa Indonesia.

c. Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep wawasan Nusantara yang bersumber dari Pancasila harus terus di kembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat yang majemuk sebagai upaya untuk selalu menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah serta moralitas yang royal dan bangga terhadap bangsa dan negara. Disamping itu anggota masyarakat dan pemerintah perlu bersikap wajar terhadap kebhinekaan.

d. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia harus dihayati dan diamalkan serta nyata oleh setiap penyelenggaraan negara, lembaga kenegaraan, lembaga kemasyarakatan, serta setiap warga negara Indonesia, agar kelestarian dak

keampuhannnya terjaga dan tujuan nasional serta cita-cita bangsa Indonesia terwujud, dalam hal ini suri tauladan para pemimpin panyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat

merupakan hal yang sangat mendasar.

(8)

material dcngan mental spiritual untuk menghindari tubuhnya materialisme dan skuarisme. Dengan memperhatikan kondisi geografi Indonesia, pembangunan harus adil dan merata di seluruh wilayahuntuk memupuk rasa persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.

f. Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara

mengintegrasikannya. Ke dalam mata pelajaran lain seperti pendidikan budi pekerti, pendidikan sejara perjuangan bangsa, bahasa Indonesia dan kepramukaan. Pendidikan Moral Pancasila juga perlu diberikan kepada masyarakat luas secara non formal.

BAB III

PENUTUP

Demikian makalah tentang Hubungan Pancasila dengan ketahanan nasional yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kesimpulan

Didalam berbagai kegiatan yang kita lakukan dalam suatau negara, kita hendaklah harus menaaati peraturan suatu negara tersebut. Didalam pancasila terdapat nilai-nilai yang dimana kita sebagai warga negara Indonesia harus mengacu pada nilai tersebut, Sila pertama, ''Ketuhanan Yang Maha Esa,'' memberi landasan kuat bagi kehidupan beragama secara tulus dan otentik. Sila kedua, ''Kemanusiaan yang adil dan beradab,'' ditafsirkan bahwa bangsa ini wajib menegakkan keadilan dan keadaban dalam berperilaku, baik perorangan maupun dalam kehidupan kolektif dalam politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kemudian, sila ketiga berupa ''Persatuan Indonesia,'' bukan ''Kesatuan Indonesia,'' membimbing bangsa ini dalam kebhinnekaan (pluralisme) yang kaya dalam mosaik budaya yang beragam. Sila keempat, ''Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'', memerintahkan bahwa demokrasi harus ditegakkan secara bijak melalui musyawarah yang betanggung jawab dan dengan lapang dada. Terakhir, sila kelima, ''Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia,''

DAFTAR PUSTAKA

- “ Pancasila - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas”

(9)

- Nadya Puspaningrum “ Ketahanan Nasional”

http://nadyapuspaningrum.blogspot.com/2012/05/ketahanan-nasional.html

- “ n anda .... : : . .. . : : Welcome to Nieke Rahma Blog's ... Silahkan kasih komentar dan sara “

http://niekerahma.blogspot.com/2011/02/pengaruh-aspek-ketahanan-nasional-pada.html

(10)

Pancasila tentang Ketahanan Nasional

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ketahanan nasional. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Pengertian Konsepsi Ketahanan Nasional

Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan yang selaras, serasi dan seimbang dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD ’45 dan Wawasan Nusantara. Dengan kata lain, konsepsi ketahanan nasional Indonesia merupakan sarana untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

(11)

B. Pengaruh Ketahanan Nasional Pada Aspek Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. Ideologi juga mengandung suatu konsep dasar tentang kehidupan yang diciptakan oleh suatu bangsa. Keampuhan suatu ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dikandungnya, yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi dan kehidupan manusia.

1. Ideologi Liberalisme

Aliran pikiran perseorangan atau individualistik. Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi manusia yang melekat sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak, yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup di tengah-tengah kekayaan materi yang melimpah serta didapat secara bebas.

1. Ideologi Komunisme

Aliran ini beranggapan bahwa negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Golongan kuat menindas golongan lemah. Karena itu Karl Marx menyerukan agar kaum buruh mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan dari golongan kapitalis dan borjuis agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur negara. Ideologi ini memiliki beberapa ciri yaitu :

1) Menciptakan konflik untuk mengadu golongan tertentu dan menghalalkan segala cara dalam meraih tujuan.

2) Bersifat atheis dan didasarkan pada kebendaan. Bahkan agama dianggap sebagai racun. 3) Bercorak internasional. Komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme.

4) Mencita-citakan masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas dianggap memberikan suasana hidup yang aman dan tenteram.

1. Paham Agama

Ideologi bersumber dari falsafah agama yang termuat dalam kitab suci agama. Negara membina kehidupan keagamaan umat. Negara bersifat spiritual religius. Dalam bentuk lain negara melaksanakan hukum agama dalam kehidupannya.

(12)

Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh berkembang di Indonesia.

Upaya memperkuat ketahanan ideologi memerlukan langkah pembinaan berikut :

a) Pengamalan Pancasila secara obyektif dan subyektif terus dikembangkan serta ditingkatkan. b) Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlevansikan dan diaktualisasikan agar mampu membimbing dan mengarahkan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c) Istilah Bhineka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat yang majemuk sebagai upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangasa.

d) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan secara nyata oleh setiap warga negara Indonesia.

e) Pembangunan harus menunjukkan keseimbangan antara fisik material dan mental spiritual untuk menghindari tumbuhnya materialisme dan sekularisme.

f) Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara mengintegrasikannya kedalam mata pelajaran lain. Pendidikan moral Pancasila juga perlu ditanamkan kepada masyarakat luas secara non formal.

(13)

C. Pengaruh Ketahanan Nasional Pada Aspek Politik

Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan politik bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang datang dari dalam maupun luar.

Perwujudan ketahanan dalam aspek politik memerlukan kehodupan politik bangsa yang sehat, dinamis dan mampu memelihara stabilitas politik.

1. Ketahanan Pada Aspek Politik Dalam Negeri

1) Sistem pemerintahan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan yang bersifat absolut. 2) Mekanisme politik yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat, namun bukan perbedaan mengenai nilai dasar.

3) Kepemimpinan nasional mampu mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. 4) Terjalin komunikasi politik timbak balik antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan nasional.

1. Ketahanan Pada Aspek Politik Luar Negeri

1) Hubungan luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang dalam rangka memantapkan persatuan bangsa serta keutuhan NKRI.

2) Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang serta antara negara berkembang dengan negara maju sesuai kemampuan demi kepentingan nasional.

3) Citra positif Indonesia perlu ditingkatkan dan diperluas melalui promosi, peningkatan diplomasi, pertukaran pelajar dan lain sebagainya.

4) Perkembangan dunia terus diikuti dan dikaji agar terjadinya dampak negatif yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional dapat diatasi sedari dini.

5) Langkah bersama negara berkembang dengan negara industri maju untuk memperkecil ketimpangan dan mengurangi ketidakadilan perlu ditingkatkan melalui perjanjian perdagangan internasional.

6) Peningkatan kualitas SDM perlu dilaksanakan dengan pembenahan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan calon diplomat secara menyeluruh agar mereka dapat menjawab tantangan tugas yang mereka hadapi.

(14)

7) Perjuangan bangsa Indonesia yang menyangkut kepentingan nasional, seperti melindungi hak warga negara Republijk Indonesia diluar negeri perlu ditingkatkan.

D. Pengaruh Ketahanan Nasional Pada Aspek Ekonomi

Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.

Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi yang diinginkan memerlukan pembinaan berbagai hal yaitu antara lain :

1) sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemaknmuran dan kesejahtaeraan yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

2) ekonomi kerakyatan harus menghindarkan sistem free fight liberalism, etatisme dan monopolistis.

3) struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling menguntungkan dalam keterpaduan antar sektor pertanian, industri serta jasa.

4) pembangunan ekonomi memotivasi serta mendorong peran serta masyarakat secara aktif. 5) pemerataan pembangunan dan pemanfaataan hasil-hasilnya senantiasa memperhatikan keseimbangan antar sektor dan antar wilayah.

(15)

E. Pengaruh Ketahanan Nasional Pada Aspek Sosial Budaya

Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kehidupan sosial budaya bangsa yang mampu membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat yang rukun bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera. Masyarakat tersebut haruslah mampu menangkal penetrasi terhadap budaya asing yang tidak sesuai kebudayaan nasional

Esensi pengaturan dan penyelenggaraaan kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia yang demikian adalah pengembangan kondisi sosial budaya Indonesia dimana setiap warga masyarakat dapat merealisasikan pribadi dan segenap potensi manusiawinya berdasarkan Pancasila.

(16)

F. Pengaruh Ketahanan Nasional Pada Aspek Pertahanan dan Keamananan

Ketahanan pertahanan dan keamanan yang diharapkan merupakan kondisi daya tangkal yang dilandasi oleh kesadaran bela negara seluruh rakyat dan mengandung kemampuan memelihara stabillitas pertahanan dan keamanan negara.

Untuk mewujudkan keberhasilan Ketahanan Nasional setiap warga negara Indonesia perlu : 1) memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang disertai keuletan dan ketangguhan tanpa kenal menyerah dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi tantangan.

2) sadar dan peduli akan pengaruh yang timbul pada aspek ipoleksosbudhankam sehingga setiap warga negara dapat mengeliminir pengaruh buruk pada aspek-aspek tersebut.

Apabila setiap warga negara memiliki semangat perjuangan bangsa, sadar serta perduli terhadap pengaruh yang timbul dan dapat mengeliminir pengaruh tersebut, maka ketahanan nasional Indonesia akan terwujud

Keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia

Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan nasional yang mencangkup aspek ideology, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi oleh landasan idiil pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional Wawasan nasional. Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan nasional diperlukan kesadaran setiap warga negara Indonesia, yaitu : 1. Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuan memgembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.

2. Sadar dan peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, sehingga setiap warga negara Indonesia baik secara individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh tersebut.

(17)

Apabila warga negara Indonesia memiliki semangat perjuangan bangsa dan sadar serta peduli terhadap pengaruh yang timbul dalam bermasyarakat ,berbangasa, bernegara serta dapat mengelimir pengaruh-pengaruh tersebut, maka akan tercemin keberhasilan ketahanan nasional Indonesia.

(18)

G. Implementasi Pancasila sebagai Benteng ketahanan Nasional.

Indonesia merupakan negara kepaulauan dengan berbagai karakteristik masyarakat dan kebudayaan yang berbeda-beda. Keberagaman tersebut pada hakekatnya secara jelasa diakuidan dijadiakan sebagai suatu titik tolak dalam khasanah budaya bangsa. Hal ini tentunya tercermin pada semboyan bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Dari sini jelas bawha keberagaman yang dimiliki Indonesia bukanlah sebagai ancaman terhadap perpecahan karena perbedaan melainkan dijadikan sebagai modal awal dalam perwujudan sesuai cita-cita nasional. Bangsa yang besar adalah bangsa yang benar-benar memiliki sebuah komitmen nasional dalam mengembangkan kekuatan, ketangguhan nasional untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara demi mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Penting kiranya bengsa Indonesia memiliki ketahanan nasional yang kokoh secara dinamis, serasi, dan seimbang dalam berbagai aspek kehidupan nasional. Implementasi ketahanan nasional suatu bangsa pada umumnya mencakup sistem tata nilai yang sesuai dengan kondisi sosial-geografis serta budaya bangsa Indonesia.

Sistem parangkat nilai yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu idea atau landasan dalam implementasinya terhadap ketahanan nasional bangsa yaitu Pancasila. Pancasila memiliki sistem tata nilai yang di dalamnya mengakui pluralitas berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Pluralitas bangsa Indonesia dengan berbagai karakteristiknya tersebut pada hakekatnya bukan menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan nasional karena walaupun berbeda dalam keberagaman namun tetap satu tujuan dan satu cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia.

Dalam perkembangan globalisasi, bangsa Indonesia tentunya selalu berkomitmen dalam memajukan dari berbagai aspek kehidupan. Pancasila dalam aplikasinya terhadap tantangan globalisasi membiarkan masa depan tersebut terbuka lebar untuk dibangun oleh masayrakat Indonesia secara bersama-sama sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasioanal. Kaitan Pancasila dengan ketahanan nasional dalam hal ini adalah kaitan yang mengakui secara substansial antara idea yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersaman dan realitas terintegrasinya pluralitas tersebut. Atau dengan kata lain adalah terintegrasi jiwa-jiwa Pancasila dalam kehidupan nasional dalam suatu bangsa dari semua aspek kehidupan.

(19)

Dalam menjawab tantangan globalisasi, ketahan nasioanal penting sekali diperlukan guna tercapainya cita-cita nasional. Pengaruh nagetif yang muncul sebagai dampak dari globalisasi jika kita tidak memiliki suatu ketahanan nasional yang kokoh maka akan mengakibatkan pudar bahkan hilangnya sistem tata nilai bangsa Indoensia. Oleh karena itu, Pancasila dengan sistem nilainya secara kokoh dapat dijadikan sebagai benteng ataupun filter dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat. Dengan sistem tata nilai dalam Pancasila, maka arus globalisasi yang tidak sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia dapat segera diantisipasi agar pembanguna nasional dapat tercapai secara optimal. Selain itu, hal terpenting dalam ketahanan nasional adalah diperlukan upaya secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan baik berupa kajian substantif maupun implementatif agar Pancasila dapat secara kokoh menjadi jiwa bangsa Indonesia dan semakin bermakna demi terwujudnya ketahanan nasional bangsa Indoensia.

(20)

H. Penghambat Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Dalam seluruh proses perkembangan yang terjadi hingga sekarang, setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan Pancasila sulit diimplementasikan dan menjadi makin marjinal.

Pertama, Pancasila telanjur tercemar karena kebijakan rezim Orde Baru yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Orde Baru memberi makna sendiri atas Pancasila dan mengindoktrinasikannya secara paksa melalui Penataran P4. Di luar itu dianggap anti-Pancasila.

Kedua, liberalisasi politik yang berujung pada penghapusan ketentuan Pancasila sebagai satu-satunya asas tiap organisasi pada masa Presiden BJ Habiebie. Ini kemudian memberi peluang adopsi nilai-nilai ideologi lain, khususnya yang berlatar agama, yang tentu sangat fragmentaris di atas realitas pluralitas masyarakat Indonesia. Pancasila pun kehilangan peran sebagai common-platform dalam kehidupan politik.

Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang dapat tumpang-tindih dengan nasionalisme kesukuan. Proses ini, langsung atau tidak, bisa menyebabkan Pancasila kehilangan posisi sentralnya.

Keempat, inkonsistensi yang sangat dalam dan luas pejabat-pejabat publik dalam implementasi nilai-nilai Pancasila, tercermin dalam kebijakan-kebijakan publik yang kurang memihak rakyat, atau dalam perilaku mereka yang justru menegaskan nilai-nilai Pancasila. Masyarakat kehilangan panutan, kehilangan kepercayaan, dan akhirnya antipati terhadap Pancasila.

BAB III

(21)

A. Kesimpulan

Didalam berbagai kegiatan yang kita lakukan dalam suatau negara, kita hendaklah harus menaaati peraturan suatu negara tersebut. Didalam pancasila terdapat nilai-nilai yang dimana kita sebagai warga negara Indonesia harus mengacu pada nilai tersebut, Sila pertama, ''Ketuhanan Yang Maha Esa,'' memberi landasan kuat bagi kehidupan beragama secara tulus dan otentik. Sila kedua, ''Kemanusiaan yang adil dan beradab,'' ditafsirkan bahwa bangsa ini wajib menegakkan keadilan dan keadaban dalam berperilaku, baik perorangan maupun dalam kehidupan kolektif dalam politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kemudian, sila ketiga berupa ''Persatuan Indonesia,'' bukan ''Kesatuan Indonesia,'' membimbing bangsa ini dalam kebhinnekaan (pluralisme) yang kaya dalam mosaik budaya yang beragam. Sila keempat, ''Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'', memerintahkan bahwa demokrasi harus ditegakkan secara bijak melalui musyawarah yang betanggung jawab dan dengan lapang dada. Terakhir, sila kelima, ''Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia,''

Mendasarkan diri pada pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila, kita prihatin ketika misalnya pejabat-pejabat publik di beberapa daerah merumuskan kebijakan yang mengacu pada norma-norma agama tertentu, yang terjalin dengan sentimen kedaerahan dan kesukuan. Dari kacamata semangat Pancasila, produk kebijakan seperti itu setidak-tidaknya inkonsisten dalam dua hal. Pertama, atas kepentingan politik tertentu dan ketakutan berlebihan, mengingkari bahwa di daerah-daerah itu ada juga kelompok-kelompok masyarakat dari lain keyakinan dan etnis. Kelompok ini pantas saja resah, khawatir karena dalam implementasi kebijakan nanti --sebagaimana banyak kebijakan yang tidak peduli dengan hak-hak minoritas -- akan memarginalkan mereka.

Kedua, keresahan, kekhawatiran yang muncul akhirnya menyemaikan kecurigaan, kemudian menumbuhkan friksi, fragmentasi, dan konflik di dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan melunturkan kohesivitas jalinan-jalinan sosial.

Kedua, nilai pancasila itu tidak dipahami dalam kalangan kelas menengah kota. Tapi masih dalam benak orang-orang kampung: gotong royong, berani berkorban dan keikhlasan berbuat. Namun kini, nilai-nilai itu pun kini hampir hilang di dunia pedesaaan. Hal ini pun tidak dipungkiri akibat pengaruh gaya dan contoh yang ditonjolkan secara centang perenang di kalangan kota, uatamanya para elit.

(22)

Ketiga, bangsa kita masih dipengaruhi oleh globalisasi dan kapitalisme. Hal ini menurut akan memberi sumbangan besar terhadap daya tahan budaya dan kultur bangsa. Sebab jangan-jangan budaya asing itu akan lebih baik dari budaya lokal. Otomatis bangsa Indonesia yang masih miskin dan terbelakang (bodoh) ini akan makin rawan saja. Karena itu solusinya adalah mengembangkan dan menggiatkan pendidikan yang dinamis.

Keempat, Pancasila lahir dari fakta bhineka tunggal ika. Keberagaman yang sangat gampang melahirkan berbagai gesekan budaya ini mesti ada sebuah lem perkat antar budaya. Kenyataan ini sebagaimana diungkap Denys Lombart, Indoensia dibangun di atas geologi kebudayaan yang berlapis-lapis yang menghasilkan masyarakat plural dan multikultural yang mengandung potensi konflik. Tak ada cara lain kecuali adanya pengikat.

Kelima, bangsa kitapun terbangun atas dasar pondasi geologi budaya. Karenanya, kata kang Dawam sejak agama Budha, Hindu, Islam dan Konghucu juga Kristen berada di antara kita, maka Pancasila juga merupakan jawaban pada tantangan masyarakat yang makin dewasa dan majemuk.

Mengapa nilai-nilai Pancasila yang jelas-jelas tidak menanamkan nafsu keserakahan, anti-ketidakdilan dan anti-kesenjangan tidak diimplementasikan oleh mereka-mereka yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan tersebut? Bagaimana Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa, termasuk sebagai filsafat ekonomi, mampu menjawab persoalan-persaoalan ekonomi demikian? Jawabnya: Pengalaman masa lalu yang berupa penyalahgunaan Pancasila oleh vested interest group; Rendahnya upaya dan kemamuan untuk menafsirkan Pancasila dalam bidang ekonomi yang lebih banyak berkiblat ke kapitalisme; Tidak ada keteladanan; Kebijakan pemerintah sendiri menyimpangi Pancasila; Social punishment & law enforcement yang rendah.

(23)

B. Saran

Didalam Implementasi Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sebaiknya kita sungguh-sungguh dan ikhlas tanpa mengharapkan suatu apapun. Dan sebagai warga Negara Indonesia kita tidak diperkenankan dengan sesuka hati dalam melakukan suata perbuatan atau pilihan apapun dan akan diperkenankan kita dalam melakukan suatu perbuatan ataupan pilaihan harus berlandaskan pada nilai-nilai pancasila.

Langkah yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yg humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan & mendorong persaingan yang saling mematikan untuk memuaskan kepentingan sendiri . Ini dilakukan guna mengimbangi ajaran yg mengedepankan kepentingan pribadi, yang melahirkan manusia sebagai manusia ekonomi (homo ekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk sosial (homo socius) dan mahluk beretika (homo ethicus).

Dalam konteks Pancasila sebagai komitmen kebangsaan kita, fakta-fakta demikian mesti dibaca sebagai peluang untuk mengembalikan Pancasila pada kedudukannya sebagai ideologi bangsa dan negara, pedoman hidup, dan sumber inspirasi. Revitaliasi nilai-nilai Pancasila adalah keharusan. Tindakan kongkret diperlukan melalui hal-hal sederhana yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, yang dikemas dalam bentuk kebijakan publik. Yang diperlukan adalah sikap politik pemerintah yang lebih kukuh dalam rangka meneguhkan kembali keyakinan kita kepada Pancasila.

Daftar Pustaka

(24)

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Dan

Keamanan

Memasuki era globalisasi, fenomena yang berkembang adalah pergeseran dan perubahan dalam segala aspek kehidupan. Sebuah bangsa tidak akan lagi dapat mempertahankan kedaulatannya dalam arti luas. Jangankan budaya, ekonomi, politik, ideologipun tidak steril dari kepentingan dan pengaruh global. Pada awal dekade ’90 semakin marak berbagai ramalan dari hasil kajian strategi terhadap kemungkinan runtuh dan pecahnya suatu negara bangsa. Suatu negara bangsa yang heterogen mengandung potensi kerawanan SARA dan latar belakang sosial, akan runtuh dan pecah menjadi beberapa negara. Ramalan tersebut di satu sisi terbukti kebenarannya antara lain Uni Soviet, Yogoslavia dan Czekoslovakia yang telah hilang dari peta politik dunia. Namun di sisi lain menggugah jiwa, semangat, tekat dan komitmen berbagai negara bangsa untuk dapat menjamin dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam rangka mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup negara bangsa tersebut. Bangsa Indonesia menegara sebagai negara

nasional, juga merupakan negara bangsa yang heterogen mengandung rawan SARA. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, agar mau dan mampu meningkatkan jiwa, semangat, tekat dan komitmen terhadap wujud persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan demi tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Saat ini bangsa Indonesia telah memasuki era globalisasi dan millenium ke-3 yang sangat keras hukum dan logikanya. Dalam proses awal itu bukan hanya telah terjadi pergeseran, bahkan juga telah terjadi perubahan dan peralihan momentum Reformasi nasional dilaksanakan guna mengatasi krisis multidimensi melalui Propenas (Program Pembangunan Nasional) yang berkesinambungan guna dapat bangkit kembali memperkukuh kepercayaan diri atas kemampuannya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional, dimana dalam melaksanakan Propenas tersebut ditegaskan bahwa Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landaan konstitusional.

Dalam konteks pemahaman tentang Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, untuk kita posisikan kembali dalam paradigma pembangunan nasional. Paradigmatik terhadap pemahaman dan pencerahan nilai-nilai luhur Pembukaan UUD 1945 yang menjadi satu kesatuan secara integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara, harus dapat dijadikan landasan konseptual mendasar pada setiap aspek kehidupan dan bidang pembangunan.

Atas dasar pemahaman itulah dengan mengacu pada topik Pancasila sebagai paradigma pembangunan Hankam, ada empat agenda yang akan dikedepankan :

1. Ciri Dasar Pandangan Pancasila Dalam Menegara

Negara Indonesia merupakan negara nasional yang menganut Paham Kebangsaan, yang didirikan atas dorongan untuk hidup bersama, bukan atas landasan etnik, suku, agama dan ras apalagi primordialisme, tetapi atas dasar landasan teik kebangsaan. Pahak kebangsaan ini

(25)

karsa dan karya yang sangat menciptakan perwujudan masyarakat adil, makmur dan sejahtera yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertanyaannya tentu mengapa paham kebangsaan di Indonesia sangat khas ? Jawabannya adalah, karena pada hakikatnya paham kebangsaan ini tidak lepas dari hakikat keberadaan Pancasila, yang mengilhami, mendasari dan bahkan merintis rasa kebangsaan, paham kebangsaan, semangat kebangsaan, serta wawasan kebangsaan, serta wawasan kebangsaan sebagai bangsa pejuang yang merebut kemerdekaan dari kaum penjajah. Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, kesadaran untuk bersatu sebagai salah satu bangsa yang lahir secara alamiah karena sejarah, aspirasi perjuangan masa lampau, kebersamaan kepentingan, rasa senasib sepenanggungan dalam menghayati masa lalu dan masa kini, serta kesamaan pandangan, harapan dan tujuan dalam merumuskan cita-cita bangsa untuk masa depan yang lebih baik. Paham kebangsaan adalah aktualisasi dari rasa kebangsaan yang berupa gagasan pikiran-pikiran yang rasional dan metode berpolapikir di mana suatu bangsa secara bersama-sama memiliki cita-cita kehidupan berbagsa dengan tujuan nasional yang jelas dan rasional. Semangat kebangsaan adalah kerelaan berkorban dalam bentuk karsa, karya dan cipta demi kepentingan bangsa, negara dan tanah airnya. Tumbuh dan berkembangnya rasa kebangsaan dan paham kebangsaan ini gilirannya akan membentuk semangat kebangsaan yang mengkristal menjadi wawasan nusantara.

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang yang dilingkupi oleh rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan untuk mencapai cita-cita nasionalnya dan

mengembangkan eksistensi kehidupannya atas dasar nilai-nilai luhur bangsa. Implementasi dan aktualisasinya dari berbagai hal yang erat kaitannya dengan pemikiran yang menyangkut aspek kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan Hankam, untuk membawa bangsanya ke arah kehidupan yang lebih maju dan lebih baik, sesuai dengan komitmen kebangsannya itulah yang disebut Wawasan Kebangsaan. Wawasan Kebangsaan yang lebih berciri universal kemudian dikonkritkan menjadi Wawasan Nusantara yang lebih bermakna khas Indonesia telah memuat konsepsi dasar yang menghendaki persatuan dan kesatuan segenap komponen bangsa Indonesia. Konsepsi Wawasan Nusantara merupakan pengejawatahan dari Pancasila yang implementasinya berupa kebijaksanaan dan strategi serta upaya untuk

mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan Nasional serta ketertiban dan perdamaian dunia menuju persatuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa.

Dengan landasan Pancasila ini, wawasan kebangsaan yang kita anut sebagai Wawasan

Nusantara, menentang segala bentuk penindasan oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lain, oleh suatu golongan terhadap golongan yang lain, karena dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa yang melahirkan hakikat misi yang diemban manusia Indonesia yang dijabarkan pada sila-sila lainnya dari Pancasila-sila. Pengamalan nilai-nilai Pancasila-sila dalam menegara akan melahirkan kesadaran dan pencerahan tentang tata hubungan lingkungan yang melahirkan sikap

ketergantungan, sehingga terpanggil untuk memberikan konstribusi konstuktif bagi keselamatan dan keamanan diri dan lingkungan serta bangsa dan negaranya, dengan prinsip bahwa bangsa Indonesia cinta damai namun tetap lebih cinta kemerdekaan.

(26)

santun dan dewasa bagi penyelesaian perbedaan pendapat dan kepentingan di antara masyarakat yang aspirasinya beragam, secara damai, etis, kritis dan dewasa serta mendidik. Mengelola perbedaan itu, justru perlu untuk menumbuhkan dinamika dalam suasana yang demokratis. Pancasila juga menawarkan interelasi dan interaksi antar golongan di dalam masyarakat guna memperkukuh solidaritas sosial dalam rangka menghadapi segenap tantangan dan bahaya yang mengancam, sehingga tercipta kehidupan yang harmoni baik di lingkungan lokal dan nasional maupun dalam fora regional dan modial.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Program Pembangunan Nasional (Propenas)

Pembangunan pada hakikatnya upaya melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. Setiap negara membutuhkan pembangunan untuk melakukan perubahan sosial ke suatu tujuan yang ditentukan dan disepakati bersama. Perubahan yang dilaksanakn bisa bersifat evolusi dan atau revolusi. Pilihan yang telah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia untuk melakukan sebuah reformasi, baik dalam upaya mengatasi krisis maupun dalam rangka menjawab tantangan masa depan di era globalisasi dan millenium ke III.

Belajar dari pengalaman sejarah negara lain, kegagalan menyelesaikan sebuah reformasi dapat meniadakan eksistensi sebuah negara-bangsa. Untuk itu reformasi pembangunan harus

didudukkan perspektif normasliasi dan penyelamatan kehidupan nasional, perbaikan

kesejahteraan rakyat, penegakan hukum konstitusi, etika dan stabilisasi politik serta hadirnya rasa dan keadaan aman di tengah masyarakat luas. Keseluruhan upaya harus dikelola dan

dikendalikan dengan berlandaskan paradigma nasional sebagai landasan instrumental yang telah menjadi kesepakatan bersama untuk senantiasa difahami, dilaksanakan dan dipatuhi secara konsisten dan konsekuen. Atas dasar hal tersebut segenap komponen bangsa harus mau dan mampu mendudukkan paradima nasional meliputi pancasila, UUD 1945, sebagai landasan nilai-kualitatif yang harus menjadi penyadaran komitmen dan kesepakatan bersama. Paradigma nasional bangsa Indonesia sebagai kerangka dan urutan pikiran dalam proses politik meliputi : Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional dan GBHN, harus benar-benar difahami, dilaksanakan dan dipatuhi pada setiap kebijaksanaan, strategi dan komitmen Propenas. Dengan dilandasi paradima nasional tersebut maka visi yang mengandung masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan bermakna penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, harus juga menjadi visi reformasi bangsa Indonesia.

Visi global bangsa Indonesia secara eksplisit dimuat dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan penjajahan tidak sesuai dengan perikamanusiaan dan perikeadilan. Sedangkan visi nasional secara eksplisit tertuang dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 sebagai wujud Cita-cita Nasional yang menyatakan bahwa Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Selanjutnya dituangkan dalam alinea keempat sebagai Tujuan Nasional meliputi catur embanan : 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

(27)

2) Memajukan kesejahteraan Umum 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kepentingan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita Nasional dan kepentingan tercapainya Tujuan Nasional merupakan hakikat Kepentingan Nasional yaitu kepentingan keamanan dan kepentingan kesejahteraan. Kepentingan kemananan adalah kelangsungan hidup bangsa dan negara, yang menjamin dan mempertahankan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, untuk melindungi sengenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kepentingan kesejahteraan adalah perkembangan kehidupan bangsa dan negara, yang menjamin dan mengembangkan negara Indonesia yang adil dan makmur, untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kepentingan Nasional memiliki spektrum kepentingan vital (vital interest) kepentingan utama (major interest) dan kepentingan periferal (peripheral interest). Tingkatan keberhasilan

Pembangunan Nasional mencerminkan tingkat spektrum kepentingan yang dapat dipertahankan dan dikembangkan. Kepentingan Keamanan Nasional pada tingkat spektrum vital tidak boleh dikorbankan yaitu kelangsungan hidup bangsa dan negara serta jaminan tetap tegaknya

kedaulatan NKRI. Sedangkan Kepentingan Kesejahteraan Nasional yang vital dan tidak mungkin dikorbankan adalah menjamin pemerataan pada tingkat terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara. Kalau hal ini tidak terpenuhi akan terkait dan berimplikasi dengan kepentingan pertahanan dan keamanan. Untuk itu perlu meletakkan kemblai Pancasila secara integral-intregatif dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, akan dapat menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi.

Kesalahan kita selama ini ialah bahwa di dalam kita menafsirkan, memahami dan melaksanakan Pancasila secara sadar ataupun tidak dilepaskan, diredusir dari nilai-nilai yang tercantum dalam Pembukaan sedemikian rupa sehingga Pancasila disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang justru bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Repositioning dalam konteks reformasi melalui Propenas mengandung makna bahwa Pancasila harus kita revitalisasikan dala keutuhan dengan Pembukaan, dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :

· Realitasnya, dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam dikonkretisasikan sebagai cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

· Idealitasnya, dalam arti bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok yang lebih baik.

(28)

· Fleksibilitasnya, dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang. Dengan demikian tanpa

kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat Bhenika Tunggal Ika.

3. Pendekatan Pembangunan Dan Pengembangan Pertahanan Dan

Keamanan Yang Demokratis

Pengembangan Hankam negara tetap bertumpu dan berpegang pada pendekatan historis

Sishankamrata. Sishankamrata yang kita anut selama ini adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang hakikatnya adalah perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan penangkalan yang diwujudkan oleh sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada partisipasi, semangat dan tekat rakyat yang diwujudkan dengan kemampuan bela negara yang dapat diandalkan. Kesemestaan harus dibina sehingga seluruh kemampuan nasional dimungkinkan untuk dilibatkan guna menanggulangi setiap bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. .

Seluruh wilayah merupakan tumpuan perlawanan dan segenap lingkungan harus dapat

didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk dan kesemestaan, memang menuntut pemanduan upaya lintas sektoral serta pemahaman dari semua pihak, baik yang berada di suprastruktur politik maupun di infrastruktur politik. Corak perlawanan rakyat semesta tersebut dengan sendirinya merupakan kebutuhan, baik konteks kesiapan menghadapi kontinjensi sosial yang setiap saat bisa terjadi, maupun menghadapi kontijensi bidang hankam. Disamping itu TNI juga mendapat embanan tugas bantuan yang meliputi : Pertama, membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan. Kedua, memberikan bantuan kepada kepolisian atas permintaan. Ketiga,

membantu tugas pemeliharaan perdamaian dunia.

Meskipun MPR telah dapat menetapkan peran TNI, maka masih diperlukan payung hukum yang menjadi dasar dari perubahan fungsi dan organisasi. Sebagaimana diketahui Tap MPR

merupakan aturan dasar yang melalui undang-undang dapat berwujud Verbindliche

Rechtsnormen yang disertai paksaan dan hukuman. Tingkat pertama undang-undang merupakan tempat selain untuk merinci aturan dasar yang terdapat dapam Tap MPR, juga untuk menjadikan aturan dasar itu mempunyai kekuatan memaksa hukum bagi pelanggar-pelanggarnya.

4. Refungsionalisasi Pertahanan Dan Keamanan Dari Perspektif Tataran

Kewenangan

Dalam membahas tataran kewenangan fungsi pertahanan kita tidak dapat menghindarkan diri dari pembahasan hubungan militer. Dr. Eliot A. Cohen, menyatakan bahwa hubungan sipil-militer dapat dilihat dalam tiga tingkatan, yaitu pertama, hubungan antara kaum sipil-militer dengan

(29)

masyarakat secara keseluruhan, kedua, hubungan antara lembaga militer dengan lembaga yang lain, baik lembaga pemerintahan maupun swasta, dan ketiga, hubungan antara para perwira militer senior dengan para politisi dan negarawan. Bertolak dari pengertian Cohen tentang tingkatan hubungan sipil-militer, kita dapatkan kriteria yang digunakan untuk menandai baik atau buruknya hubungan tersebut. Dinyatakan terdapat tiga kecenderungan ekstrim hubungan sipil-militer yang perlu dihindari karena menandai buruknya hubungan sipil-militer tersebut. Ketiga kecenderungan ekstrim memainkan peran melebihi batas kewenangannya (military overreach), kedua, apabila militer diisolasi dari masyarakat, dan ketiga, apabila terjadi intervensi sipil ke dalam manajemen internal militer.

Pembahasan tentang kondisi ekstrim tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk kendali sipil atas militer yang digunakan. Kendali sipil subyektif (Subjective Civilian Control) bersifat

memperbesar kekuasaan sipil atas militer yang dapat berkembang menjadi penyalahgunaan militer oleh sipil untuk mendukung kekuasaannya. Sebaliknya kendali sipil objektif (Objective Civilian Control) bersifat memperbesar profesionalisme militer karena menghargai otonomi militer dalam penyelenggaraan manajemen internalnya. Sistem kendali ini merupakan bentuk yang ideal karena menempatkan militer sebagai alat negara, sehingga merupakan bentuk yang mewakili hubungan sipil-militer yang sehat.

Hubungan sipil-militer yang sehat itu sendiri bukan hanya dituntut dan ditentukan oleh militer semata, tetapi merupakan proses dua arah dan menuntut persyaratan yang dipenuhi oleh kedua belah fihak. Dari fikah militer, betapapun militer menyatakan dirinya melaksanakan tugas negara, namun tetap dituntut untuk tunduk kepada hukum dan perundang-undangan yang berlaku, menghargai kewenangan sipil dan bersikap non partisan tidak melibatkan diri memihak salahsatu partai politik manapun. Sebaliknya dari fihak sipil diharapkan bahwa sipil menghargai angkatan bersenjata sebagai alat sah sebuah negara demokrasi, menentukan tugas dan peran serta anggaran yang memadai bagi angkatan bersenjata, memahami masalah pertahanan dan budaya militer, serta memberi arah kebijakan pertahanan namun tidak mencampuri masalah manajemen internal militer.

Samuel Huntington memberikan sebuah model atas interkasi sipil-militer yang mengatakan (1) militer bukan disiapkan untuk berpolitik (2) peran politik militer merugikan profesionalitas militer (3) militer harus bersikap netral dalam politik (4) disiplin ilmu militer mengabdi kepada kepentingan politik namun bebas dari politk (5) profesi militer mengabdi kepada negara dan (6) militer mengakui kewenangan kebijakan politik. Diingatkan pula oleh penceramah meliputi pendapat Alfred Stepan bahwa pudarnya wibawa pemerintah, pecahnya pimpinan politik, kecilnya kemungkinan ancaman dari luar negeri, adanya kerusuhan dalam negeri dan persepsi militer sebagai kelas sosial tersendiri merupakan faktor pendorong intervensi militer.

Dari pemahaman urutan uraian tersebut dapat diajukan perumusan kembali pengertian hubungan sipil-militer sebagai hubungan yang menunjukkan keterikatan institusi pelaksana pertahanan negara yang diperankan oleh kaum militer dengan berbagai institusi pemerintah lainnya dalam sistem nasional yang diperankan oleh golongan sipil guna mencapai keputusan terbaik bagi

(30)

kepentingan nasional, serta pemeliharaan nilai dan keseimbangan fungsional, berdasarkan kesepakatan bangsa. Dalam kaitan yang sama, maka supremasi sipil dimaknakan sebagai supremasi kekuasaan hukum dalam penyelenggaraan negara, dan tidak diartikan sebagai supremasi sipil atas militer, atau dikotomi sipil dan militer.

Sebagai arahan pembangunan, ke masa depan visi TNI dinyatakan bahwa TNI akan tetap merupakan kekuatan pertahanan yang profesional, efektif, efisiesn dan modern serta senantiasa siap mengamankan dan memberi sumbangan darma bakti yang diperlukan bagi kelancaran pembangunan bangsa menuju pencapaian tujuan nasional bersama-sama komponen strategis bangsa lainnya. Apabila kita mengadakan kilasbalik terhadap pengalaman pelaksanaan tugas TNI dan Polri untuk menyempurnakan atas segala kekurangan dan kelamahannya sebagai bahan evaluasi dan bagian dari reformasi internal TNI dan Polri, didapatkan satu yang merupakan sumber kerawanan mendasar, yaitu tataran kewenangan fungsi pertahanan keamanan.

Kerawanan ini nyaris luput dari perhatian kita karena konsentrasi perhatian kita yang cenderung kita arahkan kepada dimensi operasional. Kurang memberi perhatian kepada landasan hukum terhadap suatu kebijakan ataupun tindakan operasional termasuk asas akuntabilitas, serta anggapan bahwa koordinasi dapat memberi jawaban atas segenap kerawanan dan kekurangan yang ada.

Mendalami persoalan yang timbul dari tindakan TNI dan Polri dalam melaksanakan tugasnya, kiranya dirasa sulit untuk mendapat jawaban atau rumusan solusi bila belum didapat kesepakatan bangsa atas tataran kewenangan pelaksanaan fungsi pertahanan keamanan. Dalam kaitan ini pula kita melihat bahwa masalah yang muncul dalam bidang pertahanan keamanan tidak dapat kita lepaskan dalam kaitannya dengan sistem nasional. Tataran kewenangan fungsi pertahanan keamanan langsung menjadi penting karena konspesi ini akan mendasari perumusan postur dan doktrin pertahanan keamanan negara. Sebagai definisi kerja yang kita gunakan dalam

pembahasan ini, tataran kewenangan penyelenggaraan fungsi pertahanan keamanan didefinisikan sebagai : tataran yang mengatur kewenangan penyelenggaraan fungsi pertahanan keamanan, baik secara vertikal dilihat dari strata organisasi pertahanan dan pemerintahan, maupun horizontal dintinjau dari pembagian daerah geografik, dalam masa damai maupun dalam masa perang. Ditinjau dari anatomi permasalahan, maka persoalan yang terkandung dalam tataran kewenangan penyelenggaraan fungsi pertahanan keamanan merupakan rambu-rambu jawaban atas konsepsi yang dapat menjelaskan berbagai tataran kewenangan yang meliputi bagaiman tataran

kewenangan : (1) untuk merumuskan kepentingan pertahanan keamanan, (2) untuk

melaksanakan fungsi pertahanan keamanan TNI dan Polri dalam melaksanakan tugas dan peran masing-masing dikaitkan dengan tingkat keadaan suatu daerah, (3) pengelolaan sumber daya nasional di daerah untuk kepentingan pertahanan keamanan, dan (4) tanggung jawab

(akuntabilitas keamanan) di tingkat nasional dan daerah.

Dalam membahas ups and downs hubungan sipil-militer di Indonesia dikaitkan dengan peran TNI, kita melihat bahwa sepanjang perjalan sejarahnya, TNI membentuk citra diri sebagai pertama-tama bagian dari bangsa yang berjuang dalam masa perang kemerdekaan, selanjutnya agent of development ketika bangsa ini mengawali pembangunan nasional, kemudian

(31)

berturut-turut sebagai guardian of the nation terhadap segala ancaman persatuan dan kesatuan bangsa serta Konsensus Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dinyatakan pada akhirnya ABRI dengan konsep Dwifungsi telah menjadi alat kekuasaan dalam konteks format Politik Orde Baru. Persamaan yang dapat dilihat dari pemahaman perjalana sejarah tersebut adalah antara kurun waktu dekadi 1950-an dan saat ini, ketika TNI berada dalam situasi supremasi sipil. Situasi pada tahun 1950-an ketika Indonesia berada dalam sistem demokrasi parlementer telah berdampak pada pecahnya korps perwira TNI Angkatan Darat karena instruksi kepentingan politik memasuki tubuh TNI-AD dan ketika perseorangan perwira TNI-AD bermain politik dengan mengafiliasikan dirinya dengan aliran politik yang berasal dari luar TNI-AD. Pertanyaan yang timbul adalah, apakah kondisi saat ini, dengan keberadaan multipartai dan supremasi sipil, akan merupakan pengulangan dari era 1950-an dengan gejala yang sama atau kita dapat menyatakan bahwa kita telah belajar dari sejarah dan keadaan pada tahun 1950-an tidak akan terulang ? Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa peran dan posisi apapun yang dimainkan oleh TNI, TNI senantiasa merupakan asset bangsa yang melaksanakan tugas negara untuk

kepentingan nasional, berdasarkan keputusan politik. Peran TNI dalam kurun waktu tertentu harus dilihat secara kontekstual sejarah dan tidak dapat dilepaskan dari konteks format politik yang berlaku pada saat itu.

Dari peran Dwifungsi ABRI di masa lalu tersebut, dapat diambil pelajaran pula bahwa peran tersebut (1) tidak dalam dilepaskan dari pengalaman angkatan ’45, (2) tidak dapat dilepaskan dari berbagai keadaan darurat (3) sebagai akibat dari persepsi tentang kelemahan politisi sipil dalam era demokrasi parlementer (4) karena kekuasaan yang memusat serta sistem kontrol yang lemah, masyarakat diarahkan menjadi masyarakat yang result oriented (5) akibat budaya politik tidak mampu membangun sistem kontrol yang efektif, dan (6) mendapatkan kekuatanya dari legitimasi sejarah. Menyadari akan lingkungan yang berubah dengan cepat berdasarkan pelajaran yang dipetik dari sejarah tersebut, TNI kini telah merumuskan Paradigma Barunya. Dinyatakan dalam Paradigma Baru tersebut bahwa tindakan TNI senantiasa merupakan (1) pelaksanaan tugas negara dalam rangka (2) pemberdayaan kelembagaan fungsional, yang dilaksanakan (3) atas kesepakatan bersama (4) bersama-sama komponen strategis bangsa lainnya sebagai (5) bagian dari sistem nasional melalui (6) pengaturan konstitusional. Paradigma Baru TNI merupakan pemberdayaan institusi fungsional karena di masa banyak fungsi-fungsi yang sebenarnya milik institusi lain, baik disebabkan oleh kondisi objektif maupun subjektif, diambil alih oleh TNI. Setiap tindakan TNI merupakan hasil kesepakatan bangsa karena TNI selalu bertindak atas dasar keputusan politik. TNI tidak pernah menentukan untuk dirinya sendiri apa yang inggin ia

perbuat, dan TNI menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional karena TNI tidak bersifat eksklusif dan bukan merupakan negara dalam negara. TNI hanya merupakan salah satu unsur kekuatan nasional (elements of national power) yang dapat digunakan oleh Presiden sebagai kepala eksekutif untuk merespons berbagai masalah kebangsaan bersama-sama dengan unsur kekuatan ekonomi, politik diplomasi, psikologi dan lain-lain. Panglima TNI mempunyai peran operasional untuk tugas mempertahankan kedaulatan negara, dengan mendelegasikan fungsi pembinaan perawatan dan penyiapan kekuatan kepada para Kepala Staf Angkatan. Kekuatan pertahanan diterima melalui pendayagunaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan oleh Menteri Pertahanan. Oleh karenanya fungsi pemerintahan dalam bidang

(32)

pertahanan diselenggarakan oleh Departemen Pertahanan sehingga sesungguhnya figur politik berada pada Menteri Pertahanan. Panglima TNI merupakan figur profesional yang tidak mempunyai kewenangan menjangkau kepada masyarakat dalam masa damai. Kewenangan Panglima TNI menjangkau kepada masyarakat hanya terjadi ketika negara berada dalam keadaan darurat militer atau dalam keadaan perang.

Landasan konstitusional yang digunakan dalam menentukan posisi TNI adalah UUD 1945. Preambule UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini bermakna bahwa tugas dan kewajiban melindungi bangsa Indonesia bukan hanya merupakan tugas dan kewajiban TNI saja tetapi merupakan tugas dan kewajiban seluruh fungsi pemerintah melalui kewenangan fungsional masing-masing. misalnya Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL dan AU. Ketentuan ini harus difahami dalam satu nafas, dengan aturan menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, sedangkan dengan aturan yang lain menyatakan bahwa Presiden menyatakaan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang Undang.

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL dan AU, apapun namanya dapat dimaknakakan bahwa Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI. Hanya saja untuk kepentingan apa kewenangan tersebut digunakan dapat kita lihat yaitu dalam fungsi TNI sebagai alat

pertahanan ketika negara dalam keadaan perang dan dalam pengerahan TNI untuk tugas penegak kedaulatan dan penjaga keutuhan wilayah nasional ketika negara dalam keadaan bahaya

sebagaimana ditetapkan dengan Undang Undang dalam keadaan darurat militer. Sebaliknya hal ini dapat diartikan bahwa kewenangan Panglima Tertinggi tidak dapat digunakan untuk bidang lain di luar fungsi pertahanan negara, seperti untuk kepentingan sosial politik. Apabila

kewenangan ini digunakan dalam bidang sosial politik maka akan terjadi penyalahgunaan TNI untuk mendukung kekuasaan Presiden. Kewenangan inipun diharapkan untuk tidak digunakan untuk mencampuri manajemen internal TNI, sesuai dengan kriteria hubungan sipil-militer yang sehat. Dalam alir hubungan sipil-militer yang sehat, alasan dan tujuan penggunaan militer senantiasa merupakan keputusan politik, namun penentuan penyiapan kekuatan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut akan merupakan domain manajemen internal TNI. Harus jelas dan dipatuhi batas yang mebedakan kewenangan politik dan kewenangan profesional.

Dari dua ketentuan dasar tersebut dapat dijabarkan berbagai hal yang memberi ketegasan hubungan antara Presiden dan TNI. Merupakan suatu kenyataan bahwa membedakan

kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara dengan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan tidak efektif untuk menentukan kekuasaan Presiden atas TNI. Selama Presiden merupakan Presiden yang terpilih melalui proses demokratis konstitusional, dan memiliki legitimasi, TNI patut untuk patuh kepada Presiden. Kewenangan untuk memilih seorang Presiden bukan berada pada TNI, tetapi pada DPR dan MPR. TNI sebagai alat negara tidak otomatis diartikan bahwa TNI dapat membantah kebijakan Presiden secara institusional. Maka TNI sebagai alat negara adalah apabila pemerintahan selesai masa baktinya, hal tersebut tidak berpengaruh kepada TNI, TNI masih tetap berfungsi.

(33)

TNI senantiasa bertindak berdasarkan keputusan politik, dan TNI tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil kebijakan yang berbeda dari pemerintah. TNI bukan merupakan negara dalam negara dan tidak pernah mengambil alih kekuasaan. Perbedaan perndapat antara Presiden dan Panglima TNI merupakan proses dan prosedur politik, tetapi tidak membawa TNI sebagai institusi dan dinyatakan ke luar kepada publik sebagai sikap politik TNI. Kewenangan Panglima Tertinggi atas TNI tidak digunakan dalam bidang sosial politik, sebaliknya TNI tidak akan pernah memiliki aspirasi sosial politik sendiri yang bertentangan dengan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya, sebuah organisasi militer tidak dirancang untuk bermain politk, karena apabila hal tersebut terjadi, hanya terdapat dua kemungkinan, pertama, militer akan digunakan sebagai pendukung alat kekuasaan, atau, kedua, militer yang berpolitik independen akan menjadi negara dalam negara. Kontrol terhadap kekuatan eksekutif dalam tatanan demokratis harus dibangun dalam kerangka sistem politik, dan bukan dilakukan oleh militer. Tantangan kita sekarang ini adalah bagaimana membangun sebuah sistem politik yang efektif, kompeten dan taat hukum mencakup bangunan sistem kontrol yang efektif, serta membangun sebuah angkatan bersenajata yang profesional, efektif efisien dan modern dan mempunyai tugas dan peran dalam pertahanan negara, utamanya menghadapi ancaman dari luar negeri serta siap membantu keamanan dan pembangunan bangsa atas permintaan institusi fungsional.

Dalam melaksanakan pengelolaan pertahanan keamanan negara, Presiden dibantu seorang Menteri untuk fungsi pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara dan upaya pendayagunaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan keamanan negara, dan Panglima Angkatan Bersenjata dalam fungsi pembinaan dan penggunaan setiap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengalir dari ketentuan di atas terlihat dengan jelas perbedaan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata. Oleh karenanya untuk memisahkan dengan jelas kedua fungsi tersebut diemban oleh pejabat yang berbeda dan tidak dirangkap pada pejabat yang sama.

Selanjutnya dicerminkan dengan tugas fungsi Departemen Pertahanan adalah merumuskan kebijakan dan alokasi sumber daya, sedangkan Markas Besar TNI berfungsi untuk membina, menyiapkan dan menggunakan segenap komponen pertahanan keamanan negara dalam rangka mengabdi kepada kepentingan nasional. Tugas militer dalam mengelola sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan di masa damai adalah membantu Pemda tanpa ada kewenangan yang menjangkau ke masyarakat. Tugas-tugas penyiapan ruang, alat dan kondisi juang, serta aspek Hankam dipadukan dalam rencana pembangunan daerah yang dipertanggung jawabkan kepada Pemerintah Daerah. Fungsi inilah yang kita kenal sebagai fungsi teritorial, di mana dalam keadaan darurat militer atau perang, militer (TNI) mempunyai kewenangan mengelola

sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan yang langsung menjangkau ke masyarakat. Alternatif ini proporsional dengan tataran fungsi kewenangan Pemerintah Daerah dan Komando Teritorial. Karenanya alternatif ini yang disarankan dengan perubahan dilaksanakan secara

(34)

bertahap, terutama dengan pemberdayaan fungsi Pemerintah Daerah dan Kepolisian Negara RI. Konsepsi Sishankamneg (Sistem Pertahanan Keamanan Negara) didasarkan pada Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta), dengan upaya mendayagunakan sumber daya dan prasarana nasional secara menyeluruh, terarah dan terpadu, di mana upaya pertahanan diselenggarakan dengan membangun dan membina daya tangkal dan kekuatan tangkal negara terhadap ancaman dari luar negeri. Keseluruhannya dikelompokkan dalam kekuatan Bala Siap (Darat, Laut, Udara) dan Bala Cadangan, yang secara legal formal dalam Tap NO.

VII/MPR/2000 dikelompok-kan sebagai komponen Hankamneg yaitu TNI dengan cadangan TNI sebagai komponen utama, dan rakyat beserta sarana prasarana sebagai komponen pendukung. Untuk menyelenggarakan perwujudan daya dan kekuatan tangkal dari Sishankamrata ditempuh melalui upaya Binter. Permasalahannya apakah Sishankamrata dan Binter masih relevan dan valid untuk diformulasikan pada format penyelenggaraan pertahanan negara ke depan ?

Selanjutnya untuk mengkaji Sishankamrata, secara eksplisit pada arah kebijakan bidang Hankam menatakan : Mengembangkan kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada kekuatan rakyat dengan TNI, Polri sebagai kekuatan utama didukung komponen lainnya dari kekuatan Hankamneg dengan meningkatkan kesadaran bela negara melalui wajib latih dan membangun kondisi juang, serta mewujudkan kebersamaan TNI, Polri dan Rakyat. Landasan Tap MPR ini sebagai keputusan politis negara hanya merupakan norma-norma dasar konsepsional, yang masih memerlukan jabaran operasional melalui undang-undang. Untuk itu seyogyanya dalam memandang Sishankamrata, bukan hanya sekedar menjadikan sebuah nama yang tanpa makna. Artinya hanya disepakati pada tataran konsepsi kebijakan, namun tidak terwujud nyata pada tataran implementasi operasional. Atas dasar hal tersebut format penyelenggaraan pertahanan negara ke depan masih valid dan relevan menggunakan dan mewujudkan Sishankamrata yang juga harus didukung : (1) Adanya sistem politik yang berkemampuan menyeimbangkan konflik dengan konsesus, menjamin stabilitas nasional serta berkemampuan mengerahkan seluruh potensi dan kekuatan nasional untuk mendukung upaya pertahanan negara. (2) Adanya sistem ekonomi yang mampu mendayagunakan sumber daya nasional bagi kepentingan upaya pertahanan negara. (3) Adanya sistem sosial budaya yang mampu membangkitkan rasa cinta tanah air dan bela negara. (4) Adanya sistem Hankamneg yang berkemampuan mewujudkan daya dan kekuatan tangkal terhadap setiap ancaman dengan kekuatan dan potensi nasional yang tersedia. (5) Adanya sistem hukum nasional, sistem

keamanan nasional dan Sishankamneg yang saling mendukung dan memperkuat dalam rangka mewujudkan Indonesia Merdeka. Oleh karenanya Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta hendaknya dilihat dari makna hakiki sebagai pengerahan totalitas kemampuan suatu bangsa ketika menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidupnya, dan diselenggarakan secara terpadu oleh segenap institusi fungsional. Paradima Baru TNI tersebut di atas telah dilaksanakan TNI dalam wujud implementasi reformasi internal. Langkah-langkah yang telah dilakukan TNI sebagai bagian dari reformasi internalnya adalah :

a. Sikap dan pandangan politik TNI tentang paradigma baru peran TNI Abad XXI. b. Pemisahan Polri dan TNI.

(35)

c. Perubahan Staf Sospol menjadi Staf Teritorial. d. Penghapusan kekaryaan TNI.

e. TNI tidak akan pernah lagi terlibat dalam politik praktis dan mengambil jarak yang sama dengan Parpol yang ada.

f. Komitmen dan konsistensi netralitas TNI dalam Pemilu. g. Perubahan paradigma hubungan TNI dan keluarga besar TNI.

h. Berbagai doktrin TNI disesuai-kan era reformasi dan peran TNI Abad XXI.

TNI telah menempatkan diri sepakat dengan pendapat bangsa bahwa kita harus membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang modern, maju dan demokratis. Namun perubahan menuju kemajuan tersebut perlu kita lakukan secara bertahap sebanding dengan kesiapan masyarakat. Di samping itu kita tetap perlu wasapada bahwa di tengah suasana transisi perubahan, akan selalu ada kelompok kepentingan yang memanfaatkan keadaan untuk kepentingan sempitnya sekaligus merugikan kepentingan bangsa. TNI telah mereposisi dirinya sebagai bagian dari pemberdayaan bangsa guna siap menghadapi era globalisasi. Tantangan TNI saat ini adalah bagaimana

menangkap dan mewujudkan dokrin, sistem dan tatanan yang berasal dari masa lalu guna dicari wujud pelakasanannya dalam format negara modern.

Juga perlu diingatkan bahwa penyelenggaraan pembinaa sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan bukan hanya merupakan tanggung-jawab TNI saja namun merupakan fungsi

pemerintahan yang diselenggarakan oleh segenap instansi fungsional secara terpadu. Kitapun masih perlu mewujudkan iklim hubugan sipil-militer yang sehat dan pada akhirnya efektivitas fungsi pertahanan dan keamanan negara akan terwujud bila terdapat ketergasan tataran

kewenangan fungsi, dan Reformasi TNI dalam tatanan demokrasi, bukanlah dengan mendemokrasikan TNI tetapi dengan meningkatkan profesionalitas TNI di tengah tatanan demokrasi.

Daftar Pustaka

Sumber : http://www.harypr.com/

http://maulydiatasyanovella.blogspot.co.id/2011/11/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menguji hipotesis adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh faktor psikologis dan pesan iklan terhadap keputusn pembelian minuman probiotik merek yakult di

Pasien yang datang dapat dari keadaan bencana baik dari dalam maupundari luar  Pasien yang datang dapat dari keadaan bencana baik dari dalam maupundari luar  rumah sakit..

Kebisingan yang paling utama berasal dari kendaraan yang menggunakan Jalan Setiabudi (di bagian Timur tapak, kendaraan dari arah Selatan) dan Jalan Sukawangi (di bagian Utara

Menghasilkan prototipe baterai dengan elektroda berbahan material nanokomposit MnO 2 /CNT yang memiliki kapasitas muatan yang tinggi.. Sebagai referensi untuk

Dari hasil pengamatan di lingkungan sekitar didapatkan bahwa masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal kami sangat rawan terjadi penyakit seperti flu, sariawan,

Salah satu cara supaya masyarakat dapat mengkonsumsi pizza dengan harga yang murah, namun memiliki kandungan gizi dan vitamin yang baik untuk kesehatan adalah dengan membuat

Orangtua atau guru perlu menyesuaikan cara mengajar baca tulis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tiap anak.Tapi melalui kegiatan cooking class

Paradigma ini memandang proses komunikasi ditentukan oleh pengirim ( source-oriented ). Berhasil atau tidaknya sebuah proses komunikasi bergantung pada upaya yang