• Tidak ada hasil yang ditemukan

VCT SUNAN KUNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VCT SUNAN KUNING"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN VCT

PKBI KOTA SEMARANG

WILAYAH SUNAN KUNING

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:

Anrico Muhammad (030.08.034) Kustian Pramudita (030.08.140) Oryza Sativa (030.08.189) Melia Indasari (030.09.149) Sri Chitra Arum Sari S (030.09.241)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KUNJUNGAN DAERAH LOKALISASI SUNAN KUNING BAGIAN VCT (Voluntary Counseling and Testing)

DISUSUN SEBAGAI PENSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG PERIODE 27 NOVEMBER 2014 – 20 DESEMBER 2014

Disusun oleh :

Anrico Muhammad (030.08.034) Kustian Pramudita (030.08.140) Oryza Sativa (030.08.189) Melia Indasari (030.09.149) Sri Chitra Arum Sari S (030.09.241)

Telah disetujui dan disahkan : Pembimbing :

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul Laporan Kegiatan VCT Argorejo.

Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tentunya kami berharap pembuatan laporan ini tidak hanya berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan diatas. Namun, besar harapan kami agar laporan ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan dengan masalah ini.

Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Semarang, Desember 2014

(4)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan … … … . . . ..i

Kata Pengantar . . . ii

Daftar Isi ... iii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar belakang... 1

I.2. Tujuan... 3

I.2.1. Tujuan Umum... 3

I.2.2. Tujuan Khusus... 3

I.3. Manfaat... 3

I.3.1. Bagi Mahasiswa... 3

I.3.2. Bagi Masyarakat... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

II.1. Human Immunodeficiency Virus (HIV)... 4

II.1.1. Definisi... 4

II.1.2. Penularan... 4

II.1.3. Tahapan HIV-AIDS... 5

II.1.4. Gejala dan Tanda... 6

II.1.5. Pengobatan HIV... 7

II.1.6. Pencegahan... 8

II.2. Voluntary Counseling and Testing (VCT)... 8

II.2.1 Konselor... 9

II.2.2. Prinsip VCT... 9

II.2.3. Tujuan Utama VCT... 10

II.2.4. Manfaat VCT... 10

II.2.5. Tahap-Tahap VCT... 11

II.3. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS... 12

II.3.1. Tujuan Penanggulangan HIV dan AIDS... 12

II.3.2. Strategi... 12

II.4.Area Pencegahan HIV Dan AIDS... 13

BAB III.Program VCT Griya ASA... 14

III.1. Profil Griya ASA... 14

III.2. Visi dan Misi... 15

III.3. Strategi... 15

(5)

III.5. Target... 15

III.6. Indikator... 16

III.7. Kegiatan... 16

III.8. Tahapan Pelayanan VCT... 17

III.9. Data Kunjingan VCT... 19

III.10. Kendala Kegitan VCT... 20

BAB IV.Kasus dan Pembahasan... 21

IV.1. NON-ODHA... 21

BAB V.Kesimpulan dan Saran... 26

(6)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human (manusia), I =Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah paling tidak seratus kali lipat dari yang dilaporkan. Penyebabnya adalah fenomena “gunung es” dimana kasus HIV/AIDS yang muncul ke permukaan sangat kecil dibandingkan yang tersembunyi. Hal ini disebabkan karena pengidap HIV/AIDS tampak sehat 5-7 tahun dan tanpa orang lain tahu bahwa ia adalah pengidap HIV/AIDS.1

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2013, HIV-AIDS tersebar di 345 (69,4%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011. 1

Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), 2014 (6.266). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2014 sebanyak (134.053). Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (30.023), diikuti Jawa Timur (13.599), Papua (10.881), Jawa Barat (7.612) dan Bali (6.819).1

Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007 (4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun 2010 (6.845) dan tahun 2011 (7.004), tahun 2102 (5.686), tahun 2013 (6.266), tahum 2014 (308). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 43.347 orang. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (30,7%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (21,8%), 40-49 tahun (10%), 15-19 (3,3%), dan 50-59 tahun (3,0%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 55,4% dan perempuan 28,8%. Sementara itu 15,8% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS tertinggi adalah pada wiraswasta (5.098), diikuti ibu rumah tangga (4.943), tenaga non-profesional/karyawan (4.467), buruh kasar (1.723), penjaja seks (1.708), petani/peternak/nelayan (1.645), dan anak sekolah/mahasiswa (1.086). Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (7.795), Jawa

(7)

Timur (6.900), DKI Jakarta (6.299), Jawa Barat (4.131), Bali (3.344), Jawa Tengah (2.990), Kalimantan Barat (1.699), Sulawesi Selatan (1.467), Banten (885) dan Riau (859). Angka kematian (CFR) menurun dari 3,21% pada tahun 2012 menjadi 0,15% pada bulan Maret tahun 2013.1

Saat ini penderita HIV/AIDS tidak hanya dari golongan orang dewasa yang senang melakukan hubungan seks dan berganti-ganti pasangan, tetapi juga anak yang baru lahir pun tidak menutup kemungkinan terserang dan mengidap HIV/AIDS. Hal ini disebabkan pergeseran cara penularan penyakit tersebut. Faktor risiko penularan terbanyak adalah melalui heteroseksual (59,8%), jarum suntik (18%), diikuti penularan melalui perinatal (2,7%), dan homoseksual (2,4%). Selama ini, epidemi AIDS hanya teronsentrasi pada populasi risiko tingkat tinggi. Tetapi sekarang telah bergeser dari hubungan seks yang tidak aman ke pemakaian narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), terutama bagi mereka yang menggunakan jarum suntik.1

Masalah HIV/AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular saja, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang luas. Oleh karena itu, penanganannya tidak hanya dari segi medis tetapi juga dari segi psikososial dengan menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela, bukan dipaksakan atau diwajibkan.1

Konseling tes sukarela atau Voluntary Conseling and Testing (VCT) merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu setiap orang mendapatkan akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial. Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat dapat dicapai, sehingga proses pikir, perasaan dan perilaku dapat diarahkan kepada perubahan perilaku yang lebih sehat.2

Proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.3

PKBI Sunan Kuning sebagai salah satu yang memiliki pelayan VCT, menyadari betapa pentingnya manajemen pelayanan berkualitas bagi para pasiennya. Dengan demikian

(8)

diharapkan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan dapat menerima layanan yang baik, menurunkan stigma dan mengurangi diskriminasi.

I.2. Tujuan

I.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui kegiatan serta manfaat dari pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Conseling and Testing /VCT) untuk menurunkan angka kematian akibat HIV/AIDS melalui pendeteksian dini terhadap penyakit tersebut.

I.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan dalam pelayanan VCT pada klinik Griya ASA Sunan Kuning.

2. Mengetahui jumlah pasien/klien yang memanfaatkan pelayanan VCT Klinik Griya ASA Sunan Kuning.

3. Mengetahui masalah atau kendala yang diperoleh selama program kerja dan pelayanan VCT di Klinik Griya ASA.

I.3. Manfaat

I.3.1. Bagi Mahasiswa

Mendapatkan informasi mengenai program dan alur pelayanan VCT khususnya di Klinik Griya ASA serta dapat meningkatkan kualitas kesehatan individu yang berisiko tinggi dalam mengurangi risiko penularan HIV/AIDS.

I.3.2. Bagi Masyarakat

Masyarakat mengetahui bagaimana pendeteksian dini pada penyakit HIV/AIDS dan masyarakat mengetahui gejala, cara penularan, pencegahan serta pengobatan dari penyakit HIV/AIDS.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)

II.1.1 Definisi

HIV merupakan singkatan dari “Human Immunodeficiency Virus”. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.4

AIDS adalah singkatan dari “Acquired Immunodeficiency Syndrome” dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV merupakan penyakit penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.4

II.1.2 Penularan

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu4 :

 Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

 Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

 Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV

 Alat-alat untuk menoreh kulit (contoh: tato)

 Ibu pada bayinya

(10)

II.1.3 Tahapan HIV – AIDS

Ada beberapa tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS4 :

 Tahap 1 : Periode Jendela

o HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam darah

o Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat o Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini

o Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan

 Tahap 2 : HIV Positif (5 – 10 tahun) o HIV berkembang biak dalam tubuh

o Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

o Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV

o Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)

 Tahap 3 : HIV Positif (gejala)

o Sistem kekebalan tubuh semakin turun

o Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll

o Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya

 Tahap 4 : AIDS (infeksi semakin buruk)

o Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah

o Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap-tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut4:

 Tahap I : Penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.

(11)

 Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)

 Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau

 Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.4

II.1.4 Gejala dan tanda

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti demam (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi.5

Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.

Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.5

(12)

Tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.5

Pengobatan dan perawatan yang ada terdiri dari sejumlah unsur yang berbeda, yang meliputi konseling dan tes mandiri (VCT), dukungan bagi pencegahan penularan HIV, konseling tindak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan IMS, pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS), dan pemberian obat-obatan antiretroviral.2

Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini bekerja melawan infeksi itu sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh. Dalam suatu sel yang terinfeksi, HIV mereplikasi diri, yang kemudian dapat menginfeksi sel-sel lain dalam tubuh yang masih sehat. Semakin banyak sel yang diinfeksi HIV, semakin besar dampak yang ditimbulkannya terhadap kekebalan tubuh (immunodeficiency). Obat-obatan antiretroviral memperlambat replikasi sel-sel, yang berarti memperlambat penyebaran virus dalam tubuh, dengan mengganggu proses replikasi dengan berbagai cara antara lain5:

1. Penghambat Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)

HIV memerlukan enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mereplikasi diri. Jenis obat-obatan ini memperlambat kerja reverse transcriptase dengan cara mencegah proses pengembangbiakkan materi genetik virus tersebut.

2. Penghambat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI)

Jenis obat-obatan ini juga mengacaukan replikasi HIV dengan mengikat enzim reverse transcriptase itu sendiri. Hal ini mencegah agar enzim ini tidak bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel yang terinfeksi.

3. Penghambat Protease (PI)

Protease merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV untuk membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah belah protein dan enzim dalam sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat menginfeksi sel yang lain. Penghambat protease mencegah pemecah-belahan protein dan karenanya memperlambat produksi partikel virus baru.

(13)

Penggunaan ARV dalam kombinasi tiga atau lebih obat-obatan menunjukkan dapat menurunkan jumlah kematian dan penyakit yang terkait dengan AIDS secara dramatis. Walau bukan solusi penyembuhan, kombinasi terapi ARV dapat memperpanjang hidup orang penyandang HIV-positif, membuat mereka lebih sehat, dan hidup lebih produktif dengan mengurangi varaemia (jumlah HIV dalam darah) dan meningkatkan jumlah sel-sel CD4+ (sel-sel darah putih yang penting bagi sistem kekebalan tubuh).5

Supaya pengobatan antiretroviral dapat efektif untuk waktu yang lama, jenis obat-obatan antiretroviral yang berbeda perlu dikombinasikan. Inilah yang disebut sebagai terapi kombinasi. Istilah ‘Highly Active Anti-Retroviral Therapy’ (HAART) digunakan untuk menyebut kombinasi dari tiga atau lebih obat anti HIV.5

II.1.6 Pencegahan

Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan6:

 Berpantang seks

 Hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi

 Seks Non - Penetratif

 Penggunaan kondom pria atau kondom wanita secara konsisten dan benar Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi6:

 Bagi pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali.

 Pastikan bahwa darah dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar keamanan darah dilaksanakan.

II.2 Voluntary Counseling and Testing

VCT (Voluntary Counseling and Testing) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS, merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang

(14)

dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih yang memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan seluk beluk HIV / AIDS.1 Voluntary atau sukarela artinya semua klien yang akan dikonseling harus dalam bentuk sukarela, tidak boleh dipaksa oleh karena klien posisinya lebih rendah dari konselor atau ikut konseling karena diperintahkan oleh pasangannya. Demi untuk tidak menyebarkan HIV mungkin suatu waktu calon pengantin perlu tes HIV. VCT merupakan pintu masuk (entry point) untuk pencegahan dan perawatan HIV/AIDS.7

II.2.1 Konselor

Konselor adalah full time counselor yang berlatar belakang psikologi dan ilmuwan psikologi (psychiatrists, family therapist, psikologi terapan) yang sudah mengikuti pelatihan VCT dengan standart WHO. Profesional dari kalangan perawat, pekerja sosial dan dokter. Community-based yang sudah terlatih (Peer).7

Konselor Dasar (Lay Counselor)

o Berangkat dari kebutuhan sebaya

o Dekat dengan komunitas

o Lebih mempromosikan VCT dan konseling dukungan.

Konselor Profesional (Profesional Counselor)

o Pre dan post konseling

o Issue Psikososial

Konselor Senior/pelatih (Senior Counselor)

o Memberikan dukungan untuk konselor dan petugas managemen kasus

o Mendampingi, supervisi dan memberikan bantuan teknis kepada konselor

(15)

II.2.2 Prinsip VCT

 Adanya persetujuan dari klien yang dinyatakan dengan penandatanganan surat persetujuan (Informed Consent) atas dasar sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun.

 Ada kerahasiaan segala sesuatu yang dibicarakan antara konselor dengan klien

 Tidak ada diskriminasi dan dilakukan dalam suasana persahabatan

 Menggunakan prinsip klien center dalam menentukan keputusan7

II.2.3 Tujuan utama VCT Tujuan utama VCT adalah7:

 Mendorong orang sehat, tanpa keluhan/asimptomatik untuk mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi kemungkinan tertular HIV

 Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif, karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV

 Mendorong seseorang yang sudah ODHA untuk merubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau HIV/AIDS merupakan vonis kematian.

 Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan pengobatan ODHA

 Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang memudahkan penularan HIV

 Memberikan dukungan moril untuk merubah perilaku ke arah yang lebih sehat dan aman dari infeksi HIV

II.2.4 Manfaat VCT a. Pada Individu7

 Membantu ODHA mengatasi stres dan membuat keputusan-keputusan pribadi berkaitan dengan nasibnya.

 Mengurangi risiko pribadi untuk tertular HIV

 Membantu ODHA untuk menerima nasibnya

 Mengarahkan ODHA untuk menerima pelayanan yang dibutuhkan

 Merencanakan perubahan perilaku

(16)

 Meningkatkan kualitas kesehatan pribadi

 Mencegah infeksi HIV dari ibu ke bayi

 Menfasilitasi akses pelayanan sosial

 Menfasilitasi akses pelayanan medis (Infeksi oportunistik, IMS, OAT, ARV)

 Memfasilitasi kegiatan dan dukungan sebaya b. Pada masyarakat7

 Memutus rantai penularan HIV dalam masyarakat

 Mengurangi stigma masyarakat

 Mendorong masyarakat dan pihak yang terkait untuk memberi dukungan pada ODHA

II.2.5 Tahap-tahap VCT

Pada dasarnya tahap-tahap dalam pelaksanaan VCT ada tiga tahap yaitu7: 1. Konseling pre tes HIV

Yang diberikan dalam konseling pre tes HIV

 Perilaku yang berisiko menularkan HIV

 Pengenalan HIV/AIDS, pencegahan dan pengobatannya

 Untungnya jika ikut VCT dan kerugiannya bila ditolak

 Makna bila hasil tes positif atau negatif

 Rencana perubahan perilaku

 Dampak atas pribadi, keluarga dan sosial terhadap hasil tes HIV 2. Tes HIV

Hasil Tes HIV yang perlu diketahui

 Reaktif  dalam tubuh klien ada HIV (sudah jadi ODHA)

 Non reaktif  HIV belum ada dalam tubuh klien

 Indeterminate  tes perlu diulangi karena hasil tidak jelas

Masa/periode jendela  masa antara masuknya HIV kedalam tubuh sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV (umumnya 2 minggu sampai 6 bulan), namun HIV dapat ditemukan dalam darah, sehingga sudah infeksius. Pada periode jendela (window periode) ini sangat membahayakan karena disangka negatif, padahal HIV positif

3. Konseling pasca tes HIV

Yang diberikan dalam konseling post tes HIV

(17)

 Bila belum dimengerti, klien bisa bertanya sampai jelas maknanya.

 Setelah hasil tes dimengerti, maka klien mungkin menangggapi secara emosional. Dalam keadaan demikian konselor HIV/AIDS mendampingi klien mengendalikan reaksi emosional mereka.

 Setelah klien tenang dan dapat menerima hasil tes HIV, maka konselor akan memberikan penjelasan kembali tentang:

o Cara pencegahan dan penularan HIV/AIDS terlepas hasil tes klien positif atau negatif.

o Memberi dukungan sesuai yang dibutuhkan. o Membuat rencana lebih lanjut.

II.3. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS II.3.1. Tujuan Penanggulangan HIV dan AIDS

Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat. 8

II.3.2. Strategi

Untuk mencapai tujuan STRANAS, ditetapkan strategi sebagai berikut8:

 Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan menguji coba cara-cara baru

 Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang memerlukan akses perawatan dan pengobatan

 Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan;

 Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS

 Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV di lingkungannya

(18)

 Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS

 Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemamfaatannya di semua tingkat.

II.4. Area Pencegahan HIV Dan AIDS

Penyebaran HIV dipengaruhi oleh perilaku berisiko kelompok-kelompok masyarakat. Pencegahan dilakukan kepada kelompok-kelompok masyarakat sesuai dengan perilaku kelompok dan potensi ancaman yang dihadapi. Kegiatan-kegiatan dari pencegahan dalam bentuk penyuluhan, promosi hidup sehat, pendidikan sampai kepada cara menggunakan alat pencegahan yang efektif dikemas sesuai dengan sasaran upaya pencegahan. Dalam mengemas program-program pencegahan dibedakan kelompok-kelompok sasaran sebagai berikut8:

• Kelompok tertular (infected people)

Kelompok tertular adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV. Pencegahan ditujukan untuk menghambat lajunya perkembangan HIV, memelihara produktifitas individu dan meningkatkan kwalitas hidup.8

• Kelompok berisiko tertular atau rawan tertular (high-risk people)

Kelompok berisiko tertular adalah mereka yang berperilaku sedemikian rupa sehingga sangat berisiko untuk tertular HIV. Dalam kelompok ini termasuk penjaja seks baik perempuan maupun laki-laki, pelanggan penjaja seks, penyalahguna napza suntik dan pasangannya, waria penjaja seks dan pelanggannya serta lelaki suka lelaki. Karena kekhususannya, narapidana termasuk dalam kelompok ini. Pencegahan untuk kelompok ini ditujukan untuk mengubah perilaku berisiko menjadi perilaku aman.8

• Kelompok rentan (vulnerable people)

Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang karena lingkup pekerjaan, lingkungan, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang rendah dan status kesehatan yang labil, sehingga rentan terhadap penularan HIV. Termasuk dalam kelompok rentan adalah orang dengan mobilitas tinggi baik sipil maupun militer, perempuan, remaja, anak jalanan, pengungsi, ibu hamil, penerima transfusi darah dan petugas pelayanan kesehatan. Pencegahan untuk kelompok ini ditujukan

(19)

agar tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko tertular HIV (menghambat menuju kelompok berisiko).8

• Masyarakat Umum (general population)

Masyarakat umum adalah mereka yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok terdahulu. Pencegahan ditujukan untuk peningkatkan kewaspadaan, kepedulian dan keterlibatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di lingkungannya.8

BAB III

PROGRAM VCT GRIYA ASA III.1. Profil Griya ASA

Aksi Stop AIDS (ASA) merupakan upaya dari pemerintah dan dunia dalam mencegah dan memberantas penyakit HIV/AIDS yang semakin banyak di masyarakat. ASA PKBI Jawa Tengah sebagai kelompok relawan peduli AIDS, narkoba dan IMS yang bernaung dibawah PKBI Daerah Jawa Tengah yang lahir pada tanggal 16 Maret 1998 karena dipicu oleh merebaknya kasus HIV-AIDS, narkoba dan IMS di Jawa Tengah.9

Salah satu Aksi Stop AIDS (ASA) PKBI Jawa Tengah adalah program pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja seks. Pada tanggal 10 Januari 2002 Aksi Stop AIDS (ASA) PKBI Jawa Tengah membagi program pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja seks menjadi dua yaitu, Griya ASA yang berlokasi di lokalisasi Sunan Kuning Semarang, dan ASA TDH di jalan Argorejo 10 No.5 Kalibanteng Kulon. Griya ASA mendapat kepercayaan untuk melakukan program ASA di lokalisasi Sunan Kuning.

Program ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang IMS, HIV/AIDS kepada WPS dan pelanggannya, serta cara pencegahannya melalui pendekatan pendampingan (Outreach). Pelaksana pendampingan adalah direkrut dari para relawan Griya ASA PKBI Jawa Tengah. Untuk memberikan pelayanan komprehensif, PKBI Kota Semarang mendirikan klinik IMS bagi WPS dan pelanggannya di Sunan Kuning dan non lokalisasi sekaligus pelanggan PSK. Dibangun juga sistem rujukan baik rujukan khusus maupun rujukan laboratorium.

Griya ASA PKBI Kota Semarang merupakan suatu program dari Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) PKBI Kota Semarang yang bergerak di bidang Kelaurga Berencana (KB), Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Kota

(20)

resiko tinggi di wilayah Kota Semarang. Adapun tujuannya adalah membantu Pemerintah dalam program KB, pencegahan penularan IMS dan HIV/AIDS yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.

Program - program yang terdapat di Griya ASA : 1) Outreach (Pendampingan)

2) VCT (Konseling dan Tes Sukarela) 3) PMTCT

Hal yang perlu diketahui dari hasil testing HIV adalah : 1) Tanda Non reaktif berarti HIV belum ada di dalam tubuh 2) Tanda reaktif berarti HIV sudah ada pada tubuh

3) Indeterminate berarti perlu adanya pengulangan testing HIV karena hasil testing HIV tidak jelas

4) Masa jendela berarti masa inkubasi HIV yaitu masa antara masuknya virus HIV ke dalam tubuh manusia sampai terbentuknya antibody terhadap HIV atau disebut HIV positif (umumnya 2 minggu – 6 bulan).

Penyampaian hasil testing negatif dan positif, meliputi10:

1) Memberikan waktu bagi klien untuk memahami hasil tes dan bereaksi. 2) Mendampingi klien dalam mengendalikan reaksi emosional.

3) Menjelaskan makna reaktif atau nonreaktif .

4) Menjelaskan kembali cara pencegahan dan penularan HIV/AIDS, terlepas hasil tes negatif/positif .

5) Memberikan dukungan yang sesuai . 6) Membuat rencana lebih lanjut .

7) Membahas tindak lanjut medis dan strategi perubahan perilaku Tabel 1. Hasil Test VCT

Hasil Test (-) Hasil Test (+)

- Menegaskan kembali cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

- Membantu merencanakan perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman.

- Memberi dukungan untuk

- Sampaikan berita dengan hati-hati. - Sediakan waktu untuk diskusi. - Bantu adaptasi dengan situasi. - Buat rencana tepat dan rasional. - Konseling berkelanjutan melibatkan

kelurga, teman, dan lingkungan. - Dorongan untuk mengurangi

(21)

Hasil Konseling Post Test

Informasi hasil Konseling hasil test Negatif Positif

Periksa ulang 3 bulan kemudian Analisa kesiapan pasien

Manajemen reaksi emosi dan dukungan reaksi psikologis Perencanaan dukungan dan perawatan

Info layanan klinik, KDS, MK, ARV Rencana penurunan resiko

Rukukan konseling, MK, KDS, layanan kesehatan, PL, PMTCT mempertahankan perilaku yang lebih sehat.

- Anjuran untuk melakukan VCT kembali 3 bulan berikutnya.

penularan, motivasi untuk menurunkan risiko penularan.

- Kenali sumber dukungan lain, termasuk layanan medik RS dan perawatan rumah.

- Merujuk pada manajemen kasus. Bagan 2. Alur Pemeriksaan VCT

III.9. Data Kunjungan VCT

Tabel 2. Data Kunjungan VCT bulan Januari –Desember 2014

Bulan Jumlah

Kunjungan

Pre-Test Test Post-Test Reaktif

Januari 62 62 62 62 2 Orang

Februari 63 63 63 63 2 Orang

(22)

April 128 128 128 128 0 Orang Mei 121 121 121 121 0 Orang Juni 127 127 127 127 0 Orang Juli 16 16 16 16 2 Orang Agustus 79 79 79 79 0 orang September 56 56 56 56 4 orang Oktober 57 57 57 57 2 orang November 116 116 116 116 4 orang Desember 44 44 44 44 1 orang

Berdasarkan data kunjungan VCT pada bulan Januari – Desember 2014 didapatkan rata-rata jumlah kunjungan VCT sebanyak 86 orang per bulan, rata-rata yang melakukan pre-test sebanyak 86 orang per bulan, rata-rata yang melakukan test sebanyak 86 orang per bulan, dan yang melakukan post-test sebanyak 86 orang per bulan. Berdasarkan data tersebut ditemukan 19 kasus baru HIV reaktif pada bulan Januari (2 orang), Februari (2 orang), Maret (2 orang), Juli (2 orang), September (4 orang), Oktober (2 orang), November (4 orang), Desember (1 orang) tahun 2014. Target jumlah kunjungan setiap bulannya adalah sebanyak 108 orang, namun dari data tersebut jumlah kunjungan terbanyak adalah pada bulan Maret 2014 yaitu sebanyak 169 orang. Dengan kata lain data kunjungan VCT setiap bulan belum memenuhi target.

(23)

III.10 Kendala Kegiatan VCT

Adapun hal-hal yang menjadi kendala dalam kegiatan VCT di Griya ASA adalah:

Tabel 3: Kendala Kegiatan VCT

PRE-TEST TEST POST-TEST

1. Masih ada klien yang takut dalam mengikuti kegiatan VCT.

2. Belum tersedianya ruangan untuk pre-test, test dan post-test yang memadai.

1. Tidak ada tempat yang memadai untuk dilaksanakan tes

1. Ada beberapa klien yang takut mengetahui hasil, sehingga hasil post-test tidak diambil.

2. 75% klien yang positif HIV tidak mau alih profesi dan telah diedukasi untuk memakai kondom, namun dalam pekerjaannya tidak dapat dipastikan apakah klien tetap memakai kondom atau tidak. 3. Klien resah karena takut terjadi kebocoran hasil pemeriksaan yang terjadi di Sunan Kuning yang dilakukan oleh sesama anggota KDS (Kelompok Dukungan Sesama).

(24)

BAB IV

KASUS DAN PEMBAHASAN IV.1. Non ODHA

Klien I

Identitas Klien

Nama : Nn. R

Usia : 23 tahun

Alamat : Sunan Kuning gang II

Alamat Asal : Grobogan

Status : Belum menikah

Jumlah Anak :

-Lama Bekerja : 5 tahun Pendidikan terakhir : SMP

Agama : Islam

Alasan bekerja sebagai WPS : Diajak teman sekampung, ditawarkan menjadi WPS karena alasan ekonomi.

Permasalahan

Nn.R, berusia 23 tahun. Klien adalah anak pertama dari 4 bersaudara, ayah klien adalah buruh serabutan dengan penghasilan perbulan tidak menetap tetapi jika dihitung penghasilan rata-rata adalah kurang lebih Rp.300.000, ibu klien tidak bekerja karena ke 3 adik klien masih kecil dengan adik bungsunya berumur 1bulan. Klien bersekolah hanya sampai jenjang SMP karena ke 3 adiknya mulai besar dan klien merasa lebih baik adik-adiknya yang bersekolah sementara klien dan ayahnya yang akan menghidupi keluarga. Klien sempat bekerja menjadi tukang bersih-bersih di sebuah tempat makan tetapi gajinya tidak mencukupi untuk menghidupi keluarga, lalu klien diajak teman sekampungnya untuk bekerja dengan gaji lebih besar sebagai WPS di Sunan Kuning. Untuk menghidupi keluarga terutama membiayai sekolah adik-adiknya yang masih kecil maka klien memutuskan untuk bekerja sebagai WPS di Sunan Kuning.

Klien telah menjadi WPS di Sunan Kuning sejak 5 tahun yang lalu. Selama melakukan hubungan seks, klien jarang meggunakan kondom yang dibagikan oleh

(25)

Griya ASA. Klien mengaku melakukan aktivitas seksual dengan cara pervaginal. Ny.R mengaku pernah melakukan oral namun tidak pernah melakukan anal seks dalam pekerjaannya ini. Klien sudah pernah melakukan VCT sebelumnya. Klien rutin melakukan VCT yaitu 4 kali dalam setahun (tiga bulan sekali). Klien mengerti akan pentingnya VCT bagi kesehatan. Selama melakukan pemeriksaan VCT klien mengatakan bahwa semua hasilnya negatif. Terakhir klien melakukan VCT pada bulan September 2014 dan diperoleh hasilnya negatif. Menurut pengakuan dari klien tidak ada riwayat penyakit menular sebelumnya, klien tidak pernah memakai obat-obatan seperti narkoba.

Klien berencana untuk tetap bekerja sebagai WPS karena klien masih harus membiayakan keluarganya sampai adik-adiknya mendapatkan pendidikan yang layak. Bagaimana pemecahan masalah untuk klien?

Pemecahan Masalah

Solusi pertama adalah agar Ny. R harus selalu diingatkan akan pentingnya melakukan VCT secara rutin tiap 3 bulan dan melakukan skrining IMS tiap 2 minggu agar penyakit menular seksual dan HIV/AIDS bisa terdeteksi lebih dini. Edukasi pada klien tentang pentingnya penggunaan kondom baik pada tamu untuk mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual atau HIV/AIDS.

Karena ada beberapa dilema yang akan dihadapi oleh klien, yakni harus membiayakan keluarganya, menyekolahkan adik-adiknya sampai selesai, klien masih membutuhkan pekerjaan sebagai WPS. Maka dari itu, KIE mengenai HIV/AIDS perlu diberikan kepada klien dan diharapkan agar klien selalu memakai alat pelindung yaitu kondom dalam upaya menurunkan kemungkinan penularan HIV.

Klien 2

Identitas Klien

Nama : Nn. A

Usia : 22 tahun

Alamat : Sunan Kuning gang IV

Alamat Asal : Bandung

Status : Belum menikah

Jumlah Anak :

(26)

Pendidikan terakhir : SD

Agama : Islam

Alasan bekerja sebagai WPS : Masalah ekonomi Permasalahan

Nn. A, berusia 22 tahun, Karena terhimpit dengan masalah ekonomi dan Karena susahnya mencari pekerjaan dengan gaji besar dikarenakan klien hanya seorang lulusan SD, Nn. R menerima ajakan temannya untuk bekerja di Sunan Kuning. Keluarga Nn. R tidak mengetahui bahwa Nn.R bekerja di Sunan Kuning

Nn. R sudah bekerja selama 2 tahun di Sunan Kuning dengan penghasilan rata-rata 3 juta perbulannya. Klien mengaku selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan, dan klien juga mengaku tidak pernah mau menerima tamu apabila tamu dengan kesehatan yang tampak mencurigakan (tidak bersih).

Klien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang baik pil minum, hisap, atau melalui suntikan. Klien rutin melakukan VCT setiap 3 bulan sekali selama di Sunan Kuning. Klien melakukan VCT terakhir pada bulan Desember 2014 dan diperoleh hasil negatif. Nn. R dapat bersosialisasi dengan WPS yang lain dengan baik. Pemecahan Masalah

Solusi pertama adalah memotivasi klien agar tetap melakukan VCT rutin setiap 3 bulan sekali agar mengetahui status kesehatannya. Edukasi pada klien tentang pentingnya penggunaan kondom baik pada tamu untuk mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual atau HIV/AIDS sekiranya ingin melakukan hubungan seksual.

Klien 3

Identitas Klien

Nama : Nn. D

Usia : 24 tahun

Alamat : Sunan Kuning Gang V

Alamat Asal : Bandung

Status : Belum Menikah

Jumlah Anak :

(27)

Pendidikan terakhir : SD

Agama : Islam

Alasan bekerja sebagai WPS : Masalah keluarga dan masalah ekonomi Permasalahan

Nn. S, berusia 24 tahun, berstatus belum menikah. Sebelumnya bekerja di Sunan Kuning, klien tinggal bersama keluarganya di Bandung. Klien merupakan anak kedua, Dari kecil pasien sudah dititip di rumah saudara jauh, saudara jauhnya mengaku kedua orangtua klien tidak mampu menghidupi klien. Klien mengaku bahwa dirinya adalah seorang anak yang nakal dan susah diatur sehingga sering diancam diusir oleh saudaranya. Karena tidak tahan terus menerus dimarahi dan merasa kesepian akhirnya klien mengambil keputusan untuk keluar dari rumah. Akibat pengaruh dari temannya, klien memutuskan untuk tinggal dan bekerja di Sunan Kuning tanpa sepengetahuan keluarganya.

Klien mengaku, bekerja sebagai WPS. Sehari klien bisa mendapat sampai 6-8 tamu. Tarif untuk setiap tamu bervariasi mulai Rp.150.000 – Rp. 250.000. Setiap tamu yang datang selalu diminta untuk memakai kondom. Namun ada beberapa tamu yang kadang menolak menggunakan kondom saat berhubungan seks. Aktivitas seksual yang dilakukan adalah pervaginal dan oral seks. Klien mengaku tidak pernah melakukan anal seks dalam pekerjaannya ini. Klien mengaku meminum alkohol dan merokok.

Klien beberapa kali melakukan VCT dan yang terakhir pada bulan Desember. Berdasarkan hasil VCT yang terakhir dilakukan, didapatkan hasil tidak reaktif dan tidak memiliki riwayat Infeksi Menular Seksual.

Permasalahan klien adalah tidak semua tamu memakai kondom dan melakukan oral seks. Selain itu, klien tidak mengikuti VCT sesuai jadwal karena klien mengaku takut untuk tahu hasil dari pemeriksaan VCT.

Pemecahan Masalah

Masalah yang dialami oleh klien merupakan hal klasik yang dialami oleh WPS lainnya, diantaranya dalam hal tamu yang tidak ingin menggunakan kondom saat berhubungan. Dan solusi yang didapatkan, pertama adalah agar klien selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan tamunya agar klien terhindar dari Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS. Karena memang hal ini jalan terbaik yang sebaiknya dilaksanakan oleh klien.

(28)

Solusi kedua, untuk kebiasaan oral seks yang dilakukan klien, dengan selalu menjaga kebersihan alat kelamin pelanggan sebelum melakukan oral seks dan menjaga kebersihan mulut klien setelah melakukan oral seks.

Solusi ketiga, klien diharapkan untuk rutin melakukan pemeriksaan VCT setiap 3 bulan sekali dan skrining IMS setiap 2 minggu sekali agar penyakit IMS dan HIV/AIDS bisa terdeteksi lebih dini. Maka dari itu KIE mengenai HIV/AIDS wajib diberikan kepada klien.

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan

1. Pemeriksaan VCT dapat mendeteksi HIV/AIDS secara dini sehingga dapat memutus rantai penularan dan penyebaran HIV/AIDS.

2. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya melakukan pemeriksaan VCT secara rutin sehingga kunjungan klien untuk melakukan pemeriksaan VCT pada lokalisasi kurang berjalan dengan baik.

3. Masih banyak klien melakukan tindakan berisiko penularan HIV/AIDS seperti melayani pelanggan tanpa kondom.

4. Menjaga kerahasiaan hasil medis setiap klien agar tidak terjadi kebocoran informasi ke pihak lain karena hal tersebut membuat resah klien yang dapat mengakibatkan menurunnya klien yang periksa VCT.

V.2. Saran

a. Bagi Pemerintah

Selalu menyediakan reagen untuk keperluan laboratorium di klinik Griya ASA agar tahapan tesing HIV dapat diselesaikan lebih cepat dan efisien.

b. Klinik Griya ASA

 Meningkatkan kualitas pelayanan VCT terutama dalam KIE tentang hidup sehat, penggunaan kondom dan pentingnya mengikuti pendampingan.

Membantu klien dalam mendapatkan akses yang dibutuhkan dalam Care Support Treatment (CST).

 Untuk meningkatkan mutu pelayanan, disarankan untuk memperbaiki bangunan.

c. Masyarakat

 Masyarakat diharapkan untuk lebih mengerti, memahami penyakit, faktor risiko dan gejala-gejala HIV/AIDS.

Masyarakat diharapkan untuk merubah perilaku dari unsafe seks menjadi safe seks.

 Masyarakat diharapkan untuk menyadari pentingnya deteksi dini HIV/AIDS melalui tes VCT dan melakukan tes VCT tiap 3 bulan sekali setelah melakukan perilaku berisiko.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

1. Laporan perkembangan HIV-AIDS di Indonesia, Triwulan I Tahun 2013. Available at:

http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1. Accessed on December 11th, 2014.

(31)

2. Berantas HIV/AIDS melalui program VCT. Available at: http://bidansmart.wordpress.com/2010/01/12/berantas-hivaids-melalui-program-care-support-treatment-vct. Accessed on December 11th, 2014.

3. Komisi Penanggulangan AIDS 2013. Available at: http://kpa-provsu.org/vct.php. Accessed on December 11th, 2014.

4. Peter Stalker 2008. Millenium Development Goals. Available at: www.undp.or.id/.../Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%2. Accessed on December 11th, 2014. .

5. KPAI 2011. Hiv dan AIDS. Available at: http://www.aidsindonesia.or.id/ . Accessed on December 11th, 2014.

6. Dasar HIV-AIDS 2009. Available at: http://spiritia.or.id/Stats/Statprev.php? lang=id&th=10 . Accessed on December 11th, 2014.

7. Kategori : Jenis-jenis intervensi 2011. Available at: http://www.aids-ina.org/w/index.php/Kategori:Jenis-jenis_Intervensi. Accessed on December 11th, 2014.

8. Michael Martine 2009. VCT, Metoda Evektif Deteksi dan Pencegahan HIV/AIDS. Available at: http://publicahealth.wordpress.com/ 2009/06/19/vct-metoda-evektif-deteksi-dan-pencegahan-hivaids/ . Accessed on December 11th, 2014.

9. Muljani alix. 2010. Konseling dan vct. Available

at:www.healthfoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/counseling___vct.pdf . Accessed on December 11th, 2014.

10. Voluntary Counseling Test (VCT) 2009. Available

at:www.napzasulsel.com/uploadfile/downloadp.php?id=52 Accessed on December 11th, 2014.

(32)

Gambar

Tabel 2. Data Kunjungan VCT bulan Januari –Desember 2014

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan uji XRD, untuk identifikasi struktur kristal dan ukuran kristal, uji sifat optik untuk mengetahui energi band gap, sehingga dapat diaplikasikan

Dari tujuh kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi yaitu Kelompok Bahan Makanan sebesar 1,81 persen, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 0,66

Berfungsi untuk mengolah gambar, berupa komputer dengan software khusus untuk medical imaging. Gambar dapat diolah tampilannya sehingga memudahkan

Model matematik epidemi penyakit rebah semai pada tanaman kedelai pada setiap perlakuan inokulasi actinomycetes dan VAM dan musim tanam (musim hujan dan musim kemarau)

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi untuk memenuhi syarat

konsep yang digunakan untuk menggambarkan berbagai konsep komputasi yang melibatkan beberapa konsep yang digunakan untuk menggambarkan berbagai konsep komputasi yang melibatkan

Hal ini memperlihatkan hubungan yang kuat antara kadar debu ambien dengan kesehatan masyarakat di sekitar Terminal Induk Km.6, jika kadar debu ambien tinggi... maka

Nilai p < 0,05 dapat diinterpretasikan secara statistik bahwa ada hubungan yang signifikan antara kadar magnesium dalam air dengan kejadian batu saluran kemih, sehingga