• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...i

PERNYATAAN KEASLIAAN PENELITIAN ...ii

ABSTRACT ...iii

ABSTRAK ...iv

RINGKASAN ...v

HALAMAN PERSETUJUAN ...vii

TIM PENGUJI ...viii

RIWAYAT HIDUP ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

I. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian...5

1.4 Manfaat Penelitian ...5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1 Sejarah Subak ...7

2.2 Pengertian Subak ...8

2.3 Manajemen Irigasi Subak ...9

2.4 Awig-Awig ...18

2.5 Sistem Tektek dan Sistem Bumbung ...20

2.6 Subak Sebagai Sistem Irigasi Tradisional ...22

(2)

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik ...24

2.7 Kerangka Pemikiran ...30

III. METODE PENELITIAN ...31

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...31

3.2 Data dan Metode Pengumpulan Data ...32

3.2.1 Data...32

3.2.2 Metode pengumpulan data ...33

3.3 Penentuan Informan Kunci ...34

3.4 Keabsahan Data dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...35

3.5 Analisis Data ...37

IV. GAMBARAN UMUM SUBAK UMAYA ...39

4.1 Lokasi dan Topografi Subak Umaya ...39

4.2 Sejarah Subak Umaya ...44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...46

5.1 Struktur Organisasi Subak Umaya ...46

5.2 Sistem Irigasi Subak Umaya ...53

5.2.1 Pencarian dan pendistribusian air irigasi ...53

5.2.2 Manajemen konflik ...64

5.2.3 Operasi dan pemeliharaan saluran irigasi ...65

5.2.4 Upacara ritual keagamaan ...65

5.2.5 Mobilisasi sumber daya ...69

5.3 Pengaturan Pembagian Air ...70

VI. SIMPULAN DAN SARAN ...80

6.1 Simpulan ...80

6.2 Saran ...82

DAFTAR PUSTAKA ...84

(3)

ABSTRAK

Wahyuni Yusmita. NIM 1205315055. Manajemen Irigasi Tradisional pada Sistem Subak Umaya Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Dibimbing oleh: Dr. I Gede Setiawan Adi Putra,SP.,M.Si dan Dr. I Wayan Budiasa,SP.,MP.

Subak Umaya memiliki sistem pembagian air irigasi tradisional yang disebut

sistem bumbung. Subak umumnya menghadapi permasalahan alih fungsi lahan,

hilangnya unsur THK dan keterbatasan air. Menarik meneliti kondisi sistem bumbung

ditengah permasalahan subak. Saat, observasi awal di Subak Umaya ternyata tidak

semua anggota menggunakan bumbung. Tujuan penelitian untuk mengetahui sistem

irigasi tradisional dan pembagian air irigasi ke setiap anggota di Subak Umaya. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian mengindikasikan pembagian air di subak menggunakan alat berupa

bumbung dan cakangan. Hak atas air didasarkan pada luas lahan. Kebutuhan air

berdasarkan pola tanam padi-palawija-palawija. Sistem penanaman ngulu-ngasep.

Subak menerapkan sistem continues flow dan intermitten flow untuk memberikan air

pada tanaman. Konflik akibat air belum pernah terjadi. Saluran yang menjadi tanggung jawab subak dimulai dari trowongan setelah Sungai Yeh Masin sampai ke saluran tersier. Upacara ritual dilaksanakan secara kolektif dan individu. Sumber dana

berasal dari anggota aktif dan pemerintah. Struktur subak: pekaseh, wakil pekaseh,

sekretaris, bendahara, kelian tempek, dan pembantu kelian tempek. Anggota yang

memakai bumbung 18%, dan 82% memakai cakangan. Banyak anggota

menggunakan cakangan karena adanya kelonggaran aturan. Keistimewaan bumbung

adalah mencegah terjadinya banjir, karena memiliki lubang yang terukur.

Subak Umaya diharapkan dapat menyisihkan dana untuk memperbaiki saluran

yang rusak. Subak memberikan air secara intermittent flow dan menerapkan kembali

sistem bumbung agar dapat menanam padi secara serentak. Serta subak dapat

membuat aturan yang tegas mengenai penggunaan langki dan cakangan.

Kata kunci: sistem irigasi subak, fungsi subak, struktur subak, sistem pembagian air,

(4)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Subak sebagai kelompok petani tradisional sudah ada di Bali sejak masa silam atau jaman dahulu kala. Berdasarkan hasil penelitian, pertanian dengan sistem persawahan dan tegalan yang teratur telah ada di Bali pada tahun 882 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari prasasti Sukawana Al tahun 882 Masehi. Hal ini disebutkan kata

huma yang berarti sawah dan kata parlak yang berarti tegalan.

Kenyataan ini diperkuat lagi oleh adanya prasasti Bebetin Al tahun 896 Masehi.

Dalam prasasti ini di antaranya disebutkan kata-kata: undagi lancing (tukang

membuat perahu), undagi batu (tukang membelah batu), dan undagi pengarung

(tukang membuat trowongan air). Pada masa itu sudah ada ukuran pembagian air

irigasi untuk persawahan yang disebut kilan, yang sekarang disebut tektekan, yakni

ukuran irigasi untuk persawahan (Purwita dan Cantika dalam Sudarta, 2005).

Berdasarkan pernyataan tersebut, subak merupakan organisasi tradisional dan telah ada sebelum era globalisasi dan modernisasi. Subak tetap mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat ini. Bahkan subak masih mempertahankan cara-cara tradisional dalam menjalankan aktifitas bertani dan berorganisasi. Fokus utama subak adalah sistem irigasi, dimana organisasi ini memiliki keunikan dan ciri khas dalam pendistribusian air irigasi pada setiap anggotanya agar adil, efektif dan tidak menyebabkan konflik antar anggota subak. Sistem irigasi secara tradisional ini masih diterapkan oleh subak karena terbukti masih relevan digunakan bahkan di era

modernisasi seperti saat ini.

(5)

2

Ada dua jenis sistem pembagian air yang diterapkan subak di bali, yaitu

sistem tektek dan sistem bumbung. Sistem tektek sudah umum diterapkan oleh subak

dibali. Namun, sistem bumbung hanya diterapkan di subak tertentu seperti: Subak

Umaya (Karangasem) pipa yang digunakan dari bambu, jadi merupakan bumbung

bambu, akan tetapi salah satu ujung ruasnya utuh. Pemberian air bagi petak sawah dengan jalan melobangi dinding yang ujungnya tetap utuh dengan lobang persegi

empat. Besarnya lobang itu ada dua macam, yaitu: 3 nyari/jari (kira-kira 5 x 5 cm)

bagi sawah dengan luas 1 bit tenah dan 2 nyari/jari (kira-kira 3 x 3 cm) bagi sawah

dengan luas bit sibak (1/2 bit tenah). Di Subak ini 1 bit tenah untuk sawah dengan

satuan luas rata-rata 0,25-0,30 ha. Keadaan tanah di tempat ini sangat berpasir (Shusila, 1987).

Patokan yang lebih terperinci dari penggunaan sistem bumbung (pipa),

dijumpai di Subak Gombang Kelod (Klungkung), dimana pipa yang digunakan

dengan pembakuan sebagi berikut: 1) Sawah yang menggunakan bibit satu bit tenah

(luasnya kira-kira 0,30-0,40 ha) dengan pipa bambu yang biasa digunakan usuk

(iga-iga bale gede) yang diameternya 8 cm; 2) Sawah dengan bibit satu bitsibak (luasnya

kira-kira 0,20-0,30 ha) dengan pipa bambu yang biasa digunakan usuk (iga-iga bale

meten) yang diameternya 6 cm; 3) Sawah dengan bibit satu bitdepuk (luasnya

kira-kira 0,10-0,20 ha) dengan pipa bambu yang biasa digunakan usuk (iga-iga bale

piasan) yang diameternya 4 cm; dan 4) Sawah dengan bibit satu bitseping (luasnya

kira-kira 0,05-0,10 ha) dengan pipa bambu yang biasa digunakan usuk (iga-iga bale

(6)

3

Subak Sangkaragung (Jembrana) pemberian air pada petak sawah

menggunakan pipa yang mempunyai keliling lobang 25 Cm bagi 1 (satu) kesit sawah,

dimana satu kesit itu luasnya kurang lebih 0,40-0,50 ha. Pipa yang digunakan dengan

lobang menerus, dan pipanya dari jenis paralon, pipa beton (keluwung) dan bagi yang

tidak mampu masih menggunakan pipa bambu (Sushila, 1987).

Seperti itulah sistem irigasi yang secara umum diterapkan subak ataupun secara khusus yang diterapkan oleh beberapa subak dalam catatan Sushila (1987). Sudah 29 tahun berlalu dan selama periode tersebut banyak tantangan yang dihadapi

subak dalam mempertahankan eksistensinya. Budiasa et al. (2015) menyatakan

“berdasarkan data statistik tahun 2012, provinsi Bali (terdiri lebih dari 563.666 ha) meliputi 81.744 ha (14,5 %) sawah yang di atur langsung oleh 1.548 sistem subak, 273.655 ha (48,55 %) lahan pertanian lain, dan 208.267 ha (36,95%) bukan lahan pertanian. Selama periode 15 tahun ( 1997-2011), konversi pertahun diperkirakan 436,3 ha (0,5 %). Tiga urutan teratas dari sembilan kabupaten yang mengalami konversi lahan di Bali adalah Denpasar, Klungkung dan Buleleng dengan rata-rata konversi pertahun berturut-turut adalah 1,33% (35 ha), 0,8% (31 ha), dan 0,45% (50 ha). Area yang tersisa pada tahun 2013 adalah 81.165 ha, masih dipergunakan untuk menanam padi di Bali.”

Sutawan (2001) menyatakan tantangan-tantangan yang dihadapi subak adalah persaingan dalam pemasaran hasil-hasil pertanian yang semakin tajam, meciutnya areal persawahan beririgasi akibat alih fungsi, ketersediaan air semakin terbatas, kerusakan lingkungan khususnya pencemaran sumberdaya air, penyerahan kembali

(7)

4

tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi kepada petani, dan berkurangnya minat pemuda untuk bekerja sebagai petani.

Melihat begitu banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh

subak saat ini, maka menarik untuk dilihat bagaimana kondisi subak yang memiliki

ciri khas bangunan atau alat bagi air berupa bumbung yang pernah diamati oleh

Sushila. Setelah dilaksanakan pengecekan lokasi, penelitian difokuskan pada satu subak yaitu, Subak Umaya Kabupaten Karangasem. Subak Umaya Kabupaten Karangasem dipilih menjadi lokasi penelitian karena disana masih terdapat sistem bumbung. Pada saat pengecekan lokasi di Subak Umaya memang ditemukan

bumbung. Namun, ternyata tidak semua anggota subak menggunakan sistem

bumbung. Hal tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut. Terutama mengenai

manajemen irigasi tradisional dan pembagian air irigasi yang diterapkan di subak Umaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka, dirumusakanlah rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem irigasi tradisional di Subak Umaya?

2. Bagaimana sistem pengaturan pembagian air kepada setiap anggota Subak Umaya?

(8)

5

1.3 Tujuan Penelitian

Dilihat dari rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem irigasi tradisional di Subak Umaya dan sistem pengaturan pembagian air kepada setiap anggota Subak Umaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah, khususnya Dinas Pertanian

dalam menentukan kebijakan dan regulasi yang terarah dan fokus dalam kemajuan pertanian. Khususnya pengembangan lembaga subak agar tetap bertahan dan dapat berkembang.

2. Bagi peneliti, dapat menjadi wahana dalam mempraktekkan teori-teori yang diperoleh di bangku perkuliahan dan sebagai ajang menggali ilmu pengetahuan baru serta potensi diri.

3. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang subak.

4. Bagi subak, penelitian ini bisa dijadikan masukan dalam menjaga eksistensinya dan dapat mengembangkan potensi yang ada pada subak.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai sistem irigasi tradisional dan pengaturan pemberian air ke setiap anggota di Subak Umaya. Adapun hal yang dibahas dalam

(9)

6

sistem irigasi tradisional adalah fungsi dan struktur subak. Fungsi Subak yaitu : pencarian dan pendistribusian air irigasi, manajemen konflik, operasi dan pemeliharaan saluran, upacara ritual dan mobilisasi sumber daya. Pengaturan pembagian air irigasi di Subak Umaya fokus pada alat yang digunakan untuk pembagian air dan penerapan aturan pembagian air. dan jaringan sosial. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Referensi

Dokumen terkait

72 baik tidak merespo n dengan baik akan berdamp ak pada lingkung an ng peran masyarak at manapun T4 (Penanga nan dan Pengelol aan Sampah Belum Optimal) Respon

Kerangka berpikir penulis dalam tesis ini dimulai dari Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhada Bambang Kariyanto dan Adam Munandar

BERLAKUNYA HUKUM TIDAK TERTULIS YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT DALAIN ICONTEKS ASAS

Net ekspor merupakan kondisi yang membandingkan antara ekspor dan impor, nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dengan net impor, artinya pada saat nilai tukar menguat maka

Dalam hal ini pengangguran tidak kentara masih termasuk dalam kegiatan bekerja, karena mereka masih memenuhi dari persyaratan yang termasuk golongan bekerja.

Analisis wacana kritis dengan menggunakan model sara Mills terhadap empat artikel dengan topik Vanessa di portal berita daring Detik.com menunjukkan bahwa semua

Plastik yang banyak digunakan untuk kemasan makanan adalah jenis plastik yang paling aman yaitu PET, PP, LDPE dan HDPE, jenis plastik ini termasuk kedalam kelompok

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural