• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan suatu bahasa yang tidak kita pahami sama sekali, serta mendengar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menggunakan suatu bahasa yang tidak kita pahami sama sekali, serta mendengar"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bila kita ditempatkan di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat yang menggunakan suatu bahasa yang tidak kita pahami sama sekali, serta mendengar percakapan antar penutur-penutur bahasa itu, maka kita mendapat kesan bahwa apa yang merangsang alat pendengar kita itu merupakan arus bunyi yang di sana-sini diselingi perhentian sebentar atau lama menurut kebutuhan penuturnya. Bila percakapan itu terjadi antara dua orang atau lebih, akan tampak pada kita bahwa sesudah seseorang menyelesaikan arus bunyinya itu, maka yang lain akan mengadakan reaksi. Reaksinya dapat berupa: mengeluarkan lagi arus-bunyi yang tidak dapat kita pahami itu, atau melakukan tindakan tertentu.

Dari uraian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dalam pengertian kita sehari-hari disebut bahasa meliputi dua bidang yaitu: bunyi yang dihasilkan alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi; bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya suatu reaksi itu (Keraf,1984:15).

Sejalan dengan pendapat itu, Kridalaksana (2008:24) menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

(2)

Suriasumantri (2005:175) memisahkan defenisi bahasa ke dalam dua aspek. Pertama, bahasa dicirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini manusia mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Komunikasi seperti ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal. Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati. Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada dua obyek tersebut. Kiranya patut disadari bahwa kita memberikan lambang kepada dua obyek tadi secara begitu saja, di mana tiap bangsa dengan bahasanya yang berbeda pula. Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain.

Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama manusia dari makhluk hidup lainnya di dunia ini. Bahasa mempunyai fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama sekali fungsi komunikatif yang dilakukan secara lisan maupun tulisan (Tarigan,1993:9).

Dibanding dengan bahasa lisan, menurut teori tentang asal mula bahasa yang bersumber pada Tuhan sudah ada sejak manusia diciptakan, bahasa tulis muncul relatif belum lama. Istilah bahasa tulis digunakan untuk mengacu keseluruhan sistem komunikasi yang didasarkan atas tulisan, bahasa digunakan untuk mengacu ke bahasa lisan, yaitu komunikasi melalui alat ucap, sedangkan sistem tulisan merupakan bagian dari bahasa tulis (Cahyono,1995:17).

(3)

Sejauh ini sekurang-kurangnya manusia telah mengenal empat macam tulisan, yaitu: piktograf, ideograf, silabis, fonemis (Keraf,1984:46).

Piktograf adalah suatu urutan beberapa gambar untuk melukiskan suatu peristiwa, misalnya pada orang Indian Mexico.

Ideograf atau logograf adalah tanda atau lambang yang mewakili sepatah atau pengertian, misalnya huruf Cina.

Silabis adalah suatu tanda untuk menggambarkan suatu suku kata, misalnya tulisan katakana dan hiragana dalam bahasa Jepang.

Fonemis adalah satu tanda untuk melambangkan satu bunyi, misalnya huruf Latin, Yunani, Jerman, dan lain-lain.

Bahasa Jepang dikatakan mempunyai sistem tulisan silabis, yaitu sistem tulisan yang menerapkan seperangkat lambang yang mewakili pengucapan suku kata. Huruf-huruf dalam bahasa Jepang merupakan kelompok bunyi yang tidak mengandung makna atau disebut dengan silabogram. Silabogram bahasa jepang pada hakekatnya merupakan pungutan aksara sistem tulisan bahasa Cina ke dalam bahasa Jepang. Dalam perkembangan bahasa Jepang, aksara-aksara bahasa Cina dipungut untuk menuliskan kata-kata pungutan dari bahasa Cina (Gleason dalam Cahyono,1995:29).

Bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi. Karena, bunyi dalam bahasa Jepang terdiri dari lima buah vokal dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka. Untuk menyampaikan bunyi yang terbatas tadi, digunakan empat macam huruf, yaitu huruf Hiragana, huruf Katakana, huruf Romaji dan huruf Kanji (Sutedi, 2003 : 6).

(4)

Huruf Hiragana dan Katakana sering disebut dengan huruf Kana. Sada dalam Sudjianto (2007:73) menjelaskan bahwa Hiragana dikarang oleh Kobodaishi (弘法大師)namun pendapat ini tidak beralasan sebab hiragana tidak dibuat perseorangan dan tidak dibuat dalam satu kurun waktu tertentu. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara utuh atau digabungkan dengan huruf Kanji. Contoh じしょ ( jisho = kamus).

Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing (selain bahasa Cina), dalam telegram, menyebut nama hewan dan tumbuhan, menjelaskan bahasa iklan atau ketika ingin menegaskan suatu kata dalam kalimat. Contoh :ドア (doa = pintu). Jumlah huruf Hiragana dan Katakana yang sekarang digunakan masing-masing 46 huruf, kedua jenis huruf ini digunakan untuk melambangkan bunyi yang sama. Dari huruf tersebut, ada yang dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu untuk membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing mencapai 50 bunyi (Situmorang, 2007 : 81).

Huruf Romaji atau huruf Alfabet (latin) digunakan pula dalam bahasa Jepang, terutama dalam buku-buku pelajaran bahasa Jepang tingkat dasar yang diperuntukkan bagi pembelajar yang ingin mempelajari percakapan tanpa baca tulis. Huruf kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri, ada juga yang harus digabung dengan huruf kanji yang lainnya atau dengan diikuti huruf Hiragana ketika digunakan untuk menunjukkan suatu kata (Sutedi, 2003 : 7).

Menurut sarjana bernama Wan Yirong, huruf Kanji terbentuk pada masa Dinasti Shang (abad 17-11 Sebelum Masehi). Hal ini berdasarkan penelitiannya terhadap Jiaguwen atau aksara di batok kura-kura. Jiaguwen ditemukan oleh Wan

(5)

Yirong pada tahun 1899. Sebelum ditemukan jiaguwen tersebut, penduduk desa Xiaotun yang berada di Provinsi Henan sering menemukan kepingan tulang-tulang binatang bertuliskan karakter-karakter aneh. Mereka mengira tulang-tulang ini sebagai tulang naga dan memutuskan untuk menjualnya pada toko obat tradisional dan menemukan beberapa ukiran. Setelah Wan Yirong melakukan penelitian, dia percaya bahwa karakter-karakter tersebut digunakan pada masa Dinasti Shang kuno. Tulang naga ini sebenarnya adalah tulang ramalan dengan prasasti yang diukir di atasnya dan tulisan tulang ramalan ditemukan. Oleh karena itu, Wang Yirong dikenal sebagai “bapak tulisan tulang naga” (Qiliang,2004:134).

Tulisan tulang ramalan muncul sebagai rangkaian tulisan terawal tetapi paling lengkap. Usianya lebih dari 3000 tahun dan digunakan oleh orang-orang dari Dinasti Shang atau Yin untuk peramalan dan pencatatan peristiwa. Para penenung pada masa Dinasti Shang, selalu menggunakan cangkang kura-kura untuk meramal. Proses peramalan pada cangkang, pertama-tama yang mereka lakukan adalah dengan membuat lubang pada cangkang, kemudian meletakkan cangkang di api dan mulai dibakar. Pada suhu tinggi, cangkang merekah dan pola-pola terbentuk di atasnya. Peramal akan meramalkan nasib seseorang menurut rekahan pada cangkang tersebut. Berdasarkan rekahan ini, ia akan mengukir ramalan di atas cangkang. Tulisan tulang ramalan ditemukan di situs yang dipercaya sebagai reruntuhan Dinasti Shang yang terletak di desa Anyang di Provinsi Henan. Sekitar 15.000 keping tulang ramalan dan lebih dari 4.500 karakter tunggal telah ditemukan (Lim,2009:57).

Sebelum kanji masuk ke Jepang, ada pendapat yang mengatakan bahwa pernah ada huruf yang benar-benar milik orang Jepang. Huruf itu disebut 神代文

(6)

字 (Jindai Moji) yang secara harafiah berarti huruf zaman dewa. Pendapat ini

tidak ada sebelum zaman Heian (794-897) dan baru muncul setelah abad pertengahan (± 900). Banyak diantara huruf itu dibuat pada zaman Edo (1603-1867). Apabila dilihat secara sepintas, maka Jindai Moji mirip dengan huruf Korea yang disebut Hangul (Rachmah,2005:3).

Masuknya kanji bukan berarti huruf itu langsung dipakai oleh orang Jepang. Bagaimanapun juga bagi orang Jepang diperkenalkannya huruf itu menimbulkan masalah baru bagi mereka, mengingat kanji merupakan huruf yang rumit, sehingga tidak mudah bagi orang Jepang untuk dapat langsung menerima dan memakainya. Sampai saat ini belum jelas ditemukan data yang akurat untuk mengetahui kapan huruf kanji sampai ke Jepang. Secara umum huruf Kanji diketahui telah masuk ke Jepang pada abad ke-5 saat orang Korea memasuki negara Jepang. Pada abad ke-6 masyarakat Jepang golongan atas mulai mempelajari kanji. Karena dianggap kanji itu susah untuk dimengerti maka para cendikiawan di Jepang membuat suatu sistem yang disebut manyogana. Manyogana adalah suatu sistem pengalihan dari cara baca Cina menjadi cara baca Jepang asli. Sistem tersebut pada awalnya hanya berupa 金石分 (kinsekibun),

yaitu suatu aksara yang ditulis pada monumen batu. Tetapi pada zaman Nara aksara tersebut mulai meluas dipakai oleh kalangan masyarakat. Hal ini ditandai adanya Manyoshu ( kumpulan lagu-lagu dan puisi Jepang ) (Suzuki,1988 : 4-9).

Pada zaman modern, sejak permulaan zaman Meiji (1868) sampai akhir Perang Dunia II, jumlah aksara kanji yang dipakai umum di Jepang sekitar 3600 karakter, yang paling banyak dipakai berjumlah 2000 karakter yang bisa dibaca

(7)

baik dalam bahasa Cina maupun dalam bahasa Jepang. Pada waktu sekarang, jumlah aksara kanji yang termasuk dalam kurikulum pendidikan dasar dan dipakai dalam publikasi untuk umum terbatas pada 1945 Kanji Jōyō (pemakaian umum). Petunjuk ini telah dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan pada bulan Maret tahun 1981 dan menunjukkan sedikit perubahan dari daftar sebelumnya yang sebanyak 1850 karakter yang dikeluarkan pada tahun 1946 (Moriyama,2008 : 11).

Huruf Kanji kebanyakan terbentuk dari gabungan beberapa unsur atau karakter. Contoh: 劇 (geki: drama,sandiwara). Kanji ini terdiri atas karakter 上, ノ, 七, 豕, dan り Diantara karakter-karakter tersebut, satu diantaranya ada yang

merupakan karakter dasar (bushu). Sebutan bushu atau karakter dasar ini muncul tiga abad yang lalu di Cina yang dikembangkan melalui sistem penggabungan karakter-karakter sehingga mencapai jumlah 214 unsur atau karakter dasar. Sistem ini masih digunakan sampai sekarang baik dalam kamus-kamus Cina maupun dalam kamus Jepang (Nandi,2000:2).

Situmorang (2007:87) menjelaskan bushu adalah bagian yang terpenting yang menunjukkan sehubungan dengan apa arti huruf tersebut. Apabila diklasifikasi keseluruhan bushu tersebut dapat dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu: 偏 (hen), 旁 (tsukuri), 冠 (kanmuri), 脚 (ashi), 構 (kamae), 垂 (tare), dan 繞

(nyou).

偏 (hen) adalah jenis bushu yang terbanyak dalam pembentukan karakter kanji. Terdapat lebih kurang 30 jenis kanji berkarakter dasar hen. Dari 30 karakter dasar (bushu) tersebut masing-masing mempunyai arti atau makna yang berlainan (Nandi,2000:10).

(8)

Salah satu diantaranya adalah karakter dasar 火 (hi) atau disebut dengan istilah 火偏 (hihen). Bushu atau karakter dasar ini menyatakan api atau sesuatu yang sifatnya terbakar. Contohnya: 焼 (yaku) yang berarti memanggang (Todo,1972:540).

Karakter dasar hi atau api jika digabungkan dengan karakter lain dapat membentuk makna baru. Untuk mengetahui karakter dasar 火 (hi) dan hubungannya dengan karakter lain maka penulis akan mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul “Interpretasi Makna Simbolik Pada Kanji Berkarakter Dasar Hihen”.

1.2 Perumusan Masalah

Kanji merupakan huruf yang mengutarakan arti yang dibentuk meniru bentuk bendanya, atau tanda-tanda yang diberikan dalam menunjukkan arti sesuatu benda atau sifat atau pekerjaan atau tanda-tanda lainnya. Sebagai contoh huruf 火 (hi) yang berarti api bila berdiri sendiri dan bila dipergunakan sebagai

bushu disebut hihen. Kanji 火 maknanya tetap sama yaitu api. Dengan begitu ketika kita memahami kanji yang mempunyai karakter hihen, terdapat bermacam-macam interpretasi yang berbeda-beda berdasarkan hubungan makna antara karakter-karakter pembentuknya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

(9)

2. Bagaimana makna simbolik dari kanji yang memiliki karakter hihen (火)

berdasarkan hubungan makna dengan karakter pembentuk lainnya.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Penulis akan membahas hubungan makna kanji berkarakter hihen berdasarkan hubungan makna dengan karakter pembentuk lainnya. Kanji-kanji tersebut diambil dari Kamus Kanji Modern Jepang- Indonesia oleh Andrew Nelson. Penulis akan mengklasifikasikan bushu hihen berdasarkan kata sifat, kata kerja, dan kata benda. Dari sekitar 52 buah kanji yang berkarakter hihen, penulis hanya akan membahas 29 buah dengan perincian 3 buah kata sifat, 15 buah kata kerja, dan 11 buah kata benda. Hal ini dikarenakan hubungan makna dengan karakter pembentuk lainnya jelas, dapat dimengerti serta sesuai dengan logika.

Untuk mendukung pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang sejarah singkat kanji dan latar belakang pembentukan kanji dari jenis-jenis karakter dasar (bushu).

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang, bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984 : 16).

Bahasa memiliki suatu lambang (kigou), dan lambang tersebut memiliki makna. Ferdinand de Saussure dalam Dedi Sutedi (2003:3) mengemukakan bahwa

(10)

lambang bahasa terdiri dari signifant (nouki) dan signifie (shoki). Signifant (nouki) merupakan bentuk atau warna yang bisa diamati dengan mata kita atau berupa bunyi yang bisa diamati dengan telinga. Sedangkan signifie (shoki) merupakan makna yang terkandung di dalam bentuk atau bunyi tersebut. Contoh pada huruf kanji seperti berikut :

Lambang/記号 Signifant/能記 Signifie/所記

木 [k i] <pohon>

Huruf kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri, ada juga yang harus digabung dengan huruf kanji yang lainnya atau dengan diikuti huruf Hiragana ketika digunakan untuk menunjukkan suatu kata. Kanji juga memilki dua cara baca, yaitu onyomi dan kunyomi (Situmorang,2007 : 100).

Kunyomi adalah cara baca wago (bahasa Jepang asli), huruf tersebut dibaca dari arti dalam bahasa Jepang. Oleh karena itu sebuah huruf kanji dapat dibaca banyak dari bacaan kunyomi. Contohnya : kanji 冬 dalam lafal Cina dibaca dengan dong tetapi apabila dibaca dengan sistem kun-yomi dibaca dengan fuyu (Suzuki,1988:47).

Onyomi adalah cara baca kanji menurut daerahnya di Cina, bunyi tersebut ada yang sama ada juga yang berbeda.

Kanji pada umumnya berupa kombinasi dari bermacam-macam unsur. Salah satu cara agar mendapat semangat dalam proses mempelajarinya ialah dengan mengenal unsur-unsurnya. Salah satu unsur pembentuk kanji adalah bushu. Bushu adalah bagian penting atau karakter dasar yang terdapat dalam suatu kanji (Moriyama,2008:16).

(11)

Kata bushu kalau dilihat kanjinya terdiri atas dua buah huruf yaitu: 部 (bu)

yang berarti bagian dan 首 (shu) yang berarti leher atau kepala, sehingga bushu dapat diterjemahkan bagian leher atau kepala atau dengan kata lain bagian yang terpenting dari suatu huruf kanji yang dapat menyatakan arti kanji secara umum. Bushu ini biasa disebut juga dengan karakter dasar kanji. Karakter-karakter dasar tersebut berjumlah sekitar 214 buah (Nandi,2000:7). Berdasarkan letaknya, bushu dikelompokkan menjadi 7 macam dan salah satunya adalah Bushu Hen.

Hen adalah bushu bagian sebelah kiri sebuah huruf kanji (Situmorang,2007:87). Bushu ini jumlahnya terbanyak diantara bushu lainnya. Terdapat 38 jenis bushu hen, salah satunya 火偏 (hi hen) (Suzuki,1988:36). Bushu ini selalu berkaitan dengan api dan hal-hal yang bersifat terbakar (Todo:1972:540).

1.4.2 Kerangka Teori

Kanji merupakan suatu tulisan berupa gambar atau lambang. Masing-masing lambang menunjukkan makna tertentu. Dari defenisi kanji tersebut penulis menganalisis kanji berkarakter dasar hihen dengan teori semantik dan semiotik.

Semantik berasal dari bahasa Yunani sema artinya tanda atau lambang (sign), juga dapat ditemukan dalam kata semaphore. Semantik membahas aspek-aspek makna dalam bahasa yang mencakup deskripsi makna kata dan makna kalimat (Cahyono,1995:197).

Menurut Alston dalam Aminuddin (2001:55-62) ada 3 pendekatan dalam teori makna yang masing-masing memiliki dasar pusat pandang yang berbeda. 1. Pendekatan Referensial

(12)

Makna diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk menunjuk dunia luar. Sebagai label atau julukan, makna itu hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan yang keseluruhannya berlangsung secara subjektif.

2. Pendekatan Ideasional

Makna diartikan gambaran gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling dimengerti. Dalam pendekatan ideasional, makna dianggap sebagai pemerkah ide yang memperoleh bentuk lewat bahasa dan terwujud dalam kode.

3. Pendekatan Behavioral

Makna dalam peristiwa ujaran yang berlangsung dalam situasi tertentu. Makna dianggap berperan penting tanpa mengabaikan konteks sosial dan situasional. Makna disesuaikan dengan latar situasi dan bentuk interaksi sosial.

Dalam pembahasan ini penulis cenderung menggunakan pendekatan yang kedua yaitu pendekatan ideasional, karena dalam berkomunikasi antara pembicara dengan pendengar ada makna yang ingin disampaikan dan hal itu didasari dengan adanya saling mengerti. Dalam berkomunikasi manusia sering menggunakan kode atau tanda dan dipengaruhi oleh tanda dalam bernalar logika, sehingga timbullah ilmu yang mengkaji tentang tanda.

(13)

Semiotik adalah teori tentang sistem tanda. Nama lain semiotik adalah semiologi (semiology) dari bahasa Yunani semeion yang bermakna tanda, mirip dengan istilah semiotik (Lyons dalam Pateda,1996:28).

Aminuddin (2001:37) lebih lanjut menjelaskan bahwa semiotik selalu berfokus terhadap tiga hal, yaitu: karakteristik hubungan antara bentuk, lambang atau kata yang satu dengan lainnya, hubungan antara bentuk kebahasaaan dengan dunia luar yang diacunya, juga berfokus pada hubungan antara kode dengan pemakainya.

Semiotik bukan hanya berhubungan dengan isyarat-isyarat bahasa melainkan juga berhubungan dengan isyarat-isyarat nonbahasa dalam komunikasi antar manusia (Parera,1990:13).

Charles Morris dalam Parera (1990:25) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam semiotik dikenal beberapa istilah, yaitu sign, signal dan symbol.

Sign adalah substitusi untuk hal-hal yang lain. Oleh karena itu, sign memerlukan adanya interpretasi. Misalnya, jika Anda melihat sebuah tomat berwarna merah, maka inilah satu sign bagi Anda bahwa tomat itu sudah matang.

Signal adalah satu stimulus pengganti. Bunyi bel pintu adalah stimulus pengganti untuk tamu, lampu merah adalah stimulus pengganti untuk berhenti, dan sebagainya.

Symbol adalah sebuah sign yang dihasilkan oleh interpreter tentang sebuah signal dan bertindak sebagai pengganti untuk signal tersebut. Misalnya, jika seorang teman Anda melihat ke jam tangannya, maka Anda menginterpretasikannya itu menjadi satu signal yang berarti “sudah waktu”. Istilah symbol hanya dipakai untuk kata benda, situasi, peristiwa, dan sebagainya.

(14)

Dalam kajian semiotik, bahasa itu sendiri terdiri atas bahasa simbolik dan bahasa emotif.

Bahasa simbolik didefenisikan sebagai suatu bahasa yang sesuai dengan fakta atau bahasa kefaktaan. Simbol itu bebas/impersonal dan harus diverifikasi dengan fakta.

Bahasa emotif mempunyai kegunaan dalam proses komunikasi untuk membangkitkan sikap yang diharapkan dari orang lain atau untuk mendorong orang lain untuk bertindak dan sebagainya.

Dalam skripsi ini penulis menginterpretasikan makna kanji berkarakter dasar hihen secara simbolik. Maksudnya penulis menguraikan hubungan antara karakter 火 (api) dengan karakter pembentuk lainnya yang disesuaikan dengan

fakta atau kejadian yang ada. Misalnya dalam kanji爆, Kanji tersebut terbentuk

atas karakter 火 dan 暴. Karakter 暴 merupakan kanji yang bermakna kekerasan,

kekejaman, kebiadaban. Apabila karakter暴 bergabung dengan karakter 火, maka akan terbentuk sebuah pengertian api yang begitu kejam dan sifatnya begitu biadab karena mampu membumihanguskan suatu tempat atau makhluk hidup yang terkena olehnya. Peristiwa seperti itu bisa terllihat saat api tersebut muncul dari sesuatu yang meledak. Maka dari interpretasi makna tersebut, penulis menelaah mengapa kanji爆 bermakna meledak.

(15)

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun rincian tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui karakteristik api

2. Untuk menginterpretasikan makna simbolik dari kanji yang memilikii karakter hihen ( 火 ) berdasarkan hubungan makna dengan karakter pembentuknya.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menambah pengetahuan khususnya tentang kanji

2. Menjadi bahan acuan dalam memahami makna dari huruf kanji melalui bushu-nya

3. Menunjang bahan perkuliahan khususnya mata kuliah kanji di Jurusan Sastra Jepang S-1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

1.6 Metodologi penelitian

Metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang metode. Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Metode penelitian memandu peneliti ke arah urutan bagaimana penelitian dilakukan (Djadjasudarma,1993 :1).

(16)

Metode penelitian bahasa berhubungan erat dengan tujuan penelitian bahasa. Penelitian bahasa bertujuan mengumpulkan dan mengkaji data, serta mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk analisis data karena data yang didapat bukanlah angka-angka tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu (kualitatif) (Nasution,1996:128).

Metode penelitian deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti. Metode ini dikatakan pula sebagai pencarian data dengan interpretasi yang tepat. Deskripsi berarti gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, wawancara, catatan, dokumen pribadi, dsb. Secara deskriptif peneliti dapat memerikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilahan data yang dilakukan pada tahap pemilahan data setelah data terkumpul. Metode ini didukung dengan metode kepustakaan. Metode kepustakaan akan melibatkan hubungan peneliti dengan buku-buku (kepustakaan) dalam sumber kerja yang dikaitkan dengan gejala-gejala kebahasaan yang muncul (Djadjasudarma,1993:3-15). Melalui data yang diperoleh penulis berusaha menuturkan, menganalisa, mengklasifikasikan, dan dituangkan dalam bentuk karya tulis.

Referensi

Dokumen terkait

b) Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk; c) Tanda titik koma dipakai untuk

Berlandaskan kepada kepercayaan serta nilai-nilai islam, Islamic Relief berhasrat mewujudkan dunia yang perihatin di mana komuniti diupayakan, tanggungjawab sosial dilaksanakan dan

Pada definisi model regresi nonlinier dengan kasus Berkson Measurement Error Model, fungsi regresinya tidak hanya nonlinier dalam parameter seperti dalam teori

Pembuatan sistem pendukung keputusan solusi penentu tingkat resiko obesitas dengan metode Naïve Bayes Classifier, yang diharapkan dapat membantu menemukan solusi

Kebutuhan fungsional sistem ini terdiri atas beberapa fungsi utama yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lain, berikut ini fungsi-fungsi dari skenario

Proses ataupun cara pengangkatan ada tiga yaitu dengan bay’at, istikhlaf dan Istila’, dari ketiga itu terbagi menjadi dua, cara bay’at dan istikhlaf disebut

Berdasarkan dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas serta setelah hasil pra penelitian maka yang menjadi rumusan masalah dalam

Hal ini dapat dilihat pada analisis data hasil belajar siklus I, setelah dilaksanakan pembelajaran IPA dengan menerapkan pendekatan saintifik berbantuan Project