• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahasiswa Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dosen Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mahasiswa Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dosen Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN REGRESI LOGISTIK DAN MULTIVARIATE ADAPTIVE

REGRESSION SPLINE (MARS) UNTUK MENGETAHUI

KETEPATAN KLASIFIKASI ANGKA KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

(STUDI KASUS PROVINSI PAPUA BARAT)

1

Maylita Hasyim, 2 Suhartono, 3Sri Pingit Wulandari

1

Mahasiswa Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111

2,3

Dosen Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111

e-mail : 1 maylita_hasyim@yahoo.com, suhartono@statistika.its.ac.id,

3

sri_pingit@statistika.its.ac.id

Abstrak

Dengan adanya peningkatan kasus penularan infeksi tuberkulosis paru di Indonesia yang telah dilaporkan saat ini maka perlu adanya kajian teoritis terkait variabel-variabel yang berpengaruh dan ketepatan klasifikasi terhadap angka kejadian penyakit infeksi tuberkulosis paru (TB Paru), hal ini dimaksudkan agar penderita tuberkulosis paru (TB Paru) di Indonesia dapat diminalkan. Data Riskesdas 2007 menyatakan provinsi Papua Barat sebagai provinsi penyumbang terbanyak angka kejadian tuberkulosis paru (TB Paru) di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan dari makalah ini adalah menerapkan dan membandingkan kedua metode klasifikasi yaitu Regresi Logistik dan Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS) untuk menjawab permasalahan tuberkulosis paru (TB Paru) di Provinsi Papua Barat sehingga diperoleh model serta ketepatan klasifikasi yang terbaik. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa metode MARS lebih baik daripada metode regresi logistik pada kasus klasifikasi angka kejadian penyakit infeksi tuberkulosis paru (TB Paru) di Provinsi Papua Barat. Metode regresi logistik menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh meliputi variabel umur dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Sementara metode MARS menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh meliputi variabel umur, konsumsi alkohol, dan pendidikan.

Kata Kunci: tuberkulosis paru, regresi logistik, Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS)

1. Pendahuluan

Dalam masalah klasifikasi, terdapat dua hal dalam pemodelan statistik, yaitu statistik tradisional (klasik) dan statisik modern. Masalah klasifikasi pada statistik tradisional pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Fisher di tahun 1936 yang dikenal dengan analisis dikriminan linier Fisher. Regresi Logistik merupakan salah satu pemodelan statistik tradisional yang menghasilkan suatu model logistik untuk mengelompokkan obyek ke dalam salah satu dari dua kategori respon. Masalah klasifikasi pada statistik modern sudah memanfaatkan fleksibilitas model dan menduga suatu distribusi di dalam masing-masing kelas yang pada akhirnya menyediakan suatu aturan pengelompokan (Dillon, 1978; Sharma, 1996). Salah satu statistik modern yang memanfaatkan fleksibilitas model di dalam pengklasifikasian adalah metode Multivariate

Adaptive Regression Splines (MARS).

Seminar Nasional Statistika ke-9

(2)

Regresi Logistik merupakan regresi parametrik yang mempunyai beberapa asumsi yang harus dipenuhi berkaitan dengan skala pengukuran prediktor, keterkaitan antara prediktor, dan distribusi bersama dari prediktor. Sedangkan MARS termasuk regresi non-parametrik yang tidak mempunyai asumsi terkait dengan bentuk kurva tertentu sehingga lebih fleksibel dan diharapkan data sendiri yang mencari bentuk estimasinya (Eubank, 1988).

Kedua metode tersebut seringkali digunakan untuk penelitian masalah kesehatan dalam hal klasifikasi dan pemodelan dari variabel-varabel yang berpengaruh. Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Pada tahun 1999, WHO

Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita tuberkulosis

baru tiap tahun. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor satu dari golongan infeksi (Depkes, 2003).

Dengan adanya peningkatan kasus penularan infeksi tuberkulosis paru yang telah dilaporkan saat ini maka perlu adanya kajian teoritis terkait tentang penentuan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian tuberkulosis paru serta ketepatan klasifikasi anggota rumah tangga (ART) berdasarkan terinfeksi atau tidaknya terhadap penyakit tuberkulosis paru, hal ini dimaksudkan agar jumlah penderita tuberkulosis paru di Indonesia dapat diminimalkan. Adapun penelitian sebelumnya tentang variabel-variabel yang diduga mempengaruhi tuberkulosis paru meliputi faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, kepadatan hunian kamar, ventilasi, kondisi rumah, kelembapan udara, status gizi, perilaku, kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, epidemi dari infeksi HIV, dan pola hidup (Prabu, 2008 ; Siswanto, 2008 ; Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, 2009). Data Riskesdas 2007 menyatakan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi penyumbang terbanyak angka kejadian tuberkulosis paru (TB Paru) di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan makalah ini adalah menerapkan dan membandingkan kedua metode di atas untuk menjawab permasalahan angka kejadian tuberkulosis paru di Provinsi Papua Barat.

2. Landasan Teori 2.1 Tuberkulosis

Pengertian dari tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA dengan nama lengkap bakteri Mycobacterium

Tubercolosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan

waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi adalah kasus tuberkulosis paru.

Penyakit tuberkulosis paru biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis paru dewasa. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis paru kepada manusia melalui kotorannya. Kotoran satwa yang terinfeksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinfeksi juga penyakit tuberkulosis paru.

(3)

Regresi logistik adalah metode statistika yang mempelajari tentang pola hubungan secara matematis antara satu variabel tak bebas yang bersifat nominal atau ordinal dengan satu atau lebih variabel bebas. Analisis regresi logistik biner adalah suatu regresi logistik antara variabel tak bebas (y) dan variabel bebas (x) dimana variabel y menghasilkan 2 kategori yaitu 0 dan 1. Pada regresi logistik dapat disusun model yang terdiri dari banyak variabel bebas yang dikenal sebagai model multivariabel. Model regresi logistik multivariabel dengan p variabel bebas adalah:

0 1 1 0 1 1

exp(

...

)

( )

1 exp(

...

)

p p p p

x

x

x

x

x

 

 

 

 

. (1)

2.2.1 Pendugaan Parameter Model

Pendugaan

β

j

dilakukan dengan menggunakan metode penduga kemungkinan

Maximum Likelihood Estimation (MLE) dimana dengan metode ini parameter diestimasi

dengan memaksimumkan fungsi turunan pertama. Jika amatan yang satu dengan yang lain diasumsikan bebas maka fungsi likelihood merupakan fungsi kepadatan gabungan berikut (Hosmer and Lemeshow, 2000), yaitu :

)

=

 

 

1 1 1 i i y n y i i i x x       

. (2)

Perhitungan dapat dimudahkan dengan melakukan pendekatan logaritma pada fungsi ln-likelihood sebagai berikut (Hosmer and Lemeshow, 2000) :

L) = ln

)

. (3) Nilai β dari

L

)

yang maksimum didapatkan dengan melakukan penurunan terhadap β1 dan hasilnya disamakan dengan nol, sehingga didapatkan :

0 exp 1 exp ) ( 1 0 0 1                            

    n i p j j ij p j ij j n i ij ij i j x x x x y L   β . (4)

2.2.2 Pengujian Parameter Model

Pengujian statistik dilakukan untuk menentukan apakah variabel-variabel bebas yang terdapat dalam model tersebut memiliki hubungan yang nyata dengan variabel tak bebasnya. Pengujian ini dilakukan sebagai berikut :

a. Uji Parsial

Untuk memeriksa kemaknaan koefisien β secara parsial dengan membandingkan dugaan β dengan penduga standar errornya.

Hipotesis : H0 :

b0 H1 :

b

0

dengan Statistik uji-Wald : 2 2 ) ˆ ( ˆ b b SE W    . (6)

(4)

Statistik uji W mengikuti distribusi

2, sehingga H0 ditolak jika nilai W2(v;) atau

p-value <

, dengan derajat bebas

v

(banyaknya parameter).

b. Uji Serentak

Dilakukan untuk memeriksa kemaknaan koefisien β secara serentak dan hipotesa pengujiannya adalah :

Ho : β0 = β1 = ...= βk = 0

H1 : paling sedikit ada satu βi ≠ 0 , i = 1, 2, ..., k

Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji G atau Likelihood Ratio Test, yaitu:

                                

a ya a n a y a n n n n n n G 1 1 0 1 ˆ 1 ) ˆ ( ln 2 0 1   , (5)

dengan : n1 = banyaknya observasi yang berkategori 1 atau

  n a a y n 1 1

n0 = banyaknya observasi yang berkategori 0 atau

   n a a y n 1 1 1 n = n0 + n1

Nilai G yang diperoleh dibandingkan dengan distribusi Chi-Square dengan derajat bebas

v

dan

yang sesuai untuk menolak H0 atau H1. Tolak H0 jika G >

( v2,) atau jika nilai

p-value < α .

2.3 Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS)

Model MARS difokuskan untuk mengatasi permasalahan dimensi yang tinggi dan diskontiouitas pada data. MARS merupakan pengembangan dari pendekatan Recursive

Partition Regression (RPR) yang masih memiliki kelemahan dimana model yang

dihasilkan tidak kontinu pada knot. Penentuan knot pada MARS menggunakan algoritma

forward stepwise dan backward stepwise. Pemilihan model dengan menggunakan forward stepwise dilakukan untuk mendapatkan jumlah basis fungsi dengan kriteria pemilihan basis

fungsi adalah meminimumkan Average Sum of Square Residual (ASR). Untuk memenuhi konsep parsimoni (model yang sederhana) dilakukan backward stepwise yaitu membuang basis fungsi yang memiliki kontribusi kecil terhadap respon dari forward stepwise dengan meminimumkan nilai Generalized Cross Validation (GCV) (Friedman dan Silverman, 1989).

Menurut Friedman (1991), model umum persamaan MARS adalah sebagai berikut :

, (7)

dengan :

a0 = basis fungsi induk

am = koefisien dari basis fungsi ke-m

M = maksimum basis fungsi (nonconstant basis fungsi) Km = derajat interaksi

skm = nilainya 1 atau -1 jika data berada di sebelah kanan atau kiri titik knot.

(5)

ukm = nilai knots dari variabel independen xv(k,m)

Pada model MARS, klasifikasi didasarkan pada pendekatan analisis regresi. Jika variabel respon terdiri dari dua nilai, maka dikatakan sebagai regresi dengan binary

response (Cox dan Snell, 1989) sehingga dapat digunakan model probabilitas dengan

persamaan sebagai berikut :

dan , (8)

dengan sehingga,

prob Y

(

 

1)

( )

x

dan

prob Y

(

  

0) 1

( )

x

Karena Y merupakan variabel respon biner (0 dan 1) dengan

m

banyaknya variabel prediktor,

x

( ,..., )

x

1

x

m , maka model MARS untuk klasifikasi dapat dinyatakan sebagai berikut (Otok, 2008):

. (9)

2.4 Prosedur Klasifikasi

Evaluasi prosedur klasifikasi adalah suatu evaluasi yang melihat peluang kesalahan klasifikasi yang dilakukan oleh suatu fungsi klasifikasi (Johnson and Wichern, 1992). Ukuran yang dipakai adalah Apparent Error Rate (APER). Nilai APER ini menyatakan nilai proporsi sampel yang salah diklasifikasikan oleh fungsi klasifikasi. Karena penelitian ini merupakan binary response yang dikelompokkan menjadi ART terinfeksi (1) dan ART tidak terinfeksi (2), maka penentuan kesalahan klasifikasi dapat diketahui melalui tabel klasifikasi seperti pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Tabel Kesalahan Klasifikasi

Hasil Observasi

(Actual Class)

Taksiran (Predicted Class)

ART terinfeksi (1) ART tidak terinfeksi (2)

ART terinfeksi (1) n11 n12

ART tidak terinfeksi (2) n21 n22

dengan :

n11 = Jumlah data anggota rumah tangga (ART) yang pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (1) dari hasil observasi yang tepat diklasifikasikan pada taksiran anggota rumah tangga (ART) yang pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (1)

n12 = Jumlah data anggota rumah tangga (ART) yang pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (1) dari hasil observasi yang salah diklasifikasikan pada taksiran anggota rumah tangga (ART) yang tidak pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (2)

n21 = Jumlah data anggota rumah tangga (ART) yang tidak pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (2) dari hasil observasi yang salah diklasifikasikan pada taksiran anggota rumah tangga (ART) yang pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (1)

n22 = Jumlah data anggota rumah tangga (ART) yang tidak pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (2) dari hasil observasi yang tepat diklasifikasikan

(6)

pada taksiran anggota rumah tangga (ART) yang tidak pernah dinyatakan positif terinfeksi tuberkulosis paru (2)

sedangkan untuk perhitungan besarnya nilai APER adalah sebagai berikut:

12 21 11 12 21 22

(%)

n

n

APER

n

n

n

n

  

. (10)

Menurut Agresti (1990), metode klasifikasi yang baik akan menghasilkan sedikit kesalahan klasifikasi atau akan menghasilkan peluang kesalahan klasifikasi (alokasi) yang kecil.

3. Metode penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007 se-Indonesia yang bersumber dari Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Litbangkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obyek penelitian ini adalah Anggota Rumah Tangga (ART) berusia minimal 10 tahun, baik yang dinyatakan terinfeksi TB Paru maupun tidak, dalam rentang satu bulan terakhir sebelum pelaksanaan survei (September-November 2007) dan sudah dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah oleh tenaga ahli kesehatan (dokter/perawat/bidan). Studi kasus dari penelitian ini adalah provinsi Papua Barat, sebagai penyumbang terbanyak angka kejadian tubrkulosis paru (TB Paru) di Indonesia (Data Riskesdas tahun 2007). Perbandingan data training dan data

testing yaitu sebesar 60 : 40 dari data yang ada.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen dan variabel independen, sebagai berikut :

Variabel Deskripsi Jenis skala

Y ART baik yang dinyatakan terinfeksi TB Paru maupun tidak

terinfeksi TB Paru Nominal

X1 Umur Nominal

X2 Jenis kelamin Nominal

X3 Pendidikan Ordinal

X4 Pekerjaan Nominal

X5 Status sosial ekonomi Nominal

X6 Kebiasaan merokok (dalam 12 bulan terakhir) Ordinal X7 Konsumsi alkohol (dalam 12 bulan terakhir) Nominal

X8 Pemeliharaan ternak Nominal

X9 Penyuluhan kesehatan Nominal

X10 Jarak dengan fasilitas layanan kesehatan Kontinyu

4. Hasil dan Pembahasan

Pengujian keberartian parameter model pada setiap variabel prediktor dengan menggunakan statistik uji-Wald dan taraf signifikansi maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara individu terhadap angka kejadian tuberkulosis paru

(7)

Pengujian serentak dengan statistik uji G sebesar 11,975 dan nilai distribusi Chi-Square dengan derajat bebas v dan sebesar 7,897 maka disimpulkan bahwa tolak H0 berarti minimal ada satu variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon.

Model regresi logistik yang diperoleh dengan menggunakan paket program MINITAB 14, yaitu :

))

1

(

213

,

3

063

,

0

205

,

4

exp(

1

))

1

(

213

,

3

063

,

0

205

,

4

exp(

)

(

7 1 7 1

X

X

X

X

x

Berdasarkan model di atas diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian tuberkulosis paru di Provinsi Papua Barat meliputi umur dan kebiasaan meng-konsumsi alkohol.

Model MARS yang diperoleh dengan menggunakan paket program MARS 2.0, yaitu : dengan : BF1 = max(0, X1 – 72,.000); BF2 = max(0, 72,000 – X1 ); BF4 = (X3 > .); BF7 = max(0, 2,000 – X3) * BF4; BF8 = max(0, X7 – 2,000);

Berdasarkan model MARS di atas dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian tuberkulosis paru di Provinsi Papua Barat meliputi umur, pendidikan, dan konsumsi alkohol. Urutan tingkat kepentingan dari ketiga variabel prediktor di atas, mulai dari yang tertinggi hingga terendah meliputi variabel umur sebesar 100%, konsumsi alkohol sebesar 44,081%, dan pendidikan sebesar 30,848.

Perbandingan ketepatan klasifikasi antara metode regresi logisik dengan metode MARS, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2 Ketepatan klasifikasi

Metode

Data Regresi Logistik MARS

Training 96,67% 98,94%

Testing 93,72% 97,75%

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa ketepatan klasifikasi pada metode MARS lebih tinggi daripada metode regresi logistik, baik pada data training maupun data testing. Nilai APER yang diperoleh dari metode regresi logistik pada data testing sebesar 0,0628 dan nilai APER pada data testing metode MARS sebesar 0,0225. Nilai APER pada metode MARS lebih kecil daripada nilai APER pada metode regresi logistik.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data di atas maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa metode MARS lebih baik daripada metode regresi logistik pada kasus klasifikasi angka kejadian penyakit infeksi tuberkulosis paru di Provinsi Papua Barat. Kedua metode menyatakan hasil yang berbeda dalam hal penentuan variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian tuberkulosis paru di provinsi Papua Barat. Metode regresi logistik menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh meliputi variabel umur dan kebiasaan

(8)

mengkonsumsi alkohol. Sementara metode MARS menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh meliputi variabel umur, konsumsi alkohol, dan pendidikan. Interpretasi hasil analisis regresi logistik lebih mudah dan rasional, sedangkan hasil analisis MARS kadang memberikan interpretasi yang sulit dan tidak rasional.

6. Daftar Pustaka

Agresti, A. (1990). Categorical Data Analysis. New York: John Willey and Sons. Anonim_a. (2001). MARSTM User Guide. Salford Systems.

Anonim_b. (2003). Pengertian, Gejala dan Klasifikasi Tuberkulosis Paru. [http://-www.wikipedia.org] (On-line: September, 3th 2009).

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. (2009). Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis. Makasar: Pemerintah Provinsi Makassar.

Cox, D.R., and Snell, E.J. (1989), Analysis of Binary Data. Second Edition. London: Chapman & Hall.

Departemen Kesehatan RI. (2003). Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 1995 . Pusat Data dan Informasi, Health Statistic. Jakarta: Depkes RI.

Dillon, W.R. (1978). On The Performance of Some Multinomial Classification Rules.

Journal Of American Statistical Association, 73, pp. 305-313.

Eubank, R.L. (1988). Spline Smoothing and Nonparametric Regression. New York: Marcel Deker.

Friedman, J.H. (1991). Multivariate Adaptive Regression Splines. The Annals of Statistics, Vol. 19, No. 1.

Friedman, J.H., and Silverman, B.W. (1989). Flexible Parsimony Smoothing and Additive Modelling. Technometrics, 31.

Hosmer, D.L., and Lemenshow, S. (2000). Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Johnson, R.A., and Wichern, D.W. (1992). Applied Multivariate Statistical Analysis. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Otok, B.W. (2008). Multivariate Adaptive Regression Spline. Pelatihan MARS. Surabaya. Prabu, Putra. (2008). Faktor Resiko TBC.

[http://putraprabu.com/2008/12/16/tuberkulosis-tbc/] (On-line: September, 3th 2009).

Sharma, S. (1996). Applied Multivariate Techniques. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Siswanto, A. B. (2008). Penyakit TBC. [http://lifestyle.okezone.com] (On-line: September,

Gambar

Tabel 2 Ketepatan klasifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Selain merupakan bagian dari tugas dan fungsi perwakilan luar negeri, MB disusun untuk memberikan informasi terkini mengenai pasar suatu komoditi, peraturan impor

Kemudian metode yang digunakan yaitu penelitian deskriptif, dengan menggambarkan keadaan nyata subyek yang akan diteliti yaitu pelayanan yang diberikan oleh Pekerja

Keberadaan bentuk – bentuk karya seni orang purba walaupun telah jauh dari zamannya terkadang masih sangat relefan menjadi ajang pemikiran inspiratif bagi kalangan

Dalam penelitian tersebut variabel pemahaman tehnologi informasi berpengaruh terhadap kebutuhan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik ( SAK ETAP ) bagi

Berdasarkan berita online tersebut dapat kita lihat pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Cimahi cukup tinggi bahkan dalam satu bulan polisi bisa mengungkap

(C) Untuk mengelola air, kita perlu teknologi ramah lingkungan yang penerapannya akan meresapkan air sebanyak-banyaknya ke dalam tanah.. (D) Pengelolaan air memerlukan teknologi

Oprasional PLTN Muria berpeluang mengalami kecelakaan akibat berbagai faktor, baik eksternal maupun internal, yang dapat diduga atau tidak dapat diduga. Kecelakaan tersebut

Pembuatan Leg Rehabilitator dilakukan dengan melakukan brainstorming dengan cara membentuk kelompok yang terdiri dari beberapa orang dan seorang ketua,