• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

7

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pemasaran

2.1.1 Pengertian Manajemen Pemasaran

Menurut Fuad, et al (2005, p92), manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Dari pengertian tersebut dijumpai adanya aktifitas-aktifitas khusus dalam manajemen yang merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen juga merupakan bagian dari mengarahkan dan mengendalikan sebuah grup yang terdiri dari satu atau lebih orang (entity) yang bertujuan untuk menserasikan dan mengharmoniskan grup tersebut dalam menyelesaikan sebuah tujuan akhir (goal). Manajemen sering meliputi penyebaran dan manipulasi sumber daya manusia, sumber finansial, sumber teknologi, dan sumber alam.

Menurut Robbins dan Coulter (2004, pp6-7), manajemen adalah proses mengkoordinasi kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

Menurut Kotler (2003, p5), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok, mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

(2)

Menurut Stanton (Umar, 2005, p31), pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik pada pembeli yang ada maupun pada pembeli yang potensial.

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya melalui proses pertukaran barang dan jasa. Adanya kebutuhan tersebut mendorong manusia mengadakan hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual melalui penciptaan dan pertukaran barang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dengan demikian pemasaran mencakup semua kegiatan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungannya secara kreatif dan menguntungkan. Keberhasilan usaha tidak ditentukan oleh perusahaan melainkan oleh pelanggan.

Manajemen pemasaran menurut Kotler (2003, p7) adalah kegiatan pengaturan secara maksimal fungsi-fungsi pemasaran agar kegiatan pertukaran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dapat berjalan lancar dan memuaskan.

2.1.2 Konsep Pemasaran

Konsep pemasaran (marketing concept) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan pesaing.

Dalam bukunya manajemen pemasaran global, Keagan (2003, p3) memaparkan konsep pemasaran: dalam tiga dekade terakhir konsep pemasaran telah berubah secara dramatis. Konsep pemasaran telah berkembang dari konsep

(3)

semula, yang memfokuskan pemasaran pada produk dan membuat produk yang “lebih baik”, dimana produk yang “lebih baik” itu didasarkan pada standar dan nilai interval. Tujuannya adalah laba, dan cara mencapainya adalah menjual, atau cara membujuk pelanggan potensial untuk mempertukarkan uangnya dengan produk perusahaan.

Konsep “baru” dari pemasaran, yang muncul sekitar di tahun 1960, mengalihkan fokus pemasaran dari produk ke pelanggan. Tujuannya masih tetap mencari laba, tetapi cara mencapainya menjadi lebih luas, mencakup seluruh bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P seperti yang sudah dikenal luas: produk (product), harga (price), tempat / saluran distribusi (place), dan promosi (promotion).

2.1.3 Bauran Pemasaran

Menurut Kotler (2004, p18), bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan secara terus menerus untuk mencapai tujuan di pasar sasaran.

Usaha pemasaran secara positif akan berhubungan dengan ekuitas merek jika usaha tersebut memberikan tanggapan berlebih mengenai perilaku yang lebih menguntungkan dari produk bermerek dibandingkan dengan produk tidak bermerek secara ekivalen. Hubungan antara usaha pemasaran dengan dimensi ekuitas merek harus ditentukan lebih dulu bauran pemasarannya. Dimana bauran pemasaran digunakan sebagai alat bersaing dalam pasar sasarannya.

Menurut Fuad, et al (2005, p92), terdapat 4 (empat) variabel utama dalam bauran pemasaran yang dikenal dengan 4P, yaitu:

(4)

Produk didefinisikan sebagai berikut: “Product mean the goods and services combination the company offers to the target market”. Artinya produk adalah kombinasi barang-barang dan jasa perusahaan yang ditujukan kepada target pasarnya.

2. Harga (price)

Harga didefinisikan sebagai berikut: “Price is the amount of money that consumer have to pay the product”. Artinya harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk.

3. Tempat Distribusi (place)

Distribusi didefiniskan sebagai berikut: “Marketing channels are sets of interdependent organizations involved of the process of making a product or service available for use or consumption”. Artinya saluran pemasaran (saluran distribusi) merupakan serangkaian organisasi yang berketergantungan yang terlibat dalam proses untuk membuat suatu produk atau jasa yang siap untuk digunakan atau dikonsumsi.

4. Promosi (promotion)

Promosi didefinisikan sebagai berikut: “Promotion include all the activities the company undertakes to communicate and promote it’s product in the target market”. Artinya promosi merupakan bagian dari seluruh aktivitas perusahaan yang menangani tentang komunikasi dan menawarkan produknya ke target pasar.

Empat variabel utama bauran pemasaran, masing-masing dapat dibagi menjadi beberapa sub-variabel, yaitu:

(5)

Gambar 2.1 Empat variabel utama Bauran Pemasaran Sumber: Kotler (2005, p18)

2.2 Merek

2.2.1 Pengertian Merek

Menurut Rangkuti (2004, p2), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut.

Menurut Durianto, et al (2004, p2), definisi merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut untuk mengidentifikasikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

Bauran Pemasaran Pasar Sasaran Produk • Keanekaragaman Produk • Kualitas • Desain • Ciri • Nama Merek • Kemasan • Ukuran • Pelayanan • Garansi • Imbalan Harga • Daftar Harga • Rabat/Diskon

• Potongan Harga Khusus • Periode Pembayaran • Syarat Kredit Promosi • Promosi Penjualan • Periklanan • Tenaga Penjualan • Kehumasan/Public Relation

• Pemasaran Langsung Tempat • Saluran Pemasaran • Cakupan Pasar • Pengelompokkan Promosi • Persediaan Transportasi

(6)

Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat (1), merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata-kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari gambar-gambar tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Tjiptono, 2005, p2)

Menurut Rangkuti (2004, p2), merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti:

1. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian yang dapat diucapkan. Misalnya: BMW, Mercedes, Porsche.

2. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. Misalnya: simbol Toyota, lambang Honda.

3. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hal istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek).

4. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik, atau karya seni.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai 2 (dua) unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain berguna untuk membedakan suatu produk dengan produk pesaingnya juga mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Oleh sebab itu, menurut Rangkuti (2004, p37), merek tersebut meliputi: a. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.

(7)

b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. Nama yang singkat sangat membantu.

c. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas. d. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing.

e. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum.

2.2.2 Enam Tingkat Pengertian Merek

Menurut Rangkuti (2004, pp3-4), merek merupakan janji penjual secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:

1. Atribut

Setiap merek memiliki atribut. Atribut-atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contoh: di Jakarta, masyarakat menyebut motor dengan motor. Tetapi di daerah, masyarakat menyebut motor dengan Honda. Honda merupakan merek motor yang ramah lingkungan, irit, bergengsi, stylish, futuristik, harga jual stabil, dan menjangkau semua kalangan.

2. Manfaat

Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Atribut “aman” dapat diterjemahkan menjadi atribut fungsional,

(8)

yaitu tidak perlu mengganti berbagai fungsi rem serta balon pelindung baik dari depan maupun dari samping kiri dan kanan. Manfaat fungsional ini dapat juga diterjemahkan ke dalam manfaat emosional yaitu “Honda motor irit dan ramah lingkungan”. Selain itu atribut-atribut lain juga harus dapat diterjemahkan menjadi manfaat yang dapat dirasakan oleh konsumen.

3. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna dari merek tersebut.

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya: Honda mewakili budaya Jepang yang terorganisasi dengan baik, irit, dan ramah lingkungan.

5. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan.

6. Pemakai

Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk menggunakan mereknya.

2.2.3 Peranan dan Kegunaan Merek

Menurut Durianto, et al (2004, p2), peranan dan kegunaan di antaranya: 1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Mereka mampu membuat janji emosi

(9)

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”, diterima kapan saja dan dimana saja di seluruh dunia.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk membentuk kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan citra merek.

4. Merek sangat berpengaruh dalam pembentukan prilaku konsumen. Merek yang kuat akan sangat kuat mengubah perilaku konsumen. Contoh: keberhasilan Pall Mall dalam menembus perilaku konsumen mampu menciptakan market niche (ceruk pasar) yang spesifik dan menguntungkan.

5. Merek mempermudah pengambilan keputusan pembelian suatu produk / jasa oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dengan mudah membedakan produk yang akan mereka beli dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

6. Merek berkembang menjadi sumber aset perusahaan. Hasil sebuah penelitian memiliki bahwa Coca Cola yang memiliki Stock Market Value (SMI) yang besar, ternyata 97% dari SMV tersebut merupakan nilai merek. Begitu juga dengan merek Kellogs berkontribusi 89% dari SMVnya dan pula IBM berkontribusi 73% dari SMVnya.

Dari ilustrasi tersebut dapat digambarkan dan disimpulkan bahwa merek mempunyai peranan yang penting dan merupakan aset prestisius bagi perusahaan.

(10)

Dalam kondisi suatu pasar yang kompetitif, preferensi dan loyalitas konsumen menjadi kunci kesuksesan.

Membangun merek dapat dilakukan melalui jalur merek. Merek yang prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek) yang kuat. Suatu produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk brand platform (landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam jangka waktu yang lama.

Dengan semakin banyaknya jumlah pemain pasar, meningkat pula ketajaman persaingan di antara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki brand equity yang kuat akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Sedemikian pentingnya peran brand equity sebagai landasan dalam menentukan langkah dan strategi pemasaran dan suatu produk sehingga sering kali brand equity memperoleh pengkajian yang mendalam. Semakin kuat brand equity suatu produk / jasa, semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk / jasa tersebut yang selanjutnya dapat menggiringi konsumen untuk melakukan pembelian serta mengantarkan perusahaan untuk tetap meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Karena itu, pengetahuan tentang elemen-elemen brand equity dan pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Berdasarkan peranan dan kegunaan ekuitas merek yang telah disebutkan pada poin 5, bahwa ekuitas merek mampu mempermudah keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, maka dengan melakukan pendekatan pada ekuitas merek, perusahaan akan dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Dari keseluruhan variabel ekuitas merek, terdapat empat variabel yang menjadi variabel utama dari ekuitas merek. Keempat variabel tersebut yang akan menjadi

(11)

variabel bebas dari penelitian ini sedangkan variabel terikatnya adalah keputusan pembelian. Besarnya pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian akan dibahas pada penelitian ini.

2.2.4 Manfaat Merek

Menurut Rangkuti (2004, pp139-140), merek bermanfaat bagi perusahaan, distributor, dan konsumen.

a. Manfaat merek bagi perusahaan

1. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya kesalahan.

2. Nama merek dan tanda dagang akan secara hukum melindungi penjualan dari pemalsuan ciri-ciri produk. Karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran.

3. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya, dimana kesetiaan konsumen akan melindungi penjual dari persaingan serta membantu memperketat pengendalian dalam merencanakan strategi bauran pemasaran.

4. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen. Contohnya: Unilever Indonesia memasarkan empat merek sabun mandi yang masing-masing dikelola secara berbeda dan dipasarkan pada segmen-segmen tertentu dengan manfaat-manfaat yang berbeda. 5. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama baik. Dengan adanya

nama yang baik, yang membawa perusahaan, merek-merek ini sekaligus mengiklankan besarnya kualitas dan besarnya perusahaan.

b. Manfaat bagi distributor:

(12)

2. Mengidentifikasi pendistribusikan produk.

3. Meminta agar produksi berada pada standar mutu tertentu. 4. Meningkatkan pilihan pembeli.

c. Manfaat bagi konsumen:

1. Memudahkan untuk mengenali mutu.

2. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama ketika membeli produk yang sama.

3. Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya, seperti Pierre Cardin, Louis Vutton, dan sebagainya.

2.3 Ekuitas Merek (Brand Equity) 2.3.1 Definisi Brand Equity

Menurut Durianto, et al (2004, p4), brand equity (ekuitas merek) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pelanggan.

Pembahasan brand equity sangat diperlukan untuk mengetahui secara jelas keterkaitan antara brand image yang dibentuk dalam pikiran pelanggan dan pengembangan konsep merek sesuai dengan nilai merek. Keberhasilan brand management (manajemen merek) sangat tergantung pada pemahaman mengenai kedua hal tersebut dan bagaimana strategi suatu merek dapat diterapkan dan dikomunikasikan kepada pelanggan serta bagaimana pelanggan memberikan respon terhadap merek tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki pelanggan atau konsumen secara pribadi (customer value).

Untuk mengaitkan kedua pendekatan di atas, sangat diperlukan analisis mengenai proses suatu perusahaan menciptakan dan mengkomunikasikan suatu

(13)

nilai-nilai merek kepada pelanggan. Selain itu, analisis respons yang diberikan pelanggan terhadap merek yang telah diluncurkan dalam bentuk brand equity juga diperlukan. Proses ini akan berputar dan berjalan terus sampai brand value tersebut menjadi kuat dan menjadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan.

Untuk menciptakan brand value yang kuat diperlukan suatu pengujian dan rangkaian analisis mengenai perubahan strategi terhadap merek sehingga meningkatkan brand image di mata pelanggan.

3 (tiga) komponen penting menurut Utama (Telaah manajemen, 2007, p125) di dalam membangun brand awareness (kesadaran merek) dan brand association (asosiasi merek) yang mengarah pada tujuan perusahaan, yaitu: elemen merek, marketing mix (bauran pemasaran) dan hubungan sekunder antara lain adanya endorser yang digunakan dalam iklan dan menjadi sponsorship suatu kegiatan.

Menurut A. Aaker (Durianto, et al, 2004, pp3-4), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 elemen, yaitu brand awareness (kesadaran merek) dan brand association (asosiasi merek), perceived quality (loyalitas merek), brand loyalty (loyalitas merek), dan brand assets lainnya. Di mana elemen brand equity yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut, seperti trademark, hak paten, dan lainnya. Elemen-elemen tersebut akan membentuk brand equity suatu produk yang selanjutnya dapat dijadikan salah satu modal untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif perusahaan.

5 konsep elemen-elemen brand equity yang dapat menciptakan nilai perusahaan atau pelanggan sebagai berikut:

(14)

Perceived Quality

Brand Awareness Brand Association

Brand Loyalty Proprietary

Brand Assets

Gambar 2.2 Konsep Brand Equity Sumber: Durianto, et al (2004, p5)

2.3.2 Peranan Brand Equity

Berdasarkan pendapat Durianto, et al (2004, p6), brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya, perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.

Di samping memberi nilai bagi konsumen, brand equity juga memberikan nilai kepada perusahaan dalam bentuk:

1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.

2. Empat dimensi utama brand equity dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen, setidaknya dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.

Brand Equity (Nama, Simbol)

Memberikan nilai kepada

perusahaan dengan menguatkan: ™ Efisiensi dan efektifitas program

pemasaran ™ Loyalitas Merek ™ Harga / Laba ™ Perluasan Merek ™ Peningkatan Perdagangan ™ Keuntungan Kompetitif

™ Interpretasi / Proses Informasi ™ Rasa percaya diri dalam

pembelian

™ Pencapaian kepuasan dari

customer

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan menguatkan:

(15)

3. Brand loyalty yang telah diperkuat merupakan hal terpenting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing.

4. Brand association juga sangat penting sebagai dasar dari strategi positioning maupun strategi perluasan produk.

5. Brand equity yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan premium price (harga premium), dan mengurangi ketergantungan dari promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi.

6. Brand equity yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki Brand equity tersebut.

7. Brand equity yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.

8. Aset-aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak memiliki pesaing. Contoh: hak cipta, hak paten, merek dagang, dll. Merek-merek lain yang menunjang merek utama, seperti: Fruit Tea dari Sosro, Frestea dari Coca Cola Company.

2.4 Kesadaran Merek (Brand Awareness) 2.4.1 Definisi Brand Awareness

Menurut Durianto, et al (2004, p54), brand awareness (kesadaran merek) adalah kesanggupan calon pembeli untuk membeli atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

(16)

Rangkuti (2004, p243) mendefinisikan “Kesadaran merek merupakan kemampuan seseorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau dirangsang dengan kata-kata kunci”.

2.4.2 Peranan Brand Awareness

Menurut Durianto, et al (2004, p7), peran brand awareness dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Kesadaran merek dalam menciptakan suatu nilai sedikitnya dalam 4 cara sebagai berikut:

1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain

Artinya suatu merek dapat digambarkan sebagai suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi merek tersebut.

2. Familier / Rasa Suka

Artinya dengan mengenali merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah), seperti koran, pasta gigi, dan lain-lain.

3. Substansi / Komitmen

Kesadaran akan nama menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan.

4. Mempertimbangkan Merek

Langkah pertama dalam proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk mempertimbangkan merek mana yang akan diputuskan dibeli.

(17)

Gambar 2.3 Nilai-nilai Brand Awareness Sumber: Durianto, et al (2004, p7)

2.4.3 Tingkatan dalam Brand Awareness

Menurut Durianto, et al (2004, p55), peran brand awareness dalam keseluruhan brand equity (ekuitas merek) bergantung pada sejauh mana tingkatan awareness yang dicapai oleh suatu merek.

Adapun dalam tingkatan brand awareness adalah sebagai berikut:

a. Top of mind (puncak pikiran) adalah merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond question yang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini.

b. Brand recall (pengingat kembali merek) adalah pengingatan kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh responden setelah responden menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya responden memberikan jawaban tanpa dibantu.

c. Brand recognition (pengenalan merek) yaitu tingkat kesadaran responden terhadap suatu merek diukur dengan menyebutkan dari ciri-ciri produk

Brand Awareness

Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain Familier / Rasa Suka

Substansi / Komitmen Mempertimbangkan merek

(18)

tersebut. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui berapa banyak responden yang perlu diingatkan tentang keberadaan merek tersebut.

d. Unaware brand (tidak menyadari merek) merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida brand awareness dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

Puncak Pikiran (Top of Mind) Pengingatan kembali Merek (Brand Recall) Pengenalan Merek (Brand Recognition) Tidak menyadari Merek (Brand Unaware)

Gambar 2.4 Piramida Brand Awareness Sumber: Durianto, et al (2004, p55)

2.4.4 Cara mencapai Brand Awareness

Menurut Durianto, et al (2004, p57), pengalaman ataupun pengikatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkan ke kategori produk. Agar brand awareness dapat dicapai dan dapat diperbaiki dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut:

1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya.

(19)

2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek.

3. Jika produk memakai simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya. Contoh: KFC dengan Kolonel Sanders.

4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

6. Melakukan pengulangan untuk mengingatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

2.5 Asosiasi Merek (Brand Association) 2.5.1 Definisi Brand Association

Menurut Rangkuti (2004, pp243-244), brand association (asosiasi merek) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam merek itu dan memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih besar apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman yang berhubungan dengan merek tersebut. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk kesan terhadap merek (brand image).

Menurut Widjaja, dkk (Jurnal Manajemen Perhotelan, 2007, p92), asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

(20)

2.5.2 Fungsi Asosiasi Merek (Brand Association)

Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang menimbulkan brand image-nya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan kaitannya terhadap merek tersebut. Dalam prakteknya didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun sisi pengguna. Menurut Durianto, et al (2004, pp69-70), beberapa fungsi asosiasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Help process / retrieve information (membantu proses penyusunan informasi)

Asosiasi-asosiasi dapat bantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifik yang mungkin sulit diproses dan diakses oleh pelanggannya dan dapat menjadi mahal bagi perusahaan untuk mengkomunikasikannya. Sebuah asosiasi dapat menciptakan informasi bagi pelanggan yang memberikan suatu citra untuk menghadapinya.

2. Differentiate (diferensiasi / posisi)

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

3. Reason to buy (alasan untuk membeli)

Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau consumer benefits (manfaat bagi konsumen) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

4. Create positive attitudes / feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif) Berbagai asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi suatu yang lain daripada yang lain. 5. Basis for extensions (dasar perluasan)

(21)

Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan suatu kesesuaian (sense of fit) antara sebuah merek dan produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Gambar 2.5 Nilai-nilai Brand Association Sumber: The Power Of Brand (Rangkuti, 2004, p43)

2.5.3 Tipe-tipe Brand Association

Menurut Durianto, et al (2004, pp70-72), ada beberapa tipe asosiasi yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan brand association yang bisa membentuk citra merek (brand image) suatu merek. Beberapa tipe asosiasi yang dimaksud adalah :

1. Product attributes (atribut produk)

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya: apa yang tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti berbeda dari kata yang tercermin dalam kata mobil Suzuki.

2. Intangible attributes (atribut tak berwujud) Asosiasi Merek

Basis perluasan

Menciptakan sikap peranan positif Alasan untuk membeli

Diferensiasi (posisi)

(22)

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3. Customer’s benefits (manfaat bagi pelanggan)

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Contoh: mobil Mercedes sangat nyaman dan aman dikendarai (suatu karakteristik produk) dan memberikan kepuasan mengemudi pada pelanggan (suatu manfaat pelanggan). Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi dua; yaitu: rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ektrim dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk Intel Inside terdapat manfaat prosesor komputer yang cepat.

4. Relative price (harga relatif)

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.

5. Application (penggunaan)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

(23)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya: Dimension Kiddies dikaitkan dengan pemakainya yang adalah anak-anak.

7. Celebrity / person (orang terkenal / khalayak)

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8. Life style / personality (gaya hidup / kepribadian)

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Misalnya: ‘Nagat’ mencerminkan kepribadian yang maskulin, kuat, dan berani.

9. Product class (kelas produk)

Mengasosiasikan dengan sebuah merek menurut kelas produknya. Misalnya: Volvo mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamanan dan lainnya.

10. Competitors (para pesaing)

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11. Country / geographics area (negara / wilayah geografis)

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Contoh: Perancis diasosiasikan dengan mode pakaian dan parfum. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasikan dengan mengaitkan merek pada sebuah negara. Contoh lain: Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang berkualitas tinggi, konsisten tinggi, dan keseriusan tinggi.

(24)

Di samping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebut di atas. Dalam kenyataannya, tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi di atas. Merek tertentu berasosiasi dengan beberapa hal di atas dan merek lainnya berasosiasi dengan beberapa hal lain.

2.6 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) 2.6.1 Definisi Perceived Quality

Menurut Durianto, et al (2004, p96), perceived quality (persepsi kualitas) dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk barang atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Perceived quality ini akan akan membentuk kesan kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas merek terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan membeli dan menciptakan loyalitas terhadap merek tersebut. Karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality pelanggan negatif, produk tidak disukai dan tidak bertahan lama di pasar.

2.6.2 Faktor yang mempengaruhi Perceived Quality

Menurut Gavin yang dikutip dari Durianto, et al (2004, p98), menjelaskan dimensi perceived quality yang dibagi menjadi 7 (tujuh), yaitu:

1. Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi

(25)

serta kenyamanan. Karena faktor pertimbangan pelanggan berbeda satu dengan yang lain, sering kali pelanggan memiliki sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.

2. Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya mobil derek tertentu yang menyediakan jasa pelayanan 24 jam di seluruh dunia.

3. Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walaupun telah berumur 12 tahun tapi masih berfungsi dengan baik.

4. Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote control sebuah video, tape, sistem WAP telepon genggam. Penambahan digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberikan penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggan yang dinamis sesuai perkembangan.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai pandangan kualitas proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.

7. Hasil: mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.

(26)

2.6.3 Perceived Quality menghasilkan Nilai

Beberapa nilai yang bisa diciptakan perceived quality adalah: 1. Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang, dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh persepsi kualitas suatu merek yang ada di benak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada persepsi kualitas dari merek yang akan dibelinya.

2. Diferensiasi atau posisi

Persepsi kualitas dapat dijadikan suatu aspek yang membedakan suatu merek dengan merek-merek lain, di mana merek tersebut dianggap berada dalam kategori kualitas terbaik atau hanya sekedar mampu bersaing dengan merek-merek lain.

3. Harga premium

Harga premium bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untuk investasi pada merek tersebut. Sumber daya ini nantinya dapat digunakan dalam berbagai upaya membangun merek seperti meningkatkan awareness atau asosiasi. Selain menjadi sumber daya, harga optimum juga dapat meningkatkan kesan produk berkualitas.

4. Perluasan saluran distribusi

Persepsi kualitas juga punya arti bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya, karena citra sebuah distributor juga dipengaruhi oleh produk maupun jasa apabila distributor tersebut bisa menyediakan produk-produk berkualitas.

(27)

Persepsi kualitas dapat dimanfaatkan untuk melakukan perluasan merek dengan cara menggunakan merek tertentu yang sudah ada ke dalam kategori produk baru. Sebuah merek yang memiliki persepsi kualitas yang kuat, akan lebih mudah melakukan perluasaan merek, karena konsumen akan menilai bahwa produk tersebut juga memiliki persepsi kualitas yang sama dengan merek sebelumnya.

Gambar 2.6 Nilai dari Perceived Quality Sumber: Durianto, et al (2004, p101)

2.6.4 Membangun Perceived Quality yang kuat

Sedemikian pentingnya peran persepsi kualitas bagi suatu merek sehingga upaya membangun persepsi kualitas yang kuat perlu memperoleh perhatian yang serius agar perusahaan dapat merebut dan menaklukkan pasar di setiap kategori produk. Berikut adalah berbagai hal menurut A. Aaker (Durianto, et al, 2004, pp104-105) yang perlu diperhatikan dalam membangun persepsi kualitas:

1. Komitmen terhadap kualitas

Perusahaan harus berkomitmen untuk memprioritaskan dan selalu menjaga proses peningkatan kualitas produk yang ditawarkan ke konsumen secara terus menerus.

2. Budaya kualitas

Perceived Quality

Perluasan Merek

Perluasan Saluran Distribusi Harga Premium

Differensiasi atau posisi Alasan untuk membeli

(28)

Komitmen kualitas harus bisa direfleksikan dalam kultur organisasi, yaitu melalui peraturan-peraturan, norma-norma yang berlaku dalam perusahaan, termasuk dalam sikap dan perilaku seluruh karyawan perusahaan.

3. Informasi masukan dari pelanggan

Produk-produk didesain sesuai dengan ekspektasi pelanggan melalui suatu riset pasar yang komprensif, kemudian diproduksi dengan cara yang benar agar dapat memenuhi spesifikasi desain yang sudah ditetapkan.

4. Sasaran atau standar kualitas yang jelas

Pengukuran performa kualitas harus terus dilakukan karena hasil pengukuran kualitas tersebut akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan untuk melaksankan perbaikan-perbaikan untuk mencapai standar kualitas yang diinginkan. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dimengerti, dan dapat diprioritaskan.

5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

2.7 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) 2.7.1 Definisi Brand Loyalty

Menurut Rangkuti (2004, pp60-61), brand loyalty (loyalitas merek) merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Brand loyalty merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.

(29)

Senada dengan Rangkuti, Durianto, et al (2004, p126) mendefinisikan brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya.

2.7.2 Fungsi Brand Loyalty

Dengan mengelola dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat menjadi aset strategi bagi perusahaan. Menurut Durianto, et al (2004, p127) beberapa potensi yang diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan:

1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran)

Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Ciri yang paling jelas dari pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasan mereka selama ini.

3. Attracting new customer (menarik minat pelanggan baru)

Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka terhadap merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang

(30)

puas pada umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga menarik pelanggan baru.

4. Provide time to respond to competitive threat (memberi waktu untuk merespon ancaman dari pesaing)

Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu kepada perusahaan tersebut untuk memperbarui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisirkannya.

Gambar 2.7 Fungsi Brand Loyalty Sumber: Durianto, et al (2004, p22)

2.7.3 Tingkatan-tingkatan Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Dalam kaitannya brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa tingkat brand loyalty. Masing-masing kaitannya menunjukkan tantangan pemasaran yang menunjukkan tantangan yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Menurut Durianto, et al (2004, pp128-129), tingkatan brand loyalty adalah sebagai berikut:

Loyalitas Merek

Menarik Minat Pelanggan Baru Meningkatkan Perdagangan Mengurangi Biaya Pemasaran

Memberi Waktu untuk Merespon Ancaman dari Pesaing

(31)

1. Switcher (berpindah-pindah) yaitu pembeli yang tidak mempertimbangkan merek namun hanya tertarik pada harga yang murah dan menyukai produk apa saja yang diobral.

2. Habitual buyer (pembelian yang bersifat kebiasaan) yaitu konsumen yang membeli merek tertentu hanya karena kebiasaan. Meskipun banyak merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, namun konsumen ini merasa tidak ada alasan untuk berganti merek.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) yaitu konsumen yang cukup puas dengan merek tertentu dan enggan untuk pindah ke merek lain dengan pertimbangan bahwa merek lain memiliki resiko tidak berfungsi sebaik merek sebelumnya.

4. Like the brand (menyukai merek) yaitu konsumen yang benar-benar menyukai sebuah merek. Preferensi mereka bisa didasari oleh asosiasi seperti sebuah simbol pengalaman atau perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian, kesukaan adalah sesuatu yang bersifat luas, sulit didefinisikan dan tidak terbatas pada sesuatu yang spesifik karena mengandung keterlibatan emosional.

5. Commited buyer (pembeli yang komit) yaitu konsumen yang memiliki kebanggan tersendiri terhadap suatu merek. Merek tersebut menjadi sangat penting bagi merek, baik dalam aspek fungsional maupun sebagai alat untuk mengekpresikan diri. Bahkan mereka akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain.

(32)

Switcher

Habitual Buyer

Satisfied Buyer

Like The Brand

Commited Buyer

Gambar 2.8 Piramida Brand Loyalty

Sumber: David A. Aaker (Durianto, et al, 2004, p130)

2.7.4 Memelihara dan Meningkatkan Brand Loyalty

Karena brand loyalty merupakan bagian terpenting dari brand equity, maka perusahaan harus terus menerus berusaha meningkatkan dan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap mereknya. Menurut Aaker (Durianto, et al, 2004, pp144-145), beberapa contoh strategi yang dapat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan brand loyalty:

1. Menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan. Untuk itu diperlukan satu “relationship marketing” yang terpadu dari perusahaan agar konsumen dapat terpuaskan terus-menerus, sehingga loyalitas konsumen akan terjaga sepanjang masa. Kepuasan konsumen menjadi salah satu kunci dan sangat menentukan langgengnya brand loyalty.

(33)

2. Menjaga kedekatan dengan pelanggan secara berkesinambungan.

Contohnya: membentuk keanggotaan perusahaan dengan menggelar berbagai acara agar kedekatan dapat terus terjaga, aktifitas lain yang dijalankan adalah pengiriman kartu ucapan selamat kepada pelanggan pada momen-momen tertentu.

3. Menciptakan biaya peralihan yang tinggi yang mampu menyulitkan konsumen untuk berpindah merek. Langkah ini diadakan untuk mengikat konsumen agar mereka tidak beralih ke merek pesaing.

4. Memberi imbalan atas loyalitas pelanggan. Dalam hal ini pemasar dapat memberi imbalan berupa hadiah / reward lainnya.

5. Memberi pelayanan ekstra kepada pelanggan, misalnya dengan memberikan TV mobil jika telah membeli mobil di suatu showroom 3 (tiga) kali dalam setahun.

2.8 Keputusan Pembelian

2.8.1 Tahap-tahap proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2004, pp204-208), proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dan terus berlangsung lama sesudahnya. Pemasar perlu memusatkan perhatian pada proses pembelian dan bukan pada keputusan pembelian saja.

Tahap-tahap proses keputusan pembelian, yaitu: 1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan (need recognition) dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Di sini pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan nyata dengan keadaan yang diinginkan.

(34)

2. Pencarian informasi

Pencarian informasi (information search) merupakan tahap proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih banyak informasi. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber manapun, yang meliputi:

a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan. c. Sumber publik: media masa, organisasi penilai pelanggan.

d. Sumber pengalaman: menangani, memeriksa, menggunakan produk.

Ketika lebih banyak informasi diperoleh, semakin bertambah pula kesadaran dan pengetahuan konsumen mengenai merek yang tersedia dan sifat-sifatnya. 3. Evaluasi berbagai alternatif

Tahap proses pengambilan keputusan pembelian yang ketiga adalah evaluasi berbagai alternative (alternative evaluation) dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif dalam satu susunan pilihan.

4. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli produk.

5. Perilaku pasca pembelian

Tahap ini adalah tahap terakhir dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.

(35)

2.8.2 Tipe-tipe Perilaku Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2004, pp202-203), pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, bergantung pada jenis keputusan pembelian. Semakin kompleks keputusan biasanya akan melibatkan semakin banyak pihak yang terkait dan semakin banyak pertimbangan.

Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara berbagai merek, yaitu:

a. Perilaku membeli yang kompleks

Perilaku membeli yang kompleks adalah perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan merek yang lain.

b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan biasanya muncul setelah merasakan adanya hal-hal yang tidak mengenakkan pasca pembelian. Konsumen akan peka terhadap informasi yang membenarkan keputusannya. Jadi, komunikasi pemasaran harus ditunjukkan pada penyediaan keyakinan dan evaluasi yang membantu konsumen merasa puas dengan pilihan mereknya.

c. Perilaku membeli karena kebiasaan

Perilaku membeli karena kebiasaan adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada. Perilaku ini sering terjadi dalam pembelian produk konsumsi. Contohnya: garam.

(36)

Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan di antara merek dianggap besar. Dalam kasus semacam ini, konsumen seringkali mengganti merek agar tidak bosan atau sekedar untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Penggantian merek oleh konsumen tersebut terjadi demi variasi dan bukan untuk kepuasan.

Gambar 2.9 Tipe-tipe Perilaku Pembelian Sumber: Kotler (2004, p202)

2.8.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian

Menurut Kotler (2006, pp231-245), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor budaya 1. Budaya

Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota masyarakat dari masyarakat atau institusi penting lainnya.

2. Sub budaya

Sub kebudayaan adalah sekelompok orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama. Sub kebudayaan

Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah Perbedaan

mendasar yang ada di antara merek Sedikit perbedaan merek di antara merek yang ada

Perilaku membeli yang kompleks

Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli yang

mencari variasi Perilaku membeli yang

mengurangi ketidakcocokan

(37)

meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok rasa, dan daerah geografis. Banyak sub kebudayaan membentuk segmen pasar penting, dimana orang pemasaran sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

3. Kelas sosial

Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi tersebut kadang-kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam dalam bentuk kelas sosial.

b. Faktor sosial 1. Kelompok

Seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan.

2. Keluarga

Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut telah diteliti secara ekstensif. Orang pemasaran dari suatu perusahaan tertarik pada peran dan pengaruh seorang suami, istri maupun anak-anak dalam pembelian dan jasa yang berbeda. Keterlibatan suami istri sangat bervariasi menurut kategori produk dan tahap-tahap proses pembelian.

(38)

Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat ditetapkan baik lewat perannya maupun statusnya dalam suatu keanggotaan (keluarga, organisasi, dll). Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan masyarakat. Seseorang seringkali membeli produk yang menunjukkan status mereka dalam masyarakat.

c. Faktor Pribadi

1. Umur dan tahap siklus hidup

Seseorang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidup mereka. Selera terhadap berbagai produk dan merek dari barang dan jasa sering kali berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Para pemasar sering kali menetapkan pasar sasaran mereka berdasarkan tahap siklus hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahapnya.

2. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Orang pemasaran mencoba mengidentifikasikan kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat yang rata-rata lebih tinggi daripada produk dan jasa yang mereka hasilkan.

3. Situasi ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produknya. Pemasar barang yang peka terhadap pendapatan (income-sensitive goods) mengamati tren pendapatan, tabungan probadi, dan tingkat bunga.

4. Gaya hidup

Gaya hidup (life style) adalah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapat-pendapatnya.

(39)

5. Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian tiap orang yang berbeda mempengaruhi perilaku membelinya. Kepribadian (personality) adalah karakteristik psikologis unik yang menghasilkan tanggapan-tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya diuraikan berdasarkan sifat-sifat seseorang seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi, dan agresifitas. Kepribadian bisa berguna untuk menganalisis perilaku konsumen atas suatu produk atau pilihan merek.

d. Faktor psikologis 1. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada suatu saat. Ada kebutuhan biologis, yang muncul dari keadaan yang memaksa seperti rasa lapar, haus, atau tidak merasa nyaman. Kebutuhan lainnya bersifat psikologis, muncul dari kebutuhan untuk diakui, dihargai, ataupun rasa memiliki. Kebanyakan kebutuhan ini tidak akan cukup kuat untuk memotivasi orang tersebut untuk bertindak pada suatu waktu tertentu. Suatu kebutuhan akan menjadi motif apabila dirangsang sampai suatu tingkat intensitas yang yang mencukupi. Sebuah motif (motive) atau dorongan (drive) adalah kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan. 2. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana cara seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi tertentu. Persepsi (perception) adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia.

(40)

3. Pembelajaran

Ketika seseorang melakukan tindakan, merek belajar. Pembelajaran (learning) adalah perubahan perilaku individu yang muncul karena pengalaman.

4. Keyakinan dan Sikap

Dengan melakukan dan lewat pembelajaran, seseorang mendapatkan keyakinan dan sikap. Pada gilirannya, kedua hal ini akan mempengaruhi perilaku membeli mereka. Suatu keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) mengacu pada evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan.

2.9 Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy) 2.9.1 Definisi Blue Ocean Strategy

Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sangat kompetitif, dimana perusahaan saling berkompetisi untuk mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar di ruang pasar atau industri yang sama, yang tentunya mengakibatkan ruang pasar semakin sesak, prospek akan laba dan pertumbuhan semakin berkurang, istilah ini disebut sebagai red ocean (samudera merah). Dengan semakin ketatnya persaingan munculah apa yang disebut sebagai blue ocean (samudera biru). Blue ocean adalah menciptakan ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Di mana saat perusahaan lain saling berkompetisi satu sama lain di ruang pasar yang sama (red ocean), sedangkan blue ocean menjauhi kompetisi yang ada dengan cara membuat ruang pasar yang tidak terdapat kompetisi.

(41)

2.9.2. Inovasi Nilai

Inovasi nilai merupakan baru pijak dari blue ocean strategy. Disebut inovasi nilai karena alih-alih berfokus pada memenangi kompetisi, menjadikan kompetisi tidak relevan dengan menciptakan lompatan bagi pembeli dan perusahaan. Dengan demikian, sekaligus membuka ruang pasar yang baru dan tanpa pesaing.

Inovasi nilai memberikan penekanan setara pada nilai dan inovasi. Nilai tanpa inovasi cenderung berfokus pada penciptaan nilai dalam skala besar, sesuatu yang meningkatkan nilai tapi tidak memadai untuk membuat anda unggul secara menonjol di pasar. Inovasi tanpa nilai cenderung bersifat mengandalkan teknologi, pelopor pasar, futuristis, dan sering membidik sesuatu yang belum siap diterima dan dikonsumsi oleh pembeli.

Secara umum, diyakini bahwa perusahaan hanya bisa antara menciptakan nilai lebih tinggi atau menciptakan nilai lumayan dengan biaya lebih rendah. Di sini, strategi dilihat sebagai membuat pilihan antara diferensiasi dan biaya rendah. Sebaliknya, perusahaan yang berusaha menciptakan samudera biru mengejar diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan.

Inovasi nilai diciptakan dalam wilayah di mana tindakan perusahaan secara positif mempengaruhi struktur biaya dan tawaran nilai bagi pembeli. Penghematan biaya dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor yang menjadi titik persaingan dalam industri. Nilai pembeli ditingkatkan dengan menambah dan menciptakan elemen-elemen yang belum ditawarkan industri. Dalam perjalanan waktu, biaya berkurang lebih jauh ketika ekonomi skala bekerja setelah terjadi volume penjualan tinggi akibat nilai unggul yang diciptakan.

(42)

Biaya Inovasi Nilai Nilai Pembeli Gambar 2.10 Inovasi Nilai

Sumber: Blue Ocean Strategy (Kim, Rene, 2005, p36)

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di atas, penciptaan samudera biru adalah soal menekan biaya sembari meningkatkan nilai bagi pembeli. Karena nilai pembeli berasal dari utilitas (manfaat) dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli, dank arena nilai bagi perusahaan itu dihasilkan dari harga dan struktur biaya, maka inovasi nilai tercapai hanya ketika keseluruhan system kegiatan utilitas, harga, dan biaya perusahaan terpadu dengan tepat. Pendekatan keseluruhan system inilah yang menjadikan penciptaan samudera biru sebagai sebuah strategi berkesinambungan (sustainable).

(43)

Tabel 2.1 RED OCEAN VS BLUE OCEAN STRATEGY

No Red Ocean Strategy Blue Ocean Strategy

1.

2.

3.

4.

5.

Kompetisi di ruang pasar yang sudah ada.

Mengalahkan pesaing di ruang pasar yang sama.

Pengeksploitasian untuk meningkatkan tingkat permintaan yang ada.

Memilih antara nilai-biaya (value cost trade-off).

Memadukan keseluruhan system kegiatan perusahaan dengan pilihan strategis antara diferensiasi atau biaya rendah.

Menciptakan ruang pasar di luar ruang pasar yang sudah ada.

Membuat ruang pasar tanpa pesaing dan tidak relevan.

Membuat dan menangkap terhadap permintaan yang baru.

Mendobrak pertukaran nilai biaya.

Memadukan keseluruhan system kegiatan perusahaan dalam mengejar diferensiasi dan biaya rendah.

Sumber: Blue Ocean Strategy (Kim, Rene, 2005, p38)

Dari tabel 2.1 di atas membeberkan ciri-ciri khas utama dari strategi samudera biru dan samudera merah. Strategi samudera merah yang berbasiskan kompetisi mengasumsikan bahwa kondisi-kondisi struktural itu terberi dan bahwa perusahaan dipaksa untuk berkompetisi dalam kondisi-kondisi seperti itu, sebuah asumsi yang didasarkan pada apa yang disebut akademisi dipandang sebagai pandangan strukturalis, atau determinisme lingkungan. Sebaliknya, inovasi nilai didasarkan pada pandangan bahwa batasan-batasan pasar dan struktur industri tidaklah terberi dan bisa direkonstruksi melalui tindakan dan keyakinan pelaku industri. Pandangan ini disebut pandangan rekonstruksionis. Dalam samudera merah, diferensiasi

(44)

menelan biaya besar karena perusahaan berkompetisi berdasarkan aturan praktik sukses yang sama. Dalam samudera biru, pilihan strategis bagi perusahaan adalah mengejar baik diferensiasi maupun biaya rendah. Di sisi lain, dalam pandangan rekonstruksionis, tujuan strategi adalah menciptakan aturan-aturan praktik sukses baru dengan mendobrak dilema / pertukaran nilai-biaya yang ada, dengan demikian menciptakan samudera biru.

2.9.3 Enam Prinsip Strategi Samudra Biru

Bagaimana perusahaan bisa secara sistematis memaksimalkan kesempatan dan pada saat yang bersamaan meminimalkan risiko dari merumuskan dan menerapkan strategi samudera biru?

Enam prinsip ini berfokus pada pencermatan terhadap industri alternatif, kelompok strategis, kelompok pembeli, tawaran produk dan jasa pelengkap, orientasi fungsional-emosional industri dan bahkan waktu. Di prinsip ini menunjukkan cara mengagregasikan (mengumpulkan) permintaan, caranya bukanlah dengan berfokus pada perbedaan yang memisahkan pelanggan, melainkan dengan memanfaatkan kesamaan yang kuat di antara nonpelanggan demi memaksimalkan ukuran dari samudera biru yang diciptakan serta memaksimalkan jumlah permintaan yang tumbuh sekaligus meminimalkan skala risiko (scale risk).

(45)

Tabel 2.2 Enam Prinsip Strategi Samudera Biru

Prinsip- prinsip perumusan Faktor resiko yang di tangani oleh setiap

prinsip

Merekonstruksi batasan–batasan pasar.

Fokus pada gambaran besar, bukan pada angka.

Menjangkau melampaui permintaan yang ada. Melakukan rangkaian strategis dengan tepat.

Prinsip-prinsip eksekusi / pelaksanaan

Mengatasi hambatan–hambatan utama dalam organisasi.

Mengintegrasikan hambatan-hambatan utama dalam organisasi.

Resiko pencarian berkurang. Resiko perencanaan berkurang.

Resiko skala berkurang. Resiko model bisnis berkurang.

Faktor resiko yang ditangani oleh setiap prinsip

Resiko organisasi berkurang.

Resiko manajemen berkurang.

Sumber: Blue Ocean Strategy (Kim, Rene, 2005, p42)

2.9.4 Alat Analisis dan Kerangka Kerja

Pada saat merumuskan dan menjalankan strategi blue ocean digunakan alat analisis dan kerangka kerja. Beberapa alat analisis dan kerangka kerja tersebut adalah:

1. Kanvas strategi

Kanvas strategi adalah kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk membangun blue ocean strategy yang baik. Kanvas strategi memiliki dua fungsi. Pertama adalah merangkum situasi terkini dalam ruang pasar yang sudah dikenal. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memahami di mana kompetisi saat ini sedang

(46)

tercurah, memahami faktor–faktor apa yang sedang dijadikan ajang kompetisi dalam produk, jasa, dan pengiriman, serta memahami apa yang didapatkan konsumen dari penawaran kompetitif yang ada di pasar. Kedua adalah mengarahkan kembali fokus strategi dari pesaing ke alternatif dan dari konsumen ke nonkonsumen industri tersebut. Untuk mengejar nilai tinggi sekaligus biaya rendah, perusahaan harus melawan logika lama yaitu membanding-bandingkan pesaing dalam bidang yang ada.

2. Kerangka Kerja Empat Langkah Blue Ocean

Blue ocean strategy yang efektif haruslah berkenaan dengan meminimalisasi risiko, bukanlah mengambil risiko. Untuk merekonstruksi elemen-elemen nilai pembeli dalam membuat kurva nilai baru, digunakan kerangka kerja empat langkah. Supaya bisa mendobrak dilema / pertukaran antara diferensiasi dan biaya rendah serta agar bisa menciptakan kurva nilai baru, ada empat (4) pertanyaan kunci untuk menantang logika dan model bisnis sebuah industri: 1. Faktor apa saja yang harus dihapuskan dari faktor–faktor yang telah

diterima begitu saja oleh industri?

2. Faktor apa saja yang harus dikurangi hingga di bawah standar industri? 3. Faktor apa saja yang harus ditingkatkan hingga di atas standar industri? 4. Faktor apa saja yang belum pernah di tawarkan industri sehingga harus

diciptakan?

Pertanyaan pertama sebagai bahan pertimbangan untuk penghilangan faktor-faktor yang sudah lama menjadi ajang persaingan bagi perusahaan-perusahaan dalam industri. Sering kali, faktor-faktor ini diterima begitu saja, meskipun faktor-faktor tersebut tidak lagi memiliki nilai atau bahkan mungkin mengurangi nilai. Terkadang, ada perubahan fundamental dalam apa yang dihargai sebagai nilai oleh pembeli, tapi perusahaan yang berfokus pada

(47)

pembandingan diri (benchmark) satu sama lain tidak menanggapi, atau bahkan tidak melihat perubahan itu.

Pertanyaan kedua sebagai bahan pertimbangan apakah produk atau jasa kita selama ini dirancangan terlalu berlebihan untuk mengikuti irama kompetisi dan mengalahkannya. Di sini, perusahaan terlalu berlebihan dalam melayani konsumen dan meningkatkan struktur biaya mereka tanpa menghasilkan apa-apa.

Pertanyaan ketiga mendorong untuk menghilangkan kompromi-kompromi yang dipaksakan industri kepada konsumen. Pertanyaan keempat membantu kita menemukan sumber-sumber nilai yang sepenuhnya baru bagi pembeli dan menciptakan permintaan baru serta mengubah pemberian harga strategi perusahaan.

Dengan membahas dua pertanyaan pertama (menghilangkan dan mengurangi). Kita bisa mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menurunkan struktur biaya. Penelitian menemukan bahwa jarang sekali manajer jarang sekali secara sistematis berusaha menghilangkan dan mengurangi investasi dalam faktor-faktor yang menjadi ajang kompetisi dalam industri. Hasilnya adalah peningkatan struktur biaya dan modal-modal bisnis kompleks. Dua faktor yang terakhir, sebaliknya, memberi pengetahuan tentang bagaimana meningkatkan nilai pembeli dan menciptakan permintaan. Secara bersama-sama, keempat pertanyaan ini memungkinkan kita secara sistematis mengeksplorasi cara merekonstruksi elemen-elemen nilai pembeli di sepanjang industri-industri alternatif demi menawari pembeli pengalaman yang sama sekali baru, sambil secara bersamaan tetap mempertahankan struktur biaya pada level rendah. Yang juga penting adalah tindakan-tindakan membuang dan menciptakan yang mendorong perusahaan untuk melangkah melampaui praktek maksimalisasi nilai

(48)

dari faktor-faktor yang ada dalam kompetisi. Tindakan membuang dan menciptakan mendorong perusahaan untuk mengubah faktor-faktor itu sendiri, dan karenanya sekaligus membuat aturan-aturan yang ada dalam kompetisi menjadi tidak relevan.

Gambar 2.11 Kerangka Kerja Empat Langkah Sumber: Blue Ocean Strategy (Kim, Rene, 2005, p53) 3. Tiga Tingkatan Nonkonsumen

Untuk meningkatkan permintaan konsumen terhadap produk, perusahaan perlu memperdalam pemahaman mereka mengenai dunia nonkonsumen. Ada tiga tingkatan nonkonsumen yang bisa diubah menjadi konsumen. Tiga tingkatan ini berbeda dalam hal jarak relatif mereka terhadap pasar.

Kurva Nilai Baru

Hapuskan

Faktor apa saja yang harus dihapuskan dari

faktor–faktor yang telah diterima begitu

saja oleh industri?

Kurangi

Faktor apa saja yang harus dikurangi hingga di bawah standar industri?

Tingkatkan

Faktor apa saja yang harus ditingkatkan hingga di atas standar

industri?

Ciptakan

Faktor apa saja yang belum pernah di tawarkan industri

sehingga harus diciptakan?

(49)

Gambar 2.12 Tiga Tingkatan Nonkonsumen Sumber: Blue Ocean Strategy (Kim, Rene, 2005, p53)

Nonkonsumen tingkatan pertama adalah kelompok yang segera akan menjadi nonkonsumen ini adalah mereka yang minimal menggunakan produk yang di tawarkan pasar saat ini untuk sementara karena kebutuhan, sembari mencari sesuatu yang lebih baik, mereka akan hengkang. Tetapi sebenarnya di dalam nonkonsumen tingkat pertama ini terdapat sebuah samudra yang menganrung permintaan yang menunggu diwujudkan.

Nonkonsumen tingkatan kedua adalah mereka yang menolak, orang yang tidak menggunakan produk yang di tawarkan pasar saat ini karena mereksa merasa produk-produk itu tidak efektif atau diluar jangkauan mereka.

Nonkonsumen tingkatan ketiga adalah mereka yang terjauh dari konsumen yang sudah ada dalam suatu industri. Umumnya nonkonsumen yang belum dijelajahi ini tidak dibidik atau dianggap sebagai konsumen potensial oleh pemain-pemain mana pun dalam industri. Ini karena kebutuhan mereka dan

Tingkatan Ketiga Tingkatan Kedua Tingkatan Pertama Pasar Anda

(50)

peluang bisnis yang terkait dengan kebutuhan itu selalu di anggap telah menjadi milik pasar-pasar yang lain.

Persaingan yang ketat menjadikan perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif yang terfokus dan untuk meningkatkan pangsar pasar yang ada dan untuk meningkatkan pangsa pasar yang ada. Dengan perilaku perusahaan tersebut maka perusahaan akan menghasilkan samudra biru yang meluaskan pasar dan menciptakan permintaan baru. Poinnya di sini adalah bukan untuk beragumen bahwa berfokus pada konsumen yang ada atau segmen tadi adalah sesuatu yang indah.

Untuk memaksimalkan skala samudra biru, perusahaan harus dapat menjangkau melampaui permintaan yang ada, menuju non-konsumen dan peluang desegmentasi seiring penerapan strategi strategi masa depan.

4. Hambatan untuk meniru Blue Ocean Strategy Hambatan untuk meniru blue ocean strategy:

1. Inovasi nilai tidak masuk akal bagi logika konvensional suatu perusahaan. 2. Strategi samudra biru bisa berkonflik dengan citra merek perusahaan lain. 3. Monopoli alamiah: pasar kerap tidak bisa mendukung pemain kedua. 4. Paten atau izin hukum menghalangi peniruan.

5. Volume tinggi bisa menghasilkan keunggulan biaya yang cepat bagi sang invator nilai dan menciutkan nyali pengekor untuk memasuki pasar.

6. Eksternalitas jaringan mengambat perusahaan untuk melakukan peniruan. 7. Peniruan kerap menuntut perubahan politik, operasional dan cultural yang

signifikan.

8. Perusahaan yang melakukan inovasi nilai mendapatkan popularitas dari mulut ke mulut dan konsumen loyal yang cenderung menciutkan pengekor.

Gambar

Gambar 2.1 Empat variabel utama Bauran Pemasaran  Sumber: Kotler (2005, p18)
Gambar 2.2 Konsep Brand Equity  Sumber: Durianto, et al (2004, p5)
Gambar 2.3 Nilai-nilai Brand Awareness  Sumber: Durianto, et al (2004, p7)
Gambar 2.4 Piramida Brand Awareness  Sumber: Durianto, et al (2004, p55)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk melatihkan keterampilan interpretasi dan inferensi siswa

Informan dari Petugas malaria puskesmas (P2,P4,P6,P8,P10,P12,P14,P16,P18, P20,P22 dan P24) menyatakan bahwa semua puskesmas tentang ketersediaan tenaga kesehatan baik dari jumlah

Penaggulangan dan pemberantsan tindak pidana korupsi yang dilakukan Malang Corruption Watch tentunya mengalami berbagai macam kendala dan hambatan yang dialami akan

Ekspresi tersebut akan menjadi suatu produk hukum dan melekat menjadi suatu Hak Kekayaan Intelektual, Intellectual Property Rights (IPR) jika diproses melalui prosedur dan

Nilai kekuatan tekan dan kekerasan semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah nanopartikel ZnO yang ditambahkan pada sampel. Sampel A m erupakan sampel s emen gigi s eng

Di habitat karst ditemukan sebanyak 17 spesies dengan total kelimpahan 12.41 individu/ha, di area perkebunan kelapa sawit 12 spesies dengan total kelimpahan 4,29 individu/ha,

Misalnya: cukai tembakau atas rokok putih putih (luar negeri) dihindari dengan memuaskan diri dengan rokok klobot/ tingwe (surogat). Maka dari itu jika terdapat kejanggalan

Peningkatan ini juga membuktikan bahwa ingatan siswa tentang konsep-konsep ataupun pengetahuannya yang sudah pernah didapat tetap ada dalam ingatannya (tidak mudah