• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTO PROVINSI ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTO PROVINSI ACEH"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL KEGIATAN

PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN

KOTA JANTO PROVINSI ACEH

PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN :

Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTRIAN PERTANIAN

2015

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho Provinsi Aceh

2. Nama Institusi : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh 3. Alamat : Jl. P. Nyak Makam No. 27 lampineung-Banda Aceh

Telp. (0651) 7552077, Fax. (0651) 7551811 4. Sumber Dana : DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 5. Status Kegiatan : Baru

6. Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/Gol. c. Jabatan : : :

Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si. Penata Muda Tk.I (III/d) Peneliti Muda

7. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh 8. Agroekosistem : Lahan kering, Iklim Basah

9. Tahun mulai : 2015 10. Tahun selesai : 2017

11. Output tahunan : Peningkatan produktivitas komoditas padi sawah, hortikultura dan populasi ternak sapi di kawasan TTP Kota Jantho.

12. Output akhir : Peningkatan ekonomi wilayah di kawasan TTP Kota Jantho

13. Biaya Kegiatan : Rp. 7.500.000.000 (Tujuh milyar lima ratus juta rupiah)

Mengetahui :

Koordinator program Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si NIP. 19740503 200003 1 001

Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si. NIP. 19740503 200003 1 001 Mengetahui :

Kepala Balai Besar Menyetujui Kepala Balai

Dr. Ir. Abdul Basit MS

(3)

KATA PENGANTAR

Untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian ekonomi salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP). Pada tahun 2015 akan dibangun 16 TTP di berbagai wilayah Indonesia, dimana salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Pemilihan lokasi ini dilakukan oleh Tim Pembangunan TTP Aceh melalui proses seleksi berdasarkan kriteria yang dikeluarkan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPENAS). Ditetapkannya TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh oleh Tim berdasarkan pada data dukung dari hasil observasi lapang, wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah dan dukungan data sekunder.

Keberadaan TTP merupakan wahana yang dapat digunakan untuk mempercepat arus penyampaian teknologi dari Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna melalui kegiatan disseminasi dan pendampingan, sekaligus sebagai wahana bernuansa bisnis yang menghasilkan pengusaha baru (UMKM) di bidang pertanian dan bidang lain yang mendukung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dalam kawasan TTP.

Berdasarkan data potensi dan permasalahan yang ada di kawasan TTP yang diperoleh melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD), serta observasi dan penelusuran data sekunder akan dilakukan intervensi beberapa teknologi pertanian berbasis komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan hortikultura. Cakupan intervensi sesuai kebutuhan baik secara vertikal hulu-hilir dan horizontal antar komoditas.

Laporan akhir ini dibuat dengan tujuan sebagai tanggung jawab tim terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, serta sebagai informasi dan umpan balik proses yang dilakukan di TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian diharapkan pembangunan TTP dapat memberikan masukan dan berkontribusi langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Banda Aceh, Desember 2015

Tim Pembangunan TTP Kota Jantho

(4)

RINGKASAN

1. Judul RDHP : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh 3. Lokasi : Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar 4. Agro Ekosistem : Sawah Irigasi, Lahan Kering

5. Status : Baru

6. Tujuan : A. Melakukan pembangunan fisik di pusat TTP Kota Jantho. B. Melakukan pembangunan fisik berupa jalan usaha tani dan

saluran irigasi di kawasan TTP Kota Jantho.

C. Melakukan penerapan inovasi teknologi pada komoditas padi, hortikultura dan ternak.

D. Melakukan verifikasi, validasi dan legalisasi dokumen kerja sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar. E. Melakukan pelatihan teknis untuk petani pada komoditas

komoditas padi, hortikultura dan ternak. 7. Keluaran : A. Tersedianya fasilitas di pusat TTP Kota Jantho.

B. Tersedianya fasilitas jalan usahatani dan saluran irigasi di kawasan TTP Kota Jantho.

C. Teradopsinya inovasi teknologi pertanian pada komoditas padi, hortikultura dan ternak.

D. Terverifikasi, tervalidasi dan terlegalisasinya dokumen kerja sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar. E. Terlaksananya pelatihan teknis untuk petani pada

komoditas padi, hortikultura dan ternak.

8. Hasil : Pada pusat TTP Kota Jantho telah dibangun lima fasilitas yaitu Lab. Diseminasi, tempat pembuatan pakan dan pupuk organik, tempat pengolahan hasil pertanian dan gudang mekanisasi dan kandang ternak. Di kawasan TTP Kota Jantho juga telah dibangun fasilitas fisik seperti pembanguna jalan usaha tani sepanjang 750 meter dan jaringan irigasi dua km. Dari aspek hukum, dokumen penggunaan lahan untuk pembangunan fisik di pusat TTP Kota Jantho telah tersedia, walaupun masih dalam bentuk surat keterangan guna pakai, sedangkan sertifikai lahan masih dalam proses penyelesaian oleh Pem.Kab Aceh Besar, dokumen lainnya berupa SK. Penunjukan lokasi oleh Bupati Kab. Aceh Besar dan SK. Pelaksana internal oleh BB Biogen sebagai penanggung jawab kegiatan lingkup Kementerian Pertanian dan BPTP Aceh sebagai pelaksana lapangan.

Dari sisi penerapan inovasi teknologi pertanian, telah dilakukan uji performa VUB padi sebanyak 14 varietas dengan luas lahan 26 ha. Hasil ubinan menunjukkan bahwa VUB Sidenuk tertinggi dengan hasil 10.1 ton/ha, sedangkan terrendah pada Inpari Blast 7.4 ton/ha, rata-rata hasil 8.83 dengan SD 0.89. Dari uji organoleptik menunjukkan bahwa dari aspek rasa menunjukkan perbedaan antar VUB pada kepercayaan 95% dengan VUB Inpari 30 dengan nilai tertinggi. Dari aspek aroma dan warna tidak menunjukkan perbedaan pada kepercayaan 95%. Hasil ini akan digunakan untuk mereduksi VUB yang dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho. Pada komoditas hortikultura kegiatan pembuatan demplot tanaman cabai merah, cabai rawit, kacang panjang dan gambas masih pada tahap pemeliharaan (tanaman berumur 10-30 hari). Luas lahan yang digunakan 2 ha yang tersebar pada delapan lokasi. Pada komoditas peternakan (sapi) pengembangan model kandang

(5)

komunal masih pada tahap perbaikan fasilitas fisik seperti perbaikan kandang, akses jalan ke lokasi, penanaman rumput dan leguminosa dengan luas lahan sekitar 4 Ha. Dari sisi peningkatan kapasitas SDM petani, telah dilakukan beberapa pelatihan teknis seperti peningkatan kapasitas penangkar benih padi, perbaikan teknik persemaian padi, pelatihan peningkatan kapasitas peternak sapid an aplikasi teknis budidaya hortikultura sesuai dengan GAP. Berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey di dapatkan bahwa untuk bisnis yang potensial untuk dilakukan adalah penyediaan benih sumber padi, beras premium, sayuran segar dan penyediaan sapi bakalan. Kegiatan bisnis dilakukan oleh TTP Kota Jantho sebagai lembaga adalah berbasis inkubator dan implementator.

9. Manfaat : A. Sebagai informasi bagi tim teknis pelaksana pembangunan TTP Kota Jantho untuk melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi dan umpan balik pada tahun kegiatan 2016. B. Sebagai informasi bagi tim legalisasi dokumen dari

Balitbangtan dan Pem. Kab Aceh Besar untuk segera merampungkan dokumen hukum yang belum selesai. C. Sebagai informasi teknis bagi seluruh stakeholder yang

terlibat untuk memberikan masukan kepada tim pelaksana teknis sesuai dengan hasil evaluasi dan umpan balik.

D. Sebagai informasi dan future work untuk melaksanakan penelitian dan pengkajian yang sesuai dengan aspek teknis pada inovasi teknologi pertanian yang dikembangkan di pusat dan kawasan TTP Kota Jantho.

10. Perkiraan

Dampak : A. Peningkatan ekonomi wilayah di kawasan TTP Kota Jantho sebesar 5-10%. B. Peningkatan pendapatan petani di kawasan TTP Kota

Jantho sebesar 10-20%.

11. Prosedur : Kegiatan pembagunan fisik dilakukan melalui lelang secara terbuka sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu penggadaan barang dan jasa. Kegiatan yang bersifat inovasi teknologi pertanian dilakukan secara terstruktur (scientific based) berbasis partisipatif. Kegiatan dilakukan di lahan milik petani di kawasan TTP Kota Jantho dengan komoditas padi sawah, hortikultura dan peternakan.

12. Jangka waktu : Tiga Tahun

(6)

SUMMARY

1. Title : Development of Kota Jantho Agro Techno Park

2. Implementer : Assessment Institute for Agricultural Technology of Aceh 3. Location : Kota Jantho Sub District, Aceh Besar District

4. Agro Ecosystem : Iriggation Paddy Field , Dry Land 5. Status : New

6. Objectives : A. To develop a facilities in center of Kota Jantho ATP.

B. To develop a facilities in Kota Jantho ATP Area such as farm roads and irrigation channel.

C. To undertake innovation technologies application on paddy, horticulture and livestock commodities.

D. To verify, validate and legislation of MOU documents between IAARD and Aceh Besar Govrnment.

E. To technical practice for farmers on paddy, horticulture and livestock commodities.

7. Outputs : A. Aviability of facilities in Kota Jantho ATP center.

B. Aviability farmer’s road and irrigation channel in Kota Jantho ATP area.

C. Adoptation an agricultural innovation technologies on paddy, horticulture and livestock by farmers.

D. Verified, validated and legalisated MOU documents between IAARD and Aceh Besar Govrnment.

E. Implementation several technically practices for farmers on paddy, horticulture and livestock commodities.

8. Result : On the center of Kota Jantho ATP has been developing five facilities such as dissemination laboratory, feed field and organic fertilizer, post harvest workshop as well as cattle pen. On the other hand, in ATP zone also has been facilities likes farmers road 750 meter and irrigation channel 2 km. Based on legal aspect namely the documents of land used for building of Kota Jantho ATP has available, therefore still on temporer certified which is finishing by Aceh Besar Govrnment. Another documents like’s decree of Kota Jantho Location has finished by regent of Aceh Besar district as well as decree of implementator by AIAP of Aceh.

By side of implementation of agricultural innovation technologies has been conducting performance of VUB for paddy on 14 varieties in 26 ha. Sampling on yield for each varieties shows that Sidenuk was highest (10.1 ton/ha), hence Inpari Blast was the lowest (7.4 ton/ha), average 8.83 with SD 0.89.

Based on organoleptic test for rice show that flavor aspect was different between VUB on level confidende 95%, there fore not for aroma and colour. The result will be conduted as parameters to reduce VUB which use in next season.

On horticulture commodity (chilli, small chilli, long yardbean and squash) the activities still growing fase (10-30 days), field used two ha on eight locations. On the hand, on livestock commodity, the main activity was to obtain a communal fence model. Land used was about four ha on fence repair; make a road to its; planting grass and leguminosa.

9. Utilizes : A. As information for the technical team implementing the construction of ATP Kota Jantho to formulate improvements based on evaluation and feedback on the activities of 2016.

(7)

Balitbangtan and Aceh Besar Government to shortly finalize the legal documents that have not been completed.

C. As technical information for all stakeholders involved to provide input for the technical implementation in accordance with the results of the evaluation and feedback. D. As information and future work to carry out research and assessment in accordance with the technical aspects of the innovation of agricultural technology developed at the center of Kota Jantho ATP.

10. Expected impact : A. Increasing the economy in the region of 5-10% in Kota Jantho ATP area.

B. Increasing the income of farmers in the Kota Jantho ATP area by 10-20%.

11. Procedure : The development of buildings activities conducted were through open auction in accordance with the applicable rules, namely goods and services auction. Innovation activities are carried out in a structured agricultural technology (scientific based) based participatory of all stakeholder. The activities carried out on land belonging to farmers in the area Kota Jantho ATP with paddy, horticulture and livestock.

12. Duration : Three years

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar ……… i Daftar Isi ………. ii I. PENDAHULUAN……….. 1 1.1.Latar Belakang………. 1 1.2.Dasar Pertimbangan ……….. 3 1.3.Tujuan ……….. 1.4 Keluaran yang diharapkan ……….. 3 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.1.Kerangka Teoritis ………. 5

2.2.Landasan Hukum ……….………. 7

III. PROSEDUR PELAKSANAAN ………. 8

3.1 Pendekatan ……… 8

3.2 Ruang Lingkup Kegiatan ……….. 10

3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan …….……… 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 4.1 Lokasi ……….. 4.2 Kondisi Biofisik ……… 4.3 Tanah dan Lingkungan ………. 4.4 Kondisi Sosial Ekonomi ………. 4.5 Organisasi TTP Kota Jantho ……….. 4.6 Penentuan Komoditas Utama ……….. 4.7 Intervensi Teknologi di TTP Kota Jantho ……… 4.8 Perencanaan Bisnis TTP Kota Jantho ……….. 4.9 Layout Pusat dan Kawasan TTP Kota Jantho ………. 4.10 Organisasi Pelaksana TTP Kota Jantho ……….. 16 16 18 22 30 31 32 33 38 41 45 V. KESIMPULAN ………. 46 Daftar Pustaka ……… 47 LAMPIRAN ………….……… 48

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Model TTP ……… 5

2. Kerangka konseptual pembangunan TTP………. 7

3. Struktur pencapaian pembangunan Taman Teknologi Pertanian……… 9

4. Lokasi TTP Kota Jantho………. 12

5. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015……….. 12

6. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho……….. 13

7. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho……….. 13

8. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas……… 14

9. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar (Stasiun curah hujan Dinas Pertanian)... 14

10. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk, penyiapan lahan dan penyemaian benih padi... 15

11. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemelliharaan Secara rutin)... 17

12. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas menyebabkan Semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah bagian bawah (di dusun Blandaroh dan dusun gampong)……… 17

13. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho………. 18

14. Profil tanah di BPP unit Jantho……….. 19

15. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro……….. 21

16. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM……… 23

17. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang dikawasan TTP………. 25

18. Diagram alir penentuan komoditas utama………. 28

19. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi……… 35

20. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi………. 36

21. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho……….. 37

(10)

23. Design pintu masuk TTP Kota Jantho……… 38

24. Design pintu keluar TTP Kota Jantho……… 39

25. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar……… 39

26. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar……… 40

27. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar……… 40

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho……… 20

2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro……….. 22

3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM……….. 24

4. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho……… 29

5. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan ……… 31

6. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura……… 32

7. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan………. 33

8. Intervensi Teknologi Komoditas Perkebunan……… 33

(12)
(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia atau dikenal sebagai “Nawa Cita” pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 adalah akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir keenam) dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada tahun 2015 Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program membangun 5 unit Taman Sain Pertanian (TSP) dan 16 unit Taman Teknologi Pertanian (TTP). Salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP Kota Jantho.

Secara teknis pembangunan TTP diarahkan sebagai pusat penerapan teknologi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen) yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan dalam skala ekonomi, selain itu dari sisi penyebarluasan inovasi teknologi pertanian TTP diarahkan sebagai pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis bagi masyarakat luas. Dalam hal ini terdapat beberapa kata kunci yang dapat diterjemahkan bahwa pembangunan TTP suatu wilayah berbasis kawasan yang di dalamnya terdapat kajian-kajian penerapan teknologi yang telah diteliti oleh pelaku penghasil teknologi seperti Balitbangtan dan perguruan tinggi dalam skala industri (rumah tangga, kecil dan menengah).

Data empiris menunjukkan adanya korelasi antara penguasaan teknologi dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu contoh nyata adalah Tiongkok. Dalam kasus Indonesia, meskipun kinerja perekonomian Indonesia relatif baik, namun kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih belum menggembirakan. Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada dua kendala yang menjadi tantangan utama, yaitu: (1) keterbatasan kapasitas investasi nasional di sektor industri hilir untuk mengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi produk jadi, dan (2) belum siapnya teknologi nasional untuk menyokong tumbuh kembang industri hilir tersebut. Demikian juga yang terjadi di Provinsi Aceh.

(14)

memadai. Balitbang Pertanian, melalui inovasi pertanian spesifik lokasi telah menghasilkan paket teknologi spesifik lokasi yang secara teknis telah sesuai dengan kebutuhan daerah yang dikaji. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa inovasi paket teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut belum terlihat nyata pada tataran industry pertanian yang berorientasi profit, sehingga diperlukan wadah untuk menyatukan temuan inovasi tersebut dengan pengguna (entrepreneur), sehingga dapat dirasakan dampaknya terhadap perekonomian wilayah.

Taman Teknologi Pertanian (TTP) merupakan suatu kawasan berbasis industry pertanian yang dikembangkan berdasarkan inovasi-inovasi pertanian (Seonarso 2011) spesifik lokasi. ATP adalah kawasan Iptek yang dibangun untuk memfasilitasi percepatan alih teknologi yang dihasilkan oleh lembaga litbang pemerintah, perguruan tinggi dan swasta, sekaligus sebagai percontohan pertanian terpadu bersiklus biologi (Tatsuno, 1996; Bozzo et al. 2002; Vila dan Pages, 2008). Berkaca kepada kesuksesan beberapa negara lain dalam mengembangkan agro tekno-park, seperti Amerika Serikat dengan Sillicon Valley high-tech, Daejon di Korea Selatan, Zongguanchun Science Park di Cina, Andalusia techno-park di Spanyol dan Tsukaba science di Jepang serta Kampung tekno-park di Jepara (Raharjo, 2002). Tentunya tidak salah jika Indonesia, dalam hal ini adalah Provinsi Aceh melalui Badan Litbang Pertanian yang di jalankan BPTP Aceh dapat mengembangkan Taman Teknologi Pertanian (TTP) berbasis inovasi-inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi yang telah dimiliki dengan bekerjasama dengan univeritas, pemerintah daerah dan industriawan lokal.

Dari sisi internal Balitbangtan, dalam hal ini BPTP Aceh walaupun alokasi anggaran untuk pembangunan TTP Kota Jantho hanya tiga tahun (2015-2017) akan tetapi secara teknis Balitbangtan tetap melakukan kegiatan di kawasan TTP Kota Jantho, yaitu dalam bentuk kegiatan pendampingan. Secara mendalam hal ini dapat diartikan bahwa para peneliti, penyuluh dan teknisi akan selalu melakukan aktivitas pengkajian, penyuluhan dan diseminasi di kawasan TTP tersebut.

Berdasarkan aspek kewilayahan, BPTP Aceh sebagai agen Balitbang Pertanian di Provinsi Aceh telah menghasilkan beberapa inovasi paket teknologi pertanian spesifik lokasi, akan tetapi secara teknis dan bisnis paket teknologi belum secara nyata dapat dirasakan oleh pelaku karena belum memberikan manfaat ekonomi wilayah. Untuk itu diperlukan terobosan baru agar paket teknologi tersebut dapat dikembangkan dalam skala industry, melalui pengembangan TTP Kota Jantho.

(15)

1.2. Dasar Pertimbangan

Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan atau Nawa Cita pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 adalah akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir keenam) dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada tahun 2015 Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembagan Pertanian (Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program membangun 5 unit Taman Sain Pertanian (TS) dan 16 unit Taman Teknologi Pertanian (TTP). Salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP Kota Jantho.

Visi pembangunan Indonesia dalam periode pemerintahan 2014 – 2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Penjabaran program untuk tercapainya visi tersebut dituangkan dalam 9 Agenda Prioritas atau disebut dengan Nawa Cita, yang salah satunya adalah “Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”, yang antara lain dijabarkan dalam program membangun sejumlah Taman Sains (Science Park) danTaman Teknologi (Techno Park).

Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan Taman Teknologi (TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan dalam program quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang mendapat tugas untuk membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP) di area Kebun Percobaan milik Badan Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di tingkat kabupaten/kota. Di samping itu, Kementan juga memiliki program untuk mengembangkan Taman Sains dan Teknologi Pertanian Nasional (TSTPN) yang dipusatkan di Cimanggu, Bogor.

1.3. Tujuan

1. Meningkatkan penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek, swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.

2. Membangun model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan: pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal

(16)

3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang agroteknologi dan agribisnis.

1.4. Keluaran yang di harapkan

1. Meningkatnya penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek, swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.

2. Terbangunya model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan: pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal

3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang agroteknologi dan agribisnis.

(17)

: mekanisme pencipataan dan adopsi : mekanisme koordinasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

Selama berkiprah lebih dari satu dasawarsa, BPTP Aceh telah menghasilkan beberapa teknologi pertanian spesifik lokasi yang secara teknik dan bisnis layak untuk dikembangkan. Teknologi pertanian spesifik lokasi untuk komoditi padi, kedelai, jagung, kacang tanah, nilam, kopi, kakao, penggemukan sapi Aceh, manajamen perkandangan untuk pemeliharaan kambing. Teknologi tersebut tentunya akan disinkronkan dengan arah dan kebijakan pengembangan pertanian Balitbangtan dan juga pemerintah daerah serta perguruan tinggi, sehingga pada tahap awal akan dihasilkan model tekno-park yang merepresentasikan kewilayahan Aceh dalam suatu kawasan pengembangan berbasis pertanian.

Konseptual pembangunan Taman Teknologi Pertanian (Gambar 1) berbasis pada penggunaan varietas unggul (VUB), adanya sistem mekanisasi pada jalur (channel) produksi, pelaksana merupakan aktor terlatih, serta adanya wirausaha baru (young entrepreneur). Wujud fisik dan agro-tekno park dibangun pada suatu kawasan minimal 30 ha, di kabupaten. Basis dasar dari pembangunan agro tekno park adalah kompetensi yang dimiliki oleh pelakunya, dalam hal ini adalah kolaborasi antara peneliti, penyuluh, petani, dan wirausahawan. Berbeda dengan agro science park yang lebih pada wujud inovasi. Sedangkan pada tataran produksi masaal dijalankan oleh penyuluh lapangan (PPL) dengan wujud peningkatan produksi.

Gambar 1. Model TTP (adaptasi Bozzo et al. 1999; FAO 2009; Vila dan Pages 2008). Balitbangtan Pemerintah Daerah Universitas Entrepreneur Inovasi pertanian spesifik lokasi

(18)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dikaji bahwa proses pembentukan agro tekno-park di Provinsi Aceh berbasis kepada inovasi teknologi pertanian spesif lokasi yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan dan Perguruan tinggi, sedangkan pihak pemerintah daerah hanya sebagai pendukung dalam regulasi dan insentif-insentif bagi entrepreneur yang siap untuk mengindustrikan teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut, dalam bentuk inkubasi bisnis yang berorientasi profit. Dengan demikian hasil-hasil inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi yang dihasilkan oleh Balitbangtan lebih berdaya guna untuk mencapai kemandirian pangan dan perekonomian wilayah.

Secara harfiah Taman Teknologi Pertanian adalah tempat untuk pengembangan dan penerapan inovasi yang diarahkan berfungsi sebagai: a) pengembangan inovasi bidang pertanian dan peternakan yang telah dikaji, untuk diterapkan dalam skala ekonomi; b) tempat pelatihan, pemagangan, pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas sehingga dapat dikatakan bahwa Taman Teknologi Pertanian adalah suatu kawasan implementasi inovasi yang telah dikembangkan pada TSP, berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis dengan swasta.

TTP merupakan suatu kawasan implementasi inovasi yang telah dikembangkan pada TSP (Gambar 2), berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis dengan swasta.

Secara operasional pembangunan TTP berpegang (guidelines) yang digali dari Sembilan aspek yaitu ; (1) sebagai wahana untuk peningkatan ekonomi daerah; (2) sebagai wahana hilirisasi ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) berbasis potensi daerah; (4) kegiatan berbasis hulu-hilir, dengan pengertian kegiatan tidak hanya menanam dan memetik, tetapi juga berbasis pengolahan dan pemasaran berbasis profit; (5) menginkubasi industri skala kecil atau rumah tangga; (6) berkelanjutan; (7) mandiri; (8) berawal dari perdesaan; (9) tersedia lahan milik pemda; (10) dan terdapat perguruan tinggi afiliasi.

(19)

Gambar 2. Kerangka konseptual pembangunan TTP 2.2 Landasan Hukum

Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan Taman Teknologi (TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan dalam sebagai program quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang mendapat tugas untuk membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP) di area Kebun Percobaan milik Badan Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di tingkat kabupaten/kota.

Wujud dari hal tersebut adalah Balitbangtan telah melakukan kerjasama (MOU) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar Nomor: 485/HK.220/I/05/2015 dan Nomor: 7/NK/AB/2015 (Lampiran 1) tentang Pembangunan dan Pengembangan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho, yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat keterangan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat TTP Kota Jantho, Nomor: 032/2124/SK-T/2015 (Lampiran 2) dan Keputusan Penetapan Lokasi Pembangunan TTP Kota Jantho di Desa Teureubeih, Nomor 272 Tahun 2015 (Lampiran 3). Dari sisi internal Balitbangtan telah dibentuk tim pelaksana dengan penanggung jawab Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian melalui SK, Nomor: 943/KP.340/I.11/02/2015 (Lampiran 4).

(20)

III. PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1 Pendekatan

Tahap awal kegiatan adalah bagaimana konsep pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP) di Provinsi Aceh dapat diwujudkan. Konsep pengembangan TTP dirumuskan melalui diskusi mendalam (FGD) yang merepresentasikan aktor utama yang terlibat yaitu Balitbangtan melalui Pusat Penelitian berbasis komoditas, BPTP Aceh, perguruan tinggi (Universitas Syiah Kuala, Malikulsaleh-Lhoksumawe dan Universitas Teuku Umar, Meulaboh), Pemerintah daerah (Tingkat I dan II) dan beberapa entrepreneur (HIPMI provinsi Aceh) serta Gapoktan yang sesuai dengan lokasi dan komoditas yang akan dikembangkan. Tujuan dari tahap ini adalah penyatuan persepsi tentang komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan dan berdaya jual tinggi serta lokasi kegiatan akan dilaksanakan yang tentunya berbasis scientific research based.

Pendekatan yang akan digunakan dalam pembangunan TTP di Provinsi Aceh adalah pendekatan sistem (system approach) yang berorientasi pada pencapaian tujuan (efektivitas), holistik dan sibernatik (Wasson, 2006; Parnell et al. 2011). Justifikasi penggunaan pendekatan ini adalah muatan dari kegiatan TTP yang dikembangkan berbasis integrasi beberapa inovasi-inovasi pertanian komoditas spesifik lokasi Provinsi Aceh, serta multi-peran dari aktor yang terlibat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembanguan TTP ini memiliki kompleksitas yang tinggi untuk pencapaian suatu tujuan.

Secara teknis prosesnya, pembangunan TTP berbasis pendekatan sistem. Menurut Eriyatno (1998) dan Marimin (2009) dalam pendekatan sistem beberapa tahap yang harus dilakukan adalah identifikasi sistem yang dikaji, analisis kebutuhan, pemodelan sistem, uji coba (running), penyempurnaan model, verifikasi dan validasi model. Wujud dari masing-masing tahapan ini berupa diagram sebab-akibat (causal-loop diagram), input-output diagram, prototype model (diagram, fisik dan matematik).

3.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Setelah ditentukan beberapa paket teknologi spesifik lokasi yang layak secara tekniks dan bisnis untuk dikembangkan, tahap selanjutnya adalah melakukan penentuan dimana purwarupa tersebut akan dibangun. Agar tetap fokus kepada kegiatan BPTP Aceh yang telah dikembangkan, purwarupa akan dikembangkan di Kabupaten Aceh Selatan Laboratorium lapang (LL) pada dasarnya adalah representasi dari TTP, walaupun belum ada kajian potensi bisnis (inkubasi bisnis), sehingga kegiatan LL yang telah dikembangkan

(21)

pada tahun 2014 lebih berdaya guna dan lebih diperkuat potensi bisnisnya dan media pembelajaran bagi siapa saja yang membutuhkan.

Dalam pencapaian tujuan dari kegiatan yang tentunya diperlukan justifikasi yang kuat, mengenai dasar pelaksanaan kegiatan yang mencakup pemilihan lokasi, aktor internal dan eksternal yang terlibat, metode yang digunakan (scientific research based), pasar, ketersediaan air, jaringan listrik, komunikasi dan transportasi. Pencapaian tujuan juga merujuk kepada output, outcame, benefit dan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang diilustrasikan secara detail pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur pencapaian pembangunan Taman Teknologi Pertanian

Secara teknis TTP lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat khususnya petani untuk menerapkan inovasi teknologi pertanian sehingga lebih kompleks karena dalam sistem yang terbuka dan melibatkan banyak stakeholders termasuk mitra. Sedangkan TSP dilaksanakan dalam sistem yang lebih tertutup yaitu di suatu lokasi/kebun percobaan milik Kementerian dengan tetap terhubungkan dengan stakeholders terkait.

Output

Lokasi, aktor internal dan eksternal,

KTI, sarana dan prasarana Teknologi, opsi pasar, model (fisik dan matematik), ketersediaan air

Identifikasi system

Obervasi lapang, model konseptual Focus grup discussion (FGD)

Model agro-tekno park berbasis ..

.

Dampa

k

Perbaikan ekonomi pelaku dan

komunitas Perbaikan lingkungan, peningkatan kapasitas peneliti dan penyuluh

Outcam

e

Peningkatan produksi, kapasitas

(22)

implementasi inovasi yang tidak dapat diselesaikan di lokasi TTP merupakan materi yang akan dikaji lebih lanjut atau dilaksanakan di TSP.

3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho, Provinsi Aceh adalah sarana produksi pertanian yang mencakup untuk komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Secara garis besar mencakup benih padi, pupuk urea, KCl, SP-36 dan NPK serta obat-obatan untuk penangulangan hama dan penyakit secara terpadu. Untuk komoditas peternakan seperti bibit sapi, pakan hijauan, vitamin dan obat-obatan. Bahan-bahan untuk tanaman perkebunan seperti bibit unggul kakao, pupuk urea, NPK dan KCl, obat-obatan untuk penganganan hama dan penyakit secara terpadu. Selain yang berhubungan dengan aktivitas intervensi teknologi, kegiatan TTP Kota Jantho juga mencakup aktivitas pembangunan fisik seperti perbaikan jaringan irigasi usaha tani (Jitut), pembuatan jalan usaha tani, pembangunan media diseminasi serta beberapa fasilitas fisik di lokasi TTP. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho tahun 2016 mengacu kepada teknik pelaksanaan diseminasi yang telah dilaksanakan oleh Balitbangtan. Prosedur mencakup evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho tahun 2015. Dalam hal ini dilakukan analisis mendalam terhadap pelaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan. Kemudian dilakukan diskusi mendalam yang melibatkan seluruh tim dari Balitbangtan dan unsur teknis (dinas) terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar. Kemudian menyusun rencana pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho.

Mengacu kepada teori dasar manajemen (plan, do, check dan act), setelah pembentukan purwarupa, tentunya akan dilakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan, untuk penyesuaian beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan yang dimaksud, agar pada tahap selanjutnya kegiatan dapat lebih fokus dalam pencapaian tujuan. Beberapa kegiatan yang bersifat ilmiah (scientific based) dilakukan untuk mengetahui tingkat capaian tujuan kegiatan dengan melihat pencapaian indikator keberhasilan dari kegiatan TTP itu sendiri. Kegiatan mencakup post test terhadap capaian tujuan TTP tahun 2015. Post-test dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan alat bantu kuesioner.

(23)

Penentuan responden secara purposive, dengan justifikasi bahwa calon responden merupakan aktor pengambil kebijakan yang secara teknis menguasai lingkup kegiatan. Selain itu dilakukan juga survey terhadap responden yang telah ikut dalam baseline survey pada TTP 2015 untuk mengetahui level pencapaian tujuan kegiatan TTP yaitu adopsi inovasi teknologi pertanian.

(24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi

Secara adminsitratif TTP Kota Jantho berada di Desa Teureubeh Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Kota Jantho sendiri adalah ibukota dari Kabupaten Aceh Besar, jarak dari pusat ibukota provinsi yaitu Kota Banda Aceh 56 km dengan waktu tempuh kendaraan darat sekitar 1-1,5 jam (Gambar 4).

Gambar 4. Lokasi TTP Kota Jantho

Ket: Gerbang Kota Jantho (kiri), Kuning Kota Banda Aceh-Merah Lokasi TTP

Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar dipilih sebagai lokasi TTP pertama di Provinsi Aceh berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kriteria lokasi TTP antara lain tersedianya lahan milik pemerintah daerah untuk lokasi TTP dan terdapat perguruan tinggi afiliasi dalam hal ini Universitas Syiahkuala (Gambar 5).

Gambar 5. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015

TTP Kota Jantho terdiri dari dua komponen, yaitu unit TTP dan kawasan TTP. Pada tahap awal akan dibangun beberapa bangunan fisik TTP yang berlokasi bersebelahan dengan BPP Kecamatan Kota Jantho dengan luas 1,685 Ha (Gambar 6). Beberapa

(25)

kandang ternak dan tempat pembuatan pupuk organik (Gambar 7). Selain itu juga terdapat tiga parsil lahan cadangan untuk pengembangan TTP, sehingga secara keseluruhan luasnya mencapai 30 Ha. Kawasan TTP awalnya dimulai dari Desa Teureubeh dengan luas 400 Ha (Gambar 6), namun dalam pengembangannya memungkinkan untuk meluas lingkup kabupaten dan antar kabupaten dalam Provinsi Aceh bahkan hingga ke luar provinsi.

Gambar 6. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho

(26)

Gambar 8. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas

4.2 Kondisi Biofisik

Iklim dan hidrologi

a. Curah hujan

Curah hujan tahunan di Kab. Aceh Besar (stasiun curah hujan Dinas Pertanian, ± 4-5 km dari lokasi TTP Kec. Kota Jantho), adalah sebesar 2.24-57 mm per tahun. Pengembangan pertanian lahan kering di daerah ini sangat tergantung pada air hujan hujan. Berdasarkan kondisi curah hujan, daerah ini tergolong dalam zone agroklimat C1 (Oldeman et al., 1979; Puslitanak, 2000). Bulan basah 6 bulan sedangkan bulan kering kurang dari 2 bulan (Gambar 9). Berdasarkan zone agroklimat tersebut, maka optimasi lahan pertanian memerlukan pengelolaan air melalui irigasi terutama pada bulan Juni sampai Agustus.

Gambar 9. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar (Stasiun curah hujan Dinas Pertanian)

190.0 112.8 203.5 176.4 211.6 133.1 122.6 122.1 230.0 197.6 298.4 258.9 14.2 8.0 14.2 14.2 12.8 10.0 9.5 11.7 13.3 14.4 15.9 14.6 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(27)

b. Air permukaan

Panjang saluran induk dari intake sungai/krueng Neng sampai ke areal lahan sawah di Dusun Gampong dan Dusun Blangdaro ± 5 km, pengamatan dimensi saluran dekat pintu intake berukuran: lebar 1,4 m; tinggi air pada bukaan pintu intake 20 cm adalah 20,3 cm sedangkan pada saluran induk di bagian tengah berukuran: lebar 1 m; tinggi 90 cm (Gambar 10).

Gambar 10. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk, penyiapan lahan dan penyemaian benih padi

Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan wawancara dengan petani, diketahui bahwa sungai/Krueng Neng mempunyai potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian di lahan sawah dan lahan kering, baik untuk tanaman pangan padi, jagung maupun tanaman hortikultura

sayuran.

Pada umumnya air selalu

(28)

kekeringan sehingga pasokan air jauh berkurang. Kondisi ini juga sebagai akibat dari bertambah gundul dan sempitnya areal hutan di daerah hulu. Oleh sebab itu, upaya revegetasi daerah hulu dengan tanaman tahunan seperti: kemiri, rambutan, pinang, dan lain-lain perlu dilakukan guna meningkatkan serapan air dalam tanah, sebagai upaya mengurangi degradasi lahan sekaligus konservasi tanah dan air maupun konservasi plasma nutfah.

Sumber daya air dari Sungai/krueng Neng cukup berpotensi disamping kondisi curah hujan yang juga sangat mendukung. Pada musim hujan (MT 1) pemanfaatan air dari sungai/krueng Neng justru sedikit dan pemanfaatan optimalnya adalah pada MT-2. Air yang mengalir di musim penghujan terutama berasal dari aliran permukaan dari daerah tangkapannya, sedangkan pada musim kemarau berasal dari mata air yang bermunculan disepanjang sungai (lereng/tebing pegunungan), mengalir dan terkumpul dalam dasar sungai disepanjang Sungai/Krueng Neng dari hulu ke hiliir. Hasil pengamatan debit air di pintu masuk/intake sungai/Krueng Neng adalah: 3,39 m3/detik; hasil pengamatan pada titik setelah pintu intake adalah sebesar: 1,53 m3/detik; hasil pengamatan debit air pada saluran irigasi induk di sawah pertama adalah: 1,32 m3/detik; dan 0,36 m3/detik pada saluran cacing; sedangkan hasil pengfamatan pada saluran induk dekat perikanan adalah sebesar:0,82 m3/detik. Dari hasil pengamatan debit air tersebut terlihat bahwa potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng mampu untuk mengirigasi lahan sawah seluas 179 ha di lokasi TTP di Desa Teureubeh.

Kondisi saluran irigasi tampak tertutup rumput dan mengalami kebocoran dibeberapa tempat sehingga memerlukan perbaikan. Informasi dari petani, dan hasil orientasi lapangan menunjukan kerusakan saluran irigasi induk sepanjang 940 m dan juga terdapat kerusakan saluran cacing/jitut sepanjang 2. 200 m yang meliputi dusun Paya Sukun, dusun Blangdaro dan dusun Gampong (nampak dinding salurannya runtuh) sehingga banyak air yang hilang melalui saluran tersebut. Kerusakan atau kebocoran terjadi di beberapa saluran induk dimana air hanya mengalir ke lahan kering disekitarnya (Gambar 11 dan 12).

(29)

Gambar 11. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemeliharaan secara rutin)

Gambar 12. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas menyebabkan semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah bagian bawah (di dusun Blangdaro dan dusun Gampong)

4.3. Tanah dan lingkungan

Kondisi kawasan TTP di desa Teureubeh sebagian besar termasuk dalam landform dataran koluvial dan dataran alluvial. Bentuk wilayah bervariasi dari datar, landai, berombak sampai berbukit. Visualisasi umum keadaan kawasan TTP disajikan dalam

(30)

landai/berombak sedangkan wilayah berbukit hanya menempati bagian kecil. Bahan induk tanah merupakan campuran bahan koluvium-aluvium terdiri dari endapan liat, pasir dan kerikil.

Gambar 13. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho ket: RSB: rumput dan semak belukar; Kr:Krueng =sungai

Pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan dengan membuat lubang profil tanah sampai kedalaman 120 cm dan sampel untuk analisa diambil dari tiap horizon dalam profil. Tiga lubang profil dibuat masing-masing mewakili unit BPP Jantho, lahan sawah dan lahan kering (Gambar 14 a,b dan c). Contoh tanah untuk analisa kesuburan diambil secara komposit pada lapisan 0-20 cm. Hasil analisa contoh tanah akan digunakan untuk menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi. Profil tanah di unit BPP Jantho ditunjukkan pada Gambar 12b, sedangkan uraian uraian sifat morfologi tanah disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan morfologi tanah terlihat bahwa tanah disekitar BPP Jantho mempunyai kedalaman efektif perakaran bervariasi antara 40-54 cm sedangkan lapisan dibawahnya terdiri dari kerikil dan bongkahan batuan. Oleh karena itu dalam pembukaan lahan perlu diusahakan agar lapisan atas tidak tergusur saat dibuldoser.Jika lapisan atas tergusur maka produktivitas lahan akan turun secara drastic karena lapisan bawahnya hanya berupa kerikil dan bongkahan batuan (Gambar 15 dan 16).

76 96 116 136 156 176 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Jarak (km) E le v a s i (m ) BPP Jantho. Utara Perbukitan. Selatan

Sawah irigasi Tegalan

RSB Perbukitan Kr .D al a Kr .T he un eu ng  Desa Teureubeh

(31)

Gambar 14. Profil tanah di BPP unit Jantho memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) bongkahan batu dan kerikil pada kedalaman 54 cm ke bawah.

Pada profil lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan kedalaman efektif perakaran sekitar 50 cm permukaan, sedangkan di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan kerikil dan pasir tersementasi (Gambar 17). Secara lengkap uraian morfologi tanah disajikan pada Tabel 3. Lapisan tersementasi dan mengeras hanya dapat digali menggunakan linggis saat pembuatan profil. Pada lahan sawah lain disekitar dusun Paya Sukun, Gampong dan Iyom lapisan tanah untuk perakaran effektif sangat dangkal bervariasi antara 15-25 cm (umumnya 20 cm). Kondisi ini memjadi factor pembatas utama yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu para petani perlu diberikan penyuluhan agar tanah lapisan atas tidak hilang baik waktu pengolahan lahan dengan mesin traktor perlu dihindari penggusuran lapisan atas. Sekali lapisan atas hilang maka lahan menjadi tidak produktif karena lapisan bawahnya hanya terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tersementasi.

(32)

Tabel 1. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho

Klasifikasi Tanah

Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Gleik

Landform : Jalur Aliran Bahan induk : Bahan Aluvium Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-2 %) Posisi : Belakang BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 79

Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 54

Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 120 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput belukar

Lokasi Administrasi : BPP Jantho, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho, kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh

Koordinat Geografi 50 18' 0.5" LU dan 950 35' 4.6" BT

Koordinat UTM :

Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP8a/ profil / 28– 5 – 2015

Uraian sifat morfologi tanah

Horison Kedalaman

(cm) Uraian

Ap 0 – 14 Coklat kelabu gelap (10YR4/2); tekstur liat; struktur lemah halus; kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro, meso dan mikro banyak; jumlah perakaran halus sedang sedang akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas rata beralih ke

Bw1 14 – 27 Coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur liat; struktur lemah, ukuran sedang; kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro dan meso sedikit sedang mikro banyak; jumlah perakaran halus sedikit, sedang akar kasar sangat sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata beralih ke

Bw2 27 – 54 Campuran warna kelabu (7.5YR6/1) dan coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur liat; struktur lemah, ukuran sedang; kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro dan meso sedikit sedang mikro banyak; jumlah perakaran sedang sangat sedikit; reaksi tanah agak masam (pH 6,0); nyata rata beralih ke C/B 54– 120 Kelabu terang (10YR7/1) kerikil bertanah dan bongkahan batuan dengan

(33)

Gambar 15. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) Hamparan sawah sudah diolah untuk ditanami.

(34)

Tabel 2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro

Profil pewakil untuk lahan kering yang ditumbuhi padang rumput dan semak belukar ditunjukkan pada Gambar 14, sedangkan urain morfologi diberikan pada Tabel 4. Sifat utama tanah mempunyai tekstur lempung berdebu sampai lempung berkerikil pada kedalaman 0-50 cm. Pada lapisan dibawah 50 cm hanya terdiri dari lapisan pasir. Penggunaan lahan untuk tanaman pangan perlu tindakan koservasi agar tanah tidak mengalami erosi. Applikasi pemupukan perlu mempertimbangkan pemberian pupuk secara bertahap agartidak hilang tercuci karena tektur tanah agak kasar pada lapisan atas.

Klasifikasi Tanah

Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Epiaquept Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Gleisol Fluvik

Landform : Dataran aluvial Bahan induk : Bahan Aluvial Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-3 %)

Posisi : Sebelah utara jalan aspal besar bagian barat BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 97

Drainase tanah : Terhambat Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 50

Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 50 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Sawah dua kali setahun

Lokasi Administrasi : Blangdaro, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho, kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh

Koordinat Geografi 50 18' 21" LU dan 950 34' 24.9" BT Koordinat UTM :

Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP10/ profil / 28– 5 – 2015

Uraian sifat morfologi tanah

Horison Kedalaman

(cm) Uraian

Ap 0 – 20 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kemerahan (2.5YR4/4, 30%); tekstur lempung berliat; struktur masif; kosistensi agak lekat dan agak plastis (lembab); jumlah perakaran halus sedang sedangkan akar halus banyak; reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas rata beralih ke Bg1 20 – 50/56 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kuat (7.5YR5/6,

15%); tekstur liat berpasir; struktur masif; kosistensi lekat dan plastis (lembab); jumlah perakaran halus sedikit, reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas/berombak beralih ke

R/Cg2 50/56 – 82 Campuran warna kekelabu (10YR7/1) dan karatan coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur kerikil padat tidak tembus akar; terdapat bahan lapukan berwarna kuning coklat (7.5YR6/8), jelas/berombak beralih ke

2Bg3 82– 120 Warna matrik kelabu (10YR7/1); karatan berwarna kuning kemerahan (7.5YR6/6, 10%), liat berkerikil, kosistensi lekat dan plastis (lembab);; reaksi tanah masam (pH 5,0);

(35)

Gambar 16. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM memperlihatkan: (A) penampang sisi lubang profil) dan (B) dan (C) Hamparan lahan kering padang rumput dan semak belukar sekitar profil.

Bentuk tanah di daerah kawasan TTP diklasifikasikan menjadi Kambisol Gleik (BBSDLP, 2014) atau Fluvaquentic Dystrudept (Soil Taxonomy, 2014) untuk lokasi BPP Jantho; Gleisol Fluvik atau Fluvaquentic Epiaquept untuk lahan sawah di Dusun Blangdaro; Kambisol Distrik atau Fluventic Dystrudept untuk lahan padang rumput di Dusun IOM. Karena pH tanah umumnya sangant masam (pH 5) maka status kesuburan tanah rendah. Oleh karena itu takaran pupuk, cara pemberian dan waktu pemberian perlu disesuaikan dengan masing-masing komoditas agar tidak terjadi pemborosan pemupukan. Hasil analisa tanah sangat diperlukan untuk membuat rekomendasi pemupukan spesifik lokasi di TTP Jantho.

(36)

Tabel 3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM

Dari 1.000 Ha lahan di Desa Teureubeh, 179 Ha merupakan sawah irigasi setengah teknis, 150 Ha areal perkebunan, 150 Ha areal tegalan dan padang gembala, dan 300 Ha areal pemukiman termasuk lahan pekarangan. Komoditas utama yang diusahakan adalah padi sawah, ternak sapi, kerbau, kakao, sayuran (gambas, mentimun dan terung), rambutan, pisang, kelapa dan pinang (Gambar 15). Pola tanam dominan pada lahan sawah adalah padi-padi-bera. Lahan tegalan masih belum banyak dimanfaatkan, kecuali hanya untuk lahan penggembalaan yang luasnya dari waktu kewaktu semakin menyempit.

Klasifikasi Tanah

Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluventic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Distrik

Landform : Koluvial

Bahan induk : Bahan koluvium Klas Lereng (% Lereng) : Berombak (3-8 %) Posisi : Arah utara-selatan

Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 132

Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Cepat Kedalaman efektif (cm) : 50

Kedalaman muka air tanah (cm) : Tidak ada informasi Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput dan semak belukar

Lokasi Administrasi : Dusun Iyom, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho, kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh

Koordinat Geografi 50 16' 45.1" LU dan 950 34' 25.2" BT

Koordinat UTM :

Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP2/ profil / 14– 4 – 2015

Uraian sifat morfologi tanah

Horison

Kedalaman

(cm) Uraian

A 0 – 20 Coklat kelabu gelap (10YR6/6); tekstur lempung berpasir; struktur gumpal bersudut, lemah halus; kosistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori makro, meso dan mikro banyak; jumlah perakaran halus sedang, sedangkan akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); berangsur rata beralih ke Bw1 20 –50 Coklat kekuningan (10YR5/4); tekstur lempung berdebu berkerikil; struktur

gumpal bersudut, lemah, ukuran sedang; konsistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori makro dan meso banyak, sedangkan mikro sedikit; jumlah perakaran halus sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata beralih ke

C 50 – 120 Campuran warna kuning kecoklatan (10YR6/6) dan kelabu terang (10YR7/1); tekstur pasir; struktur lepas; kosistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori makro dan meso banyak; jumlah perakaran tidak ada; reaksi tanah masam (pH 5,0);

(37)

Gambar 17. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang di kawasan TTP Kota Jantho

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi

Desa Teurebeh terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh, Paya Sukun, IOM dan Care dengan jumlah KK masing-masing 26, 27, 32, 150, dan 120. Mata pencaharian utama penduduk adalah berusahatani padi, diikuti dengan buruh tani, perdagangan, buruh non-tani, dan lainnya. Pada umumnya petani yang memiliki lahan sawah adalah penduduk yang bermukim di tiga desa pertama, sedangkan dua desa lainnya tidak. Kalaupun mereka memiliki lahan hanya berupa lahan pekarangan dan perkebunan di pinggiran hutan. Oleh karena itu, penduduk yang bermukim di Desa Iom dan Care mengusahakan sawah dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan sawah garapan berasal dari dalam dan luar desa.

Kegiatan usahatani padi tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, tetapi juga luar keluarga khususnya pada kegiatan menanam, menyiang, panen dan pasca panen. Khusus kegiatan tanam, panen dan pasaca panen yang cenderung dilakukan serentak harus mendatangkan tenaga kerja dari luar desa. Keterlibatan tenaga kerja wanita pada usahatani padi mencapai 50 persen, sedangkan pada kegiatan jasa,

(38)

Keterbatasan tenaga kerja, kelangkaan pupuk saat dibutuhkan, ketidaktepatan penyediaan benih dan banyaknya saluran irigasi yang bocor menyebabkan jadwal musim tanam rendeng menjadi lebih lama, yaitu dari bulan Oktober-Maret. Kondisi ini menyebabkan waktu bera saat musim tanam ketiga hanya tersisa dua bulan. Pada saat itu sawah digunakan untuk menggembala sapi dan kerbau yang dikenal dengan istilah lokal sebagai saat “luah blang”. Pada kondisi ini, jika ada penduduk yang bercocok tanam di lahan sawah, harus melakukan pemagaran.

Di Desa Teurebeh tidak tersedia kelembagaan pasar input. Untuk memperoleh input usaha pertanian, masyarakat membeli di Ibukota Kabupaten yang berjarak 2- 4 Km dan di Kecamatan Seulimum yang berjarak sekitar 14 Km. Produk pertanian padi umumnya dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP). Penjualan dilakukan di luar kecamatan (Seulimum) karena ada keterikatan hutang saat pengadaan sarana dan biaya produksi usahatani padi. Umumnya sumber modal usahatani padi petani berasal dari pedagang input-output yang ada di luar kecamatan dengan sistem pembayaran saat panen (yarnen). 4.5 Organisasi TTP

Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community development) dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta mengimplementasikan sistem peranian terpadu (integrated farming system). Dalam percepatan proses penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan nilai tambah inovasi, melibatkan empat komponen pelaku pembangunan pertanian yaitu kelompok akademisi (Academician), swasta (Bussiness), pemerintah (Government), dan komunitas (Community).

Untuk TTP Kota Jantho Aceh Besar, penaggung jawab pembangunan adalah Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dan Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh serta dibantu oleh peneliti dari pusat dan balai penelitian lain seperti: (1) Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Perkebunan Bogor, BB Pasca Panen Bogor, BB Padi Sukamandi, Balai Penelitian Buah Solok, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Berastagi, Balai Penelitian Peternakan Sub Balitnak Sei Putih Deli Serdang, Balai Penelitian Tanaman Hias Cianjur, BB-Sumberdaya lahan dan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Kegiata ini didukung oleh Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar, Universitas Syiahkuala dan unsur pemerintahan lain baik pusat maupun provinsi.

(39)

Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama kemitraan usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan dan target untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak harus dari luar desa, tetapi bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan didampingi agar jiwa kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui bahwa, secara sosiologis umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.

Setelah berjalan tiga tahun, pembangunan TTP yang inisiasi Balitbangtan dengan pola pendanaan yang akan semakin menurun, selanjutnya kegiatan pengembangan TTP menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah, dalam kasus ini Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Namun demikian kegiatan pendampingan tetap dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian melalui BPTP Aceh, bahkan karena tupoksi dari BPTP adalah melakukan pengkajian dan diseminasi spesifik lokasi, maka dapat dikatakan bahwa kawasan TTP Kota Jantho, nantinya menjadi wahana bagi peneliti, penyuluh dan teknisi yang ada di BPTP untuk terus menerus melakukan kegiatan pengkajian dan diseminasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

4.6 Penentuan Komoditas Utama

Secara teknis, keberhasilan pembangunan TTP Kota Jantho sangat tergantung kepada aspek perencanaan yang baik, fokus dan sesuai dengan indikator capaian kinerja (kuantitatif). Karena ruang lingkup kegiatan yang cukup luas, yaitu melibatkan lintas komoditas, aktor dan teknologi, maka pendekatan yang digunakan dalam Pembangunan Taman Teknologi Pertanian adalah pendekatan sistem (Eriyatno, 1998; Jackson, 2003; Marimin 2004; Marimin 2009; Parnell et al. 2011). Untuk lebih memfokuskan kegiatan yang akan dilaksanakan, dalam hal ini basis komoditas yang akan dikembangkan sangat dibutuhkan penentuan komoditas tersebut (Gambar 18). Secara umum di kawasan TTP Kota Jantho sangat beragam komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan, fakta ini digali berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey yang telah dilakukan tim lintas bidang keilmuan dan sektoral.

Berdasarkan hasil survey pra kondisi, PRA dan Baseline survey, komoditas yang memiliki prospek untuk dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho mencakup kelompok tanaman pangan (padi dan jagung), peternakan (sapi, ayam kampung dan itik), perkebunan (kopi dan kakao), hortikultura (sayuran dan rambutan) dan perikanan. Kriteria yang menjadi acuan penentuan komoditas utama mencakup pasar, SDM, teknologi dan infrastuktur pendukung. Skala yang digunakan ordinal (1-5), dengan pengertian: 5: sangat

(40)

penting, 4: penting, 3: agak penting, 2: kurang penting dan 1: tidak penting (Marimin 2004). Bobot yang digunakan dalam kajian ini ditentukan oleh beberapa pakar yang terlibat. Pakar (experts) yang terlibat dengan latar belakang sebagai peneliti, akademisi (perguruan tinggi) dan praktisi. Kualifikasi untuk peneliti dan akademisi minimal bergelar Doktor (S3) dan memiliki pengalaman dalam bidang perencanaan, sedangkan dari praktisi minimal memiliki pengalaman 15 tahun dalam melaksanakan agribisnis berbasis kawasan.

Gambar 18. Diagram alir penentuan komoditas utama

Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel5) untuk penentuan komoditas unggulan didapatkan bahwa komoditas utama yang terpilih adalah padi untuk tanaman pangan, sayuran untuk hortikultura, sapi untuk peternakan. Fakta ini menunjukkan bahwa pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho akan berbasis kepada komoditas tersebut. Hal ini sesuai dengan survey pra kondisi yang telah dilakukan, dimana ketiga komoditas ini yang paling mungkin dikembangkan di kawasan TTP Kota

Mulai

Database dan pendapat pakar

Penentuan komoditas utama yang dikembangkan Sesuai Komoditas unggulan terpilih Selesai Skoring dan pembobotan

(41)

Jantho yang secara teknis tidak dibatasi (borderless) oleh wilayah administrasi, misalnya desa dan kecamatan.

Tabel 4. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho

No. Kriteria B Padi

(S) BxS Sayuran (S) BxS Ternak (S) BxS Kampung Ayam (S) BxS kakao BxS 1. Permintaan Pasar 0.35 5 1.75 4 1.4 4 1.4 3 1.05 2 0.7 2. Sumberdaya Manusia 0.25 4 1 3 0.75 4 1 3 0.75 4 1 3. Teknologi 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.6 3 0.6 4. Infrastruktur pendukung 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.4 3 0.6 Total 1.00 4.35 3.35 3.6 2.8 2.9 Ranking 1 3 2 5 4 Ket: B=Bobot, S=Skor

4.7 Intervensi Teknologi Di TTP Kota Jantho

Untuk menjawab tantangan tersebut, dilakukan kajian dasar berbasis Participatory Rural Appraisal (PRA) yang secara akademik telah teruji untuk menentukan komponen-komponen teknologi pertanian yang akan diintroduksi, dalam hal ini berbasis komoditas, seperti tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, sedangkan kapasitas aktor utama dibangun melalui aspek kelembagaan dengan wujud pelatihan-pelatihan teknis. Kegiatan PRA dilaksanakan pada tanggal 12-14 April 2015. Kawasan pertanian mencakup 400 ha yang terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh, Paya Sukun, IOM dan Care.

Hasil penting dari PRA antara lain: pada komoditas tanaman pangan, potensi ada pada padi sawah dan jagung, peternakan berupa sapi dan kerbau, hortikultura mencakup mentimun dan gambas, perkebunan pada kakao dan kemiri, sedangkan komoditas perikanan pada pengembangan sistem mina-padi. Beberapa kecenderungan yang ada di kawasan antara lain: Luas padang penggembalaan menyempit, air selalu tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim ekstrem kawasan penangkapan air pernah mengalami kekeringan dan pasokan air terhenti, proses inovasi diawali dengan penolakan, setelah merasakan

(42)

Elaborasi hasil PRA selanjutnya dijadikan bahan dalam kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015, di Aula Utama Kantor Bupati Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan dipimpin langsung oleh Bupati Kabupaten Aceh Besar, Muchlis Basyah, S.Sos dan dihadiri oleh tim dari Balitbangtan dan seluruh dinas teknis, Bappeda, Dinas Penggelola Kekayaan Daerah, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahan Pangan serta sekretaris daerah Kabupaten Aceh Besar. Beberapa hasil penting dari FGD adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh mendukung penuh pembangunan TTP Kota Jantho di Desa Teureubeh, wujud dari dukungan tersebut adalah alokasi anggaran TA.2015 melalui dinas teknis dan penyerahan surat hak guna pakai untuk pembangunan TTP Kota Jantho.

Secara teknis inti dari pembangunan TTP Kota Jantho oleh Balitbangtan, Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar dan Perguruan Tinggi Afiliasi, dalam hal ini Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala adalah intervensi teknologi (Tabel 6, 7, 8, 9 dan 10) apa yang dilakukan di kawasan TTP serta apakah intervensi teknologi tersebut memiliki potensi bisnis (Tabel 11) yang memiliki potensi bisnis (profitable indicated) dan apakah aktor utama yang menerima intervensi tersebut memiliki kapasitas untuk melaksanakan intervensi tersebut, serta bagaimana peran masing-masing institusi dalam pencapaian tujuan dari TTP tersebut.

Untuk menjawab dan merumuskan beberapa pernyataan tersebut, dilakukan fokus grup diskusi yang dilaksanakan di Aula BPTP Aceh, tanggal 21 Mei 2015. Kegiatan ini hadiri oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Agussabti, M.Si, Tim dari Balitbangtan yang dipimpin oleh Dr. Karden Mulya dan Kepala Dinas Teknis Terkait, Direktur Pusat Layanan Unit Terpadu-Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Aceh, Balai Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi Aceh, Kelompok Tani Nelayan Unggulan (KTNA) Provinsi Aceh. Hasil penting dari kegiatan FGD ini adalah adanya sedikit perubahan pada intervensi teknologi, terutama pada komoditas hortikultura berupa introduksi buah naga dan sirsak bukan pada rambutan yang secara teknis sulit dilakukan.

(43)

Tabel 5. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan

Tahun Kegiatan Keluaran

2015 • Uji performa VUB Padi 24 Ha • Uji Rasa

• Penguatan Penangkar Pengusaha 3 Orang dan luas tanam 2 Ha

• Penguatan GAP-PTT Padi

• Teradopsinya VUB padi pengganti ciherang 60% di Kawasan TTP • Peningkatan produktivitas padi

rata-rata dari 6 menjadi 6.5 ton/ha • Tersedianya benih padi dan

kelembagaan produsen benih untuk kawasan TTP

• Memperpendek masa tanam I dan memanfaatkan MT III

• Penguatan budidaya jagung (feed dan food).

• Penggunaan VUB jagung komposit • Perluasan areal tanam di lahan

tegalan dan MT III (sampI 15 Ha)

Tahun Kegiatan Keluaran

2016 2017

• Perluasan areal penangkaran benih padi 5 ha

• Penguatan Penangkar Pengusaha yang didukung gudang benih (L) • Penguatan GAP-PTT Padi (L)

• Peningkatan areal penangkaran untuk penyediaan benih padi di kawasan Kecamatan Kota Jantho dan Seulimum

• Usaha penangkaran benih padi (6 Orang, 10 Ha)

• Penguatan GAP-PTT Padi (L)

• Penyediaan benih padi untuk kawasan Kabupaten Aceh Besar (1.000 ha)

(44)

Tabel 6. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura

Tahun Kegiatan Keluaran

2015 • Introduksi VUB cabai merah, mentimun, gambas, kacang panjang dan sayuran lain.

• Pelatihan budidaya sayuran sesuai GAP • Pembangunan jaringan pengairan di

petani kooperator

• Meningkatnya luas tanam dan produksi di tegalan dan MT III (2 ha menjadi 5 ha).

• Terlaksananya pelatihan budidaya sayuran sesuai GAP 1 Kali.

• Pembangunan jaringan pengairan di petani kooperator 1 paket 2016 • Produksi bibit cabai merah di TTP.

• Demplot buah naga di petani kooperator • Pelatihan budidaya, pasca panen.

• Introduksi jamur merang di TTP • Pelatihan budidaya jamur merang

• Tersedianya benih/bibit cabai merah 17.000 polyback.

• Terbangunnya demplot buah naga 0.5 Ha. • Terlaksananya Pelatihan

budidaya dan pasca panen 5 kali. 2017 • Pembangunan kebun bibit desa (KBD)

(L)

• Tersedianya benih/bibit sayuran di tiga dusun.

Gambar

Gambar 1. Model TTP (adaptasi Bozzo  et al . 1999; FAO 2009; Vila dan Pages 2008).
Gambar 2. Kerangka konseptual pembangunan TTP  2.2 Landasan Hukum
Gambar  5.  Diskusi  dengan  Unsur  Muspika  Kabupaten  Aceh  Besar  dalam  rangka  penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015
Gambar 6. Denah inti TTP  (center fo TTP)  Kota Jantho
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parfum Laundry Lubuk Pakam Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Keperluan

DKI Jakarta mempunyai lima sektor unggulan dan yang paling unggul adalah seklor keuangan, p€rsewaan dan jasa perusahaan.. Jakarta

Dari data penulis pada bagian Administrasi Korporat di PT Bukit Asam (Persero) Tbk, maka ditemukan bahwa yang menyebabkan sistem penyimpanan arsip melalui program

perhitungan radioaktif α yang terdeposisi dari buangan stack monitor IEBE di tahun 2007 pada Tabel 3 nilai W(x,0,0) ini jika dihubungkan dengan nilai batasan untuk kontaminan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas vermikompos yang dihasilkan, mengetahui kombinasi ampas tahu dan kotoran sapi yang terbaik dalam menghasilkan

Apa bila dalam tiga siklus yang dilaksanakan belum dapat mengatasi masalah maka akan dilakukan tindakan perbaikan pada siklus selanjutnya, hingga tujuan yang

Untuk itu koperasi harus berhasil, dalam arti mewujudkan berbagai kontribusi kepada berbagai pihak, yakni anggota, masyarakat, konsumen, bangun usaha lain, dan

Penyelenggara dapat bekerja sama dengan promotor kejuaraan untuk mengatur partisipasi peserta dan anggota team dalam kegiatan promosi yang wajar selama survey atau rally