• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama menuju suatu tujuan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama menuju suatu tujuan dengan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori – Teori Umum

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi

Sistem menurut O’Brien ( 2001, p8 ) merupakan kumpulan dari komponen – komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama menuju suatu tujuan dengan menerima input dan menghasilkan output melalui proses transformasi yang terorganisir. Sistem menurut Mathiassen et al ( 2000, p9 ) mengatakan bahwa sistem adalah sekumpulan komponen yang mengimplementasi persyaratan modelling, functions, dan interfaces. Dari pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian sistem secara umum adalah sekumpulan komponen – komponen yang saling terintegrasi yang mengimplementasikan persyaratan modelling, functions, dan interfaces untuk mencapai suatu tujuan melalui transformasi.

Informasi menurut McLeod ( 2001, p15 ) adalah kata yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Laudon dan Laudon ( 2003, p7 ) mengatakan bahwa informasi adalah data yang telah dirubah menjadi suatu bentuk yang lebih berarti dan berguna bagi manusia.

2.1.2 Pengertian Sistem Informasi Manajemen

Menurut Laudon dan Laudon ( 2003, p43 ) Sistem Informasi Manajemen adalah Sistem Informasi pada tingkat fungsi manajemen dengan menyediakan laporan – laporan untuk manajer atau dengan akses langsung ke dalam kegiatan terakhir dan data – data

(2)

laporan dan menyajikannya bagi manajer dan para profesional bisnis ( O’Brien, 2001, p29 ). Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah Sistem Informasi yang menyajikan informasi berupa laporan untuk mendukung pihak manajemen.

2.1.3 Pengertian Analisis Sistem

Analisis sistem menurut McLeod ( 2001, p190 ) adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem baru atau diperbarui. Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisis sistem secara umum adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan lebih menekankan pada masalahnya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna merancang sistem yang baru.

2.1.4 Pengertian Perancangan Sistem

Rancangan sistem adalah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru ( McLeod, 2001, p192 ). Dalam bukunya, Whitten et al ( 2001, p13 ) mengatakan bahwa perancangan sistem merupakan spesifikasi atau konstruksi dari solusi teknikal berbasis komputer bagi persyaratan bisnis yang diidentifikasikan dalam analisis sistem. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perancangan sistem adalah penentuan spesifikasi yang diperlukan oleh sistem baru sebagai solusi teknikal dari permasalahan yang diidentifikasikan dalam analisis sistem.

(3)

2.1.5 Object – Oriented

Dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970-an, perusahaan–perusahaan menekankan proses saat mengembangkan sistem informasi dan menggunakan alat – alat pembuatan model proses seperti bagan arus ( flowchart ) dan diagram arus data ( Data Flow Diagram ). Selama tahun 1970–an dan 1980–an, penekanan bergeser ke data, dengan menggunakan diagram hubungan entitas ( Entity Relationship Diagram – ERD ) dan kamus data. Selama tahun 1990-an kecenderungan berubah ke mengkombinasikan proses dan data menjadi object ( McLeod, 2001, p330 ).

Keuntungan Object-Oriented menurut Mathiassen et al ( 2000, p5-6 ) adalah : 1. Merupakan konsep umum yang dapat digunakan untuk memodelkan hampir semua

fenomena yang ada di dunia dengan menggunakan bahasa alami.

Noun menjadi object atau class

Verb menjadi behavior

Adjective menjadi attributes

2. Menyediakan informasi yang jelas mengenai context dari sistem 3. Mengurangi biaya maintenance atau development

2.1.6 Object Oriented Analysis and Design (OOA&D)

Object-Oriented Analisys and Design (OOA&D) berusaha untuk menggabungkan data dan proses menjadi suatu gagasan tunggal yang disebut objects. OOA&D memperkenalkan object diagram.yang mendokumentasikan sistem dipandang dari segi objects dan interaksinya ( Whitten et al, 2001, p97 ).

(4)

Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp14-15 ) terdapat 4 aktivitas utama dalam OOA&D, yaitu Problem Domain Analysis, Application Domain Analysis, Architectural Design, dan Component Design.

Gambar 2.1 Aktivitas Utama dalam OOA& D (Mathiassen et al, 2000, p15 & p332 )

2.1.7 System Choice

Sebuah proyek pengembangan berawal dari berbagai macam ide yang berbeda tentang sistem yang diinginkan. System Choice didasarkan pada tiga subaktivitas. Subaktivitas yang pertama dipusatkan pada tantangan – tantangan, kita mencoba mendapatkan kedua gambaran umum dari situasi dan berbagai cara orang – orang mengintepretasikannya. Subaktivitas yang kedua adalah menciptakan dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem. Metode kita menawarkan berbagai urutan teknik– teknik untuk mendukung kreativitas dan memperkenalkan cara baru dalam berpikir.

Requirements for use Model Specifications of components Specifications of architecture Component design Architectural design Application-domain analysis Problem-domain analysis

(5)

Dalam aktivitas yang ketiga, kita memformulasikan dan memilih system definition, membicarakan dan mengevaluasi alternatif system definition dalam hubungannya pada situasi yang kita hadapi ( Mathiassen et al, 2000, p25 ).

2.1.8 System Definition

System Definition merupakan deskripsi singkat dari sebuah sistem terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa alami ( Mathiassen et al, 2000, p24 ). Sebuah system definition menyatakan bagi pengembangan sistem dan penggunaannya. Yang juga menggambarkan sistem dalam hubungannya, informasi apa yang harus dikandungnya, fungsi mana yang harus disediakan, dimana akan digunakan dan kondisi pengembangan apa yang akan diterapkan.

System definition dapat membantu untuk menampung padangan umum dari pilihan yang berbeda-beda, dan bisa digunakan untuk perbandingan alternatif. System definition yang akhirnya dipilih harus menyediakan landasan – landasan yang baik untuk kelangsungan analisa dan aktivitas perancangan.

2.1.9 Problem Domain Analysis

Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian informasi – informasi yang harus ada pada suatu sistem untuk menghasilkan sebuah model sistem. Problem Domain merupakan bagian dari keadaan yang akan diatur, dipantau, dan dikontrol oleh sistem ( Mathiassen et al, 2000, p6 ). Sumber dari aktivitas ini adalah system definition, yaitu deskripsi singkat dan jelas dari sistem terkomputerisasi dengan menggunakan bahasa alami ( Mathiassen et al, 2000, p24 ).

(6)

Terdapat tiga subaktivitas yang harus dilakukan untuk membuat system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan pandangan menyeluruh dari situasi, membuat, dan mengevaluasi ide – ide untuk pendesainan sistem, dan diakhiri dengan memformulasi dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada ( Mathiassen et al, 2000, p25 ).

Rich Picture dapat memperjelas pandangan user mengenai situasi, permasalahan, dan mendapatkan pandangan keseluruhan situasi dengan cepat, Rich Picture adalah gambar informal yang mempresentasikan pemahaman ilustrator mengenai situasi ( Mathiassen et al, 2000, p26 ).

Mathiassen ( 2000, pp39-40 ) menulis bahwa di dalam system definition terdapat enam elemen kriteria FACTOR, yaitu :

1. Functionality : fungsi – fungsi sistem yang mendukung tugas – tugas Application Domain.

2. Application Domain : bagian dari organisasi yang mengatur, memonitor atau mengontrol suatu Problem Domain.

3. Conditions : kondisi dimana suatu sistem dikembangkan dan digunakan.

4. Technology : teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi saat sistem dijalankan.

5. Objects : object – object utama di dalam Problem Domain

6. Responsibility : tanggung jawab seluruh sistem dalam hubungannya dengan konteks.

(7)

Mathiassen ( 2000, pp46-47 ) di dalam bukunya menulis bahwa terdapat tiga subaktivitas dalam Problem Domain Analysis, yaitu :

Gambar 2.2 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis ( Mathiassen et al,2000,p46)

1. Classes

Merupakan tahapan dilakukannya pemilihan class dan event dari system definitions untuk menghasilkan event table. Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang mempunyai structure, berhavioral pattern dan attibutes yang sama. Object adalah suatu entitas yang memiliki identity, state, dan behavior ( Mathiassen et al, 2000, p4 ). Pada tahap analisis, biasanya sebuah class cukup dideskripsikan dengan namanya saja, tetapi juga dapat ditambahkan detail attributes dan operation. Event adalah kejadian bersifat instan yang melibatkan satu atau lebih object ( Mathiassen et al, 2000, p51 ).

(8)

Gambar 2.3 Notasi dasar dari class (Mathiassen et al, pp337-339)

Menurut Mathiassen et al (2000, pp53-55 ) untuk menjalankan aktivitas classes dapat dimulai dengan mengidentifikasikan kandidat / calon yang mungkin untuk classes dan events dalam model Problem Domain. Setelah itu, evaluasi dan pilih secara kritis classes dan events yang benar - benar relevan dengan konteks sistem.

2. Structure

Tujuanya adalah untuk mendeskripsikan hubungan struktural antara class dan object. Sumber dari tahap ini adalah Class Diagram, yaitu diagram yang menyediakan gambar ikhtisar Problem Domain yang bertalian secara logis dengan menggambarkan seluruh hubungan stuktural antara classes dan objects di dalam model ( Mathiassen et al, 2000, pp69-70 ).

Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp72-77 ) terdapat dua tipe structure dalam Object-Oriented, yaitu :

(9)

Gambar 2.4 Class Diagram

1. Class structure, mengekspresikan hubungan konseptual yang statis antar class. Hubungan statis ini tidak akan berubah, kecuali terjadi perubahan pada deskripsinya. Class structure dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Generalization Structure, merupakan hubungan antara dua atau lebih subclass dengan satu atau lebih superclass ( Mathiassen et al, 2000, p72 ). Sebuah class yang umum ( superclass ) mendeskripsikan properti umum kepada group dari special class ( subclass ). Atau dengan kata lain, terjadi penurunan attributes dan behavior dari superclass, tetapi subclass juga diperkenankan untuk memiliki attributes dan behavior tambahan. Secara ilmu bahasa, generalization structure diekspresikan dengan formula “is a”.

(10)

Gambar 2.5 Generalization Structure (Mathiassen et al, 2000, p73)

b. Cluster, merupakan kumpulan dari class yang berhubungan ( Mathiassen et al, 2000, p74 ). Cluster digambarkan dengan notasi file folder yang melingkupi class – class yang saling berhubungan di dalamnya. Class – class dalam satu cluster biasanya memiliki hubungan berupa generalization atau aggregation. Sedangkan hubungan class dengan cluster yang berbeda biasanya berupa association structure.

Gambar 2.6 Notasi Class Structure (Mathiassen et al, 2000, p337)

(11)

Gambar 2.7 Cluster Structure (Mathiassen et al,2000,p75)

2. Object structure, mengekspresikan hubungan dinamis dan konkret antar object. Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa mempengaruhi perubahan pada deskripsinya. Biasanya terdapat multiplicity yang menspesifkasikan jumlah dari object yang berealisasi. Multiplicity dapat berupa string of numbers dan penyebaran internal dengan koma, seperti “0,3,7,9..,13,19..*”, “*” disebut many; dan 0..*. Ada 2 macam object structure yaitu :

a. Aggregation Structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih object. Sebuah superior object ( whole ) memiliki beberapa object ( parts ) ( Mathiassen et al, 2000, p72). Secara ilmu bahasa, aggregation structure dieskpresikan dengan formulasi “has a”, “a-part-of”, atau “is-owned-by”. Terdapat tiga tipe aggregation structure ( Mathiassen et al, 2000, p79 ) yaitu:

Whole part, dimana whole merupakan jumlah dari parts, sehingga jika salah satu parts dihilangkan maka secara tidak langsung telah mengubah whole.

(12)

Container-content, dimana whole adalah kontainer ( tempat tampung ) dari parts-nya, sehingga bila terdapat penambahan atau pengurangan terhadap isinya ( parts ), tidak akan mengubah pengertian whole-nya.

Union-member, dimana whole merupakan union / gabungan yang terorganisir dari anggotanya (parts), sehingga jika terdapat penambahan atau pengurangan anggota, tidak akan mengubah union-nya. Terdapat batasan jumlah anggota terendah, karena tidak mungkin sebuah union tanpa anggota.

b. Association Structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih object, tetapi berbeda dengan aggregation ( Mathiassen et al, 2000, p76 ). Hubungan antar class-class pada aggregation mempunyai pertalian yang kuat sedangkan pada association tidak kuat. Secara ilmu bahasa, association structure diekspresikan dengan formulasi “knows” atau “associated-with”

Ket : a-d adalah multiplicity Gambar 2.8 Notasi Object Structure

(Mathiassen et al, 2000, p337)

Gambar 2.9 Association Structure (Mathiassen et al, 2000, p77)

(13)

3. Behavior, tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memodelkan keadaan problem domain yang dinamis dengan memperluas definisi class, yang terdapat dalam class diagram, yaitu dengan menambahkan behavioral pattern dan attributes untuk setiap class. Sumber dari tahap ini adalah event table dan class diagram yang telah dihasilkan dari tahap – tahap sebelumnya. Sedangkan hasil akhirnya adalah behavioral pattern yang diekspresikan secara grafis dalam statechart diagram ( Mathiassen et al, 2000, p80-p90 ).

Dalam class activity, behavior dipandang sebagai kumpulan events yang tidak berurutan yang meliputi suatu object. Sedangkan dalam behavior activity, behavior secara lebih tepat dideskripsikan dengan menambah waktu terjadinya events.

Object behavior diidentifikasikan dengan event trace, yaitu serangkaian events yang berurutan yang meliputi suatu object. Event trace antara satu object mungkin berbeda dengan object lain meskipun kedua object tersebut berada dalam class yang sama. Hal ini disebabkan karena sifat event trace yang unik untuk object tertentu. Deskripsi dari event trace yang mungkin untuk seluruh object dalam sebuah class disebut behavioral pattern ( Mathiassen et al, 2000, p90 ).

Dalam memodelkan Problem Domain, dilakukan pengidentifikasian requirements untuk data – data yang akan disimpan oleh sistem. Untuk menspesifikasikan data tersebut digunakan attributes, yaitu deskripsi properti dari class atau events ( Mathiassen et al, 2000, p92 ).

(14)

Menurut Mathiassen et al ( 2000, p93 ) behavioral pattern memiliki struktur kontrol sebagai berikut :

Sequence adalah suatu set events yang akan terjadi satu per satu ( secara berurutan ). Notasinya : “+”.

Selection adalah satu event yang terjadi dari suatu set events. Notasinya : “|”.

Iteration adalah satu event yang terjadi berulang – ulang kali. Notasinya : “*”.

Jika menghadapi situasi behavior patterns yang kompleks, akan sulit sekali untuk mengekspresikannya dalam notasi – notasi umum sehingga untuk pengekspresiannya lebih cenderung menggunakan Statechart Diagram.

Gambar 2.10 Notasi Dasar Statechart Diagram (Mathiassen et al, 2000, p341)

(15)

Gambar 2.11 Struktur Kontrol Statechart Diagram (Mathiassen et al, 2000, p95)

2.1.10 Application Domain Analysis

Tahap ini mendefinisikan requirements dari suatu sistem. Application Domain merupakan bagian yang mengatur, memantau, atau mengontrol Problem Domain ( Mathiassen et al, 2000, p6 ). Atau dengan kata lain, berhubungan dengan aktivitas yang dikerjakan/dijalankan oleh sistem. Prinsip dari Application Domain Analysis adalah bekerja sama dengan user untuk menentukan usage, function, dan interface. Sumber dari aktivitas ini adalah system definition dan model dari tahap sebelumnya.

(16)

Gambar 2.12 Aktivitas dalam Application Domain Analysis (Mathiassen et al, 2000, p117)

Menurut Mathiassen et al (2000, p117) terdapat tiga subaktivitas dalam Application Domain Analysis, yaitu :

1. Usage

Hasil akhir dari aktivitas ini adalah membuat deskripsi dari actors dan use cases, dimana relasinya diekspresikan dengan menggunakan actor table atau use case diagram. Actor merupakan abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem (Mathiassen et al, 2000, p119). Sedangkan use case adalah pola interaksi antara sistem dengan actors dalam application domain (Mathiassen et al, 2000, p120). Hubungan antara actor dan use case adalah association.

2. Function

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan dari suatu sistem sehingga menghasilkan suatu function list beserta spesifikasi untuk function yang kompleks. Function memfokuskan pada apa yang bisa dilakukan oleh

(17)

sistem untuk membantu actor. Dengan kata lain, function merupakan fasilitas untuk membuat sebuah model berguna bagi actor (Mathiassen et al, 2000, p138).

Menurut Mathiassen et al (2000, p138) terdapat empat tipe utama dari function, dimana masing-masing tipe mengekspresikan hubungan antara model dan konteks sistem. Keempat tipe tersebut antara lain update, function, signal function, read funtion, dan compute function.

Sumber untuk mengidentifikasikan function berasal dari deskripsi Problem Domain, yang diekspresikan oleh class dan events, dan juga dari deskripsi application domain, yang diekspresikan oleh use case. Tipe function yang berasal dari classes biasanya adalah read dan update function. Sedangkan dari events adalah update function. Use cases memungkinkan untuk semua tipe function (Mathiassen et al, 2000, p139-p144).

Pemahaman mengenai functions yang kompleks akan lebih jelas dengan adanya detail spesifikasi baik dalam format mathematical expression, algorithm in structured language, maupun functional partitioning in the function list (Mathiassen et al, 2000, p145).

3. Interface

Tujuan dari aktivitas ini adalah menentukan antar muka (interface) dari sistem yang sedang dikembangkan. Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan function tersedia bagi actor (Mathiassen et al, 2000, p151). Adanya interface memungkinkan actor untuk berinteraksi dengan sistem. Sumber aktivitas berasal dari Class Diagram, Use Cases, dan Function List.

(18)

Menurut Mathiassen et al (2000, p152) terdapat dua macam interface :

1. User interface, menghubungkan human actor (manusia) dengan sistem. Dalam merancang user interface dibutuhkan feedback dari user. Terdapat empat User Interface Patter, yaitu : menu selection (diekspresikan sebagai daftar pilihan pada user interface), form filling (pola klasik untuk entri data), command langauage (dibutuhkan daya ingat user untuk mengoperasikan sistem), dan direct manipulation (memungkinkan manipulasi langsung dengan representasi objects) (Mathiassen et al, 2000, p154-p155).

2. Sistem interface, menghubungkan system actor (sistem lain) dengan sistem yang sedang di-develop. Sistem lain bisa berupa : external device (misal : sensor, switch, dll) dan sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protokol komunikasi. Biasanya interface ini tidak dipakai untuk sistem administratif tetapi lebih sering untuk monitoring dan controlling system (Mathiassen et al, 2000, p163-p164).

Untuk menentukan elemen dari user interface dapat digunakan object dan class pada model serta functions. Elemen tersebut harus direpresentasikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh user, seperti icon, fields, tables, diagrams, windows, button. Sedangkan untuk kasus yang kompleks, dapat menggunakan Sequence Diagram untuk merelasikan interaksi antara elemen interface dengan use case-nya. Sequence Diagram mendeskripsikan langkah-langkah interaksi individual dan menghubungkannya dengan window yang relevan. Diagram ini juga menggambarkan functions yang akan diaktivasi selama interaksi terjadi (Mathiassen et al, 2000, pp156-158).

(19)

Menurut Bennet et al (2006, p252) Sequence diagram adalah bagian dari interaksi UML diagram, sequence diagram ini secara semantic sesuai dengan diagram komunikasi untuk interaksi yang sederhana. Suatu interaksi menentukan pola komunikasi diantara sejumlah object atau system yang berpartisipasi dalam satu kolaborasi. Interaksi ini dijelaskan oleh rangkaian pesan yang berurutan antara object.

Sequence diagram menggambarkan interaksi antara penyusunan atau perubahan objek dalam waktu yang berurutan. Sequence diagram dapat digambarkan dalam level yang berbeda dari detail dan digunakan untuk menemukan maksud dalam beberapa tingkatan dalam pengembangan daur hidup.

Deskripsi dari user interface dapat menggunakan Navigation Diagram, dimana menyediakan gambaran keseluruhan dari elemen user interface dan transisi di antaranya. Diagram ini terdiri dari gambar yang diperkecil di setiap window, panah yang menunjukkan bagaimana menggunakan button dan seleksi lain yang akan mengaktivasi function atau membuka window lain (Mathiassen et al, 2000, p159).

Untuk menggambarkan elemen-elemen user interface dalam prototype atau menspesifikasikannya lebih detil dapat menggunakan Window Diagram. Diagram ini mendeskripsikan tampilan dari single window yang mencakup bentuk detail dari elemen-elemen window (Mathiassen et al, 2000, pp159-161 & p344).

(20)

2.1.11 Architectural Design

Pada tahap ini, akan dilakukan penstrukturan sistem berdasarkan bagian-bagiannya dan pemenuhan beberapa criteria desain. Tahap ini juga merupakan suatu framework bagi aktivitas pengembangan selanjutnya. Aktivitas architectural design bertujuan untuk menstrukturkan suatu sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang diperoleh berupa struktur dari komponen-komponen dan proses-proses sistem. Tahap Architectural Design memiliki tiga subaktivitas yaitu (Mathiassen et al, 2000, p173) :

Gambar 2.13 Aktivitas dalam Architectural Design (Mathiassen et al, 2000, p176)

1. Criteria

Criteria adalah suatu prioritas dari arsitektur (Mathiassen et al, 2000, p176). Tujuan aktivitas criteria adalah untuk menentukan prioritas desain. Hasil yang diperoleh dari tahap ini adalah kumpulan criteria untuk desain yang telah diprioritaskan.

(21)

Tabel 2.1 Tabel Kriteria Klasik untuk mengukur kualitas software (Mathiassen et al, 2000, p178)

CRITERIA PENGUKURAN DARI

Usable Kemampuan adapatasi sistem terhadap konteks organisasi, hubungan kerja dan teknikal

Secure Suatu pencegahan melawan akses yang tidak terotorisasi terhadap fasilitas-fasilitas yang ada

Efficient Penggunaan yang ekonomis terhadap fasilitas technical platform

Correct Pemenuhan terhadap

persyaratan-persyaratan

Reliable Pemenuhan terhadap

persyaratan-persyaratan

Maintanable Besarnya usaha untuk melokasikan dan memperbaiki kecacatan sistem

Testable Besarnya usaha untuk memastikan bahwa sistem menampilkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan

Flexible Besarnya usaha untuk memodifikasi sistem

Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk

mendapatkan pengertian yang masuk akal terhadap sistem

Reusable Potensi penggunaan bagian-bagian sistem dalam sistem lain yang terhubung

Portable Besarnya usaha untuk memindahkan

sistem ke technical platform

Interoperable Besarnya usaha untuk menggabungkan suatu sistem ke sistem lain

2. Components

Component Architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling terhubung. Component adalah kumpulan dari bagian-bagian program yang membentuk sistem dan memiliki tanggung jawab yang telah terdefinisikan dengan jelas (Mathiassen et al, 2000, p190).

(22)

Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp193-198), terdapat beberapa pola umum yang dapat digunakan untuk mendesain suatu component architecture yaitu :

The Layered Architecture Pattern

Arsitektur ini terdiri dari beberapa component yang didesain sebagai layers. Desain dari setiap component menggambarkan tanggung jawabnya masing-masing serta interface bagian atas maupun bagian bawah. Interface bagian atas akan menggambarkan operasi yang tersedia untuk layer dibawahnya.

The Generic Architecture Pattern

Model komponen mengandung model dari sistem object, yang dapat berupa layer yang paling bawah, kemudian diikuti dengan layer sistem function, dan yang paling atas merupakan component interface. Layer interface dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu user interface dan system interface.

Gambar 2.14 The Generic Architecture Pattern (Mathiassen et al, 2000, p196)

(23)

The Client Server Architecture Pattern

Komponen dari arsitektur sebuah server dan beberapa clients. Server memiliki kumpulan operasi yang tersedia bagi client. Server bertanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang umum bagi client-nya, seperti database atau sumber daya lain yang bisa digunakan bersama. Server menyediakan operasinya bagi client melalui suatu jaringan. Client bertanggung jawab untuk menyediakan interface lokal bagi para user (Mathiassen et al, 2000, p197).

Gambar 2.15 The Client-Server Architecture Pattern (Mathiassen et al, 2000, p197)

3. Process

Tahap ini menentukan bagaimana suatu proses sistem didistribusi dan dikoordinasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendefinisikan struktur fisikal dari suatu sistem. Hasil yang akan diperoleh berupa sebuah deployment diagram. Processor adalah suatu bagian peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program (Mathiassen et al, 2000, pp211-212).

(24)

Deployment Diagram, menggambarkan unit-unit teknologi (khususnya perangkat keras seperti processor dan penyimpanan besar, beserta hubungan komunikasi fisiknya) dimana sistem akan diimplementasi. Deployment Diagram juga dapat memodelkan bagaimana perangkat keras akan didistribusikan di antara unit-unit teknologi terpilih, dengan cara menambahkan komponen perangkat lunak dan hubungannya, ke dalam deployment diagram yang menggambarkan teknologi fisikal asli (Jones, 2000, p202).

Gambar 2.16 Deployment Diagram (Schmuller , 1999, p383)

2.1.12 Component Design

Tujuannya adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan di dalam kerangka arsitektur. Yang menjadi titik awal dari tahap ini adalah architectural spesification dan system requirement yang akan menghasilkan connected component spesification. Menurut Mathiassen et al (2000, p232), terdapat dua subaktivitas dalam component design, yaitu :

(25)

Gambar 2.17 Subaktivitas dalam Component Design (Mathiassen et al, 2000, p232)

2.1.12.1 Design of Components

Merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem, yaitu: 2.1.12.1.1 Model Component

Model Component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasi model problem domain (Mathiassen et al, 2000, p236). Tujuan dari model component design adalah untuk menggambarkan model dari problem domain. Model tersebut merupakan hasil dari kegiatan ini yang digambarkan oleh class diagram yang telah direvisi dari hasil kegiatan analisis.

Revisi class diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan private events dan common events. Private events adalah event yang melibatkan hanya satu object domain (Mathiassen et al, 2000, p239).

(26)

Tabel 2.2 Guidelines atau panduan dalam merepresentasikan private events (Mathiassen et al, 2000, p241)

Representasikan event-event ini sebagai state attribute pada class yang dijabarkan oleh statechart diagram.

Setiap kali ada kejadian yang melibatkan salah satu event tersebut, maka sistem akan menugaskan yang baru kepada state attribute

Event-event yang hanya terjadi pada Urutan / sequence dan selection

Integrasikan attribute dari event yang terlibat ke dalam class

Representasikan event-event ini sebagai suatu class baru, dan hubungkan class tersebut dengan class yang dijabarkan pada statechart diagram dengan menggunakan struktur aggregation. Untuk setiap iterasi, sistem akan menghasilkan suatu object baru. Event-event yang

terjadi berulang-ulang (iteration)

Integrasikan attribute event ke dalam class yang baru.

Jika suatu event adalah common / umum sehingga mempengaruhi beberapa object, maka event tersebut perlu dihubungkan dengan salah satu object dan dibuat hubungan struktural dengan object lain agar tetap dapat mengaksesnya.

Tabel 2.3 Guidelines untuk merepresentasikan common events (Mathiassen et al, 2000, p241)

Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang berbeda, representasikan event tersebut dalam hubungan ke class yang menawarkan representasikan paling simple.

Common Event

Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin dapat digunakan.

Untuk menyederhanakan class diagram yang telah direvisi dari hasil tahapan sebelumnya, dilakukan restrukturisasi class baik melalui generalization, association, maupun embedded iteration.

(27)

2.1.12.1.2 Function Component

Function component adalah bagian sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional (Mathiassen et al, 2000, p252). Tujuannya adalah agar user interface dan komponen-komponen sistem lainnya dapat mengakses model. Sedangkan tujuan dari function component design adalah menentukan implementasi functions. Hasil dari kegiatan ini adalah class diagram dengan operations dan spesifikasi dari operations yang kompleks.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendesain functions sebagai operations, yaitu mengidentifikasi tipe utama dari functions tersebut. Ada empat tipe functions (Mathiassen et al, 2000, pp255-260), yaitu : Update, Read, Compute, dan Signal.

Patterns (pola) dapat membantu memilih functional design yang mana dapat digunakan dari beberapa pilihan yang dapat membantu merealisasikan functions sebagai kumpulan operations. Empat pola menurut Mathiassen et al (2000, pp260-264) adalah : a. Model Class Placement

Pola ini menempatkan operation dalam model component class dan berguna ketika sebuah operation mengakses hanya sebuah single object atau struktur aggregation yang sederhana. Pola ini juga dapat digunakan ketika beberapa object terlibat namun hanya jika tanggung jawab operation tersebut dapat dengan jelas ditempatkan pada salah satu dari model class.

b. Function Class Placement

Pola ini digunakan ketika tanggung jawab operation tidak dapat dengan jelas ditempatkan dalam model class. Sebaliknya satu atau lebih functional-component

(28)

class dapat digambarkan dengan menempatkan operation yang merealisasikan function.

c. Strategy

Pola ini digunakan untuk mendefinisikan sekumpulan operations yang umum terenkapsulasi dan dapat dipertukarkan.

d. Active Function

Active signal function dapat direalisasikan sebagai operation yang secara permanen aktif dan berkala memberikan sinyal kepada interface. Active function ditempatkan sebagai active object dan performance-nya tergantung dari state pada model component.

Apabila terdapat operation yang kompleks harus dideskripsikan dengan lebih detail lagi sehingga di dalam desain tidak ada ketidakpastian yang penting. Menurut Mathiassen et al (2000, pp265-266) ada 3 (tiga) cara untuk melakukannya, yaitu operation spesification, sequence diagram, dan statechart diagram.

2.1.12.2 Connecting of Components

Tujuan dari aktivitas ini adalah menghubungkan komponen-komponen sistem yang akan menghasilkan class diagram dari komponen-komponen tersebut. Jadi pada aktivitas ini, hubungan antara komponen-komponen dirancang untuk mendapatkan desain yang fleksibel dan comprehensible. Untuk itu dibutuhkan evaluasi dari coupling dan cohesian.

Coupling adalah ukuran tentang seberapa dekat dua classes atau components dihubungkan (Mathiassen et al, 2000, p272). Cohesion adalah ukuran tentang seberapa baik sebuah class atau component terikat bersama (Mathiassen et al, 2000, p273).

(29)

Hasil dari aktivitas connecting components ini adalah class diagram yang dimana dependencies-nya berubah menjadi connections. Tiga bentuk connections menurut Mathiassen et al (2000, p275, p281) adalah :

Class aggregation, yaitu mengagregasikan class-class dari component lain. Koneksi ini beguna ketika class definition sudah ada di dalam component lain. Umumnya coupling-nya rendah, namun sulit mencapai cohesive.

Contoh :

Gambar 2.18 Koneksi oleh class aggregation (Mathiassen et al, 2000, p275)

(30)

Class specialization, yaitu menspesialisasikan public class dari component lain. Contoh :

Gambar 2.19 Koneksi oleh class specialization (Mathiassen et al, 2000, p276)

Operation call, yaitu memanggil public operations di dalam object-object dari component lain. Umumnya coupling-nya rendah dan cohesion-nya tinggi.

Contoh :

Gambar 2.20 Koneksi dalam memanggil sebuah operasi (Mathiassen et al, 2000, p277)

(31)

2.1.13 Web Server

Sebuah Web Server menurut Mitchell dan Atkinson (2000, p8) merupakan sebuah komputer yang berisi semua halaman web untuk suatu situs web tertentu dan mempunyai piranti lunak khusus yang ditempatkan untuk mengirimkan halaman web ke web browser yang memintanya.

Dalam melakukan permintaan suatu halaman pada situs web, browser melakukan koneksi ke suatu server dengan menggunakan protokol HTTP. Server menanggapi koneksi tersebut dengan mengirimkan isi arsip yang diminta dan memutuskan koneksi tersebut. Browser kemudian memformat informasi yang didapatkan dari server.

2.1.14 Active Server Page (ASP)

ASP merupakan teknologi berbasis server yang diperkenalkan oleh Microsoft. ASP ditujukan untuk membangun halaman web yang dinamis dan interaktif (Newman, 2001, p9).

Microsoft menawarkan ASP dengan sejumlah kelebihan sebagai berikut :

• Dengan ASP, para web developer lebih mudah membangun halaman web sehingga tampak lebih indah, lebih dinamis, dan lebih interaktif

• Dengan ASP, dapat dibangun transaksi yang aman melalui web, berbagai aplikasi berbasis web dan berbagai aplikasi berbasis server

• ASP dapat berinteraksi dengan database sehingga memudahkan untuk membangun suatu database berbasis web.

(32)

2.2 Metode Analisis Bisnis (Lima Kekuatan Porter)

Menurut David (2006, p130-135) hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan:

1. Persaingan antar perusahaan sejenis 2. Kemungkinan masuknya pesaing baru. 3. Potensi pengembangan produk subtitusi. 4. Kekuatan tawar-manawar penjual/pemasok 5. Kekuatan tawar manawar pembeli/konsumen.

Kelima kekuatan persaingan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Berikut ini akan dibahas secara singkat kelima kekuatan persaingan tersebut :

Gambar 2.21 Model Lima Kekuatan Porter (David, 2006, p131)

Potensi pengembangan produk subtitusi

Kemungkinan masuknya pesaing baru Kekuatan tawar-menawar penjual/ pemasok Persaingan Antar perusahaan sejenis Kekuatan tawar-menawar Pembeli / konsumen

(33)

1. Persaingan di antara perusahaan sejenis

Persaingan antar perusahaan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar dalam lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya jika mereka memberikan keunggulan kompetitif dibanding strategi yang dijalankan perusahaan pesaing. Perubahan strategi oleh satu perusahaan mungkin akan mendapat serangan balasan, seperti menurunkan harga, meningkatkan kualitas, menambah feature, menyediakan jasa, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.

Intensitas persaingan di antara perusahaan sejenis yang bersaing cenderung meningkat karena jumlah pesaing semakin bertambah, karena pesaing semakin seragam dalam hal ukuran dan kemampuan, karena permintaan untuk produk industri menurun, dan karena pemotongan harga menjadi semakin umum.

Persaingan juga meningkat ketika pelanggan dapat berpindah merek dengan mudah, ketika hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, ketika biaya tetap tinggi, ketika produk mudah rusak, ketika perusahaan pesaing berbeda dalam hal strategi, tempat mereka berasal, dan budaya, serta ketika merger dan akuisisi menjadi umum dalam suatu industri. Ketika persaingan antar perusahaan sejenis semakin intensif, laba perusahaan menurun, dalam beberapa kasus bahkan membuat suatu industri menjadi sangat tidak menarik.

(34)

2. Kemungkinan masuknya pesaing baru

Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, intensitas persaingan antarperusahaan meningkat. Tetapi, hambatan untuk masuk, dapat mencakup kebutuhan untuk mendapatkan teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses terhadap bahan mentah, kepemilikan paten, lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balasan dari perusahaan yang sudah mapan, dan potensi kejenuhan pasar.

Di samping berbagai hambatan masuk, perusahan baru kadang-kadang memasuki suatu bisnis dengan produk berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumber daya pemasaran yang besar. Dengan demikian, tugas penyusun strategi adalah untuk mengidentifikasi perusahaan yang berpotensi masuk ke pasar, untuk memonitor strategi pesaing baru, untuk membuat serangan balasan apabila dibutuhkan, serta untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada saat ini.

3. Potensi pengembangan pasar

Dalam banyak industri, perusahaan bersaing dekat dengan produsen produk subtitusi dalam industri yang berbeda. Keberadaan produk subtitusi menciptakan batas harga tertinggi yang dapat dibebankan sebelum konsumen beralih ke produk subtitusi.

(35)

Tekanan kompetisi yang berasal dari produk subtitusi meningkat sejalan dengan menurunnya harga relatif dari produk subtitusi dan sejalan dengan biaya konsumen untuk beralih ke produk lain menurun. Cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk subtitusi adalah dengan memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk-produk tersebut, juga dengan memantau rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.

4. Kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok

Kekuatan tawar-menawar pemasok (bargaining power of supplier) mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya ada sedikit barang substitusi yang cukup bagus, atau ketika biaya untuk menganti bahan baku sangat mahal. Sering kali kepentingan yang dicari oleh pemasok dan produsen adalah saling memberikan harga yang masuk akal, memperbaiki kualitas, mengembangkan jasa baru, pengiriman just-in-time, dan mengurangi biaya persediaan, dengan demikian memperbaiki profitabilitas jangka panjang untuk semua pihak.

Perusahaan dapat menjalankan strategi integrasi ke belakang (backward integration) untuk mendapatkan kendali atau kepemilikan dari pemasok.Strategi ini efektif khususnya ketika pemasok tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan secara konsisten. Perusahaan umumya dapat menegosiasikan syarat yang lebih menguntungkan bagi pemasok ketika integrasi kebelakang merupakan strategi yang digunakan secara umumdiantara

(36)

perusahaan-5. Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen

Ketika konsumen terkonsentrasi atau besar jumlahnya, atau membeli dalam jumlah besar, kekuatan tawar-menawar mereka menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau jasa khusus untuk mendapatkan kesetiaan pelanggan ketika kekuatan tawar-menawar konsumen (Bargaining power of consumer) cukup besar. Kekuatan tawar-menawar konsumen juga lebih tinggi ketika yang dibeli adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi. Ketika kondisinya seperti ini, konsumen sering kali dapat bernegosiasi tentang harga jual, cakupan garansi, dan paket aksesori hingga ke tingkat yang lebih tinggi bagi perusahaan besar sekalipun.

2.3 Teori – Teori Khusus 2.3.1 Pengertian Persediaan

Persediaan dalam suatu perusahaan adalah faktor pendukung penting dalam menjalankan operasi perusahaan. Berikut pendapat para ahli tentang persediaan :

• Persediaan merupakan sejumlah sumber daya yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan sekarang maupun kebutuhan yang akan datang.(Barry Render dan Ralph M..Stairs JR., 2006, p190)

• Barang – barang persediaan dapat berbentuk bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. ( Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, 2005,p3)

(37)

• Persediaan menunjukkan barang yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan (Handoko, 2001, p333-334). Pada umumnya persediaan barang dagangan diterapkan untuk barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang apabila perusahaan tersebut

Dari definisi persediaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah aset yang sangat penting karena persediaan merupakan barang yang tersedia untuk dijual (barang dagangan/barang jadi), barang yang masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan dijual (barang dalam proses pengolahan) dan barang yang akan dipergunakan untuk produksi barang jadi yang akan dijual (bahan baku dan bahan pembantu) dalam kegiatan usaha normal perusahaan.

2.3.2 Pengendalian Internal Atas Persediaan

Pengendalian internal atas persediaan merupakan hal yang sangat penting karena persediaan adalah bagian yang amat penting dari suatu perusahaan dagang. Menurut Render dan Heizer (2001,p318) elemen yang harus ada untuk mendukung pengendalian internal yang baik atas persediaan adalah :

1. Pemilihan karyawan, pelatihan, dan disiplin yang baik. Hal-hal ini tidak pernah mudah dilakukan, tetapi sangat penting dalam bisnis makanan, perdagangan besar, dan operasi bisnis eceran di mana karyawannya mempunyai akses kepada barang-barang yang langsung dikonsumsi

2. Pengendalian yang ketat atas barang yang datang. Melalui sistem kode batang (bar code)

(38)

2.3.3 Manajemen Persediaan

Menurut Handoko (2001, p344) sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang bertujuan untuk meminimumkan biaya total. Menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi :

1. Persediaan bahan mentah, yaitu persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi

2. Persediaan komponen-komponen rakitan, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong, yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian barang jadi

4. Persediaan barang dalam proses, yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang diolah menjadi suatu bentuk

5. Persediaan barang jadi, yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah.

2.3.4 Klasifikasi Suku Cadang

Menurut penggunaannya, suku cadang dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini sangat berguna untuk membagi kebijakan penyimpanan dan pengisiannya kembali. Selain itu, untuk menentukan kebijakan dalam jenis dan jumlah penyimpanannya di gudang nanti, perlu juga diketahui perbedaan jenis peralatannya dipandang dari fungsinya ( Richardus, 2005, p74 ). Pembagian suku cadang yang

(39)

1. Suku cadang habis pakai (consumable parts)

Ini adalah suku cadang untuk pemakaian biasa, yaitu yang akan aus dan rusak karena gesekan tegangan, kena panas, dan sebagainya. Kerusakaan suku cadang jenis ini dapat terjadi sewaktu-waktu sehingga penggantiannya dapat pula sewaktu-waktu. Oleh karena itu, pengaturan persediaannya haruslah sedemikian rupa sehingga sewaktu-waktu diperlukan haruslah selsalu tersedia, atau dapat diadakan dalam waktu singkat sehingga tidak menggangu jalannya peralatan. Suku cadang jenis ini misalnya seal, v-belt, spark plug, dan oil filters.

2. Suku cadang pengganti (replacement parts)

Ini adalah jenis suku cadang yang penggantiannya biasanya dilakukan pada waktu overhaul, yaitu pada waktu diadakan perbaikan besar-besaran. Waktu overhaul ini biasanya dapat dijadwalkan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat peralatan tersebut, misalnya setiap 40.000 jam pemakaian. Selain waktu overhaul yang dapat dijadwalkan, suku cadang yang perlu diganti dapat juga diperkirakan dengan cukup akurat meskipun tidak akan dapat 100% akurat. Oleh karena itu, biasanya jenis suku cadang ini tidak disimpan dalam persediaan, kecuali untuk peralatan yang bersifat vital. Suku cadang jenis ini misalnya gasket, piston, dan piston rings.

3. Suku cadang jaminan (insurance parts)

Ini adalah suku cadang yang biasanya tidak pernah rusak, tetapi toh dapat rusak, dan apabila rusak dapat menghentikan operasi dan produksi. Suku cadang jaminan ini biasanya bentuknya besar, harganya mahal, dan waktu pembuatannya lama. Contohnya : cylinder head, crankshaft, dan flywheel.

(40)

2.3.5 Lead Time, Safety Stock, Reorder Point, dan EOQ

2.2.5.1 Lead Time

Beberapa definisi dari Lead Time :

• Menurut Render dan Heizer (2001,p324), lead time adalah waktu antara dilakukannya pemesanan

• Menurut Handoko (2001,p341), lead time adalah waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima adalah konstan.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lead time merupakan waktu yang dihitung sejak satu pesanan pembelian pada supplier dilakukan sampai saat barang tersebut diterima oleh pembeli.

2.2.5.2 Safety Stock

Untuk menghadapi permintaan yang bervariasi perusahaan biasanya mempunyai tingkat persediaan tertentu sebagai pengaman yang disebut safety atau buffer stocks. Safety stock ini menyediakan sejumlah persediaan selama lead time, Handoko (2001, p355).

Persediaan pengamaan adalah persediaan ekstra yang harus diadakan untuk proteksi atau pengaman dalam menghindari kehabisan persediaan karena berbagai sebab. ( Richardus, 2005, p171)

(41)

2.2.5.3 Reorder Point ( ROP)

Definisi Re-order point, antara lain :

• Menurut Render and Heizer (2001,p324), ROP adalah saat persediaan mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi dan dengan seketika barang yang dipesan diterima

• Menurut Render dan Ralph M.Strairs (2006, p200), ROP adalah cara untuk menentukan kapan memesan persediaan.Cara tersebut ditemukan dengan mengalikan permintaan per hari dengan lead time untuk order yang baru pada hari tersebut.

• Weston dan Brigham (1990,p511), ROP adalah suatu titik dimana pemesanan harus dilakukan lagi untuk fungsi persediaan. Titik pemesanan kembali ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk melakukan pemesanan kembali untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan.

Perhitungan ROP menggunakan rumus :

ROP = d x L

ROP = titik pemesanan ulang d = Permintaan per hari

(42)

Jadi dapat disimpulkan bahwa ROP adalah kuantitas dimana persediaan harus ditambahkan untuk menandai pemesanan ulang.

Gambar 2.22 Kurva Titik Pemesanan Ulang (Render dan Heizer, 2001, p325)

2.2.5.4 EOQ

Menurut Render dan Heizer (2001, p320), EOQ merupakan salah satu teknik pengendalian tertua dan paling terkenal. Teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi :

1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan 2. Lead Time,diketahui dan bersifat konstan

3. Persediaan diterima dengan segera 4. Tidak mungkin diberi diskon

(43)

5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau biaya pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan sepanjang waktu

6. Keadaan kehabisan stok (kekurangan) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.

Perhitungan EOQ menggunakan rumus :

EOQ = √2DS H

EOQ = Jumlah Optimal Pemesanan Barang

D = Permintaan Tahunan Barang Persediaan, dalam unit S = Biaya Pemesanan untuk Setiap Pesanan

H = Biaya Penyimpanan per unit per tahun

Berdasarkan pengertian EOQ yang telah dibahas diatas maka EOQ dapat diartikan sebagai konsep yang penting dalam pembelian bahan mentah dan penyimpanan barang jadi.

(44)

Gambar 2.22 Penggunaan Persediaan Sepanjang Waktu (Render dan Heizer, 2001, p320)

Gambar

Gambar 2.1 Aktivitas Utama dalam OOA& D         (Mathiassen et al, 2000, p15 & p332 )
Gambar 2.2 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis  ( Mathiassen et al,2000,p46)
Gambar 2.3 Notasi dasar dari class  (Mathiassen et al, pp337-339)
Gambar 2.4 Class Diagram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan atau kendala apa yang dihadapi BKSDA Jawa Timur dalam proses penegakan hukum terhadap orang yang melakukan jual beli satwa yang dilindungi.. 94 Peraturan

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pemanfaatan teknologi oleh orang lanjut usia dan bobot dari

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

Perangkapan kepemimpinan dapat dengan mudah digunakan pemimpin untuk mengakumulasi kekuasaan dengan alasan demi kepentingan masyarakat, sehingga munculnya

Sasaran Kegiatan Lokasi kegiatan Frekuensi kegiatan Waktu Implementasi Bahan dan media yang digunakan Pelaksana (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Masyarakat

tiga kali filtrasi (P3) tidak mengalami penurunan yaitu 0,002 TCU, masih memenuhi standar baku mutu, pada proses filtrasi menggunakan sand filter dan karbon

pemasungan pada klien gangguan jiwa di Desa Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar berdasarkan karakteristik pekerjaan pada masyarakat yang tidak bekerja

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian selanjutnya tidak hanya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), ukuran perusahaan (size),