46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1Hasil Penelitian
4.1.1 Profil SMA Negeri 1 Boja
SMA Negeri 1 Boja merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Kendal, yang beralamat di jalan Raya Bebengan Nomor 203 D Boja, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. SMA Negeri 1 Boja yang didirikan pada tanggal 22 November 1985 itu, sekarang dipimpin oleh Bapak Asari S.Pd. Lokasi sekolah ini sangat strategis karena tèrletak di jalan raya dimana semua angkutan melewati akses jalan tersebut. Sekolah ini memiliki luas tanah sekitar 28.000 m2, luas bangunan 5.683 m2, luas halaman
1007 m2, luas lapangan olahraga 9584 m2, dan
lain-lain 7378 m2. Tanah sekolah ini sepenuhnya milik
negara. Bangunan sekolah pada umumnya dalam kondisi baik.
Berdasarkan tuntutan dan tantangan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah
47 (PP) nomor 19 tahun 2005 dan Peranturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 dan 23 tahun 2006, SMA Negeri 1 Boja memiliki visi “Terwujudnya SMA Unggul yang Religius, Berdaya Saing Global, Berwawasan Lingkungan dan Berakar pada Budaya Bangsa. Melalui visi ini diharapkan mampu memberikan dorongan dan motivasi kepada seluruh warga SMA Negeri 1 Boja memahami apa yang ingin dicapainya, dan secara bersama-sama berupaya keras untuk mencapai visi tersebut melalui misi yang ditetapkan. Misi SMA Negeri 1 Boja antara lain: (1) Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan di SMA Negeri 1 Boja, berupa sarana-prasarana dan infra struktur pendidikan (sekolah) dan penunjang lainnya. (2) Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan yaitu mengupayakan kebutuhan biaya pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat, dengan mencari sumber-sumber yang sah. (3) Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan, sebagai upaya mencapai kualitas pendidikan yang berstandar internasional dalam rangka meningkatkan mutu dan daya saing di era global. (4) Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan, tanpa
48 membedakan layanan pendidikan antar wilayah, suku, agama, status sosial, serta gender. (5) Menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan. (6) Adanya penjaminan bagi lulusan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya atau mendapatkan lapangan kerja sesuai kompetensi.
SMA Negeri 1 Boja pada tahun ajaran 2014/2015 memiliki 27 rombongan belajar yang terdiri dari 9 rombongan belajar Kelas X (sepuluh) meliputi 4 kelas jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), 4 kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan 1 kelas jurusan Bahasa dengan menggunakan Kurikulum 2013, dan 9 rombongan belajar kelas XI (sebelas) yang juga meliputi 4 kelas jurusan MIPA, 4 kelas jurusan IPS
dan 1 kelas jurusan Bahasa
menggunakan Kurikulum 2013, serta 9 rombongan belajar kelas XII (dua belas) meliputi 4 kelas jurusan IPA, 4 kelas jurusan IPS dan 1 kelas jurusan Bahasa yang masih menggunakan Kurikulum KTSP dan menggunakan sistem kelas regular / sistem paket. Jumlah peserta didik seluruhnya sebanyak 823
49 siswa yang terdiri 275 siswa laki-laki dan 548 siswa perempuan.
SMA Negeri 1 Boja dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dan dibantu oleh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten di bidangnya. Jumlah tenaga pendidik yang berstatus PNS sebanyak 43 orang terdiri dari 20 orang guru laki-laki dan 23 orang guru perempuan dan guru PNS dari sekolah lain (pemenuhan mengajar 24 jam) sebanyak 3 terdiri 2 orang guru laki-laki dan 1 orang guru perempuan, sedangkan tenaga guru yang berstatus guru tidak tetap sebanyak 10 orang terdiri dari 5 guru laki-laki dan 5 guru perempuan. Jumlah guru yang sudah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2014 berjumlah 36 orang. Selain itu, SMA Negeri 1 Boja memiliki 19 orang tenaga kependidikan yang terdiri 4 pegawai berstatus PNS dan 15 pegawai berstatus guru tidak tetap. Tenaga kependidikan ini tersebar mulai tenaga administrasi, teknisi, perpustakaan, laboran, satpam, dan kebersihan.
Berdasarkan data dari Tata Usaha SMA Negeri 1 Boja, diketahui bahwa dari tenaga pendidik (guru) PNS maupun wiyata bakti SMA Negeri 1 Boja
50 berkualifikasi pendidikan S2 sebanyak 6 orang, selebihnya semua hampir berkualifikasi pendidikan SI, hanya tinggal 2 orang yang berijasah D3 dan saat ini masih menempuh pendidikan S1.
Sarana dan Prasarana SMA Negeri 1 Boja sudah tergolong cukup lengkap untuk mendukung pelaksanaan proses pembelajaran. Fasilitas tersebut meliputi 27 ruang kelas, 5 laboratorium (laboratorium fisika, biologi, kimia, bahasa dan TIK), perpustakaan, UKS, ruang OSIS, gudang, ruang guru, ruang TU, ruang KS, ruang media, gedung serba guna dan sarana olah raga (lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan bola voly, lapangan bulu tangkis dan perlengkapan tenis meja), toilet guru dan siswa, mushola, koperasi, kantin, pos satpam, tempat parkir.
4.1.2 Konteks Kepemimpinan Partisipatif SMA Negeri 1 Boja dalam Peningkatan Kompetensi pedagogis Guru
Konteks dalam penelitian ini adalah latar belakang, kebijakan dan komitmen penerapan kepemimpinan partisipatif di SMA Negeri 1 Boja. SMA Negeri 1 Boja sudah berumur 29 tahun sejak didirikan pada bulan Juli 1985. Gaya kepemimpinan
51 kepala sekolah yang efektif diperlukan di SMA Negeri 1 Boja dalam menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis. Guru berinteraksi dengan kepala sekolah dengan intensitas sering sehingga proses kepemimpinan berjalan dengan lancar, sebagaimana diungkap dalam petikan wawancara berikut.
Kepala sekolah berinteraksi dengan guru kapan saja. Kepala sekolah sangat terbuka dalam membangun komunikasi dengan guru baik secara formal maupun informal (Wawancara Guru 2, 4/2/2015).
Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan petikan wawancara berikut.
Interaksi antara guru dan Kepala Sekolah terjadi setiap hari, akan tetapi Kepala Sekolah menyediakan waktu minimal 1x dalam sebulan untuk berinteraksi dengan guru secara langsung (pada hari Senin minggu ke-2). Namun, diluar jadwal tersebut, koordinasi dilakukan jika ada kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat periodik maupun kegiatan yang bersifat urgent (mendadak). Selain itu, setiap guru bisa secara langsung berinteraksi/ menghadap Kepala Sekolah jika diperlukan (Wawancara Guru 1, 4/2/2015).
Kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan penting dalam memajukan SMA Negeri 1 Boja. Melalui gaya kepemimpinannya, kepala sekolah menerapkan aktivitas dalam pengambilan keputusan, konsultasi dan delegasi wewenang dalam rangka meningkatkan kompetensi pedagogis guru. Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
52 mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah dalam upaya untuk peningkatan kompetensi tersebut. Berdasarkan wawancara dengan beberapa orang guru, ternyata kepala sekolah selalu turun ke bawah untuk meninjau siswa, guru-guru dan sekaligus menjalin hubungan sosial dan emosional. Konsultasi dilakukan dengan siswa, guru dan karyawan juga rutin dilakukan baik jika terdapat permasalahan maupun tidak. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara berikut.
Konsultasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, tergantung permasalahan yang dihadapi oleh guru. Konsultasi kelompok misalnya mengenai pembuatan perangkat pembelajaran. Kepala Sekolah mengumpulkan guru dalam rangka pembuatan perangkat, menampung kendala-kendala yang dihadapi guru kemudian memberi jalan keluar/ kemudahan, misal dengan memperbaiki/ menambah sarana prasarana untuk menunjang tugas guru dalam melengkapi perangkat pembelajaran (Wawancara Guru 1, 4/2/2015).
Berdasarkan studi dokumentasi terhadap notulen rapat Pleno anggota komite sekolah tanggal 10 September 2014 tertulis bahwa Kepala sekolah menghimbau dan mengajak semua orang tua /wali murid untuk bersama sama bersemangat memajukan sekolah ini untuk bersaing dengan sekolah lain, juga menanamkan disiplin kepada
53 peserta didik. Kepala sekolah juga menghimbau kepada orang tua bila ada masalah agar dibicarakan secara baik-baik dengan pihak sekolah karena kepala sekolah selalu membuka diri untuk menerima aspirasi dari seluruh stakeholder sekolah. Bapak Andang Kuswandriyo selaku orang tua siswa juga memberikan apresiasi atas kemajuan sekolah. Ketua Komite Sekolah di saat yang sama juga menyampaikan bahwa semua program yang telah dirancang dan dimusyawarahkan bertujuan untuk kualitas proses pembelajaran dan penambahan sarana prasarana.
Sebelum rapat pleno diadakan, juga diadakan rapat koordinasi dengan seluruh pengurus Komite Sekolah pada tanggal 19 Mei 2014 dan 2 September 2014 untuk membahas RAKS, RAPBS, Program kegiatan sekolah, permasalahan-permasalahan yang sekolah hadapi dan hal-hal lain yang penting untuk kemajuan sekolah. Kepala sekolah juga berharap agar sering mengadakan koordinasi dengan seluruh stakeholder sekolah untuk membahas kemajuan peserta didik.
Hal ini menunjukan bahwa kepala sekolah selalu melibatkan komite sekolah untuk menyusun
54 program-program sekolah dan juga bermusyawarah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sekolah.
Dari notulen rapat juga diketahui bahwa selain dengan komite sekolah, kepala sekolah juga sering mengadakan rapat koordinasi dengan wali kelas dan wakil kepala sekolah semua bidang serta staf seperti rapat tentang verikasi nilai semester genap yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2014, rapat koordinasi pembagian tugas, rapat pleno Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dilaksanakan tanggal 3 Juni 2014, rapat koordinasi Ulangan Akhir Semester (UAS) pada tanggal 4 Desember 2014, dan lain-lain. Dalam rapat pembagian tugas kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum menyampaikan bagaimana menyusun perangkat pembelajaran yang benar, tentang program induksi guru, tentang tugas dan tanggungjawab guru, dan tentang Penilaian Kinerja Guru.
Guru dan karyawan juga diberi kesempatan untuk menyampaikan kritik dan saran tentang segala hal yang menyangkut persekolahan pada saat
55 rapat koordinasi. Kemudian kepala sekolah memberi respon dan tindak lanjut sebagaimana mestinya.
Dari wawancara dan studi dokumentasi dapat disimpulkan bahwa Kepala Sekolah selau berdiskusi dengan pengurus komite sekolah, para Wakil Kepala Sekolah, guru guru dan staf administrasi sebelum melaksanakan program program sekolah. Ini menunjukkan bahwa Kepala Sekolah sudah menerapkan model MBS yang mendorong partisipasi langsung dari seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh (Nurkolis, 2003:107) bahwa Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gaya kepemimpinan partisipatif sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran proses pendidikan di sekolah. Ketika kepala sekolah sering
56 turun ke bawah untuk mengetahui keluhan keluhan serta masukan dari siswa dan guru, maka program sekolah dapat dikontrol dengan baik.
Wawancara yang dilakukan terhadap kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah berpendapat bahwa warga sekolah perlu dilibatkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam memimpin sekolah. Kepala sekolah memandang pentingnya melibatkan wakil kepala sekolah dan guru sesuai dengan hak dan kewajibannya. Hal ini terlihat pada petikan wawancara berikut.
Yang pertama kaitannya dengan pengampilan keputusan dibagi menjadi keputusan yang harus melibatkan stake holder misalnya tentang membangun sekolah tentunya kita melibatkan mulai dari guru, karyawan, tokoh masyarakat, dan pengurus komite sekolah. Kalau yang berhubungan dengan program sekolah kita harus menerima masukan dari semua komponen setelah disepakati melalui rapat pleno maka menjadi suatu keputusan yang harus dijalankan. Kalau keputusan yang sifatnya yang berhubungan dengan operasional harian sekolah tentu kita akan musyarawarah dengan pihak-pihak terkait sesuai dengan wewenang masing-masing karena di sekolah itu pada dasarnya hak dan kewajiban ada di kepala sekolah dibagi habis tapi tugas dan kewajiban itu berdasarkan struktur organisasi sekolah. Jadi tentu kita tidak bisa melakukan sendiri tapi dilakukan oleh pihak yang berwenang misalnya masalah kurikulum dan implementasinya di lapangan tentu saya akan konsultasi dengan waka kurikulum dan staf-stafnya dan orang-orang yang berkompetensi di bidangnya (Wawancara KS, 09/02/2015).
57 Berdasarkan petikan wawancara dengan kepala sekolah di atas, dapat dipahami bahwa Kepala SMA Negeri 1 Boja mengklasifikasikan konteks kepemimpinan partisipatif dari sudut pandang pengambilan keputusan ke dalam dua jenis berdasarkan orang-orang yang terlibat, yaitu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan stakeholder dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan operasional harian.
Keputusan yang harus melibatkan stakeholder misalnya adalah keputusan membangun sekolah. Jika ada keputusan seperti itu, maka kepala sekolah berpendapat bahwa penting melibatkan guru, karyawan, tokoh masyarakat, hingga komite sekolah. Kepala sekolah memandang bahwa sekolah tidak hanya dimiliki oleh warga sekolah, melainkan juga pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah, sehingga pengambilan keputusan yang besar harus melibatkan komite sekolah hingga tokoh masyarakat.
Demikian juga dengan keputusan yang berkaitan dengan operasional harian, artinya kegiatan-kegiatan teknis untuk menjalankan fungsi-fungsi sekolah, keputusan diambil dengan
58 melibatkan para staf sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan analisis tersebut, dapat dipahami bahwa kepala sekolah menerapkan kepemimpinan partisipatif dalam manajemen kepemimpinan di SMA Negeri 1 Boja.
Demikian juga dengan hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah, wakil kepala sekolah dilibatkan oleh kepala sekolah sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Kepala sekolah memiliki program kerja yang disusun berdasarkan musyawarah dan meminta wakil kepala sekolah untuk mengimplementasikan dengan kontrol dari kepala sekolah. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara sebagai berikut.
Pada prinsipnya saya selaku bidang kurikulum berinteraksi dengan kepala sekolah dalam bidang kurikulum, misalnya interaksi yang kami lakukan dengan kepala sekolah, itu setiap saat dari pagi, jam istirahat dan selesai kegiatan pembelajaran itu dalam kaitan interaksi harian, kemudian dalam mingguan kami selalu melaporkan kegiatan-kegiatan yang kami bidangi pada hal-hal yang perlu kita evaluasi atau kegiatan yang akan kita laksanakan dalam kegiatan di sekolah (Wawancara Wakasek, 06/02/2015).
Dalam petikan wawancara tersebut, wakil kepala sekolah bidang kurikulum menunjukkan bahwa interaksi antara kepala sekolah dengan wakil
59 kepala sekolah sangat intens, hal ini menunjukkan bahwa kepala sekolah melibatkan wakilnya dalam banyak hal berkaitan dengan kurikulum. Fakta ini mengkonfirmasi bahwa memang kepemimpinan yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Boja adalah kepemimpinan partisipatif.
Demikian juga interaksi dengan guru, kepala sekolah berinteraksi dengan guru dalam konteks kepemimpinan partisipatif secara efektif. Hal ini dikonfirmasi dengan petikan wawancara berikut.
Kapan saja guru bisa berinteraksi dengan kepala sekolah. Seringkali, briefing antara guru dan kepala sekolah dilakukan minimal 1x dalam seminggu. Jika guru mempunyai hal yang ingin dibicarakan dengan Kepala Sekolah, maka guru dapat melakukan pertemuan tersendiri (Wawancara Guru 3, 6/2/2015).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan partisipatif telah disadari sebagai pola kepemimpinan yang penting untuk diterapkan di sekolah dengan mempertimbangkan keikutsertaan warga sekolah dalam menjalankan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Melalui kepemimpinan partisipatif, diharapkan semua kebijakan sekolah direspon dengan baik oleh semua stakeholder, tidak terkecuali guru guru, sehingga mereka mempunyai komitmen untuk senantiasa meningkatkan
60 kompetensinya. Dengan demikian sekolah berarti telah menerapkan kebijakan pemerintah tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4.1.3 Input Kepemimpinan Partisipatif dalam peningkatan kompetensi pedagogis
Untuk meningkatkan kompetensi pedagogis guru, diperlukan berbagai input antara lain guru, saranaprasarana, siswa, keuangan. Wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah menerima banyak masukan berhubungan dengan program sekolah mulai dari guru, karyawan, tokoh masyarakat, dan komite sekolah. Sekolah juga didukung sarana prasarana yang harus dikelola dengan melibatkan stakeholder dan pihak-pihak yang diberikan wewenang mengelola asset sekolah.
Kaitannya dengan sarana prasarana, pada prinsipnya sama dengan tadi di atas, ada yang melibatkan stakeholder, ada yang hanya beberapa orang yang sudah diberi wewenang misalnya pengadaan gedung,tempat parkir, lapangan,dsb itu mesti melibatkan masyarakat hal ini adalah komite. Dalam bidang sarana yang sifatnya ringan operasional sehari-hari contoh misalnya pengadaan ATK (alat tulis kantor) maka yang terlibat adalah pengurus barang, wakil kepala bidang sarana prasarana, petugas belanja dan bendahara dan tidak sampai ke komite sekolah, karena sudah diputuskan pada rapat komite.
61
Kepala sekolah tidak melakukan sendiri karena sudah didelegasikan kepada pihak yang berwenang. Kepala sekolah hanya mengontrol, mengkoordinasikan mulai dari merencanakan sampai dengan belanja (Wawancara KS, 09/02/2015).
Petikan wawancara tersebut menunjukkan bahwa sekolah memiliki aset infrastruktur yang pengadaan maupun pengelolaannya melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah, seperti komite sekolah maupun warga sekolah. Kepala sekolah menegaskan bahwa tugasnya hanya mengontrol, mengkoordinasikan dari perencanaan hingga melakukan belanja perlengkapan. Keputusan terkait sarana prasarana dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Input lainnya bersumber dari kompetensi guru. SMA Negeri 1 Boja memiliki jumlah guru yang cukup besar, yaitu 43 orang yang mengampu berbagai mata pelajaran. Guru juga merupakan aset sekolah di bidang sumber daya manusia. Hal yang penting dari guru adalah kualitas SDM yang ditinjau dari kompetensi-kompetensi yang dimilikinya, salah satunya adalah kompetensi pedagogis. Berdasarkan wawancara dengan wakil kepala sekolah juga menyebutkan bahwa wakil kepala sekolah
62 membantu kepala sekolah dalam mengelola guru dengan berbagai macam karakter dan kompetensi yang berbeda-beda. Hal ini dapat dikonfirmasi pada petikan wawancara berikut.
Seperti saya ungkap di depan karena di SMA guru tentu banyak karakter dan pada saat tertentu kita sudah melakukan pembekalan misalnya dalam bentuk IHT berkaitan dengan pembelajaran, berkaitan dengan persiapan mengajar dan sebagainya. Pada prakteknya di lapangan yang berkaitan dengan pembelajaran yang saya amati teman-teman dalam hal melaksanakan proses pembelajaran pada umumnya sudah melaksanakan apa yang sudah direncanakan kemudian di lanjutkan dalam hal pelaksanaan. Berkaitan dengan pelaksanaan karena guru prinsipnya salah satu tugasnya sebagai motivator maka tentunya siswa di kelas juga bervariasi, dengan variasi-variasi tadi mungkin ada siswa yang kurang, maka pada saat saya mewakili kepala sekolah dalam melaksanakan pendelegasian supervisi banyak teman yang sudah memotivasi siswa. Kaitannya dengan motivasi tadi ada yang dengan cara memberi suatu reward atau penghargaan dengan suatu bahasa-bahasa tertentu yang tentunya akan memberikan motivasi siswa dalam hal pembelajaran, khususnya mata pelajaran yang guru ampu tersebut, kalau ada siswa yang kurang memperhatikan, guru memberi suatu punishment atau teguran, namun hukuman-hukuman tersebut sifatnya teguran, dan mendidik yang dilakukan oleh guru (Wawancara Wakasek, 06/02/2015).
Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum banyak menyoroti kompetensi pedagogis guru yang bervariasi terutama dalam hal pemberian motivasi
63 kepada siswa. Banyak guru yang telah menerapkan pemberian motivasi melalui reward dan punishment. Wakil kepala sekolah memandang bahwa guru sudah menerapkan pembelajaran sesuai dengan perencanaan dan juga sesuai dengan ilmu yang diperoleh dari kegiatan In House Training (IHT) yang diselenggarakan oleh sekolah. Misalnya IHT tentang pembelajaran berbasis Information Technology, tentang penulisan karya ilmiah, tentang kurikulum 2013, dan sebagainya.
Berdasarkan studi dokumentasi, dapat diketahui bahwa SMAN 1 Boja sudah mempunyai fasilitas pembelajaran yang bagus seperti 4 laboratorium, lapangan basket, tenis dan sepakbola, LCD yang tersedia di tiap ruang kelas dan sebagainya. Dengan adanya fasilitas tersebut tentu mempermudah guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai metode dan model sehingga proses pembelajaran akan lebih menarik dan siswa akan lebih termotivasi untuk belajar.
Siswa siswa SMAN 1 Boja berasal dari berbagai latar belakang. Dari latar belakang yang berbeda itu berarti merupakan tantangan bagi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang
64 menarik sehingga nantinya akan menghasilkan output yang bagus. Disinilah letak pentingnya penguasaan kompetensi pedagogis guru.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa input yang berupa guru, siswa ,sarana prasarana, dan dana yang dimiliki sekolah harus dikelola dengan sebaik baiknya oleh kepala sekolah melalui kepemimpinan partisipatif.
4.1.4 Proses Kepemimpinan Partisipatif dalam peningkatan kompetensi pedagogis guru
Proses dalam penelitian ini terdiri dari tiga aktivitas kepemimpinan partisipatif, yaitu: (1) pengambilan keputusan, (2) konsultasi, (3) pendelegasian wewenang.
4.1.4.1 Pengambilan Keputusan
Kepala sekolah menyebutkan bahwa setiap pengambilan keputusan selalu melibatkan pihak-pihak terkait dan dimusyawarahkan di forum rapat. Jika ada kendala, karena kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama, maka kepala sekolah bisa memberikan bantuan dan memastikan bahwa
65 masalah itu dapat diselesaikan. Hal ini sebagaimana petikan wawancara berikut.
Jika ada kendala karena kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama maka kepala sekolah bisa memberikan bantuan tergantung dari masalah apa yang dihadapi. Kalau ada masalah yang berat atau ringan yang jelas kepala sekolah memastikan bahwa masalah itu dapat diselesaikan dan harapannya adalah masalah itu dapat diselesaikan oleh masing-masing pihak, kepala sekolah tidak melakukan sendiri tetapi justru kawan-kawan pelaksanaannya (Wawancara KS, 09/02/2015).
Wawancara dengan para guru juga mengkonfirmasi proses partisipasi dalam pengambilan keputusan ini. Guru berpendapat bahwa kepala sekolah selalu melibatkan stakeholder dalam pengambilan keputusan. Guru sering dilibatkan baik dalam hal akademis seperti permasalahan siswa maupun non akademis seperti pembangunan gedung baru. Guru juga merasa dihargai karena perannya yang diakui sebagai roda penggerak program-program sekolah. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara berikut.
Proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan sekolah dilakukan secara proporsional sesuai dengan kepentingan dan masalah yang berkaitan. Dalam hal peningkatan kinerja sekolah, semua komponen sekolah dilibatkan melalui rapat dinas. Apabila ada permasalahan di sekolah, pengambilan keputusan akan melibatkan
66
komponen sekolah yang terkait dengan masalah yang akan diselesaikan. Untuk penyediaan sarana dan prasarana, pengambilan keputusan hanya melibatkan pengadaan barang. Sementara guru dilibatkan dalam pembicaraan dan musyawarah yang berhubungan dengan kinerja guru atau masalah siswa (Wawancara Guru 2, 4/2/2015).
Hal itu juga didukung dengan petikan wawancara dengan dua orang guru sebagai berikut.
Proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan sekolah dilakukan secara bersama-sama dalam suatu rapat yang dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah (Wawancara Guru 1, 4/2/2015).
Tentang proses pengambilan keputusan, guru dilibatkan dalam hal yang bersifat akademis/non akademis, contohnya rencana pembangunan gedung baru sekolah ataupun juga tentang masalah peserta didik. Guru selalu dilibatkan oleh Kepala Sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah, karena guru sebagai roda penggerak utama jalannya sekolah (Wawancara Guru 4, 14/2/2015).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sudah menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif. Kepala sekolah selalu bermusyawarah dengan seluruh stakeholder, meminta saran dan masukan sebelum mengambil keputusan.
67 4.1.4.2 Respon terhadap Konsultasi
Berkaitan dengan proses konsultasi, kepala sekolah berpendapat bahwa pada dasarnya semua kegiatan di sekolah baik yang dilaksanakan siswa, guru dan staf tata usaha, itu semua harus dikonsultasikan artinya kepala sekolah harus tahu. Wakil kepala sekolah harus konfirmasi untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan wewenang masing-masing. Walaupun sudah ada programnya tetap harus dikonsultasikan misalnya akan mengadakan ulangan umum, UTS tentu wakasek kurikulum akan konsultasi bagaimana pelaksanaan, pendanaan dan sebagainya. Jadi konsultasi wajib sifatnya baik diminta maupun tidak termasuk guru-guru yang bermasalah dalam arti masalah menjalankan tugasnya. Apalagi guru baru harus banyak konsultasi. Hal ini dikonfirmasi dengan petikan wawancara berikut.
Pengertian konsultasi di sini misalnya konsultasi yang berkaitan dengan tugas masing-masing. Contoh wakasek sarana dalam menjalankan tugasnya tentu sebelum dijalankan dia harus konsultasi dulu dengan kepala sekolah. Pada dasarnya semua kegiatan di sekolah baik yang dilaksanakan siswa, guru dan TU itu semua harus dikonsultasikan artinya kepala sekolah harus tahu. Wakil kepala sekolah harus konfirmasi untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan wewenang masing-masing. Walaupun
68
sudah ada programnya tetap harus dikonsultasikan misalnya akan mengadakan ulangan umum, UTS tentu wakasek kurikulum akan konsultasi bagaimana pelaksanaan, pendanaan dan sebagainya. Jadi konsultasi wajib sifatnya baik diminta maupun tidak termasuk guru-guru yang bermasalah dalam arti masalah menjalankan tugasnya. Apalagi guru baru harus banyak konsultasi (Wawancara KS, 09/02/2015).
Dalam petikan wawancara tersebut, kepala sekolah juga memandang bahwa proses konsultasi merupakan proses yang penting karena melalui proses tersebut kepala sekolah bisa melakukan pengawasan.
Jika ada permasalahan, intervensi yang dilakukan oleh kepala sekolah bukan bersifat pengambilalihan tugas, melainkan hanya memberikan alternatif solusi. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara berikut.
Segala sesuatu sudah sesuai dengan tugas dan wewenangnya tetapi saya menyadari tidak semua orang mampu menjalankan tugas itu. Apabila tidak mampu, kepala sekolah melakukan intervensi . Ini bukan intervensi mengambil alih tugas tetapi untuk diberi jalan keluar dengan jalan musyawarah. Misalnya ada guru mengajarnya siswanya ramai maka guru tersebut diajak diskusi karena itu guru baru yang sudah mampu tapi minder maka saya arahkan dan beri motivasi dan yang penting kita evaluasi dan dikontrol, tanpa ada kontrol yang baik tidak akan dapat menjadi baik.
Dukungannya dengan memberikan masukan, jalan keluar. Tindak lanjutnya yaitu kita awasi
69
terus, kita kontrol sehingga apa yang dikehendaki bersama dipastikan akan terjadi perubahan. Misalnya guru tidak bisa menguasai kelas tadi kita beri dorongan dengan pengalaman kita, tindak lanjutnya kita pantau untuk memastikan kita diskusi agar ada perubahan dari guru tersebut (Wawancara KS, 09/02/2015).
Ada beberapa pola yang diterapkan kepala sekolah berkaitan dengan konsultasi guru, yaitu konsultasi individu dan kelompok. Konsultasi sering dilakukan oleh guru apabila ada permasalahan yang berkaitan dengan kinerja guru atau berkaitan dengan permasalahan siswa. Hal ini dikonfirmasi dengan petikan wawancara dengan dua orang guru berikut.
Konsultasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, tergantung permasalahan yang dihadapi oleh guru. Konsultasi antara kepala sekolah dan guru dilakukan apabila terjadi masalah yang berhubungan dengan kinerja guru atau permasalahan siswa. Hal ini penting dilakukan karena gurulah yag paling mengerti kondisi siswa sehari-hari. Kesepakatan pada setiap konsultasi dilakukan secara mufakat dengan pertimbangan kepala sekolah dalam menentukan sasaran-sasaran yang akan dibidik. Kepala sekolah melakukan intervensi pada penyelesaian masalah yang akan berdampak pada sekolah. Kepala sekolah mengggunakan pendekatan personal dan juga pedekatan terbuka, yaitu langsung mengungkapkan di depan forum. Dukungan yang diberikan kepala sekolah belum terlihat secara konkret namun kepala sekolah telah melaksanakan pengawasan sebagai tindak lanjut konsultasi (Wawancara Guru 2, 4/2/2015).
70
Untuk konsultasi di SMA Boja ada kondisi yang kondusif karena selama ini kepala sekolah tidak pernah membatasi , kepala sekolah memberi bimbingan dan arahan dan petunjuk setiap saat kepala sekolah siap. Konsultasi dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun sesuai dengan kebutuhan. Kepala sekolah sering membuka diri setiap rapat kalau ada hal-hal tertentu yang perlu disampaikan, dengan terbuka kepalasekolah selalu menyediakan waktu untuk konsultasi tersebut. Ini menunjukan bukti bahwa kepala sekolah tidak otoriter. (Wawancara guru agama 14/2/15)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsultasi sangat penting dalam kepemimpinan partisipatif. Konsultasi adalah bagian dari komunikasi. Komunikasi yang baik antara kepala sekolah dan guru akan menghasilkan guru yang termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya.
4.1.4.3 Pendelegasian Wewenang
Berkaitan dengan aktivitas pendelegasian wewenang, kepala sekolah memandang hal tersebut yang paling penting dalam manajemen. Pembagian wewenang dari atasan kepada struktur organisasi itu wajib hukumnya karena pada dasarnya wewenang itu dimiliki oleh kepala sekolah tetapi tidak mungkin kepala sekolah menjalankan tugas dan wewenang yang begitu banyaknya. Oleh karena
71 itu, dalam organisasi baik wewenang itu didistribusi sesuai dengan bidang masing-masing. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara berikut.
Ini hal yang paling penting dalam manajemen yaitu pembagian wewenang dari atasan kepada struktur organisasi itu wajib hukumnya karena pada dasarnya wewenang itu punya kepala sekolah tetapi tidak mungkin kepala sekolah menjalankan tugas dan wewenang yang begitu banyaknya. Oleh karena itu dalam organisasi baik wewenang itu kita bagi habis sesuai dengan bidang masing-masing. Misalnya bidang kurikulum kita delegasikan wakasek kurikulum dan staf, demikian pula yang lain termasuk tukang kebun itu juga diberi wewenang. Semua mendapat tugas dan wewenang. Pendelegasian tugas dan wewenang yang baik akan menentukan berhasil tidaknya program organisasi ini. Nanti kalau ada masalah atau kendala dalam pelaksanaannya maka kita adakan evaluasi atau kontrol . Harus ada kontrol atau evaluasi, dan yang paling penting lagi suri tauladan. Contoh, orang sekarang tidak perlu digurui dengan ilmu yang penting diberi contoh di lapangan bagaimana kita mengelola anak, bagaimana kita bersikap terhadap kedisiplinan sekolah. Kalau kita bisa memberikan contoh mereka akan ikut kita dalam kegiatan sekolah. Kalau kepala sekolah hanya duduk dikantor saja kepala sekolah susah mengontrol kegiatan ini dan mendorong dalam pelaksanaannya. Sekali lagi bahwa tugas dan wewenang itu harus dibagi apalagi organisasi besar tetapi yang paling penting adalah setelah dibagi maka bagaimana kita mengevaluasi dan kontrol setiap harinya. (wawancara KS 9/2/15)
Dalam hal ini, guru mengakui sering menerima tugas dalam rangka pendelegasian
72 wewenang. Guru berpendapat bahwa pendelegasian wewenang merupakan proses yang penting agar suatu kegiatan dapat terlaksana dengan lancar walaupun kepala sekolah berhalangan. Kepala Sekolah melakukan pendelegasian tugas langsung kepada guru yang ditunjuk dengan Surat Keputusan dengan tembusan kepada pihak-pihak yang terkait, sehingga pelaksana dan penanggung jawab wewenang menjadi jelas dan pengawasan tugas juga mudah. Hal ini dikonfirmasi dengan petikan wawancara berikut.
Pendelegasian wewenang dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru melalui surat delegasi jika terkait dengan lomba/kejuaraan dll. Melalui surat tugas akan adanya suatu kegiatan. Didelegasikan secara penuh kepada guru. Kepala Sekolah sebagai pelindung/penanggungjawab, dengan adanya pendelegasian maka guru dapat melakukan hal yang dipandang penting/perlu untuk dilakukan agar kegiatan/acara yang direncanakan dapat berjalan dengan baik.Kepala sekolah meminimumkan konflik-konflik dari dampak pendelegasian wewenang dengan cara memilih personil yang dianggap mampu (senior) dalam melakukan kegiatan tersebut. Komunikasi pendelegasian wewenang dengan dilakukan dalam tim inti, jika ada kesulitan terkait dengan pelaksanaan kegiatan, dapat dikonsultasikan kepada Kepala Sekolah. Pengawasan dilakukan secara langsung dan diakhiri dengan adanya laporan pertanggungjawaban kegiatan (Wawancara Guru 4, 14/2/2015).
73 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepala sekolah selalu mendelegasikan tugas dan wewenang kepada semua guru dan staf tata usaha. Dengan mendelegasikan tugas dan wewenang berarti memberi kesempatan kepada guru untuk meningkatkan motivasi dan kompetensinya. Ini adalah wujud dari kepemimpinan partisipatif.
4.1.5 Produk Kepemimpinan Partisipatif dalam peningkatan kompetensi Pedagogis guru Produk dalam penelitian ini adalah kompetensi pedagogis guru. Penilaian dan pembinaan kompetensi pedagogis guru, menurut kepala sekolah, tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah, melainkan didelegasikan kepada guru senior. Kepala sekolah memandang kompetensi pedagogis guru sudah baik, beberapa guru yang masih memerlukan pembinaan dipanggil untuk diberi masukan agar mampu melakukan perbaikan.
Wakil kepala sekolah juga menyampaikan bahwa sekolah memiliki program In House Training (IHT) untuk meningkatkan kualitas guru, misalnya melakukan IHT yang berkaitan dengan pembelajaran dan peningkatan ketrampilan. Dari situlah harapan
74 kami akan meningkatkan kompetensi pedagogis dari guru-guru. Wakil kepala sekolah berpendapat bahwa dengan pengalaman sekolah sebagai RSBI, maka tingkat pemahaman guru dalam hal pedagogisnya lebih dari cukup, karena sekolah selalu menfasilitasi berkaitan dengan peningkatan-peningkatan pedagogis dari guru tersebut. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara sebagai berikut.
Ini sekolah yang besar tidak semuanya harus dilakukan kepala sekolah, jadi penanganan pedagogis guru, pada prakteknya dengan pembagian tugas kepada guru senior untuk melaksanakan tugas supervisi baik di dalam kelas maupun di luar kelas karena dengan jumlah yang besar ini tanpa melibatkan guru-guru senior itu repot. Lebih fokus supervisi ini kita arahkan kepada guru yang baru dan sekarang ada program yang namanya program induksi guru pemula. Artinya guru pemula tidak bisa dilepas tetapi harus dibimbing oleh guru senior atau guru yang ditugasi oleh kepala sekolah untuk memberikan pembimbingan. Tahun ini berlaku. Dalam hal ini yang terlibat adalah kepala sekolah , waka kurikulum dan guru senior dan itu akan memantau terhadap guru pemula. Jadi sebenarnya kualitas guru sangat ditentukan oleh supervise akademik di dalam kelas. Sehingga bisa meningkatkan pengalaman, Boja saya yakin sebagian besar sudah bagus tetapi ada beberapa guru yang belum menggunakan kurikulum, dia ngajar berdasarkan feeling. Maka guru tersebut kita panggil, kita ajak diskusi agar guru tersebut mengikuti silabus dan pedoman yang ada. Kita panggil sifatnya memberi masukan, akhir kita memastikan bahwa yang bersangkutan
75
melakukan perubahan dalam mengajar dan mengelola kelas (Wawancara KS, 09/02/2015).
Di lain pihak, guru berpendapat bahwa mereka telah melaksanakan tugas yang berkaitan dengan kompetensi pedagogis dengan baik. Kegiatan tersebut berupa pengelolaan kelas, pemberian motivasi dan reward. Namun, salah satu responden menyatakan ketidaksetujuannya dengan pemberian
punishment. Hal ini berdasarkan petikan wawancara
berikut.
Menurut saya saya telah mengelola kelas dengan baik, sebagai contoh sebelum pelajaran dimula saya terlebih dahulu mengatur tempat duduk untuk memudahka proses KBM dan tidak monoton. Kemudian selama pelajaran berlagsug saya sering keliling kelas utuk memastikan siswa belajar dengan maksimal dan kondisi kelas menjadi kondusif. Saya memotivasi siswa dengan memberikan komentar positif pada setiap jawaban yang diberikan siswa. Dengan begitu siswa akan merasa nyaman dan termotivasi dalam menjalani proses pembelajaran. Dalam KBM, saya juga memberikan reward kepada siswa dalam bentuk pujian pada hasil kerja siswa. Tetapi saya tidak setuju degan istilah punishment karena dalam KBM siswa berproses utuk menyerap materi pelajaran dan bertumbuh menjadi pribadi yag lebih baik. Jadi, akan lebih baik apabila diberikan kritikan yang membangun pada kesalahan yag dilakukan (Wawancara Guru 2, 4/2/2015)
76 Hal itu juga didukung dengan pernyataan dari Wakil Kepala Sekolah bagian Humas dan guru seperti dalam petikan wawancara berikut.
Ya, guru selalu berinovasi dalam proses pembelajaran baik dengan penggunakan metode, strategi, media maupun cara-cara lain yang senantiasa dilakukan dalam rangka siswa menjadi aktif. (wawancara waka humas, 27/2/15)
Kami berupaya untuk paham dan hafal pada semua siswa. Dengan memberikan joke yang bersifat mendidik misalnya guru sudah mempunyai peta anak-anak yang mempunyai pasangan dikelas.Kompetensi pedagogis guru secara umum sudah bagus, namun peningkatan kemampuan harus dilakukan terus menerus karena kehidupan selalu menuntut kita untuk selalu belajar dan belajar. (wawancara guru 4, 14/2/15)
Pada kegiatan Forum Group Discussion(FGD), kepala sekolah menyatakan bahwa kompetensi pedagogis perlu mendapat perhatian yang serius dibandingkan dengan kompetensi yang lain. Maka dengan adanya program guru induksi yang sudah dimulai tahun ini akan sangat membantu meningkatkan kompetensi guru, antara lain kompetensi pedagogis.
Dari keseluruhan wawancara tersebut dapat mengkonfirmasi bahwa kemampuan pedagogis guru sudah baik, dimana guru selalu menyajikan
77 pembelajaran dengan berbagai metode media dan model untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Model evaluasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Stuflebearn (2003) yaitu model Context, Input, Process, dan Product (CIPP). Konteks yang diangkat adalah kepemimpinan partisipatif latar belakang, kebijakan dan komitmen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan partisipatif memandang penting untuk melibatkan stakeholder maupun staf dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan kaidah bahwa pada intinya kepemimpinan pertisipatif adalah kepemimpinan yang selalu melibatkan seluruh elemen organisasi dalam mengambil kebijakan organisasi. Titik tekannya hanya kepada penggunaan patisipasi mereka, pemimpin hanya akan menjadi seseorang yang melegalkan apa yang menjadi keputusan semua pihak.
78 Input dalam penelitian ini meliputi guru dan sarana prasarana yang ada di SMA Negeri 1 Boja. Wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah menerima banyak masukan mulai dari guru, karyawan, tokoh masyarakat, komite sekolah berhubungan dengan program sekolah. Sekolah juga didukung sarana prasarana yang harus dikelola dengan melibatkan stakeholder dan pihak-pihak yang diberikan wewenang mengelola aset sekolah.
Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal memiliki berbagai keragaman, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan (Runtuwene, n.d). Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi yang otonom diberikan peluang untuk mengelolah dalam proses koordinastif untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan (Atmodiwirio, 2000). Konsep
79 pemikiran tersebut telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan yang berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Aset yang dimiliki sekolah harus dkelola dengan baik sebagai input sekolah.
Proses dalam penelitian ini terdiri dari tiga aktivitas kepemimpinan partisipatif, yaitu: (1) pengambilan keputusan, (2) konsultasi, (3) pendelegasian wewenang. Kepala sekolah menyebutkan bahwa setiap pengambilan keputusan selalu melibatkan pihak-pihak terkait dan dimusyawarahkan di forum rapat. Jika ada kendala, karena kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama, maka kepala sekolah bisa memberikan bantuan dan memastikan bahwa masalah itu dapat diselesaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahjosumiodjo (2011:92) yang menjelaskan ada empat aktivitas kepala sekolah sebagai pengambil keputusan yaitu: entrepeneur, disturbance handler (pemerhati gangguan), resource allocater (penyedia segala sumber), dan negotiator roles. Entrepeneur artinya kepala sekolah selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai
80 macam pemikiran program-program baru. Kepala sekolah dalam mengambil keputusan selalu bertujuan untuk mningkatkan kualitas sekolah.
Distributor handler artinya memperhatikan gangguan
yang timbul di sekolah. Berbagai masalah atau kendala yang timbul selalu diperhatikan oleh kepala sekolah karena kepala sekolah merasa bertanggung jawab terhadapnya. Resource roles artinya menyediakan segala sumber daya sekolah. Negotiator
roles artinya kepala sekolah harus mampu untuk
mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar. Di sinilah letak kepemimpinan partisipatif yang dilakukan oleh kepala SMA Negeri 1 Boja yang melibatkan setiap stake holder dalam setiap pengambilan keputusan. Bagaimana cara pemimpin mengambil putusan yang menunjukkan gaya kepemimpinannya. Dengan demikian pengambilan putusan merupakan fungsi kepemimpinan yang sangat berpengaruh atau menentukan proses dan tingkat keberhasilan kepemimpinan di SMA Negeri 1 Boja. Ini juga sesuai dengan pendapat Purwanto (2012:70) bahwa
participative decision making atau shared decision making adalah cara pengambilan putusan yang
81 mengikut sertakan bawahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan putusan yang partisipatif dapat meningkatkan keefektifan organisasi atau lembaga.
Demikian juga dengan proses konsultasi, kepala sekolah berpendapat bahwa pada dasarnya semua kegiatan di sekolah baik yang dilaksanakan siswa, guru dan staf administrasi itu semua harus dikonsultasikan. Artinya kepala sekolah harus tahu. Wakil kepala sekolah harus konfirmasi untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan wewenang masing-masing. Jadi konsultasi wajib sifatnya baik diminta maupun tidak. Termasuk guru-guru yang bermasalah dalam arti masalah dalam menjalankan tugasnya. Hal ini sesuai dengan tujuan konsultasi menurut Dale (Sudarmanto, 2009:239) adalah untuk: (1) mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari seseorang membuat keputusan pribadi yang penting, (2) menetapkan tujuan pribadi yang dapat dicapai, (3) menyusun solusi yang efektif untuk masalah pribadi atau antarpribadi, (4) menghadapi lingkungan yang sulit, dan (5) menghadapi emosi pribadi yang negatif. Untuk dapat menjadi konselor yang baik, seorang
82 kepala sekolah harus memiliki kompetensi meliputi: (1) mendengarkan yang baik, (2) memahami masalah yang disampaikan oleh bawahan, (3) mencari tahu inti permasalahan, (4) bersikap empatis terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan, dan (5) memberikan arah jalan keluar (Sudarmanto, 2009:239).
Berkaitan dengan proses pendelegasian wewenang, kepala sekolah memandang hal tersebut yang paling penting dalam manajemen. Pembagian wewenang dari atasan kepada struktur organisasi itu wajib hukumnya karena pada dasarnya wewenang itu dimiliki oleh kepala sekolah tetapi tidak mungkin kepala sekolah menjalankan tugas dan wewenang yang begitu banyaknya. Kepala sekolah juga harus mendukung upaya pemecahan setiap permasalahan, namun tidak perlu memecahkan persoalan sendiri tetapi dapat mendelegasikan tugas dan wewenang kepada bawahan yang berkompeten di bidangnya, sehingga bila masalah itu berhasil dipecahkan, orang yang diberi wewenang akan memperoleh kepuasan batin yang besar, yang sangat penting untuk memotivasi dan meningkatkan rasa percaya diri dan akhirnya
83 akan mampu menyelesaikan persoalan yang sulit dengan lebih baik. Dengan memberi kesempatan kepada bawahan agar terbiasa mengatasi kesulitan, kepala sekolah berarti telah mendorong dan meningkatkan kemajuan sekolah secara umum. Namun dalam kasus tertentu yang rumit, kepala sekolah akan mengambil keputusan sendiri. Tindakan kepala sekolah seperti itu sesuai dengan pendapat Danim dan Suparno (2009: 88) yang menyatakan bahwa kunci sukses kepemimpinan kepala sekolah antara lain adalah mempercayai staf pengajar dan mendelegasikan tugas dan wewenang. Meskipun sebenarnya kepala sekolah mampu mengatasi sendiri kesulitan itu dengan lebih cepat, tetapi akan lebih baik jika dia menyerahkan kepada wakil dan staf pengajar sebagai bahan latihan.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Wahyosumidjo (2002:94) yang menjelaskan tujuan pendelegasian wewenang, yaitu bahwa: (1) pendelegasian memungkinkan manajer mencapai hasil yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri, (2) agar organisasi berjalan lebih efisien, (3) pendelegasian memungkinkan manajer dapat memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas
84 prioritas yang lebih penting, (4) dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau keberhasilan.
Delegasi wewenang yang efektif (Hasibuan, 2005: 84) dapat dicapai dengan cara-cara: (1) Memutuskan pekerjaan mana yang akan didelegasikan, akrena tidak semua pekerjaan dapat didelegasikan; (2) Memutuskan siapa yang akan memperoleh penugasan, dengan beberapa pertimbangan: waktu yang dipunyai karyawan, kemampuan yang dimiliki karyawan dan kesempatan yang akan dimanfaatkan oleh karyawan; (3) Mendelgasikan tugas, disertai dengan informasi dan pemberian wewenang ysng cukup dan bentuk hasil yang diharapkan; (4) Menetapkan
feedback, untuk memonitor kemajuan yang dicapai
oleh bawahan.
Yukl (2007:124) menjelaskan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pendelegasian tugas dan wewenang yang meliputi aspek karakteristik personal dan tugas serta kontrol delegasi. Karakteristik personal dan tugas adalah
85 berkaitan dengan pentingnya delegasi serta siapa yang didelegasikan. Kontrol delegasi adalah berkaitan dengan seberapa besar wewenang didelegasikan, komunikasi wewenang, delegasi wewenang dan pengawasan, bagaimana meminimumkan konflik-konflik dari dampak wewenang serta apa yang harus dikerjakan bila seseorang menyalahi wewenang.
Muara dari kepemimpinan partisipatif adalah meningkatnya kompetensi pedagogis guru. Kepala sekolah memandang kompetensi pedagogis guru sudah baik, beberapa guru yang masih memerlukan pembinaan dipanggil untuk diberi masukan agar mampu melakukan perbaikan. Model kepemimpinan partisipatif sangat berkaitan dengan performa kompetensi pedagogis yang dimiliki guru. Guru yang terbiasa dengan model kepemimpinan partisipatif diduga memiliki kompetensi pedagogis yang lebih baik. Hal ini dapat ditinjau secara teroretis bahwa guru yang banyak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan akan terbiasa dengan suasana demokratis. Guru tersebut akan membawa budaya tersebut ke dalam kelas sehingga siswa juga akan dilibatkan dalam proses-proses pembelajaran.
86 Hal tersebut sesuai dengan pendapat Purwanto (2012:145) bahwa partisipasi guru dalam administrasi sekolah sangat penting dan menjadi keharusan. Partisipasi dimaksud hendaknya ditafsirkan sebagai kesempatan kesempatan kepada para guru dan kepala sekolah untuk memberi contoh tentang bagaimana demokrasi dapat diterapkan untuk memecahkan berbagai masalah pendidikan.
Juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Helen M. Marks and Susan M. Printy (2003). Penelitian ini menfokuskan pada hubungan kepemimpinan sekolah antar kepala sekolah dan guru. Studi ini menunjukkan bahwa kerja sama aktif antara kepala sekolah dan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi atau perfoma siswa. Kepemimpinan yang terintegrasi besar pengaruhnya pada kinerja sekolah, yang diukur dengan kualitas pedagogis guru dan prestasi siswanya mengalami peningkatan yang signifikan. Adapun perbedaannya dengan penulis lakukan adalah bahwa kepemimpinan yang melibatkan kerja sama yang baik dengan seluruh stakeholder akan
87 menghasilkan guru dengan kompetensi pedagodis yang baik.
Penerapan kepemimpinan partisipatif juga memiliki hambatan dalam pelaksanaannya. Kepala sekolah membutuhkan waktu untuk membiasakan warga sekolah menerapkan kepemimpinan partisipatif. Guru membutuhkan waktu untuk terbiasa memperoleh disposisi tugas yang berkaitan dengan pengambilan keputusan atau pendelegasian wewenang. Kendala yang kadang terjadi adalah ketika beberapa guru menolak diberi tugas dengan alasan tidak sesuai dengan tugas pokok maupun keahliannya, padahal kepala sekolah bermaksud untuk melatih guru tersebut agar juga memiliki keahlian yang diharapkan. Dalam hal ini, solusi yang dilakukan kepala sekolah adalah dengan melakukan pendekatan agar guru tersebut bersedia belajar dan berpikir untuk maju.
Kendala yang lain adalah bahwa beberapa guru cukup tertutup dan jarang berdiskusi terkait masalah yang sedang dihadapi. Hal ini berakibat pada hambatan yang terjadi pada proses konsultasi. Kepala sekolah mengharapkan bahwa guru bersikap terbuka dalam berkonsultasi. Kepemimpinan
88 partisipatif harus mendapatkan respon yang positif dari seluruh warga sekolah karena inti utama dari kepemimpinan partisipatif adalah keterlibatan warga sekolah.
Dari hasil penelitian ini diharapkan kepala sekolah mengimplementasikan kepemimpinan partisipatif demi kemajuan pendidikan. Para guru juga hendaknya memanfaatkan peluang peluang yang diberikan kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensinya, terutama kompetensi pedagogis yang kadang kadang kurang mendapat perhatian.