D E VA D A H A S U T TA ( M N 1 0 1 )
A S H I N K H E M I N D A
Khotbah
5. Ketika hal itu telah dikatakan, Aku, wahai para bhikkhu, berkata ini kepada para
Nigaṇṭha — ‘Lima hal ini, wahai teman-teman Nigaṇṭha, yang menghasilkan
konsekuensi tepat di sini dan saat ini. Lima yang manakah? Keyakinan, preferensi,
desas-desus, pertimbangan yang masuk akal dan penerimaan suatu pandangan
setelah merenungkannya — inilah, wahai teman-teman Niga
ṇṭ
ha, lima hal yang
menghasilkan konsekuensi tepat di sini dan saat ini.
Di sini, seperti apakah keyakinan para yang mulia Niga
ṇṭ
ha terhadap guru yang
berbicara tentang masa lalu? Preferensi yang seperti apakah? Desas-desus yang
berulang-ulang yang seperti apakah? Pertimbangan yang masuk akal yang seperti
apakah? Penerimaan suatu pandangan setelah merenungkannya yang seperti
apakah?’ Membicarakan yang demikian, wahai para bhikkhu, Aku tidak melihat
“Dan lagi, wahai para bhikkhu, Aku berkata demikian kepada mereka, para Nigaṇṭha —
‘Apa pendapatmu, wahai teman-teman Nigaṇṭha, pada saat di mana terdapat daya upaya
yang intens, cara yang keras, pada waktu itu apakah kalian merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens? Akan tetapi ketika tidak ada daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu apakah kalian tidak merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens?
“Wahai teman Gotama, pada saat di mana terdapat daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kami merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; akan tetapi ketika tidak ada daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kami tidak merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens.”
6. “Jadi, sepertinya, wahai teman-teman Nigaṇṭha, pada saat di mana terdapat daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kalian merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; akan tetapi ketika tidak ada daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kalian tidak merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens. Dalam keadaan yang demikian itu, tidak masuk akal bagi
para yang mulia Nigaṇṭha untuk menyatakan — “Apa pun yang seseorang rasakan, baik
suka, duka maupun bukan-duka-dan-bukan-pula-suka, semuanya itu disebabkan oleh apa yang telah dia lakukan di masa lalu.
Jadi, dengan menghilangkan kamma-kamma yang telah lampau melalui praktik pertapaan dan dengan tidak melakukan kamma-kamma yang baru maka tidak akan ada efek di masa depan. Dari tiadanya efek di masa depan, kehancuran kamma; dari kehancuran kamma, kehancuran penderitaan; dari kehancuran penderitaan, kehancuran perasaan; dari kehancuran perasaan, segala bentuk penderitaan akan habis. Seandainya
saja, wahai teman-teman Nigaṇṭha, pada saat di mana terdapat daya upaya yang intens,
cara yang keras, kalian tidak merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; akan tetapi ketika tidak ada daya upaya yang intens, cara yang keras, kalian merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut
yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; dalam keadaan yang demikian itu, pantaslah bagi para yang mulia Nigaṇṭha untuk
menyatakan — “Apa pun yang seseorang rasakan, baik suka, duka maupun bukan-duka-dan-bukan-pula-suka, semuanya itu disebabkan oleh apa yang telah dia lakukan di masa lalu. Jadi, dengan menghilangkan kamma-kamma yang telah lampau melalui praktik pertapaan dan dengan tidak melakukan kamma-kamma yang baru maka tidak akan ada efek di masa depan. Dari tiadanya efek di masa depan, kehancuran kamma; dari kehancuran kamma, kehancuran penderitaan; dari kehancuran penderitaan, kehancuran perasaan; dari kehancuran perasaan, segala bentuk penderitaan akan habis.”
“Oleh karena, wahai teman-teman Nigaṇṭha, pada saat di mana terdapat daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kalian merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; akan tetapi ketika tidak ada daya upaya yang intens, cara yang keras, pada waktu itu kalian tidak merasakan perasaan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens; maka kalian merasakan perasan yang menusuk dan mengalami rasa sakit yang akut yang disebabkan oleh ketegangan yang berasal dari pengerahan tenaga yang intens dari diri kalian sendiri. Dan karena ketidaktahuan, kebodohan dan delusi, kalian mempercayai:
“Apa pun yang seseorang rasakan, baik suka, duka maupun bukan-duka-dan-bukan-pula-suka, semuanya itu disebabkan oleh apa yang telah dia lakukan di masa lalu. Jadi, dengan menghilangkan kamma-kamma yang telah lampau melalui praktik pertapaan dan dengan tidak melakukan kamma-kamma yang baru maka tidak akan ada efek di masa depan. Dari tiadanya efek di masa depan, kehancuran kamma; dari kehancuran kamma, kehancuran penderitaan; dari kehancuran penderitaan, kehancuran perasaan; dari kehancuran perasaan, segala bentuk penderitaan akan habis.” Membicarakan yang demikian, wahai para bhikkhu, Aku tidak melihat bantahan apa pun yang baik di antara para Nigaṇṭha.
7. Dan lagi, wahai para bhikkhu, Aku berkata demikian kepada mereka, para Nigaṇṭha —
‘Apa pendapat kalian, wahai teman-teman Nigaṇṭha, apakah hal ini mungkin, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami di kelahiran saat ini, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di kelahiran yang mendatang?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Selanjutnya, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami di kelahiran yang mendatang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di kelahiran saat ini?’
‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Apa pendapat kalian, wahai teman-teman Nigaṇṭha, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami
sebagai suka, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami sebagai duka?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Selanjutnya, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami sebagai duka, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami sebagai suka?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Apa pendapat kalian, wahai teman-teman Nigaṇṭha, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami di dalam individu yang sudah matang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di dalam individu yang belum matang?’
‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Selanjutnya, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya harus dialami di dalam individu yang belum matang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di dalam individu yang sudah matang?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Apa pendapat kalian, wahai teman-teman Nigaṇṭha, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah
kamma yang harus dialami di dalam kehidupan-kehidupan dengan banyak agregat, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, kamma yang harus dialami di dalam kehidupan-kehidupan dengan sedikit agregat?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’
‘Selanjutnya, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang sedikit buah yang harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, banyak buah yang harus dialami?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Apa pendapat kalian,
wahai teman-teman Nigaṇṭha, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang
buahnya harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya tidak harus dialami?’— ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’ — ‘Selanjutnya, apakah mungkin hal ini, yaitu sebuah kamma yang buahnya tidak harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami?’ — ‘Sungguh tidak demikian, wahai teman.’
8. “Jadi, sepertinya, wahai teman-teman Nigaṇṭha, hal ini mustahil bahwa sebuah kamma yang buahnya harus dialami di kelahiran saat ini, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di kelahiran yang mendatang; sebuah kamma yang buahnya harus dialami di kelahiran yang mendatang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di kelahiran saat ini; sebuah kamma yang buahnya harus dialami sebagai suka, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami sebagai duka; sebuah kamma yang buahnya harus dialami sebagai duka, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami sebagai suka;
sebuah kamma yang buahnya harus dialami di dalam individu yang sudah matang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di dalam individu yang belum matang; sebuah kamma yang buahnya harus dialami di dalam individu yang belum matang, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami di dalam individu yang sudah matang; sebuah kamma yang harus dialami di dalam kehidupan-kehidupan dengan banyak agregat, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, sebuah kamma yang harus dialami di dalam kehidupan-kehidupan dengan sedikit agregat;
sebuah kamma yang sedikit buah yang harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, banyak buah yang harus dialami; sebuah kamma yang buahnya harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya tidak harus dialami; sebuah kamma yang buahnya tidak harus dialami, lalu melalui cara yang keras dan daya upaya yang intens, buahnya harus dialami. Dalam keadaan yang demikian itu maka cara para yang mulia Nigaṇṭha adalah sia-sia, daya upaya para yang mulia
Nigaṇṭha adalah sia-sia.”
“Para Nigaṇṭha, wahai para bhikkhu, mengajarkan yang demikian itu. Untuk para
Nigaṇṭha yang mengajarkan demikian itu, wahai para bhikkhu, maka ada sepuluh hal