• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu bahasa Internasional bahasa Inggris memiliki peranan dalam melakukan transaksi komunikasi di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu bahasa Internasional bahasa Inggris memiliki peranan dalam melakukan transaksi komunikasi di"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai salah satu bahasa Internasional bahasa Inggris memiliki peranan dalam melakukan transaksi komunikasi di dunia Internasional. Dengan demikian, perlu kiranya kita mempelajari bahasa Inggris ini dengan lebih seksama lagi. Hal ini diharapkan kita mampu untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Sehubungan dengan hal itu, berbahasa yang baik berhubungan dengan sosiolinguistik dan berbahasa yang benar berhubungan dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Berdasarkan arah pembelajaran tersebut maka pembelajaran bahasa ditujukan agar peserta didik dapat terampil berbahasa.

Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa dan sekaligus merupakan proses bernalar (Akhadiah dkk, 1988, hlm. 41). Bernalar merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Dalam menulis, kemampuan berpikir seseorang haruslah tinggi, karena dengan berpikir ide atau gagasan akan muncul. Mengemukakan sebuah ide atau gagasan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan penguasaan materi yang berhubungan dengan kemampuan menulis, misalnya penguasaan materi tulisan, konsep bahasa dalam tulisan, struktur kalimat dan kosakata.

Teks merupakan hasil dari proses menulis dengan proses berpikir yang memiliki tujuan tertentu sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan penulis. Teks juga merupakan hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan (Finoza, 2009, hlm. 234). Dengan kata lain, dari sebuah tulisan dapat menggambarkan bagaimana proses berpikir seseorang dalam alur teks yang dibuat. Dalam teks, seringkali seseorang membutuhkan argumen untuk mengemukakan gagasannya.

Menulis teks argumentasi merupakan teks yang menguraikan argumen sebagai upaya pembuktian sesuatu sehingga pembaca yakin dengan yang dikemukakan penulis.

(2)

2

Mencermati uraian di atas, dalam peningkatan kemampuan menulis argumentasi diperlukan proses berpikir kritis. Hal ini disebabkan berpikir merupakan suatu kegiatan menentukan yang diarahkan pada pemecahan masalah. Selain itu, pengembangan berpikir perlu dilakukan dalam peningkatan kemampuan menulis argumentasi.

Kegiatan menulis itu sendiri memang tidak semudah seperti yang dibayangkan. Seseorang sering kali mengalami keinginan untuk menulis, tetapi tidak sanggup melakukannya. Seseorang mengalami gangguan keterlambatan dalam mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui bahasa yang baik dan benar, sehingga orang tersebut mengalami kesulitan dalam menulis.

Tema yang telah ditentukan sebelumnya oleh guru, ternyata menjadi masalah bagi beberapa peserta didik. Peserta didik merasa tidak dapat secara bebas memilih tema dan mengembangkannya, daya kreatif peserta didik menjadi terhambat. Kesulitan selanjutnya adalah dalam hal pemilihan kata yang tepat. Alasannya adalah peserta didik kurang membaca sehingga tidak memiliki referensi kosakata yang cukup.

Bukan hanya peserta didik yang mengalami kesulitan untuk menulis, melainkan guru juga mengalami kesulitan dalam mengajari peserta didik menulis. Guru merasa tidak maksimal dalam mengajar menulis karena sebagian besar peserta didik yang berada di dalam kelas tidak antusias dan cenderung menganggap dirinya tidak pandai menulis. Selain membangkitkan motivasi dan minat peserta didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman, dan memudahkan mendapatkan informasi.

Guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah belum menyadari pentingnya latihan menulis sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik. Selama ini ada kecenderungan pembelajaran bahasa Indonesia terlalu diarahkan pada segi teori saja dari pada latihan menulis sehingga pengajaran menulis tidak akan tercapai dengan baik tanpa adanya latihan-latihan.

(3)

3

Penyebab lain penggunaan pendekatan, model atau metode pembelajaran yang kurang tepat dan bervariasi. Metode atau pendekatan yang digunakan guru kurang memberi kesempatan untuk mengembangkan dan menumbuhkan minat, kreativitas dalam kegiatan menulis atau ada kendala lain dari siswa sendiri sehingga pembelajaran menulis kurang mendapat respon yang menyenangkan dari siswa.

Itulah mengapa digunakan metode enam topi berpikir (six thinking hats) karya Edward de Bono sebagai alternatif berlatih berpikir agar dapat menulis dengan baik. Sebab metode ini mengajari cara berpikir secara pararel (sejajar). Dengan menerapkan enam tahapan berpikir, metode ini akan membantu seseorang untuk memetakan pikiran sehingga meminimalisasi kebingungan dalam berpikir.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana profil pembelajaran menulis teks argumentasi siswa di kelas X SMA Negeri 1 Karangnunggal?

2. Bagaimana kemampuan menulis teks argumentasi kelas eksperimen yang menggunakan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual?

3. Bagaimana kemampuan menulis teks argumentasi kelas kontrol yang menggunakan metode terlangsung?

4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis teks argumentasi peserta didik sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk:

1. mendeskripsikan profil pembelajaran menulis teks argumentasi peserta didik di kelas X SMA Negeri 1 Karangnunggal;

(4)

4

2. mendeskripsikan kemampuan menulis teks argumentasi kelas eksperimen yang menggunakan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual;

3. mendeskripsikan kemampuan menulis teks argumentasi kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran terlangsung;

4. mengetahui perbedaan kemampuan menulis teks argumentasi peserta didik sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran dengan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dan pembelajaran terlangsung.

D. Manfaat

Melalui metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks argumentasi, diharapkan penelitian akan memberikan manfaat nyata terhadap perkembangan ilmu bahasa Indonesia serta aplikasinya di kelas. Lebih rinci lagi, manfaat penelitian ini dapat penulis uraikan sebagai berikut.

1. Bagi Penulis

Penelitan ini memberikan sebuah alternatif metode pembelajaran yang diharapkan dapat dipraktikkan oleh para praktisi pendidikan khususnya bagi penulis sebagai seorang guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan penulis dalam bidang kajian keterampilan berbahasa.

2. Bagi Peserta didik

Peserta didik akan terbiasa menulis, terutama menulis teks argumentasi. Dengan menulis, kemampuan berpikir peserta didik semakin meningkat. Penuturan argumen-argumen dalam menulis teks argumentasi akan menajamkan analisis dalam menghadapi masalah.

3. Bagi Peneliti Lain

Para peneliti yang hendak melakukan penelitian sejenis, kiranya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi dan bahan perbandingan.

(5)

5

BAB II

KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Kepustakaan

1. Teks Argumentasi

Istilah argumentasi berasal dari bahasa Latin arguere yang bermakna menunjukkan, membuat jelas, dan membuktikan. The Liang Gie mengemukakan bahwa argumentation atau perbincangan adalah bentuk pengungkapan yang memberi penjelasan kepada pembaca agar mempengaruhi pikiran, pendapat, atau sikapnya sesuai dengan yang diharapkan oleh pengarang.

Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk memengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak. (Keraf, 2010, hlm. 3).

Hal senada diutarakan oleh Semi (1995, hlm. 84) bahwa karangan argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat penulis.

Sesuai dengan syarat-syarat tersebut, apabila hendak mengemukakan pendapat, pengarang argumentasi harus mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan secukupnya untuk memenuhi bagian pendahuluan, tubuh argumen, dan simpulan dan ringkasan (Keraf, 2010, hlm. 104 – 107).

Menurut Akhadiah (1998, hlm. 11) karangan argumentasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. berisi argumen-argumen sebagai upaya pembuktian suatu pendapat atau sikap,

2. bertujuan meyakinkan pembaca agar mengikuti apa yang dikemukakan penulis,

(6)

6

4. bertolak dari fakta atau evidensi-evidensi,

5. bersikap mendesakan pendapat atau sikap kepada pembaca,

6. merupakan bentuk retorika yang sering digunakan dalam tulisan ilmiah,

7. menggunakan bahasa yang bersifat rasional dan objektif dengan kata bermakna lugas dan denotatif,

8. alasan, data, atau fakta yang mendukung, dan

9. pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disimpulkan.

Sedangkan menurut Keraf (2010, hlm. 3 - 4) tulisan argumentasi mempunyai ciri-ciri: (1) merupakan hasil pemikiran yang kritis dan logis, (2) bertolak dari fakta-fakta dan evidensi-evidensi yang ada, (3) bersifat mengajak untuk mempengaruhi orang lain, dan (4) dapat diuji kebenarannya.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa argumentasi memiliki ciri-ciri, terdapat pernyataan atas suatu pendapat, menyertakan alasan untuk meyakinkan orang lain mengenai pendapat yang disampaikan, mengandung bukti kebenaran berupa data dan fakta pendukung yang relevan, analisis yang dilakukan berdasarkan data dan fakta yang disampaikan.

Selain ciri-ciri argumentasi, teks argumentasi terdiri dari bagian-bagian utama. Menurut Keraf (2010, hlm. 104) argumentasi terdiri atas tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, pembuktian (tubuh argumentasi), dan kesimpulan atau ringkasan. Pendahuluan adalah menarik perhatian membaca, memusatkan perhatian membaca terhadap argumen-argumen yang akan disampaikan, serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu harus dikemukakan dalam kesempatan tersebut. Pembuktian (tubuh argumentasi) adalah diarahkan kepada penulis sanggup meyakinkan pembaca bahwa hal yang dikemukakannya itu benar, sehingga dengan demikian hal yang disimpulkan juga benar. Kebenaran mencakup pula persoalan menyediakan jalan pikiran yang benar bagi pembaca, sehingga mereka dapat menerima bahwa kesimpulan yang

(7)

7

diturunkan juga benar. Kesimpulan atau ringkasan adalah kesimpulan berguna untuk membuktikan kebenaran untuk mengubah sikap dan pendapat pembaca yang telah dicapai.

Sebuah teks argumentasi mencoba untuk menguatkan atau mengubah sikap pembaca, atau untuk membujuk pembaca kepada suatu sudut pandang tertentu dengan menggunakan argumen-argumen yang jelas dan kuat.

Widyamertaya (1993, hlm. 72) menggemukakan agar argumen baik dan kuat, diperlukan dua hal yaitu fakta-fakta atau alasan-alasan pendukungnya benar dan proses penalarannya tepat. Argumen yang baik menjadi anak tangga untuk menuju kepada keyakinan yang dapat dipertanggung jawabkan dan pengetahuan yang benar.

Menurut Fisher (2009, hlm. 234), argumen sangat erat kaitannya dengan berpikir kritis. Dalam konteks berpikir kritis, istilah argumen merujuk pada rangkaian klaim, sebagian klaim itu disajikan sebagai alasan untuk memperoleh klaim lanjutan-kesimpulan. Alasan-alasan disajikan dengan tujuan meyakinkan pendengar atau pembaca untuk menerima kesimpulan.

Dengan demikian, dari semua pendapat tersebut diatas, bisa kita ungkapkan bahwa, dalam teks argumentasi yang baik, seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Berisikan pendapat penulis tentang suatu fenomena.  Pendapat disertai alasan logis dan fakta

 Memiliki data factual yang mendukung pendapaat penulis

 Fenomena dijabarkan dengan cara menganalisa dan memberikan analogy

 Diakhiri dengan keismpulan berupa pendapat penulis secara lebih luas 2. Enam Topi Berpikir (Six Thinking Hats)

Six Thinking Hats adalah teknik mind-mapping yang diciptakan oleh Edward de Bono. Teknik ini sangat powerful dalam membantu proses

(8)

8

pengambilan keputusan yang berasal dari beberapa sudut pandang penting. Teknik ini akan membuat kita keluar dari kebiasaan berpikir yang lama, dan membantu kita melihat situasi secara lebih menyeluruh. Mirip dengan mind-mapping pada umumnya, namun lebih terfokus kepada pengambilan keputusan, dan dipermanis dengan beberapa topi beraneka warna (1985) menyatakan bahwa metode ini sangat ampuh dan digunakan dalam meningkatkan fokus pemikiran, pemikiran canggih dalam pemecahan masalah, pemantikan ide-ide baru dan optimalisasi produktivitas otak manusia.

Keenam topi berpikir merupakan alat untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam berpikir divergen dan konvergen dan gaya pemikiran yang berbeda, untuk membimbing pencetusan ide dan proses seleksi. Dengan menggunakan sejumlah gaya berpikir untuk mengatasi masalah atau peluang, berbagai pertimbangan dapat diperhitungkan.

Six thinking hats merupakan suatu metode belajar yang tidak hanya mengembangkan keterampilan berfikir kreatif dan kritis siswa tetapi juga memiliki dampak positif pada empati siswa karena Six thinking hats tidak hanya menuntut penggunaan pikiran, tetapi perasaan juga menjadi salah satu aspek yang mendapat perhatian serius. Six thinking hats merupakan metode untuk mengerjakan satu jenis kegiatan berpikir pada satu saat. Kita menggunakan hanya satu topi, bukan banyak topi sekaligus pada saat bersamaan. Ada enam topi dengan warna yang berbeda-beda. Setiap warna mewakili satu jenis kegiatan berpikir (Bono, 1985, hlm. 95). Metode Six thinking hats terdiri dari enam topi berpikir, yaitu topi putih (mengumpulkan informasi), topi merah (perasaan tentang suatu masalah), topi hitam (hal negatif dari suatu masalah), topi kuning (hal positif dari masalah), topi hijau (alternatif pemecahan masalah) dan terakhir adalah topi biru yaitu membuat kesimpulan/ mengambil keputusan.

Six thinking hats atau Enam Topi Berpikir diciptakan oleh Dr. Edward de Bono. Premis yang digunakannya adalah bahwa otak manusia memiliki berbagai sudut pandang berbeda dalam berfikir. De Bono

(9)

9

mengidentifikasi ada 5 sudut pandang yang masing-masing dilambangkan dengan sebuah topi dengan warna berbeda. Mengapa topi? Sebuah sumber mengatakan, menurut penemuannya, hal tersebut terinspirasi dari perkataan orang-orang Inggris: Pakai topi berpikirmu. Jadi secara tradisi orang menghubungkan topi dengan berpikir.

a. Topi Putih (mengumpulkan informasi)

Putih adalah netral dan objektif. Bayangkan sebuah kertas putih kosong. Mengenakan topi putih artinya kumpulkanlan informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya. Informasi bisa berupa fakta dan data yang sifatnya netral dan objektif. Ingat, hanya informasi. Just the facts, not opinion or interpretation. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan, peta persoalan akan menjadi semakin jelas dengan sendirinya. Atau mudahnya, bayangkan sebuah komputer yang menyajikan semua data dan informasi yang kita perlukan. Komputer bersifat netral dan objektif. Ia tidak memberikan interprestasi atau opini apapun terhadap data dan informasi yang disajikannya. Ketika mengenakan topi putih, kita diminta berlaku seperti komputer ini.

(10)

10

b. Topi Merah (perasaan tentang suatu masalah)

Merah melambangkan emosi dan intuisi. Mengenakan topi merah artinya kita diajak memandang persoalan dari sudut pandang emosi dan intuisi, baik yang positif maupun negatif, tanpa alasan atau logika apapun. Ini adalah sesi di mana kita diberi kesempatan untuk mengatakan: This is how i feel about the matter. Emosi juga menyangkut tipe perasaan yang lebih kompleks dan tinggi, yaitu naluri (insting) dan intuisi. Naluri dan intuisi sering kali memberi arah akan hal yang tidak bisa dibeberkan fakta dan informasi.

c. Topi Hitam (hal negatif dari suatu masalah)

Topi hitam adalah lambang peringatan. Mengenakan topi hitam, kita diajak untuk menjadi sangat berhati-hati. Menganalisa semua sisi negatif dari suatu persoalan, mencari semua faktor resiko, bahaya, kesulitan, dan kelemahan suatu ide, berpikir kritis terhadap segala kemungkinan negatif. Topi hitam juga mengajak untuk selalu bersikap logis.

d. Topi Kuning (hal positif dari masalah)

Kuning melambangkan cahaya dan optimisme.

Berlawanan dengan topi hitam, di bawah topi kuning kita diarahkan untuk hanya berpikir hal yang positif dan berlandaskan logika. Topi kuning fokus pada hal-hal positif menguntungkan dan harapan. Topi kuning juga digunakan untuk berpikir konstruktif dan generatif, membuat segalanya bisa dilaksanakan. Topi kuning juga bersifat spekulatif, mencari segala kemungkinan untuk menerjemahkan visi, misi dan harapan. Topi kuning mempunyai spektrum positif yang cukup lebar, terentang dari sisi logis dan praktis pada satu sisi dan impian, visi, misi serta harapan di sisi yang lain.

(11)

11

e. Topi Hijau (alternatif pemecahan masalah)

Topi hijau melambangkan energi, pertumbuhan, produktivitas. Di bawah topi hijau kita menumbuhkan kreativitas, mencari ide baru dan berbagai alternatif. Topi hijau mencerminkan produktvitas, topi ini dipakai pada saat mengerjakan sesuatu. Di bawah topi hijau kita mengcounter kesulitan yang terdeteksi pada topi hitam. Tinggalkan ide lama dan beralihlah kepada hal-hal dan perspektif baru. Topi hijau adalah perubahan.

f. Topi Biru (membuat kesimpulan/ mengambil keputusan)

Biru adalah warna angkasa, biru adalah sesuatu di atas segalanya.Topi biru adalah kontrol. Topi biru digunakan untuk mengontrol proses berpikir dan penggunaan topi-topi berpikir lainnya. Biasanya digunakan oleh yang ditunjuk sebagai fasilitator atau pimpinan pada awal pertemuan untuk memberi arahan tentang situasi yang dihadapi, arah mana yang dituju, serta tujuan dan capaian yang dikehendaki. Pada akhir pertemuan, topi biru juga biasanya meminta hasil pertemuan yang bisa berupa kesimpulan, keputusan, summary, solusi atau apapun. Di bawah topi biru juga ditentukan rencana atau langkah selanjutnya.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pretest-postest control group design dan menerapkan pembelajaran enam topi berpikir (six thinking hats) untuk ymenelaah kemampuan menulis teks argumentasi pada siswa SMA. Subyek penelitian adalah 66 siswa kelas-10 dari satu SMAN di Karangnunggal. Instrumen penelitian ini adalah tes menulis teks argumentasi.

(12)

12

BAB 3 PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Data pretest dan posttest kemampuan menulis teks argumentasi tersaji pada tabel berikut:

Tabel 1

Rekapitulasi Skor Pretest, Posttest, dan Gain Ternormalisasi Kemampuan Menulis Teks Argumentasi

Kemampuan yang diukur

Kelas Eksperimen (n = 33) Kelas Kontrol (n = 33)

Pretest Posttest Gain Pretest Posttest Gain

Menulis teks argumentasi (SMI = 100)

𝑥̅ 43,55 80,88 0,66 𝑥̅ 42,52 71,18 0,49

s 3,00 3,69 0,07 S 3,95 3,79 0,08

Berdasarkan data pada Tabel 1 diperoleh dalam kemampuan menulis teks argumentasi pada kedua kelas pembelajaran ditemukan tidak ada perbedaan rerata dan keduanya tergolong sangat rendah. Setelah pembelajaran, siswa yang memperoleh pembelajaran enam topi berpikir (six

thinking hats) mencapai kemampuan menulis teks argumentasi yang

tergolong cukup (80,88 dari 100) dan memperoleh gain (0,66) yang lebih baik daripada siswa pada kelas konvensional yang mencapai kemampuan menulis teks argumentasi yang tergolong sedang (71,18 dari 100) dan memperoleh gain (0,49).

Kemampuan peserta didik dalam menulis teks argumentasi belum sepenuhnya maksimal. Sebagian dari peserta didik masih memperoleh nilai dalam kategori baik pada kelas eksperimen atau kontrol. Hal itu disebabkan oleh peserta didik kurang mampu menuangkan ide, gagasan, atau pendapatnya ke dalam bentuk tulisan sehingga teks argumentasi yang mereka buat belum memenuhi ciri-ciri teks argumentasi secara keseluruhan.

(13)

13

mengenai suatu hal dan menghubungkannya dengan fakta, sehingga tulisan argumentasi yang mereka tulis belum begitu mampu meyakinkan pembaca.

Namun kenyataan yang ditemukan dalam penelitian, hanya beberapa peserta didik yang memperoleh nilai sangat baik dan baik untuk indikator menampilkan fakta sebagai bahan pembuktian. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar peserta didik belum mampu menulis teks argumentasi dengan baik.

Pada aspek isi, penilaian teks argumentasi ini masih menunjukkan dalam kategori baik. Kriteria kategori ini adalah cukup menguasai permasalahan; tesis terbatas; relevan dengan topik, tetapi kurang terperinci, secara akurat menafsirkan bukti, pernyataan, pertanyaan, mengidentifikasi pendapat yang relevan (alasan dan pernyataan) pro dan kontra, menawarkan analisis dan evaluasi dari sudut pandang alternatif yang jelas, simpulan yang tidak salah, memberikan beberapa hasil atau prosedur, alasan penjelasan yang jarang.

B. Pembahasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar peserta didik masih belum menguasai permasalahan secara keseluruhan, sehingga tesis masih terbatas, alasan penjelasan masih jarang dan topik yang dituliskan kurang terperinci. Namun, isi teks argumentasi kelas eksperimen tetap menunjukkan hasil yang lebih baik dengan kelas kontrol. Metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual sangat membantu peserta didik dalam mengembangkan argumen dan menarik simpulan. Dalam setiap pembelajaran kelas eksperimen diberikan bahan ajar yang menuntut peserta didik dalam mengemukakan argumen, menganalisis pendapat atau pernyataan orang lain yang diperoleh dari tampilan audiovisual yang diberikan.

Dalam aspek struktur teks dengan indikator pendahuluan memusatkan pada argumen yang akan disampaikan, serta menunjukan dasar-dasar mengapa argumen itu harus dikemukakan. Isi memuat pembuktian kebenaran pendapat yang dikemukakan lalu dihubungkan secara logis dan kritis dari

(14)

14

penyeleksian fakta yang ada. Simpulan memuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argumen dalam tubuh teks itu. Secara umum peserta didik pada kelas eksperimen sudah menunjukkan penulisan teks argumentasi dengan struktur teks yang lebih baik daripada kelas kontrol. Pada teks argumentasi kelas eksperimen terlihat saling berhubungan satu sama lain sehingga ada kepaduan, kalimat sudah cukup koheren walau ada penggunaan konjungsi kurang tepat, gagasan sudah terungkap padat walau masih belum tertata dengan baik. Beberapa peserta didik dalam penulisan antarkalimat kurang memiliki kesatuan dan koheren karena selalu ada penggunaan kalimat yang tidak ada hubungan dengan teks. Penggunaan media audiovisual memberikan informasi baru yang siap dikembangkan menjadi sebuah tulisan yang koheren, siswa mampu memberikan tanggapan kritis, siswa memiliki kosakata dan wawasan baru.

Dalam aspek kosakata penguasaan kata canggih; pilihan kata dan ungkapan efektif; menguasai pembentukan kata. Penggunaan kosakata pada masing-masing kelas eksperimen atau kontrol memang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan kemampuan menulis teks argumentasi peserta didik, dengan menggunakan media audiovisual yang mendukung siswa memahami berbagai diksi baru dan sesuai dengan materi. Meskipun perbedaan nilai tidak begitu jauh namun, media audiovisual memberi konstribusi positif bagi pengembangan kosakata siswa.

Pada aspek kalimat dengan indikator konstruksi kalimat kompleks dan efektif; terdapat hanya sedikit kesalahan penggunaan bahasa dalam urutan/fungsi kata, artikel, pronomina, preposisi. Secara umum pada kelas eksperimen dan kontrol untuk aspek ini sudah mencapai nilai yang sangat baik.

Pada aspek mekanik dengan indikator menguasai aturan penulisan; terdapat sedikit kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf. Pada aspek ini pun peserta didik sudah menunjukkan hasil yang sangat baik. Hanya sebagian kecil siswa pada kelas eksperimen atau kontrol yang masih ada sedikit kesalahan ejaan dan tanda baca.

(15)

15

BAB IV SIMPULAN

Bersadarkan hasil penelitian mengenai penggunaan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks argumentasi diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Deskripsi profil pembelajaran menulis teks argumentasi peserta didik di SMA Negeri 1 Karangnunggal masih tergolong rendah. Hal ini diindikasikan dengan sedikitnya peserta didik yang mengikuti dalam lomba menulis karya ilmiah atau artikel yang diselenggarakan baik oleh sekolah maupun pihak lain. Selain itu, ditunjukkan dengan nilai kemampuan menulis yang dilakukan oleh guru.

2. Kemampuan menulis teks argumentasi peserta didik kelas eksperimen dalam aspek isi, sudah menguasai topik tulisan; adanya pengembangan pernyataan pendapat, mengungkapkan argumen yang jelas, menafsirkan bukti, menggambarkan simpulan berdasarkan asumsi dan alasan. Pada aspek struktur teks, pendahuluan memusatkan pada argumen yang akan disampaikan, menunjukan dasar-dasar mengapa argumen itu harus dikemukakan. Isi memuat pembuktian kebenaran pendapat yang dikemukakan lalu dihubungkan secara logis dan kritis dari penyeleksian fakta yang ada. Simpulan memuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argumen dalam tubuh teks itu. Pada aspek kebahasaan yang meliputi kosakata, kalimat, dan mekanik secara umum peserta didik sudah menguasainya walaupun masih ada beberapa yang belum tepat.

3. Kemampuan menulis teks argumentasi peserta didik kelas kontrol dalam aspek isi, secara umum sudah menguasai topik tulisan; adanya pengembangan pernyataan pendapat, pengungkapan argumen yang menafsirkan bukti, menggambarkan simpulan berdasarkan asumsi dan alasan. Pada aspek struktur teks, pendahuluan, isi dan simpulan belum menunjukkan struktur teks yang lengkap. Pada aspek kosakata masih

(16)

16

belum menunjukkan kosakata yang baik, pilihan kata yang kurang tepat dan pada aspek mekanik, masih banyak ejaan, tanda baca, dan huruf kapital yang masih terdapat kesalahan.

4. Kemampuan menulis teks argumentasi sebelum dilakukan pembelajaran, berdasarkan hasil pengujian statistik, diperoleh data hasil perhitungan Sig uji-t sebesar 0,237 dan t-hitung 1,194. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh hasil hipotesis Ho diterima atau hipotesis Ha ditolak, yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran terlangsung. Rata-rata kemampuan menulis teks argumentasi yang menggunakan pembelajaran metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual adalah 43,55 dan kelas yang menggunakan pembelajaran terlangsung 42,52 dan keduanya termasuk kategori kurang.

Setelah dilakukan pembelajaran, berdasarkan hasil pengujian statistik, diperoleh data hasil perhitungan Sig uji-t sebesar 0,000 dan t-hitung 10,225. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh hasil hipotesis Ho ditolak atau hipotesis Ha diterima, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran terlangsung. Rata-rata kelas eksperimen adalah 80,88 dan kelas kontrol 71,18 dan keduanya termasuk dalam kategori baik.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks argumentasi, maka implikasi berkenaan dengan penelitian ini adalah kemampuan menulis teks argumentasi merupakan kemampuan menulis untuk memaparkan argumen. Kemampuan tersebut menjadi salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki peserta didik berkaitan dengan kebebasan berpendapat yang sesuai dengan etika berpendapat. Metode enam

(17)

17

topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual memberikan dampak positif terhadap kemampuan menulis teks argumentasi. Penggunaan metode pembelajaran ini membantu peserta didik dalam menemukan masalah dan penyelesaian dari masalah tersebut.

Ada pun beberapa rekomendasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Dalam pembelajaran menulis teks argumentasi, diperlukan latihan yang kontinu dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya tidak hanya menekankan materi kebahasaan, tetapi juga perlu mengaitkan materi-materi bahasa dengan materi-materi lain yang menuntut peserta didik untuk berpikir kritis.

2. Berdasarkan hasil penelitian tentang pembelajaran metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual menunjukkan hasil yang baik, maka sebaiknya guru menggunakan metode enam topi berpikir (six thinking hats) dengan media audiovisual dalam pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mengeksplorasi kemampuannya.

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, S. dkk. (1988). Pembinaan kemampuan menulis bahasa indonesia. Jakarta: Erlangga.

Akhadiah, S. dkk. (2008). Filsafat bahasa dan pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

De Bono, E. (1985). Six thinking hats. New York: Mira Management resoures, Inc. Avenue of the Americas.

Fisher, A. (2009). Berpikir kritis: sebuah pengantar. Terjemahan Benjamin Hadinata. Jakarta: Erlangga.

Keraf, G. (2010). Argumentasi dan narasi. Cetakan kedelapan belas. Jakarta: PT. Media Pustaka Utama.

Semi, A. (2007). Dasar-dasar keterampilan menulis. Bandung: Angkasa.

Widyamertaya, A. dan Veronica S. (1997). Dasar-dasar menulis karya ilmiah. Jakarta: Grasindo.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian pada ibu primipara menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja cenderung baik manajemen laktasinya sebanyak 40 responden (75,5%)

Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PROSES PEMBENTUKAN TANAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED

Dalam makalah ini dikaji model vektor autoregresi orde 1, VAR(1) dan penaksiran parameternya menggunakan metode kuadrat terkecil.. Studi kasus dilakukan pada data produktivitas

PEMODELAN DAN SIMULASI MICRORING RESONATOR DENGAN VARIASI KOPLING SEBAGAI SENSOR OPTIK DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dengan adanya program aplikasi visual persilangan golongan darah ini, penulis berharap siswa di sekolah menengah umum (SMU) lebih antusias dalam mengikuti praktikum biologi,

Dengan adanya website ini diharapkan para pengguna dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai perkembangan wisata khususnya di Pekanbaru, serta dapat lebih memudahkan untuk

 Siswa menggali informasi prosedur tentang informasi komunikasi daring asingkron dan sinkron  Siswa mendiskusikan untuk menentukan prosedur daring asingkron dan sinkron

Alhamdulillah, segal puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis berhasil