Tugas Kelompok Dosen Pembimbing Strategi Pembelajaran Dr. Latisma Dj, M.Si
MODEL PROBLEM BASED LEARNING
OLEH:
AZZAHROTUL HASANAH (17176020)
HUTDIA PUTRI MURNI (17176006)
TIARA VODELF (17176017)
PRORAM PASCASARJANA PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
MODEL PROBLEM BASED LEARNING
1. Problem Based Learning
a. Pengertian
Sejak dahulu dikembangkan sekitar tahun 1970-an di Mc Master University di Canada, kini metode ini sudah merambah keberbagai fakultas di berbagai lembaga pendidikan di dunia. Dengan perkembangannya yang pesat, rumusannya juga beragam. Salah satu yang cukup mewakili adalah rumusan yang diungkapkan Prof. Haword Barrows dan Kelson.1
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mareka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), selanjut disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.2
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diseleseikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi
1 M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Jakarta: Prenada
Media Group, 2010, h. 21.
2 Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014, h.
pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdikusi dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.3
Dalam proses PBL, sebelum perkuliahan dimulai, pembelajar akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pembelajar. Dari maslah yang diberikan ini, pembelajar bekerja dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Di sini, tugas pendidik adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan pembelajar untuk mencari dan menemukan solusi yang diperlukan, dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran itu.4 1) Karakteristik Model Problem Based Learning
Menurut Tan, karakteristik yang tercakup dalam proses PBL adalah sebagai berikut :
a) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang.
c) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menutut pembelajar menggunakan dan
3Ibid., h. 90.
mendapatkan konsep dari berbagai bab perkuliahan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
d) Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.
e) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
g) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan dan melakukan presentasi.5
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.6
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah :
a) Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBM tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghapal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBM siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
b) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata
5 M. Taufik Amir, loc. cit. 6 Ngalimun, op. cit., h. 89-90.
kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada pembelajaran.
c) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.7
Combs seperti yang diungkap oleh North Regional Educational Library menyatakan bahwa minimal ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi agar terbangun situasi kelas yang efektif dalam PBL, yaitu sebagai berikut :
a) Atmosfer kelas harus dapat memfasilitasi suatu eksplorasi makna. Para pembelajar harus merasa aman dan merasa diterima. Mereka memerlukan pemahaman baik tentang resiko maupun penghargaan yang akan diperolehnya dari pencarian pengetahuan dan pemahaman. Situasi kelas harus mampu menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat, saling berinteraksi dan sosialisasi.
b) Pembelajar harus sering diberi kesempatan untuk mengonfrotasikan informasi baru dengan pengalamannya selama proses pencarian makna. Namun kesempatan semacam itu janganlah timbul dari dominasi guru selama pembelajaran, tetapi harus timbul dari banyaknya kesempatan siswa untuk menghadapi tantangan-tantangan baru berdasarkan pengalaman masa lalu.
c) Makna baru tersebut harus diperoleh melalui proses penemuan secara personal.8
7 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana, 2009, h. 212.
b. Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Dalam pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL), siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang ada secara nyata di lingkungan, kemudian siswa dituntun untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut melalui lima langkah PBL menurut Arends yang ada dalam Tabel II.19
Tabel 1. Langkah Pembelajaran Problem Based Learning
No Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada Masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) yang diperlukan, dan memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi Siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Membimbing
Penyelidikan
individual/kelompok
Mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan, dan pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Pada fase Pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain:
9 Warsono Dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013,
1) Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri.
2) Permasalahan atau pertanyaan yang di investigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang bertentangan.
3) Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
4) Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk megembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi . penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabannya atau dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang
diusulkan. Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil investigasi atau artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistemik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan.10
Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang sering dikenal dengan proses 7 langkah.
Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep-konsep yang ada dalam masalah.
Langkah 2: Merumuskan Masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yag terjadi diantara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya.
10 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka
Langkah 3: Menganalisis Masalah
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah. Langkah 4: Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya
dengan dalam.
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain. Dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah supaya memilah-memilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.
Langkah 5: Memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat dilaporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan individu disetiap kelompok.
Langkah 6: Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok)
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menentukan dimana hendak dicarinya. Mereka harus mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan informasi yang relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber pembelajaran.
Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus dibahas dan disampaikan dipertemuan kelompok berikutnya (langkah 7).
Langkah 7: Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen/kelas
Dari laporan-laporan individu/subkelompok, yang dipersentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang menndengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang disajikan (laporan diketik dan diserahkan kesetiap anggota). Kadang-kadang laporan-laporan yang dibuat
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.11
c. Kelebihan Dan Kelemahan Model Problem Based Learning 1) Kelebihan Model Problem Based Learning
Sanjaya menyatakan keunggulan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut :
a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. f) Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata
pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang
dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.
g) Pemecahan masalah dipandang lebih mengasyikkan dan disukai siswa. h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru.
i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.
j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.12
Secara Umum dapat dikemukakan bahwa kekuatan atau kelebihan dari penerapan model PBL ini antara lain :
a) Siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).
b) Memupuk solidaritas dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya. c) Makin mengakrabkan guru dengan siswa.
12 Agnes Ikawati, Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Aktivitas Dan Ketercapaian Kompetensi Siswa Kelas Xi Mia 4 Sma 1 Kudus, Semarang: Jurnal Universitas Negeri Semarang, 2015, h. 18-19.
d) Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.13
2) Kelemahan Model Problem Based Learning Kelemahan Problem Based Learning (PBL) :
a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan, sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.
b) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.14
Sementara itu kelemahan dari penerapan model ini antara lain : a) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada
pemecahan masalah.
b) Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang.
c) Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru.15
13 Warsono dan Hariyanto, op.cit., h. 152. 14 Agnes Ikawati, op. cit., h. 19.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Taufik M. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenada Media Group.
Ikawati, Agnes. 2015. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Aktivitas dan Ketercapaian Kompetensi Siswa Kelas XI MIA 4 SMA 1 Kudus. Semarang: Jurnal Universitas Negeri Semarang. Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Suprijono, Agus. 2014. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Warsono Dan Hariyanto. 2013. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Wina Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.