• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Te

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Te"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota

dalam Konteks Perubahan Iklim

Fitria Aurora Feliciani1

1 PAKLIM GIZ Malang Jawa Timur

fitria.feliciani@giz.de, aurora.feliciani@gmail.com

ABSTRAK

Emisi gas rumah kaca (GRK) bertanggung jawab untuk perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim seperti kenaikan suhu, kenaikan muka air laut, meningkatkan cuaca ekstrim sudah terasa perlu dan menjadi pertimbangan dalam desain dan perencanaan di masa depan. Lingkungan binaan manusia juga turut bertanggung jawab untuk berkontribusinya terhadap perubahan iklim. Bangunan khususnya secara global menyumbang 40% energi global dan sepertiga emisi dunia. Emisi GRK berasal dari bangunan setelah bangunan beroperasi. Perlu diingat bahwa setiap bangunan memiliki konsekuensi lingkungan seperti meningkatkan sampah dan transportasi yang mana juga meruapakan sumber emisi GRK. Dengan demikian, desain dan perencanaan lingkungan yang lebih baik dibangun memiliki kesempatan signifikan untuk mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca. Ruang terbuka memainkan peran penting dalam perubahan iklim untuk kedua adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Umumnya ruang ini dapat mendukung upaya adaptasi dengan jalan pada pengurangan risiko bencana; dan upaya mitigasi dapat menciptakan penyerap karbon, dan lebih jauh lagi, dengan desain dan perencanaan yang baik memiliki kesempatan untuk mengurangi emisi dari transportasi. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka, dalam situasi perubahan iklim saat ini, strategi desain untuk ruang terbuka di kontens perubahan iklim. Studi ini akan mengeksplorasi tentang strategi desain ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim (apa, kapan, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana). Ada empat pendekatan utama yang dapat mempertimbangkan diantaranya (1) mengevaluasi status saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas (2) memeriksa perubahan skenario iklim iklim dan memeriksa kekuatan potensi dan kelemahan (3) mempertimbangkan baik adaptasi dan mitigasi (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang sesuai. Kearifan lokal dan pengetahuan atau lokalitas semakin dikenal sebagai salah satu respon menanggapi perubahan iklim. Makalah ini juga akan secara singkat menyentuh pada bagaimana ruang terbuka dapat berkelanjutan di masa depan.

Keywords: strategi desain dan perencanaan, ruang terbuka, perubahan iklim, adaptasi dan mitigasi

1. Latar Belakang

(2)

dan kejadian peningkatan banjir dan badai longsor, lokal dan peningkatkan penyakit Demam Berdarah (PAKLIM 2011).

Lingkungan binaan tidak hanya menerima dampak dari perubahan iklim. Lingkungan binaan juga dianggap sebagai sektor penyumbang GRK. Bangunan bertanggung jawab atas lebih dari 40 persen dari penggunaan energi global dan sepertiga dari emisi GRK global, baik di negara maju dan berkembang, jumlah ini setara dengan 2.500 juta t CO2oe setiap tahun (UNEP 2007, UNEP 2009).

Indonesia menyumbangkan jumlah tinggi emisson global. Pada tahun 2005, Indonesia diperkirakan melepaskan di 2,3 Gt CO2e, dan menjadi salah satu penghasil emisi terbesar dunia

(Forest Climate Center 2009). Emisi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun mencapai 2,8 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 3,6 Gt CO2e pada tahun 2030. Sumber utama emisi meningkat

berasal dari lahan gambut, LULUCF, listrik, transportasi, sedangkan sektor lain meningkat hanya sedikit atau tetap konstan. Indonesia memberikan kontribusi yang cukup rendah dalam membangun sektor emisi dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia sektor bangunan, pada tahun 2005 berasal dari emisi langsung 20 juta t CO2e, diperkirakan menjadi dua kali lipat pada tahun 2030

sebesar 40 juta t CO2e. Hal ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi energi di sektor perumahan dan

komersial. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang mana semua wilayah di dunia akan terpengaruh.

Ruang terbuka memiliki posisi yang unik. Ruang terbuka bisa menjadi bagian solusi dari perubahan iklim, baik upaya mitigasi dan adaptasi. Ruang terbuka dalam konteks perkotaan tidak hanya melayani fungsi sosial tetapi juga dapat melayani fungsi lingkungan. Namun, ruang-ruang terbuka perkotaan di daerah perkotaan di negara-negara berkembang di Indonesia sebagian besar waktu tidak diabaikan dan menunjukkan tren negatif pada pengurangan oleh konversi lahan yang cepat. Ruang yang lebih terbuka diubah menjadi ruang terbangun keras. Tulisan ini akan membahas strategi desain ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim. Bagaimana langkah-langkah menanggapi perubahan iklim dalam desain dan perencanaan ruang terbuka khususnya di daerah perkotaan. Studi ini juga akan membahas bagaimana ruang terbuka ini menjadi lebih tangguh dan berkelanjutan.

2. Emisi GRK, Perubahan Iklim dan Ruang Terbuka

2.1 Emisi gas rumah kaca dan lingkungan terbangun

Perubahan iklim pada awalnya mulai dari pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer. Emisi adalah pelepasan gas atmosfir baik disengaja ataupun tidak. Gas rumah kaca sendiri adalah gas dari atmosfer, baik bersumber alam dan antropogenik, yang menyerap dan memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu dalam spektrum radiasi infra merah yang dipancarkan oleh permukaan bumi, atmosfer dan awan. Uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), nitrous oxide (N2O), metana (CH4) dan ozon (O3) adalah gas rumah kaca utama di atmosfer bumi. Daftar emisi GRK dikenal ditunjukkan dalam tabel 1. GRK dapat tinggal di atmosfer dalam jangka waktu bervariasi dari jam sampai ribuan tahun.

Gas-gas ini menyebabkan efek rumah kaca dan gas rumah kaca sebetulnya diperlukan bumi untuk mempertahankan suhu. Tapi ketika emisi GRK yang dilepaskan berlebihan, hal itu akan menyebabkan pemanasan global.

Sebagai tingkat emisi gas rumah kaca meningkat di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap (efek rumah kaca) dan ini menyebabkan pemanasan global di bumi. Pemanasan global mengacu pada peningkatan suhu permukaan bumi, termasuk udara, tanah dan air. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa, bumi telah menghangat signifikan sejak pertengahan abad ke-20 karena peningkatan gas rumah kaca yang memerangkap panas di Bumi.

Tabel 1. Emisi GRK: jenis, sumber antropogenik, kehidupan rentang waktu di athmosphere dan potensi pemanasan global

(3)

Greenhouse Gas

Chemical Formula

Anthropogenic Sources Atmospheric Lifetime1(years)

GWP2 (100 Year

Time Horizon)

Ozone Industrial emissions, Chemical

solvents

CFC-12 CCL2F2 Liquid coolants,

Foams

100 10,900

HCFC-22 CCl2F2 Refrigerants 12 1,810

Sulfur Hexaflouride

SF6 Dielectric fluid 3,200 22,800

(Sumber: http://www.c2es.org/facts-figures/basics/main-ghgs)

Lingkungan binaan memiliki dampak pada lingkungan, aktivitas-aktivitas melepaskan emisi GRK. Keterkaitan antara lingkungan binaan dan kontribusi perubahan iklim secara umum, siklus hidup bangunan terlihat dalam gambar 2. Emisi GRK langsung berasal dari kegiatan yang berasal dari lingkungan binaan itu sendiri dan emisi GRK tidak langsung berasal dari kegiatan sampingan karena adanya 'lingkungan binaan'.

Gambar 2. Hubungan antara siklus hidup bangunan dan kontribusinya terhadap perubahan iklim

(Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)

Dilihat dari perspektif siklus produksi bangunan, dari ekstraksi bahan sampai dengan pembongkaran bangunan, emisi gas rumah kaca secara terus menerus dilepaskan. Sedangkan dari sudut siklus bangunan bisa diketahui bahwa tahap desain dan perencanaan awal menentukan bagaimana lingkungan binaan nantinya dan cara mengoperasikan. Pada akhirnya juga akan menentukan emisi GRK yang dilepaskan nantinya.

2.2 Adaptasi dan Mitigasi Perubahan iklim

Umumnya ada dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim yaitu adaptasi dan mitigasi. Keterkaitan terhadap lingkungan binaan dengan dua langkah ini terdapat pada gambar 3. Adaptasi pada dasarnya mempersiapkan dampak-dampak perubahan iklim tak terelakkan. Adaptasi memiliki hubungan yang kuat dengan risiko perubahan iklim dan dampak seperti banjir, gelombang panas, dll. Beberapa solusi dari adaptasi seperti ruang hijau perkotaan yang mana hal ini dapat membantu untuk meringankan konsekuensi dari perubahan iklim melalui: pendinginan skala lingkungan, manajemen air, dan menyediakan habitat untuk keanekaragaman hayati.

(4)

Gambar 3. Hubungan antara lingkungan binaan (bangunan dan sekitarnya) dalam konteks perubahan iklim

(Sumber: Fitria A. Feliciani, 2012)

Dampak perubahan iklim tergantung pada lokasi dan situasi geografis sifatnya sangat kontekstual. Dampak perubahan iklim dan risiko biasanya dalam konteks lokal dan dapat bervariasi untuk satu bentuk lain, meskipun sumber emisi GRK dapat berasal dari mana saja di dunia. Dampak-dampak ini bisa juga sebagian besar disebabkan karena situasi saat ini sudah cukup rentan dan ditambah dengan adanya perubahan iklim membuat keadaan menjadi lebih buruk. Misalnya wilayah kota Pasuruan sering mengalami banjir. Kondisi geografisnya yang di pesisir muara pantai dan dilewati beberapa sungai. Pada kondisi biasa, Kota Pasuruan mendapatkan banjir rob dari pasang surut dan pada saat yang bersamaan jika daerah hulu terkena hujan atau di dalam kota menerima hujan deras. Dengan adanya tekanan perubahan curah hujan yang tinggi, frekuensi dan magnitude banjir di Kota Pasuruan beresiko semakin tinggi (PAKLIM 2011).

2.3 Ruang Terbuka Kota: Jenis dan Fungsi

Ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah penggunaan lahan zona hukum untuk penyediaan fasilitas ruang dan rekreasi terbuka untuk masyarakat umum (Government of Hongkong, 2011). Dalam konteks ini, ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah zona terbuka dengan yang digunakan untuk publik melayani berbagai keperluan atau mewadahi aktivitas publik bersama. Keberadaan ruang terbuka ini memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan (tabel 2).

Tabel 2. Rangkuman manfaat ruang terbuka dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial

Lingkungan Ekonomi Sosial

Perlindungan dan peningkatan lanskap, keanekaragaman hayati dan geodiversity.

Inspirasi dan saya tarik untuk menarik investasi.

Menyediakan kesempatan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

Kontrol iklim mikro Meningkatkan kualitas tempat

membantu meningkatkan nilai properti dan tanah

Menyediakan kesempatan rekreasi dan bersantai.

Emisi langsung: energi (listrik dari sumber tidak terbarukan) dan sampah

Dampak perubahan iklim: mis, banjir, longsor, kekeringan air MITIGASI

ADAPTASI

(5)

Lingkungan Ekonomi Sosial

Membantu penyerapan karbon Meningkatkan lapangan kerja

pariwisata menarik modal dan

Efisien penggunaan lahan Peluang baru dan meningkatkan

ekonomi lokal.

(Sumber: Glasglow City Council 2010)

Ruang terbuka sendiri bervariasi dari macam dan jenisnya yang mana pembagian secara spasial bisa meliputi tingkatan dari kecamatan hingga skala regional, dengan kondisi dan fungsi yang berbeda-beda. Ruang terbuka yang dimaksud dibatasi pada taman, plaza, jalur hijau dan jalan, dengan deskripsi sebegai berikut (Byrne and Sipe 2010). Taman dapat beragam bentuknya seperti taman kota, taman alam, taman lingkungan, taman untuk olahraga (golf), hutan kota dan sejenisnya. Plaza adalah ruang terbuka tradisional yang sering bertindak sebagai focal point di ruang publik. Umumnya berupa lahan dengan perkerasan di antara atau dikelilingi oleh gedung-gedung, dan berfungsi sebagai tempat pertemuan dan sering mengambil bentuk persegi tetapi dapat sangat bervariasi. Jalur hijau adalah koridor linier digunakan untuk berjalan jogging, bersepeda. Sedangkan jalan, di sebagian besar kota jalan memiliki hirarki mulai dari gang-gang kecil hingga jalan besar. Banyak dari jalan-jalan tidak dapat dianggap sebagai ruang terbuka karena berfungsi sebagai lalu lintas utama untuk kendaraan. Tetapi beberapa jenis jalan seperti jalur pejalan kaki dan jalur jalan pejalan kaki di suatu kawasan wilayah terbangun, misalnya mall dapat melakukan fungsi sebagai ruang terbuka.

3. Ruang Terbuka dan Perubahan Iklim

Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya ruang terbuka kontribusi positif bagi kota dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka dianggap dari solusi untuk mengatasi perubahan iklim, baik dari adaptasi dan mitigasi sisi.

Di daerah perkotaan di mana sudah terjadi urban heat island effect, panas yang disebabkan oleh muka lingkungan tervbangun,misalnya dari fasade bangunan dan perkerasan di perkotaan. Kenaikan suhu dirasakan lebih akut di daerah perkotaan karena kota cenderung menyimpan dan mempertahankan panas matahari yang lebih banyak. Kenaikan suhu ini juga ditambahkan lagi tekanan perubahan iklim dari emisi GRK. Di sisi mitigasi ruang terbuka seperti taman dan hutan kota memberikan lahan untuk penyerapan karbon. Taman-taman ini juga dapat berfungsi sebagai pengontrol iklim lokal. Menyediakan lebih banyak jalur-jalur hijau, seperti jalur untuk bersepada dan pedestrian yang baik dan dapat diakses secara luas, dapat mendorong untuk pengurangan pemakaian kendaraan pribadi. Nantinya dapat mengurangi pelepasan emisi GRK dari transportasi. Di sisi lain, ruang terbuka untuk kontribusi beradaptasi dengan perubahan iklim, infrastruktur hijau menawarkan potensi penting untuk beradaptasi dengan perubahan iklim yang tak terelakkan melalui pengelolaan air, mempertahankan suhu yang nyaman dan berlindung dari angin, ruang untuk kebun masyarakat dalam menanggapi isu ketahanan pangan.

Perlu disadari bahwa ruang terbuka saat ini juga terkena dampak perubahan iklim. Peningkatan fenomenda dan dampak perubahan iklim secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ruang-ruang terbuka kota. Ruang-ruang-ruang terbuka komunal perlu menyesuaikan diri untuk situasi iklim yang baru. Perlunya mengevaluasi ruang terbuka saat ini dan/atau memasukkan pertimbangan perubahan iklim untuk pembangunan ruang terbuka di masa yang akan datang. Aturan dan kebijakan mengenai ruang terbuka secara lebih luas/skala kota perlu dilakukan evaluasi. Implementasi kebijakan dan pemantauan untuk ruang terbuka juga diperlukan ruang untuk mengontrol perkembangan ruang terbuka dan sekitarnya. Salah satu kondisi yang harus dipertimbangkan, tidak hanya berhenti sampai perencanaan saja, namun benar-benar harus menerapkannya dalam realitas.

(6)

dari DNPI (2010) konversi lahan - LULUCF terus berlangsung dan berkontribusi dalam sebagian besar emisi GRK Indonesia. Konversi lahan secara umum tidak hanya menciptakan masalah degradasi lingkungan (hilangnya penyerapan karbon, polusi air dan tanah, keanekaragaman hayati dan habitat satwa liar) dan masalah sosial konflik antara pengusaha dan masyarakat lokal. Pembangunan negara dalam hal ekonomi mutlak dibutuhkan, namun juga perlu pengelolaan yang akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat; tidak hanya pada masa sekarang namun juga untuk generasi berikutnya.

Lahan di bumi terbatas dan tidak akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah manusia. Manusia sendiri menggunakan lahan untuk berbagai kebutuhan hidupya mulai untuk tinggal, makan, melakukan berbagai macam kegiatan. Tidak seperti yang sudah diyakini sebelumnya bahwa alam tidak terbatas, melihat situasi perubahan iklim saat ini sudah jelas bahwa alam memiliki batas kapasitas.

Desain dan perencanaan ruang terbuka, terkait dengan perencanaan kota dan regional perlu hati-hati rencana sehingga akan mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan di masa depan. Perlunya mempertimbangkan mekanisme-mekanisme kompensasi ruang terbuka yang sudah hilang dan pengesahan status ruang terbuka secara hukum yang sudah ada saat ini.

4. Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota

Pendekatan strategi desain dan perencanaan ruang terbuka kota untuk evaluasi dan pembangunan baru dalam konteks perubahan iklim adalah sebagai beikut. Pertama, mengevaluasi status kondisi ruang terbuka saat ini dan hubungannya ke ruang terbuka kepada lebih luas dan lingkungan sekitarnya. Di tahapan ini melihat lebih luas pada hubungan ruang terbuka dan kaitannya dengan lingkungan sekitarnya dan fungsinya di masa yang akan datang. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu proses ini misalnya, apakah fungsi ruang terbuka yang saat ini diemban? Bagaimanakah fungsi ruang terbuka ini di masa depan dalam perencanaan jangka panjang kota? Apakah akan ada perubahan? Contoh ide yang bisa diterapkan antara lain ketika penyusunan

masterplan untuk perumahan baru misalnya, fokus pertama menciptakan hubungan elemen-elemn lanskap - taman, sungai koridor - dan memperlakukan jalan sebagai elemen lanskap hijau terintegrasi.

Kedua, perencana, desainer perkotaan, arsitek, dan pengembang harus mempertimbangkan iklim diperkirakan lebih dari satu abad ini pada tahap desain dari setiap program pembangunan, perbaikan atau regenerasi baru untuk membantu masyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklim (Shaw et. Al 2007). Dalam hal ini dilakukan dengan jalan memeriksa skenario iklim atau tren iklim kota di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilakukan dengan memeriksa hasil penelitian tentang iklim makro-mikro dan tren perubahan iklim dari institusi terkait seperti BMKG, universitas lokal, Badan PBB dan institusi lain yang terkait. Skenario iklim ini dijadikan pertimbangan sebagai masa depan dalam merancang ruang terbuka. Misalnya dengan situasi hujan yang cukup deras di permukiman tertentu, lebih efektif membangun embung yang dapat berfungsi sebagai fasilitas olah raga publik daripada membangun rumah pompa. Di sini juga perlu juga di dalamnya melihat potensi dan kelemahan dari skenario iklim yang mungkin terjadi. Saat ini, secara umum untuk proyeksi skenario iklim tingkat lokal belum tersedia. Cara lain dapat dengan mengambil informasi data historis iklim dan mengikuti sesuai dengan skenario iklim global dan regional yang sudah ada.

Ketiga, selalu mempertimbangkan adaptasi dan mitigasi. Cara termudah atau aturan praktis adalah adaptasi berhubungan dengan dampak risiko perubahan iklim yang mungkin terjadi dan menangani mitigasi pencegahan pelepasan emisi GRK yang umumnya dalam lingkup perkotaan terkait dengan isu penghematan energi, transportasi pengurangan sampah dan limbah. Contoh ide yang bisa dipertimbangkan di sini misalnya, bagaimana desain dan perencanaan ruang terbuka yang membantu mengurnagi ketergantungan pada kendaraan pribadi; bagaimana desain dan perencanaan ruang terbuka yang dapat beradaptasi sekaligus membantu menyerap air berlebih akibat dampak banjir.

(7)

Infrastruktur abu-abu mengacu pada infrastruktur yang sifatnya teknis. Infrastruktur ini dapat difokuskan penggunaan teknologi bersih dan teknologi yang ramah lingkungan. Infrastruktur biru untuk pengelolaan air, ditujukan membuat sistim drainase yang berkelanjutan, misalnya dengan mengupayakan pengelolaan air kembali ke dalam ke tanah (closed loop) dan rainwater harvesting. Infrastruktur merah mengacu infrastruktur yang berhubungan dengan manusia, hardscapes, produk dan sistim aturan. Misalnya dalam hal pengelolaan sampah dan limbah, penggunaan air. Infrastruktur hijau adalah mengacu pada keseimbangan keanekaragaman hayati dan hubungan ekologis. Misalnya penanaman tipe flora tertentu yang ditanam sehingga akan menarik hewan-hewan sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati.

Keempat, memasukkan unsur-unsur lokalitas. Pengetahuan adat dipahami sebagai bentuk pengetahuan lokal, terikat untuk masyarakat, tempat, dan cara hidup (Ross, Pickering Sherman et al 2011 di Cobb 2011.). 'Kelokalan' sebaiknya tidak dipahami dalam arti sempit sebagai merujuk pada lokasi saja, melainkan sebagai pengetahuan yang budaya dan ekologis terletak (Bicker et al, 2004). Lokalitas semakin lama dianggap memiliki kontribusi penting dalam perubahan iklim. Pengetahuan lokal-pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan lingkungan tempat tertentu langsung, menyiratkan relevansi yang lebih luas (Bicker et al, 2004). Lokalitas dalam konteks perubahan iklim kini semakin menunjukkan kemiripan dengan metode ilmiah, banyak ide dalam pengetahuan lokal yang sebelumnya dianggap sebagai primitif, kini dipandang sebagai yang tepat dan canggih. Lebih jauh lagi dapat juga memasukkan input dari masyarakat lokal, khususnya terkait dengan riwayat lingkungan. Contoh penerapannya dalam desain dan perencanaan ruang terbuka yang paling mudah misalnya dengan penggunaan bahan-bahan lokal yang mudah tersedia. Perlu diingat bahwa tidak semua pengetahuan lokal dapat sesuai diterapkan dan semuanya harus ditimbang dengan baik. Ringkasan dari strategi ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Strategi desain dan perencaanaan dalam konteks perubahan iklim untuk ruang terbuka

Strategi Kapan (waktu) dan

Arsitek dan klien Diskusi dengan klien, peraturan pemerintah lokal

Arsitek dan insinyur Pemilihan utilitas yang rendah karbon, teknologi sederhana, ramah lingkungan

4 Memasukkan unsur lokal Desain dan

perencanaan

Arsitek Material lokal, vegetasi lokal, teknik pembangunan lokal (Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)

5. Ruang Terbuka Berkelanjutan dalam Konteks Perubahan Iklim

Ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan tangguh memerlukan desain dan prencaan yang baik. Contoh-contoh desain dan perencanaan ruang terbuka desain yang baik dengan sentuhan local dibutuhkan. Namun, agar terus dapat bertahan membutuh lebih dari desain dan perencaan yang baik Ruang terbuka memerlukan manajemen dan strategi (rencana operasi jangka panjang, monitoring dan evaluasi, pendek-menengah-panjang).

Ruang terbuka dan keberlanjutannya memerlukan niat baik dan tata pemerintahan kota yang baik. Di tahun 2011, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum meluncurkan

(8)

transportasi hijau, dan green building (Kirmanto et al 2012). GCDP adalah pertama dan terutama sebuah program kolaborasi antara kota / pemerintah daerah dengan masyarakat hijau, didukung oleh pemerintah provinsi dan difasilitasi oleh Pemerintah Pusat melalui bantuan teknis dan pengiriman insentif.

Partisipasi masyarakat dibutuhkan agar ruang terbuka tetap terjaga. Logikanya dengan memberikan fasilitas ruang terbuka yang baik akan menciptakan dampak positif dan menumbuhkan motivasi penduduk untuk meningkatkan skema melalui perubahan fisik dan pemeliharaan (Lay dan Reis 2003). Hanya saja situasi di Indonesia saat ini, kesadaran masyarakat masih rendah. Agar berkelanjutan, informasi, pendidikan dan peningkatan kesadaran bagi semua pihak perlu ditingkatkan. Oleh karena itu masyarakat perlu diingatkan secara rutin dan berkala melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi yang bersifat positif. Di tingkat pendidikan dasar perlunya memasukkan kurikulum berbasis lingkungan sehingga meningkatkan kesadaran sejak dini.

Kolaborasi antara para pemangku kepentingan - pemerintah, masyarakat dan pihak lain (LSM swasta dll). Jelas, ada potensi besar bagi pemerintah dan sektor publik untuk memimpin dengan contoh. Pemerintah memiliki tiga alat: regulasi, insentif fiskal, dan pengadaan. Setiap tindakan oleh sektor publik perlu dicocokkan dengan, dan dilakukan dalam kemitraan dengan, bisnis dan masyarakat.

6. Kesimpulan

Emisi GRK yang berlebihan dari sumber aktivitas manusia dilepaskan ke atmosfer merupakan penyebab utama perubahan iklim. Karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), metana (CH4) dan ozon (O3) yang dikenal sebagai gas rumah kaca utama. Sebagian besar ilmuwan percaya bahwa pemanasan dunia yang mengarah ke perubahan iklim sudah terjadi mulai dari abad ke-20. Lingkungan yang dibangun bertanggung jawab atas pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer, dari membangun produk sampai ke TPA, baik langsung maupun tidak langsung. Adaptasi dan mitigasi adalah dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim. Dalam Adaptasi pendek adalah upaya menanggapi dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi adalah upaya untuk mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Kedua langkah memiliki skala yang berbeda. Adaptasi terutama dalam skala lokal, sedangkan mitigasi dalam skala global.

Ruang terbuka yang tidak terbangun daerah atau non-bangunan daerah akan penggunaan dan manfaat bagi kepentingan umum. Beberapa contoh ruang terbuka taman, plaza, jalur hijau dan jalan adalah beberapa ruang yang termasuk didalamnya. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka dianggap dari solusi untuk mengatasi perubahan iklim dari kedua adaptasi dan mitigasi sisi. ruang terbuka menyediakan sarana dan cara untuk mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca dari transportasi dan menciptakan penyerap karbon, yang dianggap sebagai upaya mitigasi. Dari sisi adaptasi, ruang terbuka dapat menyediakan untuk pengelolaan air banjir dan kebun masyarakat di masalah makanan menanggapi keamanan. Ruang terbuka saat ini mungkin menderita dari dampak perubahan iklim. Meningkatkan banjir, meningkatkan suhu secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi lingkungan dibangun saat ini dan ruang terbuka. Meskipun kontribusi positif untuk lingkungan secara umum, tren ruang terbuka di Indonesia tidak menurun meskipun permintaan tinggi dari masyarakat, khususnya di daerah perkotaan dan sekitarnya. Pembangunan benar-benar diperlukan untuk pembangunan negara ekonomi, namun juga perlu mengelola dengan cara tertentu yang akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat, tidak hanya hadir, tetapi juga generasi berikutnya.

Desain strategi untuk merencanakan ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim terdiri dari 4 tahap yaitu (1) mengevaluasi status saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas - ruang daerah, (2) memeriksa skenario iklim / setiap studi penelitian tentang makro -mikro iklim perubahan - membuat pertimbangan sebagai masa depan dalam merancang ruang terbuka. Mengevaluasi potensi dan kelemahan dari skenario (3) selalu mempertimbangkan baik adaptasi dan mitigasi, (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang sesuai. Agar berkelanjutan dan tangguh untuk jangka panjang, ruang terbuka tidak hanya membutuhkan desain yang baik dan perencanaan serta manajemen tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat, tata pemerinatah dan niat baik pemerintah lokal setempat dan kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait.

Referensi

(9)

Bappenas, 2010, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific basis: Analysis and Projection of Sea Level Rise and Extreme Weather

Bappenas, 2010, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific Basis: Analysis and Projection of Temperature and Rainfall

Bicker A, Sillitoe P and Pottier J, 4, )nvestigating Local Knowledge; new directions new approaches , Ashgate

Byrne J and Sipe N, , Green and open space planning for urban consolidation – A review of the literature and best practice, [Online], Available : http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0003/199128/urp-ip11-byrne-sipe-2010.pdf (November 2012)

Cobb A, 2011, )ncorporating )ndigenous Knowledge Systems into Climate Change Discourse , [Online], Available: http://cc2011.earthsystemgovernance.org/pdf/2011Colora_0130.pdf (November 2012)

DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim, Indonesia, , )ndonesia s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve , [Online], Available : http://photos.mongabay.com/10/indonesia_ghg_cost_curve_english_sm.pdf (July 2012)

Forest climate center, , Fact sheet – )ndonesia Greenhouse Gas Emission Cost Curve , [Online], Available :

http://forestclimatecenter.org/files/2009-08-27%20Fact%20Sheet%20-%20Indonesia%20Greenhouse%20Gas%20Emission%20Cost%20Curve%20by%20Indonesia%20National%20Counci l%20on%20Climate%20Change.pdf (July 2012)

Government of (ongkong, , (ong Kong Planning and Standard Guidelines , [Online], Available : http://www.pland.gov.hk/pland_en/tech_doc/hkpsg/full/ (November 2012)

Glasglow City Council, 2010, Glasgow Open Space Strategy, [Online], Available:

http://www.glasgow.gov.uk/NR/rdonlyres/D2F0ABA1-662E-4D12-9C91-99C37B6BD60B/0/110805_Glasgow_Open_Space_Strategy_Final_Nov.pdf (November 2012)

Kirmanto D, Ernawi IS, and Djakapermana RD, , Indonesia Green City Development Program: an Urban Reform, [Online], Available: http://www.isocarp.net/Data/case_studies/2124.pdf (November 2012)

KL( Ministry of Environment )ndonesia , , Climate Change Risk and Adaptation Assesment: Greater Malang Raya

Synthesis Report

PAKL)M, , Profil Resiko Perubahan )klim dan Usulan Rencana Aksi Adaptasi Kota Malang , Unpublished PAKL)M, , Profil Resiko Perubahan )klim dan Usualan Rencana Aksi Adaptasi Kota Pasuruan , Unpublished

Shaw, R., Colley, M., and Connell, R. (2007) Climate change adaptation by design: a guide for sustainable communities. TCPA, London

UNEP, , Buildings and climate change: summary for policy makers , [Online], Available:

http://www.unep.org/sbci/pdfs/SBCI-BCCSummary.pdf (July 2012)

Gambar

Tabel 1. Emisi GRK: jenis, sumber antropogenik, kehidupan rentang waktu di athmosphere dan potensi pemanasan global
Gambar 2. Hubungan antara siklus hidup bangunan dan kontribusinya terhadap perubahan iklim
Gambar 3. Hubungan antara lingkungan binaan (bangunan dan sekitarnya)  dalam konteks perubahan iklim
Tabel 3. Strategi desain dan perencaanaan dalam konteks perubahan iklim untuk ruang terbuka

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan masyarakat terutama dibidang peningkatan ekonomi melalui kegiatan koperasi simpat pinjam, usaha kecil dan menengah (UKM) Perencanaan dan penerapan sistem

Penelitian Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi hasil ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi Hasil di Toko

Berdasarkan hasil klarifikasi dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta selaku wakil Pemerintah Pusat di Daerah dengan Keputusan Gubernur Nomor 55/KEP/2009 tentang

Oleh karena itu penulis memilih judul tersebut untuk mengetahui sejauh mana Peran Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mencapai kesuksesan program

Karena material yang banyak digunakan untuk pembuatan cetakan plastik adalah material yang terbuat dari baja karbon rendah maka penelitian ini akan meneliti pengaruh dari

Tidak ada batas yang jelas antara atmosfer Bumi dan angkasa luar karena atmosfer terdiri dari lapisan yang semakin menipis dengan semakin besarnya ketinggian. Angkasa luar di Tata

mengikuti ayahnya. Oleh karena sangat penting untuk tidak menikahi wanita budak yang sedang hamil, karena akan terkait dengan status anaknya nanti. Dan oleh