PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG TERHADAP PERILAKU BUANG AIR BESAR DI DESA SIBUNTUON
PARTUR KECAMATAN LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBAHAS
TAHUN 2011
S K R I P S I
OLEH:
YANNY DEWI ROMANNA SIREGAR 061000172
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG TERHADAP PERILAKU BUANG AIR
BESAR DI DESA SIBUNTUON PARTUR KECAMATAN LINTONGNIHUTA
KABUPATEN HUMBAHAS TAHUN 2011
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
YANNY DEWI ROMANNA SIREGAR 061000172
Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Juli 2011 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H
NIP. 196803201993082001 NIP. 140019774
Penguji II Penguji III
dr. Heldy B.Z., M.P.H dr. Fauzi S.K.M
NIP. 195206011982031003 NIP. 140052649
Medan, Juli 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Cakupan kepemilikan jamban di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009 masih tergolong sangat rendah yaitu dari 4.296 kepala keluarga hanya 1.165 kepala keluarga yang memiliki jamban (27,118%). Cakupan kepemilikan jamban yang paling rendah di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas adalah di Desa Sibuntuon Partur. Sebanyak 130 kepala keluarga yang memiliki jamban (57,221%) dari 226 kepala keluarga. Selain itu penggunaan jamban di desa tersebut juga masih rendah yaitu dari 130 kepala keluarga yang memiliki jamban hanya 62 keluarga yang selalu menggunakannya (47,7%).
Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan pendorong terhadap perilaku buang air besar (BAB) di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2011. Populasi adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas yaitu sebanyak 226 jiwa. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling yaitu 145 kepala keluarga. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel perilaku BAB yaitu variabel pendidikan (ρ=0,000), pengetahuan (ρ=0,000), sikap (ρ=0,000), kondisi jamban (ρ=0,000), peran penyuluh (ρ=0,000). Variabel yang tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku BAB yaitu variabel pekerjaan (ρ=0,381) dan penghasilan (ρ=0,161).
Diharapkan kepada petugas Puskesmas Sigompul melakukan penyuluhan kepada masyarakat Desa Sibuntuon Partur dalam upaya meningkatkan pengetahuan mereka mengenai perilaku BAB dan memberikan pelatihan kepada penyuluh guna meningkatkan penggunaan jamban.
ABSTRACT
Toilets ownership coverage in Lintongnihuta, Humbahas District were still very low, from 4296 heads of families only 1165 heads of families who had toilet (27.118%) in 2009. In Lintongnihuta Humbahas District, the lowest toilet ownerships coverage was in Sibuntuon Partur Village. There were only 130 (57.221%) heads of families who had toilets from 226 heads of families. Besides it the use of toilets in the village were still low, from the 130 had the toilet only 62 families use the toilet (47.7%).
The type of research used explanatory research that aimed to explain the influence of the predisposing, enabling and reinforcing factors on defecation behavior in the Sibuntuon Partur Village, Lintongnihuta, Humbahas District in 2011. Population were all heads of families who lived in the Sibuntuon Partur Village, Lintongnihuta, Humbahas District were 226 inhabitants. The sample were taken by simple random sampling technique were 145 heads of families. Data were collected by using questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.
The results of research showed that variables which had significant influence on defecation behavior variables were education (ρ = 0.000), knowledge (ρ = 0.000), attitude (ρ = 0.000), the condition of latrines (ρ = 0.000), the role of instructor (ρ = 0.000). Variables which did not have significant influence on defecation behavior were work variables (ρ = 0.381) and income (ρ = 0.161).
Health Center officers were expected to make counseling to the community Sigompul Sibuntuon Partur Village in an effort to increase their knowledge about defecation behavior and provide training to counsellor in order to increase the use of toilets.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas kasih dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Terhadap Perilaku BAB di
Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun
2011”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat.
Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi
ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Drs Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (FKM USU) sekaligus Dosen Pembimbing Akademi
yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama penulis
menjalani pendidikan.
2. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus
sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar
memberikan saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Prof. dr. Aman Nasution, MPH, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I
yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan serta saran
4. dr. Heldy BZ, MPH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan dan Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan dan
saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
5. dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan masukan
kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
6. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen di Departemen Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan.
7. Bapak Lambok selaku Kepala Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta
dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Seluruh petugas Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintongnihuta yang telah
membantu penulis dalam melakukan survei.
9. Seluruh Dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama
penulis mengikuti pendidikan.
10.Teristimewa untuk orang tuaku yang terkasih, Ayahanda (H.Siregar) dan Ibunda
(R.Simanjuntak, S.Pd.) yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dan
dukungan kepada penulis selama ini, serta kakanda dan adik-adik tercinta.
11.Daniel Syahputra Tarigan, Amd yang selalu sabar dan bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing, memberikan saran serta motivasi kepada penulis.
12.Saudaraku Stella, yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan
dan do’a selama ini.
13.Rekan-rekan stambuk 2006: Parulian, Annie, Sairama, Lobert, Deni, Agusfardin,
dan lain-lain serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan, dan do’a selama ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, 5 Juli 2011
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan i
Abstrak ii
Abstract iii
Daftar Riwayat Hidup iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 7
1.3. Tujuan Penelitian 8
1.4. Manfaat penelitian 8
BAB II DAFTAR PUSTAKA 9
2.1. Perilaku 9
2.1.1. Batasan Perilaku 9
2.1.2. Perilaku Kesehatan 9
2.2. Determinan Perilaku Masyarakat 10
2.2.1. Faktor Predisposisi 10
2.2.2. Faktor Pendukung 14
2.2.3. Faktor Pendorong 14
2.3. Pengertian Jamban Keluarga 15
2.4. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia 15
2.5. Jenis-jenis Jamban 16
2.6. Syarat-syarat Jamban Sehat 19
2.7. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga 23
2.8. Pemeliharaan Jamban 23
2.9. Kerangka Konsep 24
2.10. Hipotesis Penelitian 25
BAB III METODE PENELITIAN 26
3.1. Jenis Penelitian 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 26
3.3. Populasi dan Sampel 26
3.3.1. Populasi 26
3.3.2. Sampel 27
3.4. Metode Pengumpulan Data 27
3.5. Definisi Operasional 28
3.5.1. Variabel Independen 28
3.6. Aspek Pengukuran 31
3.6.1. Variabel Bebas 31
3.6.2. Variabel Terikat 32
3.7. Teknik Analisa Data 33
BAB VI HASIL PENELITIAN 34
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 34
4.1.1.Letak Geografis 34
4.1.2.Data Demografi 34
4.1.3.Sarana Kesehatan 36
4.1.5.Upaya Kesling 37
4.1.6.Kepemilikan Jamban 37
4.2. Analisis Univariat 38
4.2.1. Karakteristik Responden 38
4.2.2. Deskripsi Faktor Predisposisi 38
4.2.2.1. Pendidikan 38
4.2.2.2. Pekerjaan 39
4.2.2.3. Penghasilan 40
4.2.2.4. Pengetahuan 41
4.2.2.5. Sikap 43
4.2.3. Deskripsi Faktor Pendukung 46
4.2.4. Deskripsi Faktor Pendorong 49
4.2.5. Daskripsi Perilaku Responden 50
4.3. Hail Uji Statistik Bivariat 53
4.4. Hasil Uji Statistik Multivariat 55
4.5. Hasil Wawancara 57
BAB V PEMBAHASAN 59
5.1. Pengaruh Variabel Faktor Predisposisi terhadap Perilaku BAB 59 5.1.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Perilaku BAB 59 5.1.2. Pengaruh Penghasilan Terhadap Perilaku BAB 60 5.1.3. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku BAB 61
5.1.4. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku BAB 61
5.2. Pengaruh Variabel Faktor Pendukung Terhadap Perilaku BAB 63 5.2.1. Pengaruh Kondisi JambanTerhadap Perilaku BAB 63 5.3. Pengaruh Variabel Faktor Pendorong Terhadap Perilaku BAB 64 5.3.1. Pengaruh Peran Penyuluh Terhadap Perilaku BAB 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 66
6.1. Kesimpulan 66
DAFTAR PUSTAKA Lampiran :
1. Kuesioner 2. Kerangka Sampel
3. Hasil Pengolahan Statistik 4. Surat Izin Penelitian
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. :Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di
Kabupaten Humbahas Tahun 2009 3
Tabel 1.2. : Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di Kecamatan
Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009 4
Tabel 3.1. : Aspek Pengukuran Variabel Penghasilan, Pendidikan dan
Pekerjaan 31
Tabel 3.2. : Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan, Sikap, Kondisi
Jamban dan Peran Penyuluh 32
Tabel 3.3. : Aspek Pengukuran Variabel Terikat 32
Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 34 Tabel 4.2. : Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 35 Tabel 4.3. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan 35 Tabel 4.4. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa 36
Tabel 4.5. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama 36
Tabel 4.6. : Jenis Sarana Kesehatan 37
Tabel 4.7. : Kepemilikan Jamban 37
Tabel 4.8. : Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan 39 Tabel 4.9. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan 39 Tabel 4.10. : Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan 40 Tabel 4.11. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan 40 Tabel 4.12. : Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan 41 Tabel 4.13. : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan 42 Tabel 4.14. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan 43 Tabel 4.15. : Distribusi Responden Berdasarka Uraian Sikap 45 Tabel 4.16. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap 46 Tabel 4.17. : Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Jamban 48 Tabel 4.18. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kondisi
Jamban 49
Tabel 4.19. : Distribusi Responden Berdasarkan Peran Penyuluh 50 Tabel 4.20. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Peran
Penyuluh 50
Tabel 4.21. : Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Perilaku BAB 52 Tabel 4.22. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku BAB 53
Tabel 4.23. : Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. : Pengaruh Tinja Bagi Manusia 16
ABSTRAK
Cakupan kepemilikan jamban di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009 masih tergolong sangat rendah yaitu dari 4.296 kepala keluarga hanya 1.165 kepala keluarga yang memiliki jamban (27,118%). Cakupan kepemilikan jamban yang paling rendah di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas adalah di Desa Sibuntuon Partur. Sebanyak 130 kepala keluarga yang memiliki jamban (57,221%) dari 226 kepala keluarga. Selain itu penggunaan jamban di desa tersebut juga masih rendah yaitu dari 130 kepala keluarga yang memiliki jamban hanya 62 keluarga yang selalu menggunakannya (47,7%).
Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan pendorong terhadap perilaku buang air besar (BAB) di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2011. Populasi adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas yaitu sebanyak 226 jiwa. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling yaitu 145 kepala keluarga. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel perilaku BAB yaitu variabel pendidikan (ρ=0,000), pengetahuan (ρ=0,000), sikap (ρ=0,000), kondisi jamban (ρ=0,000), peran penyuluh (ρ=0,000). Variabel yang tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku BAB yaitu variabel pekerjaan (ρ=0,381) dan penghasilan (ρ=0,161).
Diharapkan kepada petugas Puskesmas Sigompul melakukan penyuluhan kepada masyarakat Desa Sibuntuon Partur dalam upaya meningkatkan pengetahuan mereka mengenai perilaku BAB dan memberikan pelatihan kepada penyuluh guna meningkatkan penggunaan jamban.
ABSTRACT
Toilets ownership coverage in Lintongnihuta, Humbahas District were still very low, from 4296 heads of families only 1165 heads of families who had toilet (27.118%) in 2009. In Lintongnihuta Humbahas District, the lowest toilet ownerships coverage was in Sibuntuon Partur Village. There were only 130 (57.221%) heads of families who had toilets from 226 heads of families. Besides it the use of toilets in the village were still low, from the 130 had the toilet only 62 families use the toilet (47.7%).
The type of research used explanatory research that aimed to explain the influence of the predisposing, enabling and reinforcing factors on defecation behavior in the Sibuntuon Partur Village, Lintongnihuta, Humbahas District in 2011. Population were all heads of families who lived in the Sibuntuon Partur Village, Lintongnihuta, Humbahas District were 226 inhabitants. The sample were taken by simple random sampling technique were 145 heads of families. Data were collected by using questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.
The results of research showed that variables which had significant influence on defecation behavior variables were education (ρ = 0.000), knowledge (ρ = 0.000), attitude (ρ = 0.000), the condition of latrines (ρ = 0.000), the role of instructor (ρ = 0.000). Variables which did not have significant influence on defecation behavior were work variables (ρ = 0.381) and income (ρ = 0.161).
Health Center officers were expected to make counseling to the community Sigompul Sibuntuon Partur Village in an effort to increase their knowledge about defecation behavior and provide training to counsellor in order to increase the use of toilets.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud
melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan
merata (Profil Depkes RI, 2008).
Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, baik jasmani,
rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu variabel yang
kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat.
Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah
satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas (Profil
Depkes RI, 2008).
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) atau dikenal juga dengan nama
Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat,
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2015. Upaya sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang disebut Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu : meliputi tidak buang air besar (BAB)
sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang
aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan
aman (Depkes RI, 2008).
Kegiatan utama dari gerakan STBM yang dilakukan adalah merubah perilaku
masyarakat agar tidak BAB sembarangan. Hubungan yang paling mendasar dengan
kualitas lingkungan dalam hal penggunaan jamban adalah ketersediaan fasilitas dan
jenis penampungan tinja yang digunakan. Jenis sarana penampungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan sekitar sekaligus
meningkatkan risiko penularan penyakit di masyarakat. Masalah kondisi lingkungan
tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek sarana yang digunakan
terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana (Profil Depkes RI,
2004).
Penggunaan fasilitas tempat buang air besar perlu diperhatikan karena sangat
menentukan kualitas hidup penduduk. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) Tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka
(Kepmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008).
Berdasarkan Riskesdas (2007), persentase rumah tangga yang belum memiliki
lokasi desa dan kota maka diketahui bahwa, persentase rumah tangga yang memiliki
fasilitas tempat buang air besar sendiri di perkotaan dan perdesaan menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan. Persentase di perkotaan sebesar 88,6%, sedangkan
di perdesaan sebesar 58,5%.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Humbahas (2009), penggunaan
jamban di Kabupaten Humbahas hanya 21.027 dari 35.045 rumah yang memiliki
jamban atau sekitar 60%. Cakupan kepemilikan jamban keluarga yang paling rendah
di Kabupaten Humbahas terdapat di Kecamatan Lintongnihuta yaitu sebanyak 1.165
dari 4.296 KK atau sebesar 27,118%. Secara rinci dapat kita lihat pada Tabel 1.1. di
bawah ini:
Tabel 1.1. Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di Kabupaten Humbahas Tahun 2009
No. Kecamatan Jumlah
KK
Jamban
Jumlah KK yang diperiksa
Jumlah KK yang memiliki
Persentase KK yang memiliki 1. Lintongnihuta 4.296 4.296 1.165 27,118
2. Baktiraja 1.809 1.809 498 27,529
3. Tarabintang 1.620 1.620 5.212 32,173
4. Pollung 3.730 3.730 1.313 35,201
5. Doloksanggul 8.130 8.130 4.234 52,079
6. Parlilitan 4.338 4.338 2.403 55,394
7. Sijamapolang 1.321 1.321 834 63,134
8. Paranginan 2.403 2.403 1.715 71,369
9. Pakkat 5.212 5.212 4.149 79,605
10. Onanganjang 2.186 2.186 4.338 198,44
Jumlah 35.045 35.045 25.861 -
Rata-rata 73,793
Berdasarkan Profil Puskesmas Sigompul Kec. Lintongnihuta (2009), cakupan
penggunaan jamban di Kecamatan Lintongnihuta hanya 684 dari 1.165 rumah yang
memiliki jamban yaitu sekitar 58,7%. Desa Sibuntuon Partur merupakan desa yang
memiliki cakupan kepemilikan jamban yang paling rendah dari 22 desa yang ada di
Kecamatan Lintongnihuta yaitu 130 kepala keluarga dari 226 atau sekitar 57,221.
Tabel 1.2. Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009
No. Desa Jumlah
KK Jamban Jumlah KK yang diperiksa Jumlah KK yang memiliki Persentase KK yang memiliki
1. Dolok Margu 260 260 193 74,230
2. Siponjot 342 342 226 66,081
3. Hutasoit 1 248 248 190 76,612
4. Hutasoit 2 193 193 135 69,948
5. Sitio-tio 199 199 124 62,311
6. Lobutua 137 137 86 62,277
7. Tapian Nauli 328 328 221 67,378
8. Sitolu Bahal 257 257 198 77,042
9. Habeahan 127 127 86 67,71
10. Pargaulan 274 274 250 91,240
11. Siharjulu 294 294 182 61,904
12. Sigumpar 210 210 129 61,428
13. Sigompul 206 206 186 90,291
14. Sibuntuon Parpea 338 338 312 92,307
15. Sibuntuon Partur 226 226 130 57,221
16. Parulohan 302 302 199 65,894
17. Bonan Dolok 91 91 70 76,923
18. Nagasaribu 1 253 253 151 59,683
19. Nagasaribu 2 239 239 137 57,322
20. Nagasaribu 3 258 258 154 59,689
21. Nagasaribu 4 168 168 97 57,738
22. Nagasaribu 5 191 191 122 63,874
JUMLAH 5141 5141 3578 -
Rata-rata 69,597
Berdasarkan hasil wawancara peneliti di Desa Sibuntuon Partur bahwa dari
130 kepala keluarga yang memiliki jamban, hanya 62 kepala keluarga yang
menggunakan jamban yaitu sekitar 47,6%. Persentase yang menggunakan jamban
sehat adalah sebesar 29,23% atau sebanyak 38 KK. Cakupan penggunaan jamban di
Desa Sibuntuon Partur masih di bawah target Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
yaitu sebesar 75%.
Sumber air minum masyarakat desa tersebut kebanyakan menggunakan air
sumur, di mana jarak sumur dengan jamban tidak sesuai dengan syarat jamban sehat
yaitu > 10 m dari sumber air. Sumber air bersih masyarakat Desa Sibuntuon Partur
yaitu dari 226 kepala keluarga yang diperiksa yang menggunakan sumur gali
sebanyak 184 KK atau 81,41% dan yang menggunakan sumber air lainnya sebesar 42
KK atau 18,58%. Masyarakat yang memiliki SPAL (Saluran Pembuangan Air
Limbah) sebanyak 192 KK dari 226 KK atau 84,95% dan persentase yang memiliki
SPAL sehat sebesar 48,43% atau sebanyak 93 KK (Profil Puskesmas Sigompul Kec.
Lintongnihuta Kab. Humbahas, 2009).
Jumlah kasus diare di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta
Kabupaten Humbahas Tahun 2009 yaitu sebanyak 36 dari 495 kasus. Jumlah kasus
diare pada masyarakat yang memiliki jamban sebanyak 15 kasus dan kasus diare pada
masyarakat yang tidak memiliki jamban sebanyak 21 kasus. Hal ini menunjukkan
adanya perbedaan antara jumlah kasus diare pada masyarakat yang memiliki jamban
dengan yang tidak memiliki jamban.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa Kepala Keluarga (KK)
faktor ekonomi di mana pendapatan rumah tangga yang masih rendah membuat
masalah kesehatan bukan merupakan prioritas seperti halnya untuk memperbaiki
kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga layak untuk dipakai.
(2) kebiasaan masyarakat yang menggunakan pekarangan rumah atau kolam sebagai
tempat membuang hajat, sehingga sulit menerima perubahan untuk menggunakan
jamban, (3) rendahnya kesadaran masyarakat untuk buang air besar di jamban dan (4)
kualitas pendidikan masyarakat yang relatif rendah juga sangat berpengaruh.
Menurut Green dalam Notoatmotjo (2003), kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar
perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu
: faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai),
pendukung (lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas) dan
pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan
kelompok referensi dari kelompok masyarakat).
Menurut Irianti dalam Pinem (2003), menyatakan bahwa alasan masyarakat
tidak menggunakan jamban adalah karena keterbatasan dana, tidak ada lahan dan
sudah terbiasa dengan cara pembuangan yang ada seperti dekat dengan sungai dan
pantai. Sebenarnya tidak ada norma atau kepercayan yang menghambat pemanfaatan
jamban oleh masyarakat, bahkan semua agama dan kepercayan yang mereka anut
mengajarkan untuk hidup bersih.
Berdasarkan penelitian Tarigan (2007), menyatakan bahwa penggunaan jamban
keluarga dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan bagi yang
dengan baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan penggunaan jamban adalah
dengan cara identifikasi sedini mungkin baik yang dilakukan oleh penyuluh
kesehatan dengan mengunjungi rumah secara khusus maupun dilakukan secara pasif
melalui pembinaan di tempat tertentu.
Berdasarkan penelitian Fauziah (2000), menyatakan bahwa pendidikan,
kebiasaan dan pengetahuan sangat berpengaruh terhadap penggunaan jamban
keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Jika dilihat dari pengetahuan masyarakat
yang sangat berpengaruh terhadap sanitasi jamban keluarga maka sangat diperlukan
pemberian bimbingan kesehatan dan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik meneliti pengaruh
faktor predisposisi (pekerjaan, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap),
pendukung (kondisi jamban) dan pendorong (peran penyuluh) terhadap perilaku BAB
di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Pada
Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang menjadi perumusan masalah penelitian
adalah apakah ada pengaruh faktor predisposisi (pekerjaan, pendidikan, penghasilan,
pengetahuan, sikap), pendukung (kondisi jamban) dan faktor pendorong (peran
penyuluh) terhadap perilaku BAB di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh faktor
predisposisi (pekerjaan, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap), pendukung
(kondisi jamban) dan pendorong (peran penyuluh) terhadap perilaku BAB di Desa
Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas pada Tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan referensi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Humbahas dalam
melakukan kegiatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan
lingkungan dan mendorong masyarakat untuk meningkatkan penggunaan
jamban keluarga di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta.
2. Sebagai bahan masukan bagi petugas sanitasi di Puskesmas dalam
meningkatkan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam penggunaan jamban keluarga.
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti yang dapat
digunakan sebagai upaya mengembangkan pengetahuan masyarakat di Desa
Sibuntuon Partur untuk meningkatkan kesadarannya tentang penggunaan
jamban keluarga.
4. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu Administrasi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Batasan Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang
merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang
dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour)
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap
sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun tradisional
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia
2.2. Determinan Perilaku Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon
terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor lain
dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.
Banyak teori determinan perilaku, salah satunya adalah teori Lawrence Green
yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua determinan masalah
kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku) dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor
pendorong.
2.2.1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah
terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang atau
masyarakat memiliki pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat terutama
untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti cacingan, diare dan
lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian ini adalah :
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1. Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek sudah mulai timbul
3. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup dalam
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
2. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap merupakan suatu reaksi
atau respons sesorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan
2. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi
3. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah derajat
tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijasah yang diterima dari
sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan merupakan suatu
usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses pendewasaan.
pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga sebagai tempat
membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik
4. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan
5. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan yang dikategorikan
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2009 Tentang
Penetapan Upah Minimun Kabupaten (UMK) yaitu sebesar Rp. 1.100.000,- per
bulan
2.2.2. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat,
misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung adalah kondisi jamban.
2.2.3. Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan contoh dari para
tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat dan lain-lain.
Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran petugas dalam
memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga sangat berpengaruh
menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh pandangan yang baik
dari petugas terkait.
2.3. Pengertian Jamban Keluarga
Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri atas
tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban sehat adalah suatu
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan
penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang
tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2
(Notoatmodjo, 2010).
2.4. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia semakin meningkat. Dilihat dari
segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan
masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah
bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat
diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini :
[image:30.612.116.516.158.267.2]
Gambar 2.1. Pengaruh tinja bagi manusia
Beberapa penyakit yang ditularkan oleh tinja manusia antara lain : tifus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),
schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
2.5. Jenis-Jenis Jamban
Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan
konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya
terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai
jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu
bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena
baunya Tinja
Air Tangan Lalat Tanah
Makanan
Minuman Pejamu
Sakit
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh
suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari
jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban
semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,
karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin
3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu
bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini
adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah
4. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang
berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium
baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang
melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran
5. Jamban di Atas Balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara
pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya,
menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara
tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
b. Balong tersebut tidak boleh kering
c. Balong hendaknya cukup luas
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air
e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter
g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air
6. Jamban Septic Tank
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja
dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat
atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di
dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses
penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam
lapisan yaitu:
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat
b. Lapisan cair
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia
pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan
kotorannya yaitu:
a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah
b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang
2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya
yaitu:
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di
atas galian penampungan kotoran
b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada
langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan
dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian
penampungan kotoran (Warsito, 1996).
2.6. Syarat-Syarat Jamban Sehat
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004).
Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat
yaitu:
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar
lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur
2. Tidak mencemari tanah permukaan
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian
kotoran ditimbun di lubang galian
3. Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakainya
Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar
dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).
Menurut Ehlers dkk dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran
yang memenuhi aturan kesehatan adalah:
a. Tidak mengotori tanah permukaan
b. Tidak mengotori air permukaan
c. Tidak mengotori air dalam tanah
d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka
e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.
Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu harus memiliki:
a. Rumah jamban
Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari
pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.
Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga
b. Lantai jamban
Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik,
kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga
c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok) d. Closet (lubang tempat feces masuk)
e. Pit (sumur penampungan feces)
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat
mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa
lubang tanah saja
f. Bidang resapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk
mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja
2.7. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik
dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat dari penyakit
b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
c. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar,
2000).
2.8. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :
a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
b. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih
d. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa
e. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
f. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban
g. Bila ada bagian yang rusak harus segara diperbaiki (Depkes RI, 2004).
2.9. Kerangka Konsep
[image:38.612.116.516.228.479.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Definisi Konsep:
1. Faktor predisposisi perilaku adalah faktor-faktor yang dapat mempermudah
terjadinya perilaku pada masyarakat, meliputi: pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, sikap dan pengetahuan. Faktor Predisposisi
- Pengetahuan - Sikap - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan
Faktor Pendukung
Kondisi Jamban Perilaku BAB
2. Faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana yang
mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku masyarakat, meliputi kondisi
jamban.
3. Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku pada masyarakat, meliputi: peran penyuluh.
4. Perilaku BAB yaitu tindakan nyata yang dilakukan responden (keluarga) dalam
menggunakan jamban keluarga sebagai tempat pembuangan tinja.
2.10. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh faktor predisposisi (meliputi: pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung (kondisi jamban) dan faktor
pendorong (meliputi: peran penyuluh) terhadap perilaku BAB di Desa Sibuntuon
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei penjelasan atau explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pekerjaan, pendidikan,
penghasilan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung (kondisi jamban) dan faktor
pendorong (peran penyuluh) terhadap perilaku BAB di Desa Sibuntuon Partur
Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2011 (Singarimbun, 1995).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan
Lintongnihuta Kabupaten Humbahas dengan pertimbangan bahwa cakupan
kepemilikan jamban keluarga di desa tersebut masih rendah yaitu sebesar 57,221%
dan cakupan penggunaan jamban keluarga juga masih rendah yaitu 47,6%. Selain itu
belum pernah dilakukan penelitian mengenai perilaku BAB di desa tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2011.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) di Desa
Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009,
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan simple random sampling. Rumus menetapkan besar sampel terdapat pada Notoatmodjo (2003) :
2
) 05 . 0 ( 226 1
226
+ =
=144,4→145KK Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Derajat kesalahan (0,05)
Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 145 KK.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu :
1. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yang
berpedoman pada kuesioner penelitian dan observasi.
2. Data sekunder diperoleh dengan cara melihat catatan/dokumen (file) yang berhubungan dengan penelitian di Puskesmas Sigompul Kecamatan
3.5. Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen
1. Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan yang
dikategorikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara
Tahun 2009 Tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten (UMK) yaitu
sebesar Rp. 1.100.000,- per bulan. Dengan demikian penghasilan dapat
dibedakan atas :
a. < Rp. 1.100.000,- per bulan
b. ≥ Rp. 1.100.000,- per bulan
2. Pendidikan adalah derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan
berdasarkan ijazah yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan
sertifikat kelulusan. Tingkat pendidikan dibagi dalam 3 kategori :
a. Rendah, bila responden tidak tamat SD/tamat SD
b. Sedang, bila responden tamat SMP/tamat SMA
c. Tinggi, bila responden tamat Akademi/Perguruan Tinggi
3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang
pengertian jamban, syarat jamban sehat, jarak penampungan tinja terhadap
air bersih, manfaat jamban, dan penyakit yang ditularkan dari tinja, baik
yang diperoleh dari penyuluhan oleh petugas kesehatan maupun media
cetak/elektronik. Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala
interval dari 7 (tujuh) pertanyaan, kemudian dikelompokkan menjadi 3
a. Buruk, apabila responden tidak tahu segala sesuatu tentang jamban
keluarga meliputi pengertian, syarat-syarat jamban sehat, ciri-ciri
bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, penyakit yang
ditularkan oleh tinja, pemeliharaan jamban dan manfaat jamban.
b. Sedang, apabila responden kurang tahu segala sesuatu tentang jamban
keluarga meliputi pengertian, syarat-syarat jamban sehat, ciri-ciri
bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, penyakit yang
ditularkan oleh tinja, pemeliharaan jamban dan manfaat jamban.
c. Baik, apabila responden tahu segala sesuatu tentang jamban keluarga
meliputi pengertian, syarat-syarat jamban sehat, ciri-ciri bangunan
jamban yang memenuhi syarat kesehatan, penyakit yang ditularkan
oleh tinja, pemeliharaan jamban dan manfaat jamban.
4. Sikap adalah kecenderungan responden untuk memberikan respons (baik
secara positif maupun negatif) terhadap penggunaan jamban keluarga.
Sikap dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Baik, apabila responden memberikan respons positif terhadap perilaku
BAB
b. Sedang, apabila responden memberikan respons positif dan negatif
secara seimbang terhadap perilaku BAB
c. Buruk, apabila responden memberikan respons negatif terhadap
5. Pekerjaan adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden
sehingga memperoleh penghasilan. Pekerjaan ada 2 kategori yaitu :
a. Bekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, tani,
wiraswasta, dan lainnya)
b. Tidak Bekerja (termasuk Ibu Rumah Tangga (IRT))
6. Kondisi jamban adalah suatu keadaan jamban yang dimiliki oleh keluarga
yang dilihat berdasarkan observasi dan disesuaikan dengan kriteria
jamban sehat. Pengukuran variabel kondisi jamban didasarkan pada skala
ordinal dengan kategori:
a. Baik, apabila semua memenuhi syarat jamban sehat meliputi: jamban
tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau, tidak mencemari
tanah, mudah dibersihkan, memiliki dinding kedap air dan atap
pelindung, memiliki penerangan yang cukup, memiliki ventilasi, tidak
dapat dijamah oleh serangga atau tikus dan tersedia air bersih.
b. Buruk, apabila ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi
7. Peran penyuluh kesehatan adalah pengajaran yang disampaikan oleh
petugas kesehatan tentang penggunaan jamban keluarga. Pengukuran
variabel peran penyuluh kesehatan didasarkan pada skala ordinal dengan
kategori:
a. Berperan, apabila responden merespons ≥ 50% dari pertanyaan
3.5.2. Variabel Dependen
Perilaku BAB adalah tindakan/perbuatan nyata keluarga untuk menggunakan
jamban sebagai sarana pembuangan tinja. Pengukuran variabel dependen:
a. Baik, apabila responden merespons < 50% dari pertanyaan
b. Sedang, apabila responden merespons 50% - 75% dari pertanyaan
c. Buruk, apabila responden merespons > 75% dari pertanyaan
3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas
Aspek pengukuran variabel bebas terdiri dari faktor predisposisi (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, sikap dan pengetahuan), faktor pendukung (kondisi jamban),
faktor pendorong (peran penyuluh).
[image:45.612.118.526.431.599.2]Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2. di bawah ini.
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penghasilan, Pendidikan, dan Pekerjaan No Variabel Jumlah
Indi- kator
Kriteria Kategori Variabel
Skor Skala Ukur 1. Penghasilan 1 1. < UMK
2 ≥UMK
Ordinal
2. Pendidikan 1 1. Rendah
2. Sedang 3. Tinggi
Ordinal
3. Pekerjaan 1 1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan, Sikap, Kondisi Jamban, dan Peran Penyuluh
No Variabel Jumlah Indi- kator Kategori Jawaban Nilai Bobot
Kategori Bobot Nilai Variabel Seluruh Indikator Skala Ukur
1. Pengetahuan 7 Tahu 2
1 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 7-8 9-10 11-14 Interval Tidak tahu
2. Sikap 7 Setuju 2
1 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 7-8 9-10 11-14 Interval Tidak setuju
3. Kondisi Jamban
9 Ya 2
1 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 9-11 12-14 15-18 Interval Tidak
4. Peran
Penyuluh
2 Ya 2
1 1.Tidak Berperan 2. Berperan 3-4 4 Ordinal Tidak
3.6.2. Variabel Terikat
Untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam BAB diukur dengan
menggunakan skala nominal dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat Variabel Jumlah
Indikator
Kriteria Nilai Bobot
Kategori Skor Skala Ukur Perilaku
masyarakat dalam BAB
6 1. Ya
2. Tidak
2 1
1. Buruk 2. Sedang 3. Baik
6-7 8-9 10-12
3.7. Teknik Analisa Data
Analisis data menggunakan uji statistik regresi linier berganda karena
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor predisposisi (pekerjaan,
pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap), pendukung (kondisi jamban) dan
faktor pendorong (peran penyuluh) terhadap perilaku BAB di Desa Sibuntuon Partur
Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Pada Tahun 2011.
Rumus :
Keterangan :
Y = variabel dependen
a = konstanta
b = koefisien regresi
X = variabel independen
e = komponen kesalahan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis
Desa Sibuntuon Partur berada di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten
Humbahas. Secara geografis, desa ini memiliki luas wilayah 50,25 km2. Desa
Sibuntuon Partur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sigumpar
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sibuntuon Parpea
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Parulohan
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Siharjulu
4.1.2. Data Demografi
Secara administratif, jumlah penduduk Desa Sibuntuon Partur pada tahun
2009 mencapai 1.329 jiwa (226 KK). Berdasarkan jenis kelamin, penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 708 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 621 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Desa Sibuntuon Partur Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. 2.
Laki-laki Perempuan
708 621
53,27 46,73
Jumlah 1.329 100
Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk Desa Sibuntuon Partur paling
banyak tidak tamat SD yaitu sebanyak 352 jiwa (36,44%). Secara rinci dapat dilihat
[image:49.612.114.526.195.414.2]pada Tabel 4.2. berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Desa Sibuntuon Partur Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase
(%)
1 Pendidikan:
a. SD 167 17,29
b. SMP 91 9,42
c. SMA 56 5,80
d. Diploma 2 0,21
e. Sarjana 2 0,21
2 Putus Pendidikan
a. SD 352 36,44
b. SMP 122 12,63
c. SMA 169 17,49
d. Diploma 3 0,30
e. Sarjana 2 0,21
Jumlah 966 100
Sumber : Profil Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2010
Pekerjaan masyarakat mayoritas adalah petani yaitu sebanyak 446 jiwa
(79,08%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Petani 446 79,08
2. Wiraswasta 22 3,90
3. 4. 5. 6. Pegawai Swasta PNS Buruh IRT 15 11 56 14 2,66 1,95 9,93 2,48
Jumlah 564 100
[image:49.612.114.529.510.658.2]Suku bangsa masyarakat mayoritas adalah Batak Toba yakni 1.315 jiwa
[image:50.612.114.526.149.252.2](98,95%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut :
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
No Nama Suku Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Batak Toba 1.315 98,95
2 Karo 6 0,45
3 Nias 8 0,60
Jumlah 1.329 100
Sumber : Profil Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2010
Agama mayoritas masyarakat adalah Kristen Protestan yakni sebanyak 1.215
[image:50.612.110.530.334.411.2]jiwa (91,42%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
No Nama Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Kristen Protestan 1.215 91,42
2 Katolik 114 8,58
Jumlah 1.329 100
Sumber : Profil Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2010
4.1.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Desa Sibuntuon Partur merupakan wilayah kerja Puskesmas Sigompul.
Tenaga kesehatan yang ada di desa tersebut terdiri dari 1 orang bidan dan 1 orang
perawat tetapi tidak membuka praktik swasta. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel
4.6.
Tabel 4.6. Jenis Sarana Kesehatan
No Sarana Kesehatan Jumlah (unit)
1. Puskesmas Sigompul 1
Jumlah 1
Tenaga Kesehatan 1.
2.
Bidan Perawat
1 1
Jumlah 2
[image:50.612.110.526.574.686.2]4.1.4. Upaya Kesehatan Lingkungan
Gambaran upaya kesehatan lingkungan di Desa Sibuntuon Partur hanya terdiri
atas penyehatan lingkungan permukiman, sedangkan penyehatan tempat pengelolaan
makanan dan penyehatan tempat-tempat umum belum ada. Hal tersebut disebabkan
belum adanya sumber daya manusia yang betul-betul memahami tatalaksana
penyehatan lingkungan tempat pengelolaan makanan dan tempat-tempat umum
(Profil Puskesmas Sigompul, 2010).
4.1.5. Kepemilikan Jamban
Masyarakat Desa Sibuntuon Partur yang memiliki jamban secara rinci dapat
[image:51.612.114.527.380.448.2]dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Kepemilikan Jamban
No Desa Jumlah KK %
1. 2.
Memiliki Tidak memiliki
130 96
57,2 42,8
Jumlah 226 100
Sumber: Profil Puskesmas Sigompul Tahun 2010
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel
independen dalam penelitian. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi:
pendidikan, penghasilan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap.
4.2.1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di Desa Sibuntuon
pada 145 kepala keluarga, dapat digambarkan karakteristik responden berdasarkan
pendidikan, penghasilan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap.
4.2.2. Deskripsi Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi mencakup pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
pengetahuan dan sikap responden, yaitu sebagai berikut:
4.2.2.1. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 39 responden
(26,9%) tidak tamat SD, sebanyak 54 responden (37,2%) tamat SD, sebanyak 17
responden (11,7%) tamat SMP, sebanyak 19 responden (13,1%) tamat SMA dan 16
responden (11,0%) akademi/Perguruan Tinggi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel
[image:52.612.113.526.440.560.2]4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
F %
1. 2. 3. 4. 5.
Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA
Akademi/Perguruan Tinggi
39 54 17 19 16
26,9 37,2 11,8 13,1 11,0
Jumlah 145 100
Tingkat pendidikan responden dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu
pendidikan rendah (tidak tamat SD/tamat SD), pendidikan sedang (SMP/SMA), dan
pendidikan tinggi (D3/Sarjana). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
responden (71,0%) dan paling sedikit berada dalam kategori tinggi yaitu tamat
akademi/sarjana sebanyak 16 responden (11,0%). Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan
No Kategori Pendidikan Jumlah
F %
1. 2. 3. Rendah Sedang Tinggi 103 26 16 71,0 18,0 11,0
Jumlah 145 100
4.2.2.2. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden pada umumnya
bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 116 responden (80,0%). Secara rinci dapat
[image:53.612.114.526.436.561.2]dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No Kategori Pekerjaan Jumlah
F %
1. 2. 3. 4. 5. Petani Wiraswasta Pegawai Swasta PNS IRT 116 11 5 9 4 80,0 7,6 3,4 6,2 2,8
Jumlah 145 100
Pekerjaan responden dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu tidak
bekerja (termasuk IRT) dan bekerja (Petani, wiraswasta, pegawai swasta, dan PNS).
kategori bekerja yaitu sebanyak 141 responden atau 97,2%. Secara rinci dapat dilihat
[image:54.612.112.525.144.225.2]pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan
No Kategori Pekerjaan Jumlah
F %
1. 2.
Tidak bekerja (Termasuk IRT) Bekerja
4 141
2,8 97,2
Jumlah 145 100
4.2.2.3. Penghasilan
Penghasilan keluarga dihitung dari seluruh penghasilan anggota keluarga
baik itu dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Berdasarkan penghasilan
keluarga diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 92 orang (63,4%)
masih memiliki penghasilan di bawah UMK (< Rp 1.100.000,-/bulan). Secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan
No Tingkat Penghasilan Jumlah
F %
1. 2.
< U