• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 59

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GARUDA PEKANBARU TAHUN 2013

Yan Sartika

Dosen Poltekes Depkes Riau, Indonesia

ABSTRACT

Nowadays obesity has become a global epidemic, where children tend to become obese adults, and finally obesitassaat can experience health problems. The purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of obesity in primary school children in Puskesmas Garuda 2013. This research is analytic survey with case-control study design. The location of research is elementary school located in Puskesmas Garuda Pekanbaru conducted in May-August 2013. The population in this study were all primary school children who are obese as a child 197 and 1518 cases of normal weight children as control techniques sampling using cluster sampling. The research instrument was a questionnaire in the form of a questionnaire. Collecting data using primary and secondary data by distributing questionnaires and documentation. Data processing technique is computerized with SPSS version 16. Analysis of the relationship between variables using chi_square test. The result showed an association between a history of exclusive breastfeeding with obesity (p = 0.044, OR = 3.095, 95% CI = 1.010-9.48), there is a relationship between duration of breastfeeding with obesity (p = 0.037, OR = 0310, 95% CI: 0.101 to 0953, there is a relationship with the frequency of fast food consumption with obesity (p = 0.018, OR = 3.889, 95% CI: 1.230 to 12.292). Expected promotion of exclusive breastfeeding, duration of breastfeeding and frequency of consumption of fast food will help reduce the risk of obesity in children because it is known that children who are obese have a higher risk of becoming obese adults.

Bibliography : 27 (2000-2012) Keywords : Obesity, Asi, fast food

PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan dilakukan

secara bertahap dan

berkesinambungan. Visi

pembangunan Gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat yang optimal (Depkes RI,2006)

(2)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 60 Eropa, USA, dan Australia telah

mencapai tingkat epidemi. Dicina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obesitas, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada umur 6-14 tahun berkisar antara 5-11% (Adriani, 2012). Di Amerika Serikat yang dimuat dalam Nutrional Journal 2005 menyebutkan bahwa penderita obesitas pada anak-anak mencapai 11%, Di Eropa 22 juta anak mengalami kegemukan dan obesitas (Ginanjar, 2009).

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi lebih. Gizi Kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka gizi lebih atau obesitas dianggap sebagai sinyal awal, dan munculnya kelompok penyakit-penyakit degeneratif/non infeksi yang sekarang ini banyak terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Tingginya prevalensi obesitas, gizi lebih, hipertensi, dan beberapa penyakit degeneratif lainnya, menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas di indonesia (Hanam, 2005).

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.Obesitas ditandai dengan nilai BMI (Body MassIndex)di atas persentil ke -95 pada kurva pertumbuhan, sesuai umur dan jenis kelaminnya (Proverawati. A, 2011). Obesitas pada masa anak dapat meningkatkan risiko timbulnya pelbagai gangguan kesehatan, seperti kencing manis (DM tipe 2), hipertensi, penyakit jantung, gangguan pernapasan, dan mempengaruhi hubungan sosial anak dengan teman sebaya (Ginanjar, 2009).

Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun berbagai penelitian ilmiah menunjukkan bahwa penyebab kegemukan dan obesitas bersifat multifaktor yaitu faktor genetik,pola aktivitas dan pola makan. (Ginanjar, 2009). Pola makan yang tidak sehat yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang berlebihan yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, jajanan tidak sehat dan cepat saji (fast food). Selain itu obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI) (Adriani, 2012). Sejalan dengan itu lama pemberian ASI juga memperkecil risiko terjadinya obesitas (IDAI, 2008).

(3)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 61 Beberapa hasil penelitian juga

menunjukkan adanya keterkaitan antarakonsumsifast fooddengan kejadian obesitas. Sebuah penelitian yang dilakukanselama 15 tahun di Amerika Serikat memperlihatkan,fast foodyang sudahmenjadi bagian dari kehidupan modern terbukti

berkolerasi positif

terhadappeningkatan obesitas. Orang yang terbiasa makan di restoran cepat saji (fast food), minimal2 kali seminggu, umumnya memiliki bobot badan lebih berat sebanyak 4-5 kgdaripada orang yang tidak makan di restoran cepat saji.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota pada tahun 2012, status gizi anak Sekolah Dasar di Pekanbaru dari 19.333 anak kelas 1 yang dlakukan penjaringan kesehatan , 792 anak (4,1%) dengan status gizi kurang, 1178 anak (6,1%) dengan status gizi lebih , 17230 anak (89,12 %) dengan status gizi normal, dan menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2012 dari 20 Puskesmas yang melakukan penjaringan kesehatan, Puskesmas dengan status gizi lebih pada anak sekolah tertinggi yaitu wilayah kerja Puskesmas Garuda sebanyak 197 anak (10.8%) yang dilakukan pada 24 Sekolah dasar (Dkk, Pekanbaru 2012).

Berdasarkan uraian di atas tentang obesitas, ASI dan Fast food, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru dengan

judul “ Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar

Di Wilayah Kerja Puskesmas

Garuda Pekanbaru Tahun 2013”.

Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Garuda Tahun 2013.

METODOLOGI PENELITIAN

(4)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 62

HASIL PENELITIAN

a. Hubungan riwayat pemberian ASI dengan kejadian obesitas

Tabel 5.1

Hubungan Riwayat Pemberian Asi

Eksklusif Dengan Kejadian

Obesitas Pada Anak Sekolah Di Wilayah kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru Tahun 2013

Dari tabel 5.1 diketahui bahwa dari 40 anak yang obesitas 25 orang (37%) tidak diberikan ASI Eksklusif dan 15 orang (37,5%)

diberikan Asi Eksklusif. Sedangkan dari 20 anak normal 7 orang (35,0%) tidak diberikan Asi Eksklusif dan 13 orang (65,0%) diberikan Asi Eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh pvalue< 0,05 (p=0,044) artinya ada hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian obesitas. Nilai OR yang didapat yaitu sebesar 3,095 (95% CI : 1,010-9,485) artinya anak yang tidak diberi ASI Eksklusif semasa bayi berpeluang 3,095 kali mengalami obesitas dibandingkan anak yang diberi ASI Eksklusif. b. Hubungan lama pemberian ASI

dengan kejadian obesitas

Tabel 5.2

Hubungan Lama Pemberian Asi Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru Tahun 2013.

Dari tabel 5.2 diketahui bahwa dari 40 anak yang obesitas 29 anak (72,5%) berisiko dan 11 anak (27,5%) tidak berisiko. Sedangkan dari 20 anak normal 11 orang (55%) anak berisiko dan 9 orang (45%) anak tidak berisiko.

Hasil uji statistik diperoleh pvalue < 0,05 (p=0,037) artinya ada hubungan yang signifikan antara

lama pemberian ASI dengan kejadian obesitas. Nilai OR yang didapat yaitu sebesar 0,310 (95% CI : 0,101-0,953) artinya lama pemberian ASI merupakan faktor protektif (pencegah) terjadinya obesitas yaitu sebesar 0,310 kali jika diberikan sampai 2 tahun.

c. Hubungan frekuensi konsumsi fast food dengan kejadian obesitas.

Kasus Kontrol Tot al pval

ue OR

N % N % N

ASI Eksklusif

1

3 65

1 5

37,

5 28 0.04

4 3,09

5

Tidak ASI

Eksklusif 7 35

2 5

62,

5 32

Total 2

0 100 4

0 100 60

Kasus Kontrol Total

P value OR

N % N % N

Risiko 9 45 29 72,5 38

0,037 0,310

Tidak Risiko

11 55 11 27,5 22

(5)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 63

Tabel 5.3

Hubungan Frekunsi Konsumsi Fast Food Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru Tahun 2013

Dari tabel 5.3 diketahui bahwa dari 40 anak obesitas 15 anak (37,5%) anak berisiko dan 25 anak (62,5%) tidak berisiko. Sedangkan dari 20 anak normal 6 orang (30%) anak berisiko dan 14 orang (70%) anak tidak berisiko.

Hasil uji statistik diperoleh pvalue< 0,05 (p=0,018) artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi fast food dengan kejadian obesitas. Nilai OR yang didapat yaitu sebesar 3,889 (95% CI : 1,230-12,292) artinya anak yang

mengkonsumsi fast food ≥ 3

kali/minggu berpeluang 3,889 kali mengalami obesitas dibandingkan anak yang mengkonsumsi fast food 1-2 kali/minggu.

PEMBAHASAN

Hasil ini sesuai dengan teori yang penulis dapatkan dari IDAI (2011) yaitu dalam ASI yang diberikan terkandung zat zat yang bermanfaat untuk mencegah terjadinya obesitas yaitu ASI mempunyai efek yang lebih baik terhadap metabolisme tubuh bayi dan metabolisme hormon seperti leptin dan insulin dalam kaitan pengaturan deposit lemak tubuh.

Leptin merupakan komponen hormon pengatur nafsu makan/ asupan makanan dan metabolis energi. Hal ini menerangkan mengapa berat badan bayi yang mendapatkan

ASI lebih ringan dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Pada kegemukan ditemukan kekurangan leptin atau resistensi terhadap kerja leptin. Pada keadaan resistensi terhadap kerja leptin, kadar leptin tidak kurang tetapi leptin tidak dapat bekerja dengan baik. Makin banyak bayi mendpat ASI maka makin kecil kemungkinan si bayi mengalami obesitas dikemudian hari.

Sedangkan pada kadar insulin dalam darah pada anak-anak yang diberikan susu formula lebih tinggi dan memiliki respon insulin yang lebih panjang dari pada anak-anak yang diberikan ASI, hal ini menstimulasi lebih banyak deposi jaringan lemak, yang mengakibatkan bertambahnya berat badan, obesitas Diabetes Melitus tipe 2.

Hipotesis mengenai pemberian ASI dapat menimbulkan efek protektif terhadap obesitas didukung oleh bukti-bukti epidemiologi dan penelitian, namun masih kontroversial. Penenlitian pertama yang mencoba mencari peran ASI terhadap kejadian obesitas anak dilakukan oleh Kramer pada tahun 1981 dalam IDAI yang menyimpulkan ASI berperan terhadap pencegahan obesitas. Sedangkan penelitian di Indonesia masih sangat terbatas karna walaupun Indonesia termasuk negara berkembang namun frekuensi pemberian ASI Eksklusif

Kasus Kontrol Total pvalue OR

N % N % N

Risiko 14 70 15 37,5 29 0,018 3,889

Tidak Risiko 6 30 25 62,5 31

(6)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 64 masih sangat rendah. Salah satu

penelitian yaitu dilakukan di Jawa Tengah yang melibatkan 700 anak dengan desain Kohort retrospektif didapat kesimpulan bahwa ASI Eksklusif dapat menurunkan resiko obesitas pada anak dan bila diberikan sampai 24 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Norwegia dilakukan pada tahun 2008 dengan desain Cross sectional didapat hasil anak yang diberi asi kurang dari 2 bulan mempunyai IMT, lingkar pinggang dan tebal kulit yang lebih besar dibanding anak seusia yang diberi ASI sampai umur 6 bulan atau lebih.

Selain keuntungan yang tampak ketika masih bayi, menyusui juga mempunyai kontribusi dalam menjaga kesehatan anak seumur hidupnya. Orang dewasa yang mendapatkan ASI ekskusif semasa bayi mempunyai resiko rendah terkena hipertensi, kolesterol, overweight, obesitas dan diabetes tipe 2. Anak-anak yang tidak diberi ASI eksklusif sangat rentan terkena penyakit kronis, anak juga dapat menderita kekurangan gizi dan mengalami obesitas (Yuliarti,2007).

Sehingga dapat kita lihat dari hasil penelitian ini sejalan dengan teori dan beberapa penelitian yang telah dilakukan meskipun mekanisme ASI menekan terjadinya obesitas pada masa anak dewasa tidak dapat tergambar jelas, tetapi didapat Hasil bahwa ASI Eksklusif memberikan dampak positif sebagai faktor pencegah terjadinya obesitas dimasa yang akan datang.

Hubungan antara lamanya pemberian ASI dengan menurunkan risiko obesitas disebabkan oleh berbagai mekanisme biologik. Menurut beberapa teori mengatakan Menurut Birch dan Fisher (1998)

dalam Grummer-Strawn dan Mei (2004) ada beberapa kemungkinan mekanisme biologik yang berhubungan dengan lama pemberian ASI dengan menurunnya risiko terjadinya obesitas yaitu anak-anak yang diberi ASI dapat mengatur jumlah susu yang mereka konsumsi, kemampuan mengatur sendiri pemasukan energi ini berhubungan dengan respon internal mereka menyadari rasa kenyang yang lebih baik dari pada anak yang diberi susu botol.

Menurut hasil penelitian yang dikutip oleh IDAI didapat bahwa ada beberapa mekanisme dasar ASI mengurangi resiko terjadinya obesitas yaitu bayi yang mendapatkan ASI lebih mudah menerimma makanan padat pada saat penyapihan dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Daya terima terhadap makanan baru bayi yang mendapat ASI juga lebih baik, hal ini disebabkan bayi yang mendapat ASI telah mengenal rasa lebih lama dari berbagai macam makanan melalui makanan yang dikonsumsi ibunya sejak bayi dalam kandungan hingga prose pertumbuhannya.

(7)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 65 memperlihatkan defisit berat badan

dan tinggi badan pada usia 12 bulan. Menurut penelitian Michaelson dalam Tempo.co, Denmark hasil penelitian menunjukkan bahwa menyusui mempengaruhi level insulin dari IGF-1(hormon pertumbuhan) dan insulin pada usia sembilan bulan yakni ketika anak-anak sudah bisa makan makanan padat dengan baik. Dan dia mengatakan bahwa semakin lama bayi mendapatkan ASI semakin seimbang berat badannya hingga umur 24 bulan.

Sehingga dapat kita lihat dari hasil penelitian ini yang sejalan dengan teori dan beberapa penelitian sebelumnya bahwa ASI berkontribusi terhadap pertumbuhan anak dimasa yang akan datang, dimana semakin lama ASI diberikan hingga 2 tahun dapat mencegah anak mengalami obesitas di masa anak sekolahnya, remaja bahkan dewasanya sehingga dengan tidak obesitas maka menurunkan risiko pada anak untuk mengalami penyakit degeneratif yang banyak kita jumpai saat ini.

Kehadiran fast food juga di dukung oleh manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan yang membuat konsumen semakin terpikat. Misalnya, desain interior restoran yang dibuat rapi,menarik dan bersih. Untuk anak-anak disediakan tempat bermain yang representatif. Fasilitas fasilitas tersebut dapat menarik konsumen khususnya anak-anak untuk lebih sering mengunjungi restoran fast food bersama keluarga. Meilany (2001) menyatakan bahwa frekuensi makan di luar rumah cenderung meningkat, terutama dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan para orang tua maupun anak adalah

fast food. Bahkan keberadaan fast food dewasa ini bagi masyarakat perkotaan mempunyai daya tarik, dimana orang yang makan direstoran tersebut ingin tampak westernized dan modern. Makanan semacam ini cenderung tinggi lemak sehingga merugikan kesehatan, karena ternyata adipositas pada manusia berkorelasi positif dengan kandungan lemak makanan dan berkorelasi negatif dengan kandungan karbohidrat dan protein nabati yang dapat meningkatkan kenaikan berat badan

Menurut Purwanti et al (2005), salah satu penyebab kegemukan adalah kesalahan dalam memilih makanan (makanan cepat saji) hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan fast food tersebut banyak mengandung lemak, kalori dan gula berlebih. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Misnadiarly (2007) bahwa makan fast food dan minuman bersoda memiliki andil dalam peningkatkatan berat badan. Makanan dan minuman seperti ini biasanya memiliki kandungan kalori, gula atau garam yang tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian oleh Aditya, R ( 2009) pola konsumsi anak yang mengalami obesitas meningkat pada anak yang frekuensi konsumsi soft drink 1-3 kali/minggu

dan frekuensi konsumsi fast food ≥ 3

(8)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 66 Konsumsi fast food dapat

meningkatkan kejadian obesitas karna anak yang mengkonsumsi fast food mengkonsumsi energi rata-rata 187 kkal per hari lebih banyak dibandingkan yang tidak mengkonsumsi fast food. Bowmen et al (2004) melaporkan bahwa anak-anak dan remaja yang mengkonsumsi fast food akan mengkonsumsi lebih banyak energi, lemak jenuh, garam dan sedikit serat. Oleh sebab itu jenis makanan lain yang dikonsumsi oleh konsumen fast food harus dipilih dengan baik untuk mensuplai kebutuhan zat gizi dan serat yang kurang dalam fast food.

Sehingga dari hasil penelitian ini dapat kita lihat bahwa fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini yang lebih gemar dan sering mengkonsumsi makan fast food mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan anak-anak, karna pada makan fast food kita tidak mengetahui bagaimana makanan tersebut diolah dari sumber sumber yang terjamin gizinya atau tidak untuk anak. Dengan demikian semakin jarang seorang anak mengkonsumsi fast food dalam seminggu dapat memperkecil risiko terjadinya obesitas dan disusul dengan berkurang anak mengalami penyakit degeneratif yang disebabkan karena kegemukan atau obesitas.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M & Wijatmadi, B, 2012Pengantar Gizi Masyarakat, Kencana, Jakarta

Almatseir, S, 2011. Gizi seimbang dalam daur kehidupan, PT Gramedia Pusyaka Utama, Jakarta

Aspri, 2011 ASI sebagai faktor protektif obesitas, Universitas Gadjah Mada, yogyakarta

Aritonang, 2003 Hubungan konsumsi pangan dan gizi lebih pada anak TK di kotamadya Medan tahun 2002. Lembaga penelitian universitas sumatra utara. Nutrisi dan gangguan nutrisi (Obesitas), Jilid Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

CDC, 2002 overweight and obesity defining over weight and obesity. National center for cronic disease prevention and health. United states,

diakses juni 2012

http://www.cdc.qov/nccdphp/dnpa/ob esity/defining.htm

Dahlan, S, 2009 Langkah langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan, CV masalah gizidan Implikasinya terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional

Handayani, G, 2007 Durasi Pemberian Asidan Risiko Terjadinya Obesitas Pada usia prasekolah di Kabupaten Purworejo, UGM, Yogyakarta sekolah, PT kompas media nusantara, Jakarta

(9)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 67 Proverawati, A & Rahmawaty, E,

2010 Kapita selekta: ASI dan Menyusui, Nuha Medika, Yogyakarta

Proverawati, A & Asfuah, S, 2005 Buku Ajar ; gizi untuk kebidanan, Nuha Medika, Yogyakarta

Proverawati, A & Kusumawati, E, 2011 Ilmu Gizi untuk : Keperawatan & gizi kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta

Purwanti, H, 2004 Konsep Penerapan ASI esklusif, EGC, Jakarta

Pudjiadi, 2000 Ilmu gizi klinis pada anak, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univ.Indonesia, jakarta

Riksani, R, 2010 Keajaiban asi, Dunia Sehat, Jakarta

Roesli, u, 2000 Mengenal ASI eksklusif, TrubusnAgriwidya, Jakarta

Suyanto dan Salamah, U, 2008 Riset Kebidanan, Mitra Cedika Pres,Yogyakarta

Suryoprayogo, N, 2009 Keajaiban Menyesuai, Keyeord, Yogyakarta

Watik, A, 2011 Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan, Rajawali Pres, Jakarta

Westcott, Patsy. 2009 Makanan Sehat Untuk Bayi dan Balita. Dian Rakyat, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan dari studi ini, yaitu untuk mengevaluasi korelasi antara tingkat pengetahuan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi terhadap tingkat perubahan bangunan kuno

Hitung peluang terjadinya munculnya angka 5 pada dadu atau kejadian munculnya head pada pelemparan koin. • Ekperimen pelemparan dua

Cara interupsi secara langsung: penghentian prosesor untuk suatu proses dapat berasal dari berbagai sumber daya di dalam sistem komputer, karena sumber daya tertentu pada

Cc Mengganti 1 baris kalimat yang telah ditulis di sebelah kanan posisi kursor dengan kalimat lain. ^ Pergi ke

Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu, dimana desa

It is an important political or 'philosophical' point to make to remind us that human labour was involved, but is it strictly a necessary one, essential to grasp- ing the

Yang dimaksud dengan model persediaan dependen adalah model penentuan jumlah pembelian atau penyediaan bahan/barang yang sangat tergantung kepada jumlah produk