• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapitalisme Globalisasi dan Budaya Konsu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kapitalisme Globalisasi dan Budaya Konsu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kapitalisme, Globalisasi dan Budaya Konsumerisme: Ekonomi kapitalis sebagai penunjang konsumsi publik atas mobil

Rany Purnama Hadi, S.IP Magister Hubungan Internasional

Universitas Airlangga

Abstrak

Budaya konsumerisme sering kali dilihat sebagai bentuk dari perkembangan ekonomi kapitalis yang muncul pasca Perang Dunia II. Revolusi industri meningkatkan jumlah produksi yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Masyarakat,

khususnya di negara-negara industri, kini tidak lagi mengkonsumsi barang atau jasa berdasarkan apa yang mereka butuhkan, tetapi lebih kepada apa yang mereka inginkan atau biasa disebut dengan hedonistic consumerism. Tingkat konsumerisme yang tinggi inilah yang kemudian mendorong sistem ekonomi yang berlangsung saat ini. Salah satu bukti dari konsumerisme adalah keinginan konsumsi mobil. Mobil kini menjadi salah satu kebutuhan

yang harus dimiliki oleh seseorang. Kemudahan masyarakat untuk memperoleh mobil dengan harga yang murah,yang menjadi akibat dari sistem ekonomi kapitalis, serta munculnya stigma masyarakat atas status sosial yang meningkat dengan memiliki mobil menjadi faktor pendorong tingginya tingkat konsumerisme atas mobil. Pada tulisan ini akan dijelaskan lebih lanjut bagaimana kemudian ekonomi kapitalis mendorong tingkat konsumerisme masyarakat

yang ditunjukkan dengan tingkat konsumsi pada mobil di era global.

Keywords: capitalism, consumerism, hedonistic consumerism, car consumerism.

Pendahuluan

“Buying a car is a big step up in society. Now we have a car, I feel that people look at us differently.”

(www.afairerworld.org)

Pernyataan tersebut merupakan salah satu kutipan penyataan yang diungkapkan oelh

(2)

ini bukanlah hal yang berlebihan bagi seseorang untuk memiliki mobil. Mobil merupakan kebutuhan harian yang setara dengan kebutuhan-kebutuhan primer lain seperti pakaian dan tempat tinggal. Perubahan ini menjadi salah satu tingginya budaya konsumerisme di masyarakat.

Salah satu dari warisan terbesar yang diberikan oleh sistem ekonomi kapitalisme adalah kompetisi antar perusahaan atau industri untuk berinovasi dimana kemudian kompetisi ini berdampak pada peningkatan tingkat produktivitas yang dilakukan oleh industri-industri tersebut. Dengan meningkatkan produktivitas dan penjualan, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang juga akan berdampak pada peningkatan ekonomi. Peningkatan

produksi ini kemudian diiringi dengan tingginya tingkat advertising yang selanjutnya turut mendorong meningkatnya konsumsi masyarakat atas produk tersebut.

Sebagai upaya untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan lain, sebuah perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat iklan demi meningkatkan nilai jual produknya. Berbagai macam iklan atau advertising inilah yang kemudian menjadi

faktor penarik minat masyarakat untuk membeli sebuah produk. Dalam industri otomotif, perusahaan-perusahaan otomotif juga melakukan strategi advertising untuk menarik minat masyarakat untuk membeli mobil. Bermacam-macam model inovasi dari segi fasilitas, kualitas, dan kenyamanan mobil dimunculkan dengan tujuan dapat meningkatkan penjualan mobil tersebut. Akibatnya, ketertarikan masyarakat akan meningkat dan penjualan juga

bertambah yang berarti keuntungan bagi perusahaan.

Permasalah yang muncul kemudian adalah, tingginya tingkat produksi tersebut tidak hanya berdampak pada semakin banyaknya jumlah barang yang dihasilkan, akan tetapi juga menurunkan harga barang. Kini mobil menjadi sebuah komoditas primer masyarakat yang

mudah dijangkau. Tidak hanya dinegara industri maju, melainkan juga di negara-negara berkembang. Mobil tidak lagi menjadi kebutuhan mewah yang hanya dimiliki kalangan parlente atau pengusaha. Saat ini, bahkan masyarakat dengan gaji menengah kebawah juga dapat memiliki sebuah mobil. Dalam sistem penjualan, perusahaan-perusahaan mobil juga banyak yang menawarkan metode kredit yang semakin memudahkan masyarakat

untuk membeli mobil.

Tingginya tingkat konsumsi masyarakat memang memberikan dampak yang baik terhadap laju ekonomi. Dengan tingginya tingkat produksi yang diiringi dengan semakin banyaknya konsumsi masyarakat akan menyebabkan roda ekonomi terus berjalan. Tingkat konsumerisme mobil yang semakin meningkat ini akan menjadi buruk ketika kita

(3)

diungkapkan oleh Andrea Migone (Migone, 2004), konsumerisme, khususnya hedonistic consumerism, dapat menyebabkan dua krisis yaitu krisis ekologi dan krisis lingkungan.

Dari sisi lingkungan, kehidupan konsumerime mampu mengancam kelangkaan atas cadangan sumber daya alam yang digunakan sebagai bahan baku produksi, serta

kemungkinan untuk kerusakan ekosistem dunia. Pada kasus konsumsi mobil yang berlebihan, jika ditinjau dari sudut pandang lingkungan, produksi mobil secara tidak langsung meningkatkan jumlah emisi gas baik dari proses produksi di pabrik maupun dari asap mobil yang dihasilkan. Meningkatnya konsumerisme atas mobil menandakan semakin banyak mobil yang dimiliki oleh masyarakat yang juga berarti meningkatkan intensitas mobil yang

berlalu-lalang dijalanan, yang mana ini juga berarti semakin banyak emisi yang dihasilkan.

Meskipun demikian, sistem ekonomi kapitalis yang menuntut adanya kompetisi melalui inovasi-inovasi nampaknya tidak akan mengurangi budaya konsumerisme mobil yang sedang melanda dunia saat ini. Penyebabnya adalah, meski kepedulian masyarakat atas keberlangsungan lingkungan yang terancam akibat meningkatnya konsumerisme atas

kendaraan bermotor semakin meningkat, akan tetapi perusahaan-perusahaan otomotif juga melakukan inovasi dengan memproduksi lebih banyak kendaraan yang ramah lingkungan atau biasa disebut dengan mobil hybrid. Dengan demikian, konsumerisme akan akan terus terjadi. Ditambah lagi, saat ini mobil merupakan sebuah indikator dari status sosial masyarakat modern.

Dalam tulisan ini penulis akan melakukan analisa lebih mendalam terkait bagaimana sistem kapitalisme menjadi penmicu sistem perekonomian modern yang kemudian mendorong budaya konsumerisme yang akan ditunjukkan melalui budaya konsumerisme atas mobil. Serta bagaimana sejarah perubahan mobil yang dulunya hanya menjadi sebuah media

transportasi beberapa kalangan, kini menjadi sebuah kebutuhan primer yang menentukan status sosial seseorang dimasyarakat, akibat meningkatnya budaya konsumerisme.

Kapitalisme dan Budaya Konsumerisme Global

Konsumsi merupakan sebuah bagian dari kehidupan dimana manusia perlu untuk

mengkonsumsi sesuatu, baik dalam hal pangan, sandang, papan, sebagi usaha untuk bertahan hidup dan meningkatkan kemampuan mereka di masyarakat. Konsumsi juga merupakan dari roda penggerak ekonomi, dimana dengan adanya konsumsi maka produksi akan berjalan dan perekonomian serta pasar akan tetap terjaga. Kebutuhan manusia yang tiada henti kemudian menuntut pasar untuk terus berkembang guna mencukupi kebutuhan masyarakat atas barang

(4)

mudahnya perolehan barang dan jasa yang disediakan oleh pasar, kemudian mucullah budaya konsumerisme dimana masyarakat tidak lagi mengkonsumsi apa yang mereka butuhkan, akan tetapi apa yang mereka inginkan.

Konsumerisme sering kali dipandang sebagai sebuah budaya yang terlahir dari

perkembangan kapitalisme (Varul, 2013). Kapitalisme menyebabkan komoditas dapat dengan mudah terdistribusi ke berbagai kelas dan kalangan di seluruh penjuru dunia. Tujuan dari kapitalisme adalah meningkatkan level konsumsi. Yang mana hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan jumlah konsumer, meningkatkan tingkat konsumsi, atau dengan mengkombinasikan keduanya (Migone, 2004). Budaya konsumerisme yang muncul akibat

tingkat konsumsi inilah yang kemudian mendominasi sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme sendiri adalah sebuah model ekonomi yang mana mengedepankan keuntungan pasar. Kondisi ini kemudian memunculkan persaingan yang ketat diantara aktor-aktor ekonomi yang selanjutnya menantang mereka untuk dapat memproduksi lebih sekaligus tetap menjaga tingkat konsumsi masyarakat pada level yang konstan (Wright & Rogers,

2010). Ekonomi kapitalis akan berkembang ketika perusahaan-perusahan mampu menciptakan keuntungan dari penjualan barang dan jasa. Dan demi meningkatkan penjualan, aktor-aktor ekonomi berusaha untuk memaksimalkan kepuasan publik atas produk-produk yang mereka tawarkan melalui berbagai macam advertising dan strategi pemasaran, serta didukung melalui kebijakan pemerintah yang akan membantu perkembangan pasar. Dengan

semakin meningkatnya produktivitas kemudian berlanjut kepada ekspansi pasar yang semakin meluas, akan berdampak pada pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat.

Budaya konsumsi dalam sistem ekonomi kapitalis umumnya akan tampak pada masa krisis ekonomi. Pada saaat terjadi krisis ekonomi, pemerintah berusaha untuk menstimulasi

ekonomi dengan berbagai cara seperti mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi lebih dengan mengurangi pajak, mengurangi interest rate sehingga masyarakat akan lebih mudah melakukan pinjaman, atau pada kondisi tertentu, pemerintah bahkan memberikan uang kepada warganya untuk dibelanjakan sehingga proses jual beli dapat berlangsung (Wright & Rogers, 2010).

Kapitalisme sendiri merupakan ”growth-only model” dimana penting untuk mempertahankan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi meskipun hal itu dapat juga berarti menjaga status quo atau stagnasi dalam ekonomi. Sistem ini secara keseluruhan beralaskan pada usaha untuk meningkatkan level konsumsi, baik dengan meningkatkan jumlah consumer, atau meningkatkan tingkat konsumsi, atau dengan menkombinasi keduanya

(5)

kapitalis menjadi faktor pendorong dalam budaya konsumerisme. Tuntutan ekonomi untuk meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan pasar, menyebabkan aktor-aktor ekonomi berlomba-lomba untuk menambah jumlah produksi yang kemudian berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat. Akan tetapi kemudian, seiring dengan semakin

meningkatnya tingkat konsumerisme masyarakat, menyebabkan terjadinya pergeseran dalam budaya konsumerisme yang dilakukan oleh masyarakat di era kapitalisme global ini. Jika dahulu budaya konsumerisme diidentifikasikan sebagai perilaku pengkonsumsian barang-barang mewah, saat ini yang disebut dengan konsumerisme tidak hanya sebatas pemuasan individu atas benda-benda luxury, melainkan juga terhadap pemenuhan terhadap konsumsi

barang dan jasa diluar kebutuhan mereka atau yang biasa disebut dengan hedonistic consumerism.

Hedonistic consumerism

Setelah perang dunia II, budaya konsumsi mulai berubah seiring dua kondisi krusial

yang terjadi. Di satu sisi, akibat sistem ekonomi dunia didorong oleh konsumerisme, masyarakat mulai mengkonsumsi jauh diatas tingkat kepuasan. Tingkat konsumsi masyarakat atas barang dan jasa menjadi lebih banyak dan lebih cepat. Di sisi yang lainnya, konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat tidak lagi untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan, melainkan untuk memuaskan apa yang mereka inginkan. Budaya konsumerisme yang terjadi

pada abad ke 20 ini, bukan lagi hanya terbatas pada konsumsi barang atau produk luxury, melainkan konsumsi barang atau produk diluar kebutuhan masyarakat atau biasa disebut dengan hedonistic consumerism, dimana hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat negara maju (Migone, 2004).

Sebelum abad ke-dua puluh, budaya konsumerisme yang dilakukan oleh masyarakat hanya terbatas pada kalangan-kalangan parlente. Konsumerisme diidentikkan dengan pemuasan diri melalui konsumsi barang-barang mewah seperti minuman atau pakaian mahal yang dilakukan oleh kelompok-kelompok elit (Migone, 2004). Budaya konsumsi yang disebut juga dengan affluent consumption ini kemudian hanya terjadi di dalam sebuah

kelompok kecil di kalangan elit yang sebenarnya tidak memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sistem ekonomi. Meskipun tidak menutup kemungkinan permintaan atas barang-barang mewah, dalam beberapa kondisi, dapat dijadikan penopang ekonomi.

Selanjutnya, munculnya sistem kapitalisme modern yang lebih menawarkan pada produksi jumlah barang yang banyak daripada produksi barang mewah, telah merubah

(6)

dikalangan elit, tetapi pembelian atau permintaan atas barang dan jasa diluar kebutuhan yang terjadi di masyarakat global. Masyarakat mulai mengkonsumsi secara besar-besaran dan dalam waktu yang cepat, barang dan jasa yang mereka inginkan daripada yang mereka butuhkan. Akibatnya, konsumerisme yang dulu hanya terjadi hanya di dalam beberapa

kelompok minoritas elit, kini terjadi pada kelompok masyarakat global yang mana secara tidak langsung mewarnai kondisi perekonomian dunia.

Konsumerime berasumsi bahwa budaya hedonis dan tindakan atas konsumsi itu sendiri merupakan sebuah makna simbolis dari sebuah status sosial. Hedonistic consumerism menyebabkan mass consumption untuk pemenuhan atas apa yang kita inginkan menjadi

setara dengan apa yang kita butuhkan (Migone, 2004). Ketersediaan atas barang dan jasa yang ditunjang dengan pemasaran yang baik kemudian semakin meningkatkan budaya konsumerisme hedonis dikalangan masyarakat. Salah satu contoh negara yang menunjukkan besarnya budaya konsumerisme hedonis adalah Amerika Serikat (Wright & Rogers, 2010). Di

Amerika Serikat, hampir setiap hari masyarakat dihadapkan pada iklan-iklan yang mendorong mereka untuk membeli sesuatu. Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi masyarakat Amerika Serikat ditahun 1960an, saat ini masyarakat mengkonsumsi jauh lebih banyak dari apa yang mereka butuhkan. Konsumerisme seolah-seolah menjadi sebuah standar kehidupan masyarakat yang juga menjadi indikator status sosial yang mereka miliki. Masyarakat mulai membeli segala benda yang mereka inginkan hanya sebagai bentuk gaya hidup dan secara

tidak langsung menunjukkan kualitas mereka dalam lingkungan sosial Salah satu contoh item yang menjadi bukti dari konsumerisme adalah mobil.

One car is never enough

Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memberikan dampak besar terhadap kehidupan masyarakat adalah automobile. Dimanapun kita tinggal, bagaimana kita bekerja, bagaimanapun bentuk lingkungan kita, tidak terlepas dari keberadaan mobil. Produksi mobil modern pertama kali dipelopori oleh industri otomotif di German dan Perancis pada akhir tahun 1800an. Hanya saja kemudian perusahan-perusahaan otomotif

Amerika Serikat mulai mendominasi pasar pada pertengahan pertama abad ke-20.

Pada awal produksinya diakhir tahun 1800an, mobil merupakan sebuah produk mewah yang digunakan hanya oleh kalangan tertentu saja. Mobil menjadi simbol dari tingkat kemakmuran seseorang. Hingga kemudian, pada tahun 1920an, Henry Ford menciptakan mobil Model-T Ford yang lebih nyaman, sederhana, dan dengan harga yang lebih terjangkau,

(7)

1991). Mobil ini kemudian menjadi kendaraan yang sangat diminati oleh masyarakat khususnya di Amerika Serikat. Selanjutnya, produsen mobil juga mulai mengenalkan sistem pembayaran kredit dan cicilan dalam proses jual beli mobil yang turut meningkatkan konsumen mobil. Pada tahun 1920an, mobil kemudian bertransformasi dari yang sebelumnya

merupakan barang mewah, menjadi komoditas yang umum dikalangan masyarakat.

Kemudian di tahun 1927, permintaan akan mobil baru meningkat melebihi permintaan atas first-time owners dan multiple-car. Sejak saat itu, pembelian dengan metode cicilan terhadap mobil-mobil baru menjadi kebiasaan masyarakat menengah dan menjadi arus utama perekonomian (History, 1991). Perubahan gaya hidup dan budaya dalam konsumerisme atas

mobil ini menyebabkan pergantian tren dimana dulu mobil hanya dipandang sebagai sebuah media transportasi yang diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja, kini mobil merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari seseorang. Semua orang baik dari kelas menengah keatas maupun kelas menengah kebawah menempatkan mobil sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi.

Meskipun produksi mobil sudah semakin banyak dan dengan harga yang jauh lebih terjangkau sehingga siapapun dapat memiliki mobil, status mobil sebagai simbol kualitas hidup seseorang tidaklah hilang begitu saja. Mobil tetap menjadi standard kesuksesan seseorang. Oleh karenanya, tak jarang jika kemudian di era modern ini banyak masyarakat, baik kelas elit maupun kelas menengah, yang sering berganti-ganti jenis mobil sesuai dengan

tren yang muncul pada saat itu. Tidaklah cukup bagi seseorang untuk kemudian memiliki mobil yang sama dalam kurun waktu yang lama. Masyarakat sekarang memiliki kecenderungan untuk mengganti mobil lama mereka dengan mobil baru dalam kurun waktu tertentu. Kebiasaaan ini turut meningkatkan konsumerisme masyarakat atas mobil. Budaya

konsumerisme mobil seperti ini, kemudian juga didukung oleh pemasaran mobil, dimana perusahaan-perusahan auto berlomba-lomba untuk memproduksi mobil yang memiliki fasilitas dan kenyamanan lebih, serta teknologi yang lebih canggih dengan harga yang miring.

Akibatnya, jumlah mobil yang beredar di jalanan pun semakin lama semakin meningkat. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Green Car Reports, pada tahun 2014,

sudah terdapat sekitar 1,2 juta kendaraan yang beredar di jalanan di seluruh dunia. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 2 juta unit pada tahun 2035 (Green Car Reports, 2014).

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat bagaimana kemudian sistem kapitalis yang lebih mendasarkan pada mass consumption daripada produksi barang-barang mewah menyebabkan perubahan budaya konsumerisme. Hal ini juga terjadi pada konsumerisme atas

(8)

merupakan barang yang menjadi salah satu kebutuhan primer masyarakat yang dapat dijangkau seluruh kalangan baik kelompok menengah atas maupun kelompok menengah kebawah.

Kesimpulan

Sistem ekonomi kapitalis yang bergerak berdasarkan pada profit menuntut aktor-aktor ekonomi untuk dapat saling berkompetisi dengan meningkatkan produktifitas mereka. Meningkatnya tingkat produksi atas barang dan jasa yang menyebar secara global ini kemudian mempengaruhi tingkat konsumerisme masyarakat. Perusahaan-perusahaan

berlomba-lomba untuk meningkatkan gairah konsumsi masyarakat dengan melakukan berbagai bentuk pemasaran. Sistem kapitalis ini juga mempengaruhi perubahan model konsumerisme. Dari yang awalnya konsumerisme merupakan pemenuhan atas barang-barang mewah, kini berubah menjadi hedonistic consumerism dimana masyarakat tidak lagi mengkonsumsi barang dan jasa berdasarkan kebutuhan mereka, melainkan berdasarkan

keinginan mereka. Salah satu bentuk hedonis konsumerisme ditunjukkan oleh budaya konsumsi masyarakat atas mobil. Mobil yang dulu termasuk barang mewah yang berfungsi sebagai alat transportasi bagi kalangan tertentu, kini beralih menjadi salah satu kebutuhan primer seluruh masyarakat. Mobil menjadi salah satu barang yang harus dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan budaya konsumerisme atas mobil ini disebabkan oleh

sistem kapitalisme yang menyebabkan ekspansi pasar mobil yang semakin luas yang berakibat pada produksi mobil besar-besaran dengan harga terjangkau, serta adanya stigma masyarakat yang melihat mobil sebagai sebuah indikator taraf hidup seseorang.

Referensi Buku:

Wright, E.O. & Rogers, J., 2010. Chapter 7: Consumerism. In American Society - How it really works. Second Edition ed. New York: W.W. Norton & Company. pp.1-20.

Jurnal:

(9)

Etzioni, A., 2004. The Post Affluent Society. Review of Social Economy, LXII(No.3), pp.407-20.

Migone, A., 2004. Hedonistic Consumerism: From Want-Satisfaction to Whim-Satisfaction. Working paper. Canada: Centre for Global Political Economy Simon Fraser University.

Varul, M.Z., 2013. Towards a consumerist critique of capitalism: A socialist defence of consumer culture. Ephemera Journal, 13(2), pp.293-315.

Website:

Adriazola-Steil, C., 2013. The City Fix: More Urbanities, more cars: the challenge of urban road safety and health. [Online] Available at:

http://thecityfix.com/blog/urbanization-more-cars-challenge-urban-road-safety-urban-health-brookings/ [Accessed 18 December 2015].

Ban the Car, 2015. Consumerism. [Online] Available at:

http://www.banthecar.com/Consumerism.html [Accessed 19 December 2015].

Ciuffreda, T., 2014. Thought Catalog: Cars are Symbols of Consumerism and Status. [Online] Available at:

http://thoughtcatalog.com/thomas-ciuffreda/2014/03/cars-are-symbols-of-consumerism-and-status/ [Accessed 19 December 2015].

Green Car Reports, 2014. News: 1.2 Billion Vehicles on World's Road Now, 2 Billion by 2035. [Online] Available at:

http://www.greencarreports.com/news/1093560_1-2-billion-vehicles-on-worlds-roads-now-2-billion-by-2035-report [Accessed 19

December 2015].

History, 1991. History: Automobiles. [Online] Available at: http://www.history.com/topics/automobiles [Accessed 20 December 2015].

Market Watch, 2015. Business : Do People In Developing Countries Need Cars? [Online]

Available at: http://247wallst.com/autos/2015/07/28/do-people-in-developing-countries-need-cars/ [Accessed 19 December 2015].

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan integrasi sistem mana- jemen mutu dan lingkungan Kawasan Industri Jababe- ka (KIJA) yang telah ada terdiri dari (1) kualitas produk dan jasa yang melampaui

Kluster ini dirancang untuk mendata hasil penelitian disertasi dan tesis yang telah dilakukan dosen PTAI atau penelitian skripsi untuk alumni program S-1 PTAI, namun

KETUJUH : Bantuan Penyiapan Akreditasi Program Studi pada PTAIS ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Pendidikan

skripsi dengan judul "Analisis Pemahaman Siswa Berdasarkan Teori Apos (Action, Process, object Dan schema) Pada Materi peruamaan Linier Satu variabel Di Kelas Vll

Meskipun terlihat sama dengan produk kerajinan rotan lainnya, produk kerajinan rotan dari Teluk Sumbang ini memiliki kekhasan sendiri, memliki beranekaragam

Penilaian mengenai persepsi user terhadap suatu sistem menjadi hal yang penting karena user adalah aspek yang sangat menentukan kesuksesan implementasi dari suatu sistem

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering (ipo) di Bursa Efek Indonesia Periode 2005–2009. Skripsi, Program

Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah faktor-faktor profitabilitas, solvabilitas, ukuran perusahaan dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) mempengaruhi audit