• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan praktikum UV VIS LAPORAN PRAKTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan praktikum UV VIS LAPORAN PRAKTIK"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

laporan praktikum UV VIS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

“PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG

MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”

(12 Oktober 2012)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah

Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)

(2)

Dra. Zakiyah, M.Si.

Disusun Oleh

:

Kelompok 11

Hanik M. H

(1001114)

Novi Nurlaeli

(1004563)

Vega Isma Zakiah (1006336)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(3)

Tanggal Praktikum

:

12 Oktober 2012

PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG

MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER VISIBLE

A. Tujuan Praktikum

Menentukan kadar FE(II) dalam sampel air ledeng dengan menggunakan alat

spektrofotometer Uv-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer visibel.

B. Tinjauan pustaka

Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994 : 155)

(4)

(Wiji, dkk. 2010)

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan metode pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.

Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.

Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri).

Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III) menjadi besi(II) diantaranya seng, ion timah(II), sulfit, senyawa NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium tiosulfat, vitamin C, dan

(5)

bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. (Othmer, Kirk, 1978).

Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan terlebih dahulu yang ditandai

dengan pembentukan warna spesifik sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa

pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,

dan fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan adalah

1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan

lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan

besi (Vogel, 1985).

Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut, tembaga, nikel, dan kobalt.

Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air yang digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion phenanthrolinium,

phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin

dapat ditunjukkan dengan reaksi:

Fe

2+

+ 3 phen H

+

⇌ Fe(phen)

32+

+ 3H

+

Dimana strukturnya adalah:

1,10-phenantrolin

Fe(phen)

32+

(6)

pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada

keadaan tingkat oksidasi 2

+

.

Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:

1. Transmisi

Transmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan melalui larutan.

2. Absorpsi

Cahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul. Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.

Hukum Lambert-Beer:

Dengan: A = absorbansi

I

o

= intensitas sinar datang

I = intensitas sinar yang diteruskan

a = tetapan absorptivitas

l = panjang jalan sinar / kuvet

c = konsentrasi

Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert-Beer:

1. Syarat Konsentrasi

(7)

menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.

Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion organik tertentu yang molekulnya besar.

2. Syarat Kimia

Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi dengan

pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat

yang dianalisis.

3. Syarat Cahaya

Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul

monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) .

4. Syarat Kejernihan

(8)

Larutan senyawa berwarna mampu

menyerap sinar tampak yang melalui

larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar

yang diserap tergantung pada macam yang

ada di dalam larutan, konsentrasi panjang

jalan dan intensitas sinar yang diserap

dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang

menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang

diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata.

Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul

umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang

absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam

molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul

berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu

molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan

ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang

mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.

(9)

Instrumen pada spektroskopi UV-Vis, yaitu

:

1. Sumber Radiasi

Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500 jam)

· Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas

iodine. Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm.

· Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada

spectra UV-VIS pada 365 nm.

2. Sistem dispersi

 Filter

Hanya digunakan pada colorimeter murah pita ± 25-50 nm, tidak umum digunakan dalam instrumen modern

 Prisma

Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah sinar tampak (380-780) dispersi bervariasi sesuai panjang gelombang labih mahal daripada grating.

(10)

dispersi pada monokromator dengan prisma

 Difractions gratings

Dispersi kontan dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada

yang biasa digunakan.

Gambar. Sistim

dispersi

pada

monokromator dengan

grating

3. Sel kuvet

Merupakan tempat penyimpanan larutan sampel atau blanko,adapun macam-macam kuvet diantaranya :

(a). Gelas

Umum digunakan pada 300-1000 nm, biasanya memiliki panjang 1 cm

(atau 0.1; 0.2; 0.5; 2; atau 4 cm). Khusus untuk sinar uv adalah kwarsa.

Sedangkan untuk visibel adalah gelas atu kaca.

(b). Kwarsa

Mahal, range (190-1000 nm)

(c). Sel otomatis (flow through cells)

(d). Matched cells

(11)

(340-1000 nm) throw away type

(f). Micro cells

Syarat kuvet yaitu tidak menyerap sinar yang digunakan. Bahan kuvet

biasanya terbuat dari kaca, plastik, atau bahan kwarsa. Pada pengukuran di daerah

tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk

pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak

tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih

kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan

berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Sel yang baik

adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.

4. Monokromator

Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan

satu panjang gelombang.

Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu

mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.

Fungsi detektor ialah sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu

mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya

monokromatis.

Monokromator terdiri dari :

· Celah masuk (split)

Berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada daerah

panjang gelombang tertentu untuk diteruskan ke zat.

· Lensa kolimator

Berfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.

(12)

Terdapat dua jenis, yaitu prisma dan gratting.

Pada gratting atau kisi difraksi, cahaya monokromatis dapat dipilih

panjang gelombang tertentu yang sesuai. Kemudian dilewatkan melalui

celah yang sempit yang disebut split. Ketelitian dari monokromator

dipengaruhi oleh lebar celah (slif widht ) yang dipakai.

· Celah keluar

Berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.

5. Detektor

(13)

Syarat-syarat detektor :

a. Kepekaan yang tinggi

b. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi

c. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

d. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga

radiasi

Selain itu juga detektor harus menghasilkan signal yang mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, dapat menangkap atau merespon energi sinar, peka dengan noise rendah, waktu respon pendek, stabil, dapat memperkuat isyarat listrik dengan mudah, dimana isyarat listrik yang dihasilkan berbanding lurus dengan intensitas.

Macam-macam detektor diantaranya yaitu :

1). Detektor selektif

Adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu saja, detektor ini terbagi menjadi dua, yaitu :

(1). Detektor flouoresensi

(2). Detektor konduktivitas listrik

2). Detektor universal

Yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun, kecuali

pelarutnya itu sendiri. Detektor ini terbagi menjadi tiga, yaitu :

a) Detektor spektrometer massa

(14)

c) Detektor indeks bias

Detektor indeks bias inimemberi respon terhadap senyawa yang dianalisis apapun termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut.. detektor ini bersifat merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 106 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan

preparatif.

d) Detektor uv-vis

Detektor uv-vis (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena sentivitasnya baik, mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang dianalisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi ber-gradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang tetap, yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada juga yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai yang diinginkan, antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang bervariabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (auto zero). Detektor jenis ini juga ada ayang menggunakan drode arrays (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai macam panjang gelombang.

Berikut jenis-jenis detektor UV-Vis, yaitu :

 Barrier layer cell (photo cell atau photo votaice cell)

(15)

 Photo tube

Lebih sensitif dari photo cell, memerlukan power suplay yang stabil dan amplifier

Gambarnya :

 Photo mulipliers

Sangat sensitif, respon cepat, digunakan dalam instrumen double beam panguatan internal.

(16)

6. Rekorder

Fungsi rekorder mengubah panjang gelombang hasil deteksi dari detektor yang diperkuat oleh amplifier menjadi radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dalam bentuk spektrum. Spektrum tersebut selanjunya dibawa ke monitor sehingga dapat dibaca dalam bentuk transmitan.

7. Read Out

a) Null balance

menggunakan prinsip null balance potentiomer, tidak nyaman, banyak diganti

dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital.

b) Direct readers

absorbansi (A), konsentrasi (C), dan persen transmitan (%T), dibaca langsung

dari skala

c) Pembacaan digital

(17)

Gambar.

Pembaca

transmitansi

dan absorbansi pada spektrofotometer

Dengan pembacaan meter seperti gambar diatas, akan lebih mudah dibaca

skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A= -lig T.

Skema dasar instrumen single beam dan double beam seperti disajikan pada

gambar dibawah.

 Fitur instrumen single beam

Biaya rendah, tujuan dasar untuk mengukur A, C, atau %T pada apanjang gelombang terpisah. 100% T(OA) harus diatur pada setiap panjang gelombang tidak dapat digunakan untuk meneliti spektra.

 Fitur instrumen double beam

(18)

C. Alat dan Bahan 1. Alat

 Spektrofotometer 1 set

 Labu takar 100 mL 1 buah

 Gelas kimia 100 mL 2 buah

 Labu takar 25 mL 6 buah

 Botol semprot 1 buah

 Spatula 1 buah

 Corong pendek 1 buah

 Pipet seukuran 1 mL 1 buah

 Pipet seukuran 5 mL 1 buah

 Pipet seukuran 10 mL 1 buah

 Pipet tetes 3 buah

(19)

 Ball pipet 1 buah

2. Bahan

 Garam Fe(NH4OH)2 SO4 ± 0,07 gram

 Larutan hidroksilamin-HCl 5% 1 mL

 Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% 5 mL

 Larutan CH3COONa 5% 8 mL

 Aquades secukupnya

 H2SO4 2M 5 mL

(20)

D. Prosedur Kerja

Ø Pembuatan Larutan baku Fe(II)100 ppm

Garam Fe (NH4)2 (SO4)2. 6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram.

Kemudian dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dan tambahkan 5 mL asam sulfat 2 M dan ditambahkan kembali aquades hingga mencapai tanda batas.

Ø Pembuatan Larutan Deret Standar dan Larutan Sampel

Larutan standar yang dibuat adalah 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5

ppm dan 3 ppm. Larutan standar dibuat dalam labu ukur 25 mL, dengan

mengencerkan larutan induk. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan

ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan

5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Volume larutan induk yang digunakan untuk membuat masing-masing larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan adalah 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL dan 6,25 mL dan 7,5 mL.

Larutan sampel dibuat dalam labu ukur 25 mL. Sampel dipipet sebanyak 1 mL. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL

1,10-fenantrolin 0,1%.

Larutan standar dan larutan sampel didiamkan selama 10 menit sebelum dilakukan pengukuran.

Ø Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm diukur dengan menggunakan alat spektronic-20 pada panjang gelombang 400-600 nm.

(21)

Larutan deret standar dan sampel diukur serapan larutan pada λ maksimum dengan alat spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum. Dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar. Apabila sampel berada diluar rentang deret standar, maka sampel diencerkan.

Ø Pengoperasian Alat Spektronik

1.

Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off

ke arah ‘ON’

bila

aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V,

maka lampu indikator

akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang

lebih 15 menit untuk memanaskan alat.

2.

Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol

pengatur panjang gelombang.

3.

Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan

mode % transmitansi)

dengan memilih dari tombol pengaturnya

modenya.

4.

Masukan larutan blanko.

5.

Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000

dengan menekan

teranya.

6.

Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang

ditunjukan pada pembaca alat.

(22)

E. Hasil dan analisis data

Analisis penentuan kadar besi (Fe) dalam sampel air ledeng pada praktikum ini

menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan

tepatnya adalah spektrofotometri cahaya tampak karena logam besi mempunyai

panjang gelombang lebih dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri

UV, logam besi dalam sampel tidak terdeteksi karena tidak menyerap sinar dengan

panjang gelombang tersebut.

Pada percobaan ini, panjang gelombang 520 nm digunakan sebagai

(23)

Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 520 ini menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang gelombang ini juga termasuk dalam rentang panjang gelombang yang diserap warna hijau biru (490-550 nm) yang merupakan warna komplementer dari warna merah jingga. Warna larutan yang dianalisis.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur

absorbansi larutan standar 2 ppm pada berbagai panjang gelombang. Rentang panjang

gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari pengukuran diketahui bahwa pada

panjang gelombang yang berbeda maka absorbansinya juga berbeda. Semakin besar

panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya.

Akan tetapi,

pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun seiring peningkatan

panjang

gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai dari pengukuran pada

panjang gelombang 400 nm hingga 520 nm. Pada panjang gelombang 520 nm

diperoleh nilai absorbansi paling tinggi (maksimum) yaitu sebesar 0,486

atau 48,6%

cahaya diserap. Selanjutnya, absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang

gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan

molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat

disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya

secara maksimal pada

panjang gelombang 520 nm.

Sebelumnya dilakukan matching kuvet menggunakan larutan CoCl2 untuk

menentukan kuvet yang identik sehingga pengukuran diharapkan akan lebih akurat.

Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa

campuran larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan

aquadest.

Pada preparasi sampel, hidroksilamin klorida yang ditambahkan ke dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan bilangan oksidasi 2+. Sehingga kompleks yang terbentuk bersifat sangat stabil dan dapat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada

(24)

Natrium asetat merupakan suatu garam yang bersifat basa yang merupakan buffer atau penyangga. Keberadaan natrium asetat dalam larutan menyebabkan larutan tidak berubah pH-nya secara signifikan jika larutan tersebut ditambah larutan lain yang bersifat asam atau basa. Dengan kata lain natrium asetat berfungsi untuk menjaga larutan berada pada pH optimal untuk pembentukan kompleks besi fenantrolin, yaitu pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal karena dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan misalnya Fe(OH)2.

Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode

spektrofotometri dengan memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun

d

alam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.

Orto-phenantrolin mempunyai struktur sehingga ketika berikatan dengan ion besi (Fe2+), orto-phenantrolin akan

membentuk suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai

struktur:

(25)

visibel ini sebelumnya dibuat deret larutan standar terlebih dulu. Tujuannya adalah

untuk membuat kurva kalibrasi yang akan digunakan untuk menghitung kadar besi

dalam sampel air.

Pada penentuan kadar besi dalam sampel, digunakan persamaan garis dari

kurva kalibrasi standar y = 0,2416x + 0,0008 dengan R

2

= 0.999 dan bsorbansi sampel

sebesar 0,486. Sehingga konsentrasi Fe(II) dalam sampel diperoleh sebesar 0.2478

ppm.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan di dalam air sehingga air

dikatakan sebagai air bersih adalah 0,3 miligram per liter atau 0,3 ppm. Maka air ledeng

hasil analisis tersebut mempunyai kadar besi yang besarnya dibawah ambang batas,

sehingga air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi.

F. Kesimpulan

(26)
(27)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Spektrofotometri

[online]. http://www.chem-is-try.org.

(diakses tanggal 1 April

2011)

Anonim. Spektroskopi Sinar Tampak Ultraviolet Uv-Vis [online].

http://one.indoskripsi.com/

. (diakses tanggal 1 April 2011)

Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.

Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.

Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Sabarudin, Akhmad, dkk. (2000). Kimia Analitik.Bandung : IKIP Semarang

Wiji, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

(28)

LAMPIRAN

1.

Cara Pembuatan Larutan

· Pembuatan larutan baku Fe(II)

Bagan Alir

Pengamatan

garam Fe (NH

4

)

2

(SO

4

)

2

.6H

2

O

Ditimbang ± 0,07 gram

Dilarutkan dalam labu takar 100 ml

Ditambahkan 5 mL asam

sulfat 2 M

Larutan baku Fe (II) 100 ppm

 Garam

Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

berupa serbuk berwarna putih.

 Garam mohr yang

tertimbang sebanyak

0,0790 gram

 H2SO4 2 M berupa

larutan tidak berwarna.

 Larutan baku berupa

larutan tidak berwarna.

(29)

Bagan Alir

Pengamatan

Larutan standar

10 ppm

dipipet sebanyak 1 ppm; 1,5

ppm; 2 ppm; 2,5 ppm dan 3

ppm. Masing-masing

dimasukan kedalam labu

takar 25 mL.

ditambahkan 1 mL larutan

hidroksilamin HCl 5%,

8mL CH

3

COONa 5% dan 5

mL 1,10 – fenantrolin

0.1%, ke dalam masing –

masing labu takar,

sebelum diencerkan.

Larutan deret standar siap diukur

didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.

 Larutan baku 100 ppm

diencerkan lagi menjadi konsentrasi larutan baku Fe (II) 10 ppm.

 Larutan hidroksilamin

HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.

 Larutan CH3COONa

berupa larutan tidak berwarna.

 Larutan 1,10–fenantrolin

0.1%, berupa larutan tidak berwarna.

 Larutan standar +

larutan hidroksilamin

HCl : larutan tidak

berwarna.

 + laturan CH3COONa :

larutan tidak berwarna

 + larutan 1,10 –

(30)

· Preparasi sampel

Bagan Alir

Pengamatan

Sampel

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.

ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl

5%, 8mL CH3COONa 5% dan

5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, dan ditanda bataskan.

 Sampel berasal dari air

ledeng (kran)

laboratorium instrumen.

 Sampel berupa larutan

tidak berwarna

 Larutan hidroksilamin

HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.

 Larutan CH3COONa

berupa larutan tidak berwarna.

 Larutan 1,10–fenantrolin

0.1%, berupa larutan tidak berwarna.

 Karena larutan sampel

tidak berwarna setelah ditambahkan pereaksi, maka pada campuran tersebut ditambahkan larutan baku Fe(II) 100

ppm sebanyak 5 mL atau

konsentrasi 2 ppm.

 Setelah ditambahkan

(31)

Larutan Sampel

didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.

sampel menjadi larutan berwarna orange.

2.

Perhitungan

Ø Pembuatan Larutan Baku Fe (II) 100 ppm

C=100 ppm

V=100 mL=0.1 L

Massa Fe2+

= x 0,07 gram

=

x

0,07 gram
(32)

=

0,07 g

Ø Pembuatan Deret Standar

Ø Larutan Standar 1 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 1 ppm

V1 = 2,5 mL

Ø Larutan Standar 1,5 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 1,5 ppm

V1 = 3,75 mL

Ø Larutan Standar 2 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 2 ppm

V1 = 5 mL

Ø Larutan Standar 2,5 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 2,5 ppm

V1 = 6,25 mL

(33)

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 3ppm

V1 = 7,5 mL

Ø Larutan induk Fe(II)

Massa Garam Fe(NH4OH)2 SO4yang tertimbang 0.0790 gram

Massa Fe2+

= x 0,0790 gram

=

x

0,0790gram

= 0,01128 gram

= 11,28 mg

Konsentrasi Larutan Fe2+ (ppm)

=

=

= 112,8 ppm

Ø Larutan Standar Fe (II)

V1 M1 = V2 M2

(34)

M2 = 11,28 ppm

Ø Larutan deret Standar Fe (II)

Larutan 2,5 mL

V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 2,5 mL = M2x 2,5 mL

M2 = 1,128 ppm

Larutan 3,75 mL

V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 3,75 mL = M2x 3,75 mL

M2 = 1,692 ppm

Larutan 5 mL

V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 5 mL = M2x 5mL

M2 = 2,256 ppm

Larutan 6,25 mL

V1 M1 = V2 M2

(35)

M2 = 2,82 ppm Larutan 7,5 mL

V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 7,5 mL = M2x 7,5 mL

M2 = 3,384 ppm

Ø Penentuan konsentrasi Fe (II) dalam sampel

Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis:

y= 0,2416 x + 0,0008

untuk mencari konsentrasi Fe (II) dalam sampel, maka:

y = 0,2416 x + 0,0008

0,486 = 0,2416 x + 0,0008

X = 2,0082 ppm

Karena sampel ditambah larutan standar 100 ppm sebanyak 5 mL, maka:

 Konsentrasi standar yang ditambahkan:

x 11,28 ppm = 2,256

Jadi,

Konsentrasi Fe (II) sebenarnya dalam sampel:

= (2,0082 ppm-2,256 ppm

(36)

3.

Data pengamatan

 Matching kuvet

Menggunakan larutan COCl

2

(berwarna merah muda), dan diukur

pada panjang gelombang 510 nm.

Kuvet Absorbansi (A)

1 0,210

2 0,199

3 0,205

4 0,207

5 0,191

6 0,193

7 0,211

(37)

Penentuan λ

max

ini menggunakan larutan standar dengan konsentrasi

2 ppm

λ (nm) Absorbansi

(A) λ (nm)

Absorbansi (A)

400 0,104 510 0,464

410 0,154 515 0,

420 0,213 520 0,486

430 0,250 525 0,

440 0,288 530 0,470

450 0,322 540 0,384

460 0,343 550 0,298

470 0,383 560 0,163

480 0,416 570 0,086

490 0,445 580 0,059

500 0,447 590 0,025

600 0,033

· Penentuan kurva kalibrasi

(38)

UJI TITIK NOL

Konsentrasi

(ppm)

A

(x-)

(y-)

Sxy

Sxx

Syy

0

0

-1,16667

-0,4035

0,47075

1,361111

0,162812

1

0,247

-0,16667

-0,1565

0,026083

0,027778

0,024492

1,5

0,352

0,333333

-0,0515

-0,01717

0,111111

0,002652

2

0,496

0,833333

0,0925

0,077083

0,694444

0,008556

2,5

0,601

1,333333

0,1975

0,263333

1,777778

0,039006

3

0,725

1,833333

0,3215

0,589417

3,361111

0,103362

1,166666667

0,4035

1,4095

7,333333

0,340882

=

1,166666667

=

0,4035

∑ Sxy = 1,4095

∑ Sxx = 7,333333

∑ Syy = 0,340882

Derajat kebebasan = n-2

= 6-2 = 4

(39)

= 0,4035 – (0,192205 x 1,166666667)

= 0,179261

Jadi persamaan garis yang dihasilkan adalah Y = 0,192205X - 0,179261

UJI TITIK NOL

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengembangan sensor kimia dengan deteksi spektrofotometri, formalin dalam suasana asam lebih baik terlihat dari kestabilan warna, panjang gelombang

Gambar .3 Grafik pengaruh lama penyimpanan terhadap absorbansi zat warna dari ekstrak etanol kulit alpukat ( Persea americana Mill) pada panjang gelombang 200-400

Kurva absorbansi kompleks Fe(III)-fenantrolin pada panjang gelombang 300-450 nm dengan interval 5 nm Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa absorbansi maksimal berada pada

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombang maksimum larutan standar besi berada pada daerah 500-520 nm karena pada daerah tersebut terdapat absorbansi maksimum

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk memahami kerja alat spektrofotometer ultraviolet- visible, mencari panjang gelombang maksimum dan optimum suatu seyawa obat,

Spektrofotometer secara rutin digunakan dalam kuantitatif penentuan larutan dari logam transisi ion dan senyawa organik, dengan prinsipnya yaitu sinar cahaya UV dengan

Serapan kompleks antara Si dengan amonium heptamolibdat dalam larutan suasana asam  pH 0,8 yang diamati serapannya dari panjang gelombang () 750 nm hingga 850 nm..

Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang