laporan praktikum UV VIS
ᄃ
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN
“PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”
(12 Oktober 2012)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)
Dra. Zakiyah, M.Si.
Disusun Oleh
:
Kelompok 11
Hanik M. H
(1001114)
Novi Nurlaeli
(1004563)
Vega Isma Zakiah (1006336)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Tanggal Praktikum
:
12 Oktober 2012
PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER VISIBLE
A. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar FE(II) dalam sampel air ledeng dengan menggunakan alat
spektrofotometer Uv-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer visibel.
B. Tinjauan pustaka
Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994 : 155)
(Wiji, dkk. 2010)
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan metode pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.
Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri).
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III) menjadi besi(II) diantaranya seng, ion timah(II), sulfit, senyawa NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium tiosulfat, vitamin C, dan
bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. (Othmer, Kirk, 1978).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan terlebih dahulu yang ditandai
dengan pembentukan warna spesifik sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa
pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,
dan fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan adalah
1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan
lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan
besi (Vogel, 1985).
Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut, tembaga, nikel, dan kobalt.Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air yang digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion phenanthrolinium,
phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin
dapat ditunjukkan dengan reaksi:
Fe
2++ 3 phen H
+⇌ Fe(phen)
32+
+ 3H
+Dimana strukturnya adalah:
1,10-phenantrolin
Fe(phen)
32+pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada
keadaan tingkat oksidasi 2
+.
Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:
1. Transmisi
Transmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan melalui larutan.
2. Absorpsi
Cahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul. Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.
Hukum Lambert-Beer:
Dengan: A = absorbansi
I
o= intensitas sinar datang
I = intensitas sinar yang diteruskan
a = tetapan absorptivitas
l = panjang jalan sinar / kuvet
c = konsentrasi
Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert-Beer:
1. Syarat Konsentrasi
menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.
Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion organik tertentu yang molekulnya besar.
2. Syarat Kimia
Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi dengan
pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat
yang dianalisis.
3. Syarat Cahaya
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul
monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) .
4. Syarat Kejernihan
Larutan senyawa berwarna mampu
menyerap sinar tampak yang melalui
larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar
yang diserap tergantung pada macam yang
ada di dalam larutan, konsentrasi panjang
jalan dan intensitas sinar yang diserap
dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang
menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang
diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam
molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul
berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu
molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan
ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang
mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.
Instrumen pada spektroskopi UV-Vis, yaitu
:
1. Sumber Radiasi
Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500 jam)
· Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas
iodine. Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm.
· Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada
spectra UV-VIS pada 365 nm.
2. Sistem dispersi
Filter
Hanya digunakan pada colorimeter murah pita ± 25-50 nm, tidak umum digunakan dalam instrumen modern
Prisma
Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah sinar tampak (380-780) dispersi bervariasi sesuai panjang gelombang labih mahal daripada grating.
dispersi pada monokromator dengan prisma
Difractions gratings
Dispersi kontan dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada
yang biasa digunakan.
ᄃ
Gambar. Sistim
dispersi
pada
monokromator dengan
grating
3. Sel kuvet
Merupakan tempat penyimpanan larutan sampel atau blanko,adapun macam-macam kuvet diantaranya :
(a). Gelas
Umum digunakan pada 300-1000 nm, biasanya memiliki panjang 1 cm
(atau 0.1; 0.2; 0.5; 2; atau 4 cm). Khusus untuk sinar uv adalah kwarsa.
Sedangkan untuk visibel adalah gelas atu kaca.
(b). Kwarsa
Mahal, range (190-1000 nm)
(c). Sel otomatis (flow through cells)
(d). Matched cells
(340-1000 nm) throw away type
(f). Micro cells
Syarat kuvet yaitu tidak menyerap sinar yang digunakan. Bahan kuvet
biasanya terbuat dari kaca, plastik, atau bahan kwarsa. Pada pengukuran di daerah
tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk
pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih
kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan
berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Sel yang baik
adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.
4. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang.
Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu
mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.
Fungsi detektor ialah sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis.
Monokromator terdiri dari :
· Celah masuk (split)
Berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada daerah
panjang gelombang tertentu untuk diteruskan ke zat.
· Lensa kolimator
Berfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.
Terdapat dua jenis, yaitu prisma dan gratting.
Pada gratting atau kisi difraksi, cahaya monokromatis dapat dipilih
panjang gelombang tertentu yang sesuai. Kemudian dilewatkan melalui
celah yang sempit yang disebut split. Ketelitian dari monokromator
dipengaruhi oleh lebar celah (slif widht ) yang dipakai.
· Celah keluar
Berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.
ᄃ
5. Detektor
Syarat-syarat detektor :
a. Kepekaan yang tinggi
b. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi
c. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
d. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasi
Selain itu juga detektor harus menghasilkan signal yang mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, dapat menangkap atau merespon energi sinar, peka dengan noise rendah, waktu respon pendek, stabil, dapat memperkuat isyarat listrik dengan mudah, dimana isyarat listrik yang dihasilkan berbanding lurus dengan intensitas.
Macam-macam detektor diantaranya yaitu :
1). Detektor selektif
Adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu saja, detektor ini terbagi menjadi dua, yaitu :
(1). Detektor flouoresensi
(2). Detektor konduktivitas listrik
2). Detektor universal
Yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun, kecuali
pelarutnya itu sendiri. Detektor ini terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Detektor spektrometer massa
c) Detektor indeks bias
Detektor indeks bias inimemberi respon terhadap senyawa yang dianalisis apapun termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut.. detektor ini bersifat merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 106 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan
preparatif.
d) Detektor uv-vis
Detektor uv-vis (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena sentivitasnya baik, mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang dianalisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi ber-gradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang tetap, yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada juga yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai yang diinginkan, antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang bervariabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (auto zero). Detektor jenis ini juga ada ayang menggunakan drode arrays (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai macam panjang gelombang.
Berikut jenis-jenis detektor UV-Vis, yaitu :
Barrier layer cell (photo cell atau photo votaice cell)
ᄃ
Photo tube
Lebih sensitif dari photo cell, memerlukan power suplay yang stabil dan amplifier
Gambarnya :
ᄃ
Photo mulipliers
Sangat sensitif, respon cepat, digunakan dalam instrumen double beam panguatan internal.
ᄃ
6. Rekorder
Fungsi rekorder mengubah panjang gelombang hasil deteksi dari detektor yang diperkuat oleh amplifier menjadi radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dalam bentuk spektrum. Spektrum tersebut selanjunya dibawa ke monitor sehingga dapat dibaca dalam bentuk transmitan.
7. Read Out
a) Null balance
menggunakan prinsip null balance potentiomer, tidak nyaman, banyak diganti
dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital.
b) Direct readers
absorbansi (A), konsentrasi (C), dan persen transmitan (%T), dibaca langsung
dari skala
c) Pembacaan digital
Gambar.
Pembaca
transmitansi
dan absorbansi pada spektrofotometer
Dengan pembacaan meter seperti gambar diatas, akan lebih mudah dibaca
skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A= -lig T.
Skema dasar instrumen single beam dan double beam seperti disajikan pada
gambar dibawah.
Fitur instrumen single beam
Biaya rendah, tujuan dasar untuk mengukur A, C, atau %T pada apanjang gelombang terpisah. 100% T(OA) harus diatur pada setiap panjang gelombang tidak dapat digunakan untuk meneliti spektra.
Fitur instrumen double beam
C. Alat dan Bahan 1. Alat
Spektrofotometer 1 set
Labu takar 100 mL 1 buah
Gelas kimia 100 mL 2 buah
Labu takar 25 mL 6 buah
Botol semprot 1 buah
Spatula 1 buah
Corong pendek 1 buah
Pipet seukuran 1 mL 1 buah
Pipet seukuran 5 mL 1 buah
Pipet seukuran 10 mL 1 buah
Pipet tetes 3 buah
Ball pipet 1 buah
2. Bahan
Garam Fe(NH4OH)2 SO4 ± 0,07 gram
Larutan hidroksilamin-HCl 5% 1 mL
Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% 5 mL
Larutan CH3COONa 5% 8 mL
Aquades secukupnya
H2SO4 2M 5 mL
D. Prosedur Kerja
Ø Pembuatan Larutan baku Fe(II)100 ppm
Garam Fe (NH4)2 (SO4)2. 6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram.
Kemudian dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dan tambahkan 5 mL asam sulfat 2 M dan ditambahkan kembali aquades hingga mencapai tanda batas.
Ø Pembuatan Larutan Deret Standar dan Larutan Sampel
Larutan standar yang dibuat adalah 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5
ppm dan 3 ppm. Larutan standar dibuat dalam labu ukur 25 mL, dengan
mengencerkan larutan induk. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan
5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Volume larutan induk yang digunakan untuk membuat masing-masing larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan adalah 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL dan 6,25 mL dan 7,5 mL.
Larutan sampel dibuat dalam labu ukur 25 mL. Sampel dipipet sebanyak 1 mL. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL
1,10-fenantrolin 0,1%.
Larutan standar dan larutan sampel didiamkan selama 10 menit sebelum dilakukan pengukuran.
Ø Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm diukur dengan menggunakan alat spektronic-20 pada panjang gelombang 400-600 nm.
Larutan deret standar dan sampel diukur serapan larutan pada λ maksimum dengan alat spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum. Dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar. Apabila sampel berada diluar rentang deret standar, maka sampel diencerkan.
Ø Pengoperasian Alat Spektronik
1.
Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off
ke arah ‘ON’
bila
aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V,
maka lampu indikator
akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang
lebih 15 menit untuk memanaskan alat.
2.
Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol
pengatur panjang gelombang.
3.
Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan
mode % transmitansi)
dengan memilih dari tombol pengaturnya
modenya.
4.
Masukan larutan blanko.
5.
Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000
dengan menekan
teranya.
6.
Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang
ditunjukan pada pembaca alat.
E. Hasil dan analisis data
Analisis penentuan kadar besi (Fe) dalam sampel air ledeng pada praktikum ini
menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan
tepatnya adalah spektrofotometri cahaya tampak karena logam besi mempunyai
panjang gelombang lebih dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri
UV, logam besi dalam sampel tidak terdeteksi karena tidak menyerap sinar dengan
panjang gelombang tersebut.
Pada percobaan ini, panjang gelombang 520 nm digunakan sebagai
Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 520 ini menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang gelombang ini juga termasuk dalam rentang panjang gelombang yang diserap warna hijau biru (490-550 nm) yang merupakan warna komplementer dari warna merah jingga. Warna larutan yang dianalisis.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur
absorbansi larutan standar 2 ppm pada berbagai panjang gelombang. Rentang panjang
gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari pengukuran diketahui bahwa pada
panjang gelombang yang berbeda maka absorbansinya juga berbeda. Semakin besar
panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya.
Akan tetapi,
pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun seiring peningkatan
panjang
gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai dari pengukuran pada
panjang gelombang 400 nm hingga 520 nm. Pada panjang gelombang 520 nm
diperoleh nilai absorbansi paling tinggi (maksimum) yaitu sebesar 0,486
atau 48,6%
cahaya diserap. Selanjutnya, absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang
gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan
molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya
secara maksimal pada
panjang gelombang 520 nm.
Sebelumnya dilakukan matching kuvet menggunakan larutan CoCl2 untuk
menentukan kuvet yang identik sehingga pengukuran diharapkan akan lebih akurat.
Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa
campuran larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan
aquadest.
Pada preparasi sampel, hidroksilamin klorida yang ditambahkan ke dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan bilangan oksidasi 2+. Sehingga kompleks yang terbentuk bersifat sangat stabil dan dapat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada
Natrium asetat merupakan suatu garam yang bersifat basa yang merupakan buffer atau penyangga. Keberadaan natrium asetat dalam larutan menyebabkan larutan tidak berubah pH-nya secara signifikan jika larutan tersebut ditambah larutan lain yang bersifat asam atau basa. Dengan kata lain natrium asetat berfungsi untuk menjaga larutan berada pada pH optimal untuk pembentukan kompleks besi fenantrolin, yaitu pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal karena dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan misalnya Fe(OH)2.
Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode
spektrofotometri dengan memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun
d
alam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.
Orto-phenantrolin mempunyai struktur sehingga ketika berikatan dengan ion besi (Fe2+), orto-phenantrolin akan
membentuk suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai
struktur:
visibel ini sebelumnya dibuat deret larutan standar terlebih dulu. Tujuannya adalah
untuk membuat kurva kalibrasi yang akan digunakan untuk menghitung kadar besi
dalam sampel air.
Pada penentuan kadar besi dalam sampel, digunakan persamaan garis dari
kurva kalibrasi standar y = 0,2416x + 0,0008 dengan R
2= 0.999 dan bsorbansi sampel
sebesar 0,486. Sehingga konsentrasi Fe(II) dalam sampel diperoleh sebesar 0.2478
ppm.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan di dalam air sehingga air
dikatakan sebagai air bersih adalah 0,3 miligram per liter atau 0,3 ppm. Maka air ledeng
hasil analisis tersebut mempunyai kadar besi yang besarnya dibawah ambang batas,
sehingga air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi.
F. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Spektrofotometri
[online]. http://www.chem-is-try.org.
(diakses tanggal 1 April
2011)
Anonim. Spektroskopi Sinar Tampak Ultraviolet Uv-Vis [online].
http://one.indoskripsi.com/
ᄃ
. (diakses tanggal 1 April 2011)
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.
Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Sabarudin, Akhmad, dkk. (2000). Kimia Analitik.Bandung : IKIP Semarang
Wiji, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
LAMPIRAN
1.
Cara Pembuatan Larutan· Pembuatan larutan baku Fe(II)
Bagan Alir
Pengamatan
garam Fe (NH
4)
2(SO
4)
2.6H
2O
Ditimbang ± 0,07 gram
Dilarutkan dalam labu takar 100 ml
Ditambahkan 5 mL asam
sulfat 2 M
Larutan baku Fe (II) 100 ppm
Garam
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
berupa serbuk berwarna putih.
Garam mohr yang
tertimbang sebanyak
0,0790 gram
H2SO4 2 M berupa
larutan tidak berwarna.
Larutan baku berupa
larutan tidak berwarna.
Bagan Alir
Pengamatan
Larutan standar
10 ppm
dipipet sebanyak 1 ppm; 1,5
ppm; 2 ppm; 2,5 ppm dan 3
ppm. Masing-masing
dimasukan kedalam labu
takar 25 mL.
ditambahkan 1 mL larutan
hidroksilamin HCl 5%,
8mL CH
3COONa 5% dan 5
mL 1,10 – fenantrolin
0.1%, ke dalam masing –
masing labu takar,
sebelum diencerkan.
Larutan deret standar siap diukur
didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.
Larutan baku 100 ppm
diencerkan lagi menjadi konsentrasi larutan baku Fe (II) 10 ppm.
Larutan hidroksilamin
HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.
Larutan CH3COONa
berupa larutan tidak berwarna.
Larutan 1,10–fenantrolin
0.1%, berupa larutan tidak berwarna.
Larutan standar +
larutan hidroksilamin
HCl : larutan tidak
berwarna.
+ laturan CH3COONa :
larutan tidak berwarna
+ larutan 1,10 –
· Preparasi sampel
Bagan Alir
Pengamatan
Sampel
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl
5%, 8mL CH3COONa 5% dan
5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, dan ditanda bataskan.
Sampel berasal dari air
ledeng (kran)
laboratorium instrumen.
Sampel berupa larutan
tidak berwarna
Larutan hidroksilamin
HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.
Larutan CH3COONa
berupa larutan tidak berwarna.
Larutan 1,10–fenantrolin
0.1%, berupa larutan tidak berwarna.
Karena larutan sampel
tidak berwarna setelah ditambahkan pereaksi, maka pada campuran tersebut ditambahkan larutan baku Fe(II) 100
ppm sebanyak 5 mL atau
konsentrasi 2 ppm.
Setelah ditambahkan
Larutan Sampel
didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.
sampel menjadi larutan berwarna orange.
2.
PerhitunganØ Pembuatan Larutan Baku Fe (II) 100 ppm
C=100 ppm
V=100 mL=0.1 L
Massa Fe2+
= x 0,07 gram
=
x
0,07 gram=
0,07 g
Ø Pembuatan Deret Standar
Ø Larutan Standar 1 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1 ppm
V1 = 2,5 mL
Ø Larutan Standar 1,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1,5 ppm
V1 = 3,75 mL
Ø Larutan Standar 2 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2 ppm
V1 = 5 mL
Ø Larutan Standar 2,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2,5 ppm
V1 = 6,25 mL
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 3ppm
V1 = 7,5 mL
Ø Larutan induk Fe(II)
Massa Garam Fe(NH4OH)2 SO4yang tertimbang 0.0790 gram
Massa Fe2+
= x 0,0790 gram
=
x
0,0790gram= 0,01128 gram
= 11,28 mg
Konsentrasi Larutan Fe2+ (ppm)
=
=
= 112,8 ppm
Ø Larutan Standar Fe (II)
V1 M1 = V2 M2
M2 = 11,28 ppm
Ø Larutan deret Standar Fe (II)
Larutan 2,5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 2,5 mL = M2x 2,5 mL
M2 = 1,128 ppm
Larutan 3,75 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 3,75 mL = M2x 3,75 mL
M2 = 1,692 ppm
Larutan 5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 5 mL = M2x 5mL
M2 = 2,256 ppm
Larutan 6,25 mL
V1 M1 = V2 M2
M2 = 2,82 ppm Larutan 7,5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 7,5 mL = M2x 7,5 mL
M2 = 3,384 ppm
Ø Penentuan konsentrasi Fe (II) dalam sampel
Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis:
y= 0,2416 x + 0,0008
untuk mencari konsentrasi Fe (II) dalam sampel, maka:
y = 0,2416 x + 0,0008
0,486 = 0,2416 x + 0,0008
X = 2,0082 ppm
Karena sampel ditambah larutan standar 100 ppm sebanyak 5 mL, maka:
Konsentrasi standar yang ditambahkan:
x 11,28 ppm = 2,256
Jadi,
Konsentrasi Fe (II) sebenarnya dalam sampel:
= (2,0082 ppm-2,256 ppm
3.
Data pengamatan Matching kuvet
Menggunakan larutan COCl
2(berwarna merah muda), dan diukur
pada panjang gelombang 510 nm.
Kuvet Absorbansi (A)
1 0,210
2 0,199
3 0,205
4 0,207
5 0,191
6 0,193
7 0,211
Penentuan λ
maxini menggunakan larutan standar dengan konsentrasi
2 ppm
λ (nm) Absorbansi
(A) λ (nm)
Absorbansi (A)
400 0,104 510 0,464
410 0,154 515 0,
420 0,213 520 0,486
430 0,250 525 0,
440 0,288 530 0,470
450 0,322 540 0,384
460 0,343 550 0,298
470 0,383 560 0,163
480 0,416 570 0,086
490 0,445 580 0,059
500 0,447 590 0,025
600 0,033
· Penentuan kurva kalibrasi
UJI TITIK NOL
Konsentrasi
(ppm)
A
(x-)
(y-)
Sxy
Sxx
Syy
0
0
-1,16667
-0,4035
0,47075
1,361111
0,162812
1
0,247
-0,16667
-0,1565
0,026083
0,027778
0,024492
1,5
0,352
0,333333
-0,0515
-0,01717
0,111111
0,002652
2
0,496
0,833333
0,0925
0,077083
0,694444
0,008556
2,5
0,601
1,333333
0,1975
0,263333
1,777778
0,039006
3
0,725
1,833333
0,3215
0,589417
3,361111
0,103362
1,166666667
0,4035
1,4095
7,333333
0,340882
=
1,166666667
=
0,4035
∑ Sxy = 1,4095
∑ Sxx = 7,333333
∑ Syy = 0,340882
Derajat kebebasan = n-2
= 6-2 = 4
= 0,4035 – (0,192205 x 1,166666667)
= 0,179261
Jadi persamaan garis yang dihasilkan adalah Y = 0,192205X - 0,179261
UJI TITIK NOL