BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Manajemen Risiko
Risiko adalah adanya kemungkinan kinerja suatu perusahaan akan lebih
rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya karena eksposur terhadap
beberapa kondisi tertentu atau tingkat ketidakpastian laba dari perusahaan dimasa
mendatang (Madura, 2007:348).
Manajemen risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko dan perlindungan
harta benda, hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas
kemungkinan timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko. Menurut Kasidi
(2010:4) manajemen risiko adalah usaha yang secara rasional ditujukan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi.
Tahap-tahap yang dilalui oleh perusahaan dalam mengimplementasikan manajemen
risiko adalah mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko yang mungkin akan
dialami oleh perusahaan, setelah mengidentifikasi maka dilakukan evaluasi atas
masing-masing risiko ditinjau dari nilai risiko dan frekuensinya. Tahap terakhir
adalah pengendalian risiko. Dalam tahap pengendalian risiko dibedakan menjadi 2
yakni pengendalian fisik (risiko dihilangkan, risiko diminimalisir) dan
pengendalian financial (risiko ditahan, risiko ditransfer).
2.1.2 Jenis–Jenis Eksposur Valuta asing
Eksposur valuta asing adalah sebuah ukuran terhadap potensi perubahan
perubahan kurs. Eksposur valuta asing dialami oleh perusahaan yang melakukan
pembayaran atau menerima pendapatan dalam valuta asing (Putro, 2012).
Eksposur valuta asing timbul karena kurs valuta asing selalu berubah.
Transaksi valas dapat terjadi di spot market dan forward market. Spot market
meliputi pembelian dan penjualan valas yang sangat segera dilaksanakan.
Transaksi valas merupakan transaksi dimana dua pihak setuju untuk menukarkan
valuta yang satu dengan valuta yang lain pada kurs tertentu. Pasar valas
mempunyai pasar retail dan pasar wholesale. Eksposur valas secara konvensional
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Eksposur translasi atau eksposur akuntansi
2. Eksposur transaksi
3. Eksposur ekonomi atau eksposur operasi
2.1.2.1 Eksposur Translasi
Eksposur translasi diartikan sebagai risiko perubahan/fluktuasi kurs valas
terhadap consolidated financial statement perusahaan. Besar kecilnya pengaruh
translation/accounting exposure ini terhadap perusahaan internasional atau MNC
tergantung dari beberapa faktor (Hady, 2001:99).
Eksposur translasi ini berhubungan dengan arus kas perusahaan. maka
semakin besar risiko dari eksposur translasi akan mengakibatkan tingkat likuiditas
perusahaan akan meningkat dan perusahaan perlu untuk melakukan lindung nilai
2.1.2.2 Eksposure Transaksi
Eksposur transaksi mengukur perubahan pada nilai transaksi karena terdapat
perbedaan antara kurs valuta asing pada saat transaksi disepakati dan saat
transaksi diselesaikan/dipenuhi. Nilai aliran kas masuk perusahaan yang diterima
dalam berbagai denominasi mata uang asing akan ditentukan oleh kurs valuta
asing, pada saat penerimaan dikonversikan ke mata uang yang dikehendaki.
Eksposur transaksi dapat dilakukan dengan melakukan kontrak hedging valuta
asing atau menempuh strategi operasi tertentu (Putro, 2012).
Eksposur transaksi akan mempengaruhi aliran kas jangka pendek perusahaan.
Eksposur transaksi berkaitan dengan sensitifitas arus kas kontraktual perusahaan
yang dinyatakan dalam valas terhadap perubahan kurs yang diukur dalam valuta
domestic perusahaan tersebut. Eksposur transaksi antara lain disebabkan oleh
beberapa hal:
1. Pembelian atau penjualan barang atau jasa secara kredit, dimana harga
dinyatakan dalam mata uang asing.
2. Pinjam meminjam dana yang pelunasannya dinyatakan dalam mata uang
asing.
Kontrak hedging valuta asing bisa dilakukan di pasar forward, pasar future,
pasar uang, dan pasar opsi. Selain itu upaya hedging juga dapat ditempuh dengan
mengadakan kesepakatan swap. Kesepakatan swap yang sering digunakan adalah
back-to-back loans, currency swap, dan credit swap.
Swap valuta asing merupakan perjanjian antara dua pihak untuk menukar
ditentukan sebelumnya. Swap juga sering digunakan untuk akan mata uang asing
seperti juga pada tingkat bunga. Swap tingkat bunga dan mata uang asing dapat
juga digunakan secara bersamaan dalam satu kontrak (Sherlita, 2006).
2.1.2.3 Eksposur Operasi/Ekonomi
Eksposur operasi ialah suatu eksposur yang timbul akibat perusahaan
secara langsung atau tidak langusng akan dipengaruhi oleh perubahan kurs mata
uang. Eksposur ekonomi/operasi menunjukan dampak perubahan nilai kurs
terhadap arus kas perusahaan yang akan datang yang merupakan pencerminan
nilai perusahaan yang dapat di lihat juga indikator bagus atau tidaknya kinerja
nilai arus kas perusahaan itu dari pergerakan nilai sahamnya (Setiadi, 2010).
Setiap perubahan atau fluktuasi kurs valas tentu akan berpengaruh
terhadap penerimaan atau revenues dan pengeluaran atau cost perusahaan.
Pengaruh perubahan/fluktuasi kurs valas ini akan tercermin pada income
statement atau laporan laba rugi suatu perusahaan (Hady, 2001:97).
2.1.3 Pengertian Hedging
Menurut (Kasadi 2010:129) Hedging merupakam usaha untuk
menghindarkan atau mengurangi risiko-risiko kerugian dalam
penukaran-penukaran atau dalam pembayaran valuta-valuta yang berbeda. Hedging
dirancang untuk melindungi perusahaan terhadap realisasi pergerakan harga,
tingkat bunga dan pertukaran mata uang asing yang arahnya berlawanan dengan
yang diharapkan oleh manajemen perusahaan. Perusahaan harus lebih canggih
dalam mengenali risiko keuangan yang dihasilkan oleh kegiatan operasional
Hal ini tergantung pada pengetahuan perusahaan, pendekatan menejemen serta
pesaing mereka. Perangkat hedging yang paling sering digunakan adalah forward,
future, swap (mata uang, tingkat bunga, kombinasi mata uang dan tingkat bunga),
komitmen dan option (Sherlita, 2006).
Perjanijian hedging terhadap transaksi dengan valuta asing merupakan
perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan membuat kontrak untuk membeli
dan menjual aset dan akan diberikan pada masa yang akan datang. Tidak ada
masalah yang timbul selagi transaksi yang terjadi didenominasi dalam mata uang
domestik, tetapi transaksi tersebut didenominasi dalam mata uang asing maka
akan timbul problem antara lain:
1. Nilai yang digunakan untuk mencatat transaksi tersebut.
2. Pencatatan saldo valuta asing pada tanggal sesudah neraca
3. Perlakuan terhadap gain dan loss dari valuta asing tersebut.
4. Pencatatan terhadap hutang dan piutang yang menggunakan valuta
asing pada tanggal jatuh tempo.
2.1.3.1 Hedging dengan Instrumen Derivatif
Suatu transaksi derivative dengsn tujuan/motif sebagai saah satu cara untuk
menghilangkan risiko dengan cara lindung nilai (hedging), yang merupakan salah
satu model risk management. Akan tetapi, dalam perkembangannya sarana
hedging, dapat juga dipakai justru sebagai sarana spekulasi (Fuady, 2008:380).
Instrumen derivatif dapat dikelompokkan menjadi opsi, forward, futures, dan
swap, dengan bahan dasar instrumen derivatif adalah saham, suku bunga, obligasi,
1. Forward Contract
Kontrak forward, merupakan teknik untuk mengeliminasi risiko
harga atas transasksi dimasa depan dengan menetapkan harga transasksi
didepan. Satu mekanisme transaksi pada kontak ini adalah long position
(setuju membeli) dan short position (setuju untuk menjual) suatu aset pada
hari dan harga tertentu (Sherita, 2007).
Transaksi forward terjadi antara dua pihak yang meliputi mata
uang dua Negara yang berbeda berdasarkan suatu nilai tukar tertentu,
dengan waktu transaksi yang melebihi dua hari kerja atau mempunyai
waktu jatuh tempo transaksi yang lebih panjang dibandingkan transaksi
yang diakukan di pasar spot (Ming, 2001:23).
Tujuan dari kontrak ini adalah untuk melindungi kedua belah
pihak dari fluktuasi nilai aset yang mungkin terjadi selama kurun waktu
tertentu, yaitu sejak kontrak ditandatangani hingga penyerahan atau
pembayaran yang dilakukan.
2. F uture Contract
Future contract merupakan sebuah perjanjian yang standar yang
meminta untuk mengirim sejumlah komoditi pada suatu tanggal tertentu
dimasa yang akan datang. Pada perusahaan multinasional selalu
melakukan transaksi dengan berbagai currency karena adanya kegiatan
ekspor dan impor (Lubis, 1999:32).
Kontrak future adalah kontrak forward yang sudah
yang terorganisasi secara resmi dan transaksi yang dilakukan dalam bursa
tersebut diatur berdasarkan suatu regulasi atau peraturan tertentu
(Ming 2001:23). Pihak yang menangung counterparty risk diantara kedua
belah pihak antara pembeli dan penjual disebut dengan exchange
clearinghouse. Dengan alasan kontrak future telah tercatat di bursa
perdagangan secara harian (market to market) maka kontrak future
meminta syarat jaminan tambahan (margin) dari pihak yang berkontak
untuk menanggung satu kerugian pada kontak tersebut (Sherlita, 2007).
Mekanisme future contract pertama kali investor menyetor
sejumlah deposit sebagai initial margin dalam melakukan perdagangan
futures. Kemudian investor akan melakukan kontrak futures dengan memperhatikan aset yang diperdagangkan, ukuran kontrak, price limit dan
position limits (Irawan, 2012).
3. Option
Terdapat dua pihak untuk setiap kontrak opsi, pihak pertama ialah
investor yang mempunyai hak untuk membeli (mempunyai posisi long),
sedangkan pihak yang lain adalah investor yang mempunyai hak untuk
menjual (mempunyai posisi short). Pembuat opsi (option maker, writer
option) berhak untuk menerima harga yang dibayar uuntuk puts atau calls
(dikurangi biaya komisi kecil) (Judokusumo, 2007:119).
Kontrak opsi memberikan pada pihak lain untuk membeli (call)
atau menjual (put) sejumlah hak yang khusus pada harga yang pasti
bersifat lebih fleksibel dibandingkan dengan kontak forward yang
mengharuskan untuk melaksanakan (exercised) pada saat jatuh tempo
bahkan pada saat transaksi bersifat tidak menguntungkan sekalipun
(Sherlita, 2006).
4. Swaps Contract
Swap adalah salah satu instrument yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko terhadap perubahan valuta asing. Pengurangan risiko
tersebut dapat dilakukan dengan merubah tangga jatuh tempo dari
kewajiban hutang (financial liabiities) tersebut dan financial assets lainnya
(Lubis, 2001:33).
Menurut Kasidi (2010:134) Swap adalah transaksi pertukaran dua
valuta melalui pembeian dan penjualan saja, tanpa disertai dengan
transaksi lain yang berlawanan diantara pihak-pihak bersangkutan untuk
tanggal berlaku (value date) spot atau forward.
Merupakan kesepakatan antara dua pihak atau perusahaan untuk
saling mempertahankan arus kas di masa tertentu (selama kurun waktu
tertentu) yang akan datang. Kesepakatan ini ditentukan secara spesifik
tanggal pembayaran tunai dan cara menghitung jumlah tunai yang akan
saling dipertukarkan (dibayarkan masing-masing pihak). Biasanya di
dalam perhitungan telah dipertimbangkan nilai yang akan datang, tingkat
bunga, kurs mata uang, dan variabel-variabel lainnya yang relevan. Swap
adalah istilah asing yang maknanya adalah "pertukaran" namun di
transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang
dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi
atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi
dilakukan.
2.1.3.2 Keuntungan dan Kerugian Melakukan Hedging
Penyediaan cadangan untuk menopang kerugian merupakan best practice
dalam manajemen risiko. Sebelum menyediakan cadangan, perusahaan dapat
mengurangi risikonya terlebih dahulu dengan melakukan hedging. Prinsip
hedging adalah menutupi kerugian posisi asset awal dengan keuntungan dari
posisi instrument hedging.
Hedging memberikan beberapa keuntungan ekonomis baik untuk pihak
produsen, pabrikan, eksportir, maupun konsumen (BAPPEBTI, 1997) sebagai
berikut:
1. Hedging merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan risiko
harga apabila terjadi perubahan harga yang tidak sesuai dengan yang
diperkirakan, disebut “risk insrance”.
2. Bagi produsen atau pemilik komoditi, hedging merupakan alat marketing
(a marketing tool). Dengan melakukan hedging, para petani dapat
menentukan harga penjualan produknya, sebelum, selama, dan sesudah
panen melalui pasar berjangka. Mereka dapat menentukan suatu jumlah
penerimaan yang akan diperoleh dikemudian hari dengan menyimpan
3. Bagi pengolah komoditi seperti prosseco atau miller, hedging tersebut
merupakan suatu alat pembelian (a purchasing tools). Melalui pasar
berjangka mereka menentukan harga pembelian bahan baku yang akan
diolah dikemudian hari, sehingga dapat menetapkan biaya produksi dan
akhirnya dapat dengan pasti menetapkan harga jualnya untuk masa yang
akan datang.
4. Dengan adanya hedging pihak kreditor (bank) lebih berani memberikan
kredit kepada produsen atau pemilik komoditi yang telah meng-hedge
komoditinya. Karena dengan melakukan tindakan tersebut, pemilik
komoditi telah memperkecil risiko fluktuasi harga dari komoditi yang akan
dihasilkan atau bahan yang dibeli, sehingga profit yang ditargetkan lebih
pasti dan hal ini merupakan jaminan bank bahwa uang yang diberikan
dapat kembali dan bunganya dapat dibayar. Biasanya bank hanya
menyediakan 50 persen dari modal kerja bagi produk atau persediaan yang
tidak di hedge, sedangkan bagi yang melakukan hedging mendapat kredit
90 persen dari modal kerja.
5. Melalui hedging, konsumen akhir akan dibebankan harga jual yang lebih
rendah dan stabil hal ini dikarenakan baik produsen maupun processeor
mampu memperkecil biaya akibat fluktuasi harga yang merugikan, serta
adanya kesempatan untuk memperbesar operting capital
Selain keuntungan yang diperoleh, hedging juga mempunyai beberapa
1. Risiko basis
Perkembangan harga di pasar fisik kadang-kadang tidak berkorelasi secara
wajar (tidak searah) dengan pasar berjangka, sehingga risiko yang ada
tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
2. Biaya
Dengan melakukan hedging terdapat beban biaya bagi hedger, antara lain,
biaya angkut, biaya bunga bank, biaya gedung, biaya asuransi,
pembayaran margin dan biaya transaksi. Oleh karena itu, hedger harus
mempertimbangkan biaya-biaya tersebut sebelum melakukan hedging.
3. Ketidaksesuaian (incompatible) antara kondisi fisik dan futures
Hal ini terjadi mengingat mutu dan jumlah produk yang di hedge tidak
selalu sama dengan mutu dan jumlah standar kontrak yang
diperdagangkan. Oleh karena itu hedger dituntut agar mampu
menyesuaikan perbedaan-perbedaan tersebut dengan cara melakukan
hedging yang sesuai dengan volume produksinya.
2.1.4 Pertumbuhan Perusahaan (Growth Opportunity)
Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi cenderung akan
menginvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya, maka semakin tinggi kebutuhan dana untuk investasi. Untuk itu
perusahaan akan menggunakan laba yang diperoleh untuk membiayai
investasinya, daripada membagikan dividen (Pribadi, 2012).
Growth Opportunity yang tinggi menunjukkan peluang perusahaan untuk
dalam jumlah yang cukup besar untuk membiayai pertumbuhan tersebut di masa
yang akan datang akan sangat dibutuhkan (Putro,2012).
Proksi pengukuran variabel Growth Opportunity pada penelitian ini adalah
secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
2.1.5 Tingkat Likuiditas (Liquidity)
Likuiditas adalah mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, baik kewajiban dalam membiayai proses produksi
maupun kewajiban keluar perusahaan. Perusahaan yang mempunyai cukup
kemampuan membayar utang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid.
Perusahaan yang berada dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan membayar
utang jangka pendek disebut ilikuid (Sunyoto, 2013:101).
Untuk menilai likuiditas berikut ini penerapan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek suatu perusahaan diproksikan
dengan current ratio karena semua aktiva lancar dikonversikan ke dalam kas,
jadi waktunya lebih lama untuk dicairkan dalam bentuk kas, karena semua
komponen aktiva lancar (Kamaludin dan Indriani, 2011:42).
Current ratio adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka
pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan hutang ketika jatuh
tempo. Penggunaan current ratio dalam menganalisis laporan keuangan hanya
mampu member analisa secara kasar, oleh karena itu perlu adanya dukungan
Dengan rumus current ratio adalah :
2.1.6 Ukuran Perusahaan (F irm Size)
Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah
menuju pasar modal untuk meningkatkan dana dengan biaya yang lebih rendah,
sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak
kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal (Pribadi, 2012).
Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun
yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Ukuran perusahaan digunakan sebagai
salah satu indikator mengenai seberapa besar perusahaan itu telah berkembang.
Besar kecilnya suatu perusahaan membuat pengambilan keputusannya pun
berbeda-beda.
Ukuran perusahaan (Firm Size) diproksikan melalui:
Firm Size = In Total Assets
Ukuran perusahaan dilihat dari jumlah total asset yang dimilikinya,
semakin besar asset yang dimiliki, semakin hati-hati perusahaan tersebut
melangkahkan suatu kegiatan di perusahaannya. Firm size menjadi salah satu
faktor yang dipertimbangkan oleh investor dalam pengambilan keputusan
investasi (Putro, 2012).
2.1.7 Leverage
Rasio leverage adalah untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana
disediakan pemilik dibandingkan dengan keuangan yang diberikan oleh kreditor.
Pembiayaan dengan hutang mempunyai pengaruh bagi perusahaan karena hutang
mempunyai beban yang bersifat tetap. Kegagalan perusahaan dalam membayar
bunga atas hutang dapat menyebabkan kesulitan keuangan yang berakhir dengan
kebangkrutan perusahaan (Kamaludin dan Indriani, 2011:42).
1. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) adalah ukuran yang dipakai dalam
menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang
tersedia untuk kreditor.
Adapun rumus debt to equity ratio adalah
Total modal sendiri diperoleh dari total asset dikurangi total hutang.
Dalam debt to equity ratio ini yang perlu dipahami bahwa, tidak ada batasan
berapa debt to equity ratio yang aman bagi suatu perusahaan, namun untuk
konservatif biasanya debtto equity ratio yang lewat 66% atau 2/3 sudah dianggap
berisiko (Fahmi, 2014:158).
2. Total Assets to Total Debt Ratio/Debt Ratio
Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun
jangka panjang), sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal
sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER)
menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka panjang)
semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hedging adalah sebagai
berikut:
1. Judge (2002) hasil penelitiannya adalah bahwa perusahaan besar, dengan
aliran kas lebih besar, dengan kemungkinan financial distress lebih besar,
dengan aktivitas ekspor-impor, dan perusahaan dengan hutang jangka pendek
lebih banyak menggunakan hedging derivatife. Variabel financial distress
merupakan faktor utama dalam keputusan hedging.
2. Clark dan Judge (2006) hasil penelitiannya adalah terdapat bukti kuat bahwa terdapat hubungan antara keputusan untuk lindung nilai dengan cost of
financial distress. Terdapat hubungan negatif antara aktivitas hedging dan
kepemilikan pemerintah tetapi faktor pendorong lain aktivitas hedging adalah
eksposur valuta asing, tingkat penjualan luar negeri dan hutang asing, serta
tingkat likuiditas.
3. Karol Marek Klimczak (2008) melakukan penelitian dengan judul
Corporate Hedging and Risk Management Theory: Evidence from Polish
Listed Companies ANOVA dan logit regression menemuhan hasil bahwa
variabel DER, EBIT, growth, individual block ownership, dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap perilaku hedging. Sementara itu,
pembayaran pajak berpengaruh negatif terhadap hedging.
4. Ameer (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan derivatif dan foreign sales, firm growth, managerial
liquidity berhubungan negatif terhadap hedging. Temuan ini menunjukkan bahwa hanya beberapa perusahaan Malaysia yang terdaftar memiliki
pemahaman yang tepat dari instrumen derivatif untuk mengurangi risiko
dalam lingkungan bisnis internasional.
5. Paranita (2011) melakukan penelitian dengan judul kebijakan hedging
dengan derivatif valuta asing pada perusahaan publik di indonesia, dengan
menggunakan metode Logistic Regression. Hasil penelitian diperoleh
bahwa Probabilitas perusahaan menerapkan kebijakan hedging secara
positif dan signifikan berhubungan dengan debt to equity ratio (Leverage),
Firm size sedangkan market-to-book value of equity positif berhubungan
tetapi tidak signifikan, Current ratio dan foreign liabilities to total sales
berhubungan negatif dan tidak signifikan terhadap probabilitas penerapan
hedging dengan instrumen derivatif valas.
6. Putro (2012) melakukan penelitian tentang analisis faktor yang
mempengaruhi penggunaan instrumen derivatif sebagai pengambilan
keputusan hedging pada perusahaan automotive and allied products
periode 2006-2010, dengan menggunakan metode regresi logistic
menemukan hasil bahwa Debt Equity Ratio, Growth Opportunity, dan
Firm Size berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
penggunaan hedging dengan instrumen derivatif. sedangkan financial
distress negatif dan tidak signifikan, dan liquidity positif tidak signifikan
7. Irawan (2014) hasi peneitiannya adalah menunjukkan hasil uji multivariate
bahwa variabel Leverage (LEV) berpengaruh negatif terhadap hedging
derivative perusahaan. Variabel Firm Size (FS) dan Market to book Value
(MTBV) mempunyai tanda positif dan sama dengan yang diprediksikan.
Variabel Liquidity Ratio (LQ1) dan Current Ratio (LQ2) mempunyai tanda
negatif dan sama dengan yang diprediksikandiprediksikan.
8. Repie (2015) penelitian ini menguji underinvestment hypothesis yang
memprediksi adanya hubungan positif antara growth opportunities dengan
hedging. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel market to book value
of equity (MBVE) memiliki pengaruh positif dan signifikan secara statistik
terhadap aktivitas hedging, sedangkan variabel capital expenditure to book
value of assets (CAPBVA) memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan
secara statistik terhadap aktivitas hedging. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Independen
Model Analisis
Hasil
1. Judge (2002)
Financial distress
Logistic Regression
Financial distress merupakan faktor utama dalam hedging. Bukti bahwa perusahaan yang lebih besar, perusahaan dengan aliran kas lebih besar, perusahaan dengan kemungkinan
financial distress yang lebih besar, adalah perusahaan yang melakukan aktivitas ekspor
– impor dan perusahaan dengan hutang jangka pendeknya lebih banyak, lebih suka menggunakan hedging derivative.
2. Clark dan Judge (2006)
Cost of
financial distress, state ownership,
eksposur valuta asing, penjualan luar negeri, hutang asing, likuiditas
Logistic Regression
Terdapat bukti kuat bahwa terdapat hubungan antara keputusan untuk lindung nilai dengan
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Independen
Model Analisis
Hasil
3. Karol Marek Klimczak (2008)
Debt to
equity ratio,
EBIT, tax,
growth, individual block ownership ANOVA, logit regression
Variabel DER, EBIT, growth, individual block ownership,dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap perilaku
hedging. Sementara itu, pembayaran pajak berpengaruh negatif terhadap
hedging.
4. Ameer
(2010)
Eksposur penjualan luar negeri, likuiditas, kesempatan pertumbuhan perusahaan, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan.
regression Terdapat hubungan signifikan antara eksposur penjualan luar negeri, likuiditas, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan. Kesempatan pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap hedging. Hanya sedikit perusahaan Malaysia yang memahami manajemen risiko pada bisnis internasional dengan derivatif. Para manajer Malaysia kebanyakan risk
averse dan tidak memahami cara
memilih posisi dalam pasar derivatif.
5.
Paranita (2011)
DER, interest coverage ratio, market-to-book value of equity, Current ratio dan foreign liabilities to total sales. Logistic Regression
Probabilitas perusahaan menerapkan kebijakan hedging secara positif dan signifikan berhubungan dengan debt to equity ratio, Firm size sedangkan
market-to-book value of equity positif berhubungan tetapi tidak signifikan,
Current ratio dan foreign liabilities to total sales berhubungan negatif dan tidak signifikan. Interest coverage ratio
berhubungan negative signifikan terhadap pengambilan keputusan
hedging dengan instrument derivatif. 6. Putro
(2012)
DER,
Growth Opportunity, Firm Size,
financial distress, dan
Liquidity
Logit Regression
Debt Equity Ratio, Growth Opportunity,
dan Firm Size berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan penggunaan hedging dengan instrumen derivatif. Sedangkan financial distress
negatif dan tidak signifikan, dan
Liquidity positif tidak signifikan terhadap keputusan penggunaan hedging dengan instrumen derivatif.
7. Irawan
(2014)
Leverage,
Firm Size,
Matket to
Book Value,
Logistic Regression
Liquiditiy ratio, Current Ratio
bahwa variabel Leverage (LEV)
berpengaruh negatif terhadap hedging
derivatif perusahaan pada namun tidak sama dengan yang diprediksikan. Variabel Firm Size (FS) dan Market to book Value (MTBV) mempunyai tanda positif dan sama dengan yang diprediksikan. Variabel Liquidity Ratio
(LQ1) dan Current Ratio (LQ2)
mempunyai tanda negatif dan sama dengan yang diprediksikan.
8. Repie
dan Sedana (2015)
market to
book value of equity,capital expenditure to book value of assets
Logistic regression
Penelitian ini menguji underinvestment hypothesis yang memprediksi adanya hubungan positif antara growth opportunities dengan hedging. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel
market to book value of equity (MBVE) memiliki pengaruh positif dan signifikan secara statistic terhadap aktivitas
hedging, sedangkan variabel capital expenditure to book value of assets
(CAPBVA) memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap aktivitas hedging.
Sumber: Berbagai Jurnal
2.3Kerangka Konseptual
Perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai probabilitas untuk tumbuh
dan digemari oleh para calon investor, untuk menjawab kesempatan yang sudah
ditunjukkan, perusahaan membutuhkan tambahan dana, agar perusahaan tersebut
tumbuh. Salah satu cara mendapatkan sumber dana dengan cepat untuk
membiayai tumbuhnya perusahaan adalah memasukkan sumber hutang ke dalam
struktur modal perusahaan (Putro, 2012).
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang pesat cenderung menggunakan
hutang sebagai sumber pendanaan yang lebih besar dibandingkan perusahaan
kesempatan pertumbuhan yang tinggi akan semakin banyak melakukan aktivitas
hedging dalam usaha untuk melindungi risiko-risiko yang merugikan.
Rasio likuiditas menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk
segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai,
serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapt diperoleh. Kas merupakan
suatu aktiva yang paing likuid (Kamaludin dan Indriani, 2011:41).
Rasio ini sering digunakan oleh perusahaan maupun investor untuk
mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
Kewajiban tersebut bersifat jangka pendek. Kewajiban jangka pendek itu seperti,
membayar tagihan listrik, gaji pegawai, atau hutang yang telah jatuh tempo. Rasio
likuiditas jangka pendek perusahaan tersebut dapat diproksikan dengan rasio kas
(cash ratio) dan current ratio. Rasio Kas (Cash Ratio) dan current ratio yang
tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, yang
mengindikasikan adanya dana menganggur (idle cash) sehingga akan mengurangi
tingkat profitabilitas perusahaan (Irawan, 2014).
Sama halnya dengan Pertumbuhan Perusahaan yang cepat akan
menimbulkan risiko-risiko yang mengganggu aktivitas perusahaan. Ukuran
Perusahaan pun demikian, semakin besar suatu perusahaan, maka aktivitas
perusahaan tidak hanya melibatkan perdagangan dalam negeri, namun juga
menggunakan jalinan bisnis mancanegara. Hubungan bisnis dengan perusahaan
yang berada di luar negeri pun biasanya berkaitan dengan perjanjian dagang,
negara akan menimbulkan eksposur valuta asing dan adanya risiko fluktuasi nilai
tukar mata uang (Putro, 2012).
Salah satu tindakan manajemen risiko yaitu dengan melakukan lindung
nilai (hedging) dengan derivatif. Semakin besar size (ukuran) perusahaan, terdapat
kecenderungan perusahaan tersebut untuk lebih menerapkan kebijakan hedging
(Paranita, 2011).
Untuk menjawab tentang bagaimana perusahaan mendanai aktivanya dan
mengukur sampai sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai utangnya dengan
menggunakan rasio solvabilitas atau leverage. Suatu perusahaan dikatakan solvable
apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk
membayar semua hutang-hutangnya.
Rasio hutang yang tinggi/ekuitas berarti bahwa perusahaan telah agresif
dalam pembiayaan pertumbuhan dengan utang. Jika banyak utang digunakan
untuk membiayai peningkatan operasi (high debt to equity), perusahaan berpotensi
menghasilkan pendapatan lebih tanpa pendanaan dari luar.
Penggunaan hutang diyakini mampu mengungkit kemampuan perusahaan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Ketersediaan dana tersebut mampu
menjalankan perusahaan untuk berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan
operasional, ekspansi usaha, dan lain-lain. Karena terpenuhinya dana tersebut,
maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Namun
semakin tinggi proporsi tingkat hutang terhadap modal sendiri, maka akan
berpengaruh terhadap besaran risiko yang semakin besar. Semakin tinggi rasio
hutang terhadap modal sendiri atau debt to equity ratio yang ditanggung
mengurangi dampak buruk risiko tersebut, sehingga semakin besar tingkat debt to
equity ratio yang diterima perusahaan, semakin besar peluang perusahaan untuk
mengambil keputusan hedging (Putro, 2012).
Berdasarkan telaah pustaka yang sudah dikemukakan penelitian ini
menggunakan variabel independen, yaitu growth opportunity, liquidity, firm size, dan
leverage sementara itu, variabel dependen yaitu hedging. Maka dapat disusun
kerangka pemikiran teoritis pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Sumber:Kamauludin dan Indriani (2011); Paranita (2011); Putro (2012); Irawan (2014)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara atas penelitian yang akan dilakukan
penguji. Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah “Growth Opportunity, Liquidity, Firm Size, dan Leverage berpengaruh signifikan
terhadap keputusan hedging”.
Growth Opportunity (X1)
Likuiditas (X2)
Firm Size (X3)
Leverage (X4)