BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Dalam era persaingan global setiap negara ingin bersaing secara
internasional, sehingga dalam hal ini kebijakan yang berbeda diterapkan untuk
memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang
akhirnya menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing keuangan negara
tertentu. Sejauh ini perdagangan pada pasar berjangka mempunyai peranan yang
sangat strategis dalam pembangunan ekonomi, terutama sebagai sarana
pelaksanaan lindung nilai (hedging) dan pembentukan harga. Aplikasi dari
instrumen derivatif dan aktivitas lindung nilai telah meningkat secara substansial
selama beberapa tahun terakhir. Namun semakin meningkatnya persaingan serta
gejolak harga pasar yang dihadapi dapat membuat ketidakpastian atau risiko usaha
semakin meningkat dalam mempertahankan usahanya. Risiko yang dihadapi oleh
perusahaan dalam transaksinya dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal
seperti fluktuasi tingkat suku bunga, kurs valuta asing maupun harga komoditas
yang berdampak negatif terhadap arus kas, nilai perusahaan serta mengancam
kelangsungan hidup perusahaan (Putro, 2012).
Risiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam
mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan
risiko, dan memonitor dan mengendalikan penanganan risiko. Jadi, risiko adalah
akibat yang harus diterima dari suatu proses yang sedang dilakukan atau akan
transaksi, hal ini sangat penting untuk meminimalkan risiko. Beberapa bentuk
risiko yang diambil merupakan suatu risiko yang menyatu dari kegiatan bisnis
yang dilakukan, dan beberapa merupakan hal yang wajar pada bisnis tertentu
seperti misalnya pada bidang usaha pertambangan minyak dimana risiko kenaikan
dan penurunan harga adalah hal yang wajar. Risiko muncul karena adanya kondisi
ketidakpastian. Ketidakpastian bisa berasal dari fluktuasi pergerakan aktivitas
yang tinggi, semakin tinggi fluktuasi, semakin besar tingkat ketidakpastiannya
(Irawan, 2014).
Risiko kegagalan terdapat pada setiap keputusan, dengan adanya
ketidakpastian terhadap pergerakan harga yang terjadi, risiko pengambilan
keputusan yang ada dalam setiap transaksi menjadi tinggi. Oleh karena itu
diperlukan berbagai informasi atau analisis sebelum keputusan diambil dalam
setiap transaski, hal ini sangatlah penting untuk meminimalkan risiko karena
pertumbuhan ekonomi dan perubahan aspek yang lain terjadi sangatlah cepat
(Hayyuza, 2006).
Jenis risiko dapat diketahui oleh perusahaan dengan mengukur terlebih
dahulu eksposur yang dapat dialam i perusahaan. Eksposur adalah objek yang
rentan terhadap risiko dan berdampak pada kinerja perusahaan apabila risiko yang
diprediksikan benar-benar terjadi. Eksposur yang paling umum berkaitan dengan
ukuran keuangan, misalnya harga saham, laba, pertumbuhan penjualan dan
sebagainya (Putro, 2012).
Ada beberapa cara untuk menghadapi risiko nilai tukar, seperti lindung
nilai pendanaan internasional serta lindung nilai mata uang asing melalui kontrak
forward, kontrak berjangka (future contract), opsi mata uang, dan swap mata
uang. Tetapi tidak semua perusahaan yang terpengaruh risiko fluktuasi mata uang
asing melakukan tindakan lindung nilai. (Irawan, 2014)
Hedging dengan instrumen derivatif adalah salah satu strategi untuk
meminimalisir risiko dalam transaksi-transaksi keuangan tertentu. Lindung nilai
atau dalam bahasa Inggris disebut hedge dalam dunia keuangan dapat diartikan
sebagai suatu investasi yang dilakukan khususnya untuk mengurangi atau
meniadakan risiko pada suatu investasi lain. Lindung nilai (hedging) merupakan
strategi yang diciptakan untuk mengurangi timbulnya risiko bisnis yang tidak
terduga, di samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari invetasi
tersebut (Putro, 2012).
Lindung nilai diperlukan oleh perusahaan, kebanyakan perusahaan
menggunakan lindung nilai karena tidak mempunyai kemampuan atau keahlian
khusus dalam memprediksi variabel-variabel seperti tingkat bunga, kurs valas, dan
harga komoditas. Dengan lindung nilai, perusahaan dapat memfokuskan aktivitas
utamanya sesuai dengan kemampuan dan keahlian khususnya. Aktivitas hedging
dilakukan dengan menggunakan instrumen derivatif, derivatif merupakan kontrak
perjanjian antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah barang (baik
komoditas, maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang
dengan harga yang telah disepakati pada saat ini.
Faktor eksternal yang mempengaruhi aktifitas hedging antara lain BI rate
hedging. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013, juga
melakukan aktivitas hedging karena berkaitan dengan adanya aktivitas perusahaan
Manufaktur yang menggunakan mata uang asing dalam transaksi perusahaan
sehingga memiliki risiko valuta asing.
Tabel 1.1
Data rasio keuangan BI rate dan nilai tukar per 3 bulan tahun amatan 2011 - 2013
Tahun BI Rate Nilai Tukar (Rp Terhadap $)
2011 6.50 8,798
2012 5.90 9,444
2013 6.55 10,547
Sumber: data diolah www.bi.go.id (2015)
Tabel 1.1 menunjukkan data acuan pokok untuk melakukan aktivitas
hedging agar dapat menjadikan instrumen di atas sebagai bahan pertimbangan
perusahaan untuk melakukan aktivitas hedging atau tidak melakukan aktivitas
hedging. Untuk mempermudah analisis, berikut disediakan gambar grafik.
Sumber: www.bi.go.id (2015)
Gambar 1.1
Fluktuasi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia
adalah persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga)
dalam suatu periode tertentu.
Pada BI rate seperti yang terlihat dalam grafik menunjukkan angka 6.50%
pada bulan Jan 2011. Pada bulan April 2011 tingkat suku bunga Bank Indonesia
meningkat menjadi 6,75% dan terus menurun sampai Juli 2013 pada angka 6.50%
kembali menunjukan peningkatan di Oktober 2013 sebesar 7.25%.
Jika dilihat dari tingkat penurunan tingkat suku bunga yang terus menurun,
dan tiba-tiba mengalami peningkatan yang cukup tajam meskipun tidak mencapai
titik tertinggi dalam grafik, dari titik terendah membuat beberapa perusahaan
disulitkan akan kondisi tersebut yang berhubungan dengan suku bunga pinjaman
yang berhubungan dengan suku bunga acuan dari Bank Indonesia. Apabila
terdapat perusahaan yang akan melakukan pinjaman pada periode Juli-Oktober
2013, jumlah pinjaman yang akan dikembalikan pun membesar sejumlah
peningkatan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang ditetapkan. Selama tahun
2011–2013, nilai tukar rupiah cenderung mengalami depresiasi atau melemah
terhadap nilai US Dollar. Dengan melihat rata-rata pertahun dari periode
2011-2013 BI Rate terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 5.90%. Rata-rata tertinggi
Sumber: www.bi.go.id (2015)
Gambar 1.2
Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Pada Gambar 1.2 menunjukkan grafik fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap
Dollar periode 2011-2013, dengan amatan per 3 bulan. Dalam gambar grafik
merupakan harga mata uang Rupiah terhadap satu Dollar Amerika. Fluktuasi nilai
tukar adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang
terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang
masing-masing negara atau wilayah. Jenis risiko fluktuasi kurs nilai tukar
termasuk dalam eksposur valuta asing, eksposur valuta asing akan dialami oleh
perusahaan yang melakukan pembayaran dan/atau menerima pendapatan dalam
valuta asing (Putro, 2012).
Dari periode Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011 mata uang Rupiah
mengalami apresiasi terhadap Dollar tetapi tidak terlalu signifikan, dengan nilai
pada bulan Januari 2011 senilai Rp.9,082/$ menjadi Rp 8,940/$. Pada periode
bulan Oktober 2013, mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap Dollar atau
Juli 2013 senilai Rp 10,124/$ menjadi Rp 11,420/$ yaitu terdapat kenaikan
sebesar Rp 1,296/$. Apabila terdapat perusahaan dengan mengadakan perjanjian
pada bulan Juli sebagai periode jatuh tempo, perusahaan tersebut akan membayar
lebih mahal sebesar Rp 1,296/$ dari jumlah transaksi yang seharusnya. Namun
tidak demikian bila perusahaan tersebut menggunakan salah satu instrumen
derivatif sebagai aktivitas hedging untuk menutupi kerugian yang akan timbul dari
risiko depresiasinya nilai mata uang rupiah.
Pihak swasta pada umumnya lebih mengandalkan instrumen derivatif
forward pilihan ini tidak sekedar memenuhi kebutuhan valuta asing, tetapi juga
menjadi sarana lindung nilai (hedging) ditengah fluktuasi mata uang. Hedging
bagi perusahaan yang punya tanggungan dalam bentuk mata uang asing. Misalkan
utang perusahaan, hedging menjadi alat yang membantu dari risiko kerugian
terkait nilai tukar mata uang.
Tabel 1.2
Tiga Perusahaan Sektor Aneka Industri yang Melakukan Hedging 2011-2013
Sumber: Laporan Keuangan
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dari tahun 2011-2013
yaitu Rp.8,798 di tahun 2011, Rp.9,444 di tahun 2012 dan sebesar Rp 10,547 di
tahun 2013 membuat nilai hutang perusahaan terus membengkak dan perusahaan No. Nama Perusahaan Tahun Total Aset
(Rp)
Total Hutang (Rp)
Total Aktiva Lancar (Rp)
Laba (Rp)
1. Astra Internasinal 2011 154,319M 78,481M 66,064M 21,077M
2012 182,274M 92,460M 75,799M 22,742M
2013 213,994M 107,806M 25,863M 22,297M
2. Astra Otopart 2011 6,964,227M 2,241,333M 2,564,455M 1,101,583M
2012 8,881,642M 3,396,543M 5,029,517M 1,135,914M
2013 12,617,678M 3,058,924M 3,205,631M 1,058,015M
3. Primarindo Asia Infrastructure
2011 91,525,902M 2,819,672M 72,542,384M 2,436,791M
2012 100,100,820M 287,919,026M 84,504,115M (16,149,760M)
kehilangan kemampuan untuk membayar. Untuk itu perusahaan-perusahaan yang
melakukan transaksi dengan pihak asing disarankan melakukan hedging untuk
mengurangi risiko nilai tukar.
Risiko nilai tukar dengan lindung nilai masih menjadi permasalahan yang
timbul. Sebagian perusahaan masih berpendapat bahwa hedging dalam valuta
asing tidak meningkatkan nilai perusahaan dan fluktuasi nilai tukar memiliki
kontribusi yang kecil bagi keseluruhan total risiko perusahaan (Sadalia, 2003:9).
Demikian yang terjadi pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri
yang melakukan hedging di tahun 2011-2013 memiliki total hutang yang
meningkat mengikuti fluktuasi nilai tukar, bahkan laba perusahaan Primarindo
Asia Infrastructure pada tahun 2012 mengalami kerugian sebesar
Rp.16,149,760,144 dan terus mengalami peningkatan pada total hutang yang
seharusnya risiko kerugian bisa dihindari bila melakukan hedging, sesuai dengan
fungsinya hedging yaitu strategi untuk meminimalisir, mengurangi, dan
meniadakan risiko, tetapi perusahaan Primarindo Asia Infrastructure mengalami
risiko kerugian.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka judul yang diambil dalam
penelitian ini yaitu “Faktor yang mempengaruhi penggunaan instrumen derivatif
sebagai pengambilan keputusan hedging (Studi kasus pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011 -2013)”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam
(growth opportunity), tingkat likuiditas (liquidity), ukuran perusahaan (firm size),
dan leverage terhadap keputusan hedging”.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh kesempatan pertumbuhan perusahaan (growth opportunity), tingkat
likuiditas (liquidity), ukuran perusahaan (firm size), dan leverage terhadap
penggunaan instrumen derivatif sebagai pengambilan keputusan hedging.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan para perusahaan
untuk mengambil langkah yang strategis dalam pengambilan keputusan
untuk melindungi nilai investasi yang sudah dikeluarkan.
2. Bagi Investor:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan menjadi
salah satu masukan dalam pengambilan keputusan aktivitas hedging
dengan derivatif valuta asing.
3. Bagi Akademisi:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang baik
dalam mengembangkan penelitian selanjutnya dan menjadi pedoman
untuk memperluas wawasan ilmu terutama dalam bidang Manajemen