• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karoushi dalam Kehidupan Sararimandi Jepang Dewasa Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karoushi dalam Kehidupan Sararimandi Jepang Dewasa Ini"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi

dengan sesamanya dan menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban.

Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya

peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.

Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009: 2-3) menjelaskan kebudayaan

dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara

hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa

kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah.Sedangkan dalam arti sempit

kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni,

oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala

sesuatu yangbersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi

kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan

budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

Jepang adalah sebuah negara yang menyimpan keunikan dalam hal

kebudayaan.Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis

negaranya serta mempunyai pengaruh timbal-balik dengan karakterisrik

rakyatnya. Bangsa Jepang pada umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu

mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain, tanpa

(2)

Salah satu kepribadian bangsa Jepang yang mengungguli bangsa lain

adalah ketekunan bekerja dan rasa kesetiaan yang luar biasa pada perusahaan atau

tempatnya bekerja. Walaupun segi lahiriah dan material tidak diabaikan, tetapi

yang dianggap menentukan dalam mencapai hasil adalah aspek mental.Bekerja

lembur tanpa dibayar merupakan salah satu bentuk komitmen pada

perusahaan.Kesungguhan dan sikap kerja keras pekerja Jepang tidak dapat

ditandingi oleh bangsa-bangsa lain sehingga mereka sanggup mengorbankan

kepentingan pribadi dan juga waktu bersama keluarga.

Ketika gelombang pengangguran melanda Amerika dan Eropa, di Jepang

terjadi fenomena yang sebaliknya.Tahun 2002 lalu, di Jepang terjadi rekor

kematian akibat kerja yang berlebihan. Menurut statistic resmi, sedikitnya 300

pekerja kantor dan pabrik di Jepang meninggal karena overdosis kerja. Di negeri

sakura ini meninggal akibat kerja berlebihan disebut Karoushi(過労死).

Dilihat dari asal katanya, Karoushi (過労死) berasal dari tiga kata yaitu

Ka() yang artinyalebih, Rou () yang artinya bekerja dan Shi (死) yangartinya

mati. Jadi dapat disimpulkanKaroushi(過 労 死) adalah mati akibat bekerja

berlebihan. Karoushi merupakan bekerja dengan tekananpekerjaan yang besar

dengan jam kerjayang berlebih dari jam kerja yangsudah ditetapkan serta jam

lembur dan shiftkerja yang panjang dansedikitnya hari libur atau istirahat

sehinggamengakibatkan kematian, disertaijuga dengan beban mental dan penyakit

(3)

Secara harfiah, karoushi diterjemahkan sebagaikematian karena terlalu

banyak pekerjaan. Karoushi adalah peristiwa terkenal di Jepang dan bukan

merupakan hal yang baru.Karoshi biasanya terjadi terutama pada kalangan

Sarariman. Sarariman sendiri berarti orang gajian, merupakan sebutan untuk

seseorang yang pendapatannya berbasis gaji terutama mereka yang bekerja untuk

perusahaan besar. Istilah sarariman ini merujuk hampir kepada laki-laki.

Sarariman juga sering disebut sebagai orang yang bekerja secara mati-matian di

suatu tempat walaupun dengan gaji yang kecil bahkan juga tanpa uang lembur

Sarariman sering bekerja selama 12 jam sehari selama seminggu dan ada

juga yang bekerja selama 80 hari berturut-turut dan lebih dari 100 jam selama

berbulan-bulan pada suatu waktu. Pola kerja seperti ini mengakar karena adanya

budaya yang menjunjung tinggi kerja keras dan pengorbanan diri. Selain itu,

ledakan ekonomi pada tahun 1980 mendorong pekerja untuk semakin produktif.

Perdebatan mengenai kematian akibat kerja berlebihan sudah mencuat di

Jepang sejak tahun 70an. Karoushi pertama kali terjadi pada tahun 1969. Waktu

itu, seorang pria berusia 29 tahun, sudah menikah, bekerja di departemen

pengiriman surat kabar terbesar di Jepang. Dia meninggal karena mendadak

terserang stroke di kantornya.

Penyebab utama dari karoshi adalah serangan jantung atau

stroke.Pemicunya adalah stress akibat tekanan tinggi di lingkungan kerja,

sertakebiasaan kerja melebihi standar waktu normal bekerja (8 jam). Selain waktu

ekstra dalambekerja, biasanya tidak diimbangi dengan gaji yang sesuai. Akibatnya,

(4)

berbahaya dari penyakit fisik karenadapat membunuh seseorang secara

perlahan-lahan dari dalam jiwa.

Tetsunojo Uehat, seorang ahli medis mendefinisikan karoushi sebagai

kondisi dimana seseorang menjalani proses kerja yang tidak sehat secara

psikologis dan dilanjutkan dengan cara mengganggu ritme kehidupan normal.

Kemudian lelah pada tubuh menumpuk disertai memburuknya tekanan darah dan

pengerasan pembuluh darah, akhirnya terjadi kerusakan fatal pada tubuh.

Dewasa ini, karoushi merupakan masalah sosial yang amat serius di

Jepang. Rupanya budaya kerja orang Jepang memang berbeda dengan budaya

kerja di Eropa tengah atau di Amerika utara. Para pekerja Jepang bekerja lebih

panjang dibanding rekannya di negara maju lainnya. Statistik menunjukan, setiap

tahunnya pekerja Jepang bekerja lebih dari 2.000 jam. Sementara di Amerika

Serikat, 1.900 jam kerja dan di Perancis, Inggris serta Jerman rata-rata 1.800 jam

kerja pertahun per-pekerja. Selain itu, para pekerja Jepang lebih sering merelakan

hari liburnya untuk bekerja.

Warga Jepang sejak berabad-abad memang memiliki tradisi kerja keras.

Budaya ini makin diperkuat setelah kekalahannya dalam perang dunia kedua.

Setelah perang dunia kedua, Jepang menjadi negara dengan tenaga kerja murah

melimpah. Untuk mempertahankan eksitensinya, para buruh atau pegawai harus

bekerja lebih keras dan lebih panjang. Untuk menghindarkan konflik perburuhan,

para pekerja di Jepang menerima sistem gaji berdasarkan senioritas. Prestasi kerja

dan loyalitas diukur dari panjangnya jam kerja. Faktor-faktor inilah yang

mendorong sarariman bekerja lebih keras dan panjang, yang menyebabkan

(5)

Menyadari bahayakaroushi, kini semakin banyak warga Jepang yang

menerapkan filsafat hidup lebih santai, atau "suro raifu" dari istilah Inggris slow

life. Takuro Morinaga yang sekarang berusia 45 tahun misalnya, merencanakan

pensiun dini dari pekerjaannya di insititut penelitian ekonomi terkemuka di

Tokyo, dalam waktu 10 tahun mendatang. Selanjutnya ia akan hidup sebagai

penulis masalah ekonomi dan petani. Sejumlah pekerja di pabrik mobil terkemuka

di Jepang, juga menerima tawaran pensiun dini untuk menikmati kehidupan

dengan filsafat "suro raifu". Namun dalam hiruk pikuk globalisasi, para pekerja di

Jepang tetap sulit mengurangi jam kerja serta stress di tempat kerja. Artinya,

karoushi tetap mengancam dimana-mana.

Peningkatan jumlah karoushi di Jepang membawa beberapa kekhawatiran

yang muncul dari pemikiran akan dampak buruk yang akan terjadi. Jika karoushi

terus terjadi, maka Jepang akan menjadi negara dengan tingkat kematian yang

tinggi setiap tahunnya.

Karoushi ini dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dalam kehidupan

keluarga,dan dalam bidang kesehatan.Secara umum karoushi memiliki dampak

positif dan negatif. Karoshi berdampak positif terutama bagi perusahaan atau

tempat-tempat usaha yang telah mempekerjakan sarariman. Karena dengan

adanya sarariman ini, dapat meningkatkan produktifitas perusahaan sehingga bisa

memajukan perusahaan.

Karoushi juga berdampak negatif terutama pada sarariman, karena

pekerjaan yang sangat banyak dan menumpuk membuat sarariman harus bekerja

(6)

untuk sekedar mengurus kepentingan diri sendiri saja tidak memiliki waktu. Hal

inilah yang memicu terjadinya karoushi di Jepang dewasa ini.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa penting untuk menganalisi

tentang karoushi di Jepang yang memberi pengaruh positif dan negatif dalam

berbagai aspek pada kehidupan masyarakat.Maka, penulis mencoba membahas

dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Karoushi dalam Kehidupan Sarariman

di Jepang Dewasa Ini.”

1.2 Perumusan Masalah

Karoushi dalam kehidupan di Jepang merupakan suatu topik yang menarik

ketika sedang membicarakan tentang Jepang. Secara harfiah karoushi

diterjemahkan sebagai:kematian akibat kerja yang berlebihan. Karoushi diakui

sebagai penyebab kematian di Jepang.Karoushi merupakan fenomena yang sangat

terkenal di Jepang, dimana korban sering bekerja selama 12 jam sehari selama

seminggu penuh. Beberapa korban karoshi bekerja selama 80 hari berturut-turut

dan lebih dari 100 jam selama berbulan pada suatu waktu.

Penyebab utama di balik kematiankaroushi ini adalah stres yang akhirnya

orang mengalami serangan jantung atau stroke. Para korban utama adalah

Sarariman, sebutan yang diberikan kepada karyawan Jepang, terutama

laki-lakiyang bekerja di berbagai perusahaan di Jepang.Para karyawan ini dikenal

karena jam kerja mereka yang panjang, kurangnya kompatibel dengan beban kerja

dan juga ada beberapa kasus, seperti adanya berbagai jenis penghinaan oleh

atasannya sebagai akibat dari status mereka yang rendah dalam hirarki gaji

(7)

Karoushi ini menimbulkan berbagai dampak, baik dalam keluarga,

maupun dalam bidang kesehatan. Dampak karoushi dalam keluarga yaitu

berkurangnya waktu untuk berkumpul bersama ataupun hanya untuk sekedar

makan bersama anggota keluarga. Karena sebagian besar waktu sarariman ini

telah dihabiskan untuk bekerja seharian. Dan juga kurangnya pergaulan dengan

sesama teman-teman ataupun rekan kerja sarariman itu sendiri, sarariman ini

terlalu sibuk mementingkan pekerjaan mereka.

Dalam bidang kesehatan karoushi juga berdampak dengan menurunnya

kesehatan sarariman ini, karena berkurangnya waktu untuk istirahat ataupun

sekedar memanjakan diri sendiri. Akibatnya stres yang berkepanjangan karena

selalu memikirkan pekerjaan yang menumpuk.

Karoushi ini juga memiliki dampak positif terutama bagi perusahaan yang

telah mempekerjakan sarariman ini. Karena sarariman ini dapat meningkatkan

produktifitas perusahaan sehingga bisa memajukan perusahaan. Dampak negatif

karoshi terutama pada sarariman itu sendiri. Karena pekerjaan yang sangat

banyak dan menumpuk membuat sarariman ini harus bekerja lembur setiap

harinya. Dan juga berkurangnya waktu istirahat sarariman karena selalu

memikirkan pekerjaan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penelitiakan merumuskan

permasalahan dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah dan proses terjadinya Karoushi di Jepang?

(8)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka

penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan.

Hal ini dilakukan agar masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat

lebih terfokus dan terarah dalam pembahasan terhadap masalah.

Bagi bangsa Jepang, tempat kerja adalah rumah dan saat mengerjakan

pekerjaan merekasama halnya dengan melakukan kewajiban kepada Sang Budha.

Maka dari itu, bangsa Jepangselalu memberikan yang terbaik untuk pekerjaannya

tanpa memperdulikan diri sendiri, terlebihpada kondisi dirinya.Hal ini lah yang

mengakibatkan munculnya fenomena di Jepang atau yang disebut dengan

karoushi, dimana kematian diakibatkan karena kerja yang berlebihan. Penulis

akan mencoba membahas masalah karoushi di jepang dan dampak yang

ditimbulkannya dalam keluarga, dan dalam bidang kesehatan pada masyarakat

Jepang. Untuk mendukung pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang

sejarah, proses terjadinya karoushi serta usaha-usaha untuk mengatasi karoushidi

Jepang.

1.4 Tinjaun Pustaka Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi

dengan sesamanya dan menghasilkan apa yangdisebut dengan peradaban.

Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya

(9)

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1976:28), budaya ialah gagasan,

tindakan, maupun hasil karya manusia yang dibuat untuk melengkapi kehidupan

manusia dan dilalui dengan proses belajar. Dengan kata lain, sebagian besar

tindakan atau aktifitas manusia ialah suatu budaya.Dari kebudayaan yang

memadukan ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni tumbuhlah

kejadian-kejadian baru dikalangan masyarakat.

Karoushi secara harfiah berarti “death from over work” atau kematian

akibat terlalu banyak bekerja. Kematian ini biasanya disebabkan oleh serangan

jantung, stroke, kecelakaan di tempat kerja, dan kematian karena terlalu lelah atau

terlalu stress dalam bekerja. Karoshi juga menyebabkan menurunnya kesehatan

atau bahkan bisa menyebabkan bunuh diri akibat tidak tahan menghadapi tekanan

di tempat kerja,dan juga berarti meninggal karena kesetiaan mengabdi pada

perusahaa

Karoushi ini biasanya terjadi pada kalangan sarariman yang bekerja pada

suatu perusahaan.Sarariman merupakan orang-orang yang hidup dengan gaji

rendah, kerja setengah mati, tanpa uang lembur dan bahkan tanpa kepastian

peningkatan karir meskipun telah bekerja puluhan tahun lamanya. Di Jepang kita

bisa melihat banyaknya sarariman yang tertidur pulas di dalam kereta api ketika

mereka menuju pulang ke rumah akibat terlalu lelah. Hal ini lah yang membuat

fenomena di Jepang.

(10)

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam pengerjaan penelitian ini, menggunakan teori menurut

Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif

yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian

suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang

sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini.Dalam hal ini, penulis

menggunakan teori pendekatan kesejarahan, teori pendekatan sosiologi untuk

meneliti tentang karoushi dan juga penelitian kebudayaan.

Teori pendekatan kesejarahan untuk melihat aspek sejarah karoushidalam

kehidupan sarariman di Jepang. Menurut Nevins dalam Nazir (1988:55) sejarah

adalah pengetahuan yang tetap terhadap apa yang telah terjadi. Sejarah adalah

deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang

ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari

kebenaran.Melalui pendekatan kesejarahan ini penulis ingin memberikan

gambaran dan penjelasan latar belakang perkembangan karoushi dalam kehidupan

sarariman di Jepang dewasa ini.

Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian sosiologis, sosiologi

adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat

tidak sebagai individu yang terlepas dari kehidupan masyarakat.Menurut Weber

dalam Dudung Abdurrahman (1999:11) tujuan penelitian ini adalah memahami

arti subjektif dan perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti

objektifnya.Warga Jepang sejak berabad-abad memang memiliki tradisi kerja

keras.Budaya ini makin diperkuat setelah kekalahannya dalam perang dunia

(11)

murah melimpah.Untuk mempertahankan eksitensinya, para sarariman bekerja

lebih keras dan lebih panjang.Untuk menghindarkan konflik perburuhan, para

pekerja di Jepang menerima sistem gaji berdasarkan senioritas. Prestasi kerja dan

loyalitas diukur dari panjangnya jam kerja.

Dan yang terakhir yang penulis akan gunakan adalah penelitian

kebudayaan. Budaya menurut sir Edward B.Taylor dalam Ben Haryo (2005:14)

adalah seluruh kompleksitas yang terbentuk dalam sejarah dan diteruskan dari

generasi ke generasi melalui tradisi yang mencakup sosial, ekonomi, hukum,

agama, seni, teknik, kebiasaan, dan ilmu kebudayaan selalu bersifat sosial dan

historik.

Menurut kontjaraningrat(1980:192) menyatakan kebudayaan adalah

keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Masih

menurut Kontjaraningrat, kebudayaan terdiri atas 3 wujud:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan dari

manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Konsep karoshi menurut kuriyama Shigehisa merupakan perubahan

penyakit-penyakit pada masyarakat Jepang dari sejak zaman Edo sampai

sekarang.Terutama penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, yaitu kepala

dan pikiran. Disebabkan karena terlalu sibuk bekerja dan kurangnya waktu

(12)

juga stoke. Hal-hal ini lah yang memicu terjadinya karoushi (kematian karena

terlalu banyak bekerja) yang banyak meninpa pekerja kantoran sampai sekarang.

1.5 Tujuan Penelitiandan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

1. Untuk mengetahui sejarah dan proses terjadinya karoushi di Jepang.

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan karoushi di Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, hasilnya diharapkan memberi manfaat bagi

pihak-pihak tertentu, antara lain :

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang karoushi.

2. Bagi para pembaca, khususnya para pembelajar bahasa Jepang

(13)

3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan

tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti

karoushilebih jauh.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam

melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang

keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk

itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu

memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu,

keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh

dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian

diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.

Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode

penelitian kepustakaan (Library research). Menurut Nasution (1996 : 14), metode

kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca

referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis.

Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan

skripsi ini.Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam

kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti

meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari

(14)

bookdilakukan diberbagai perpustakaan. Data juga didapat melalui Internet yang

berhubungan mengenai karoushi di Jepang,

Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di

Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi

Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai informasi dari situs-situs internet

yang membahas tentang masalah Karoushi untuk melengkapi data-data dalam

Referensi

Dokumen terkait

Four high school students received 11 weeks of a self-regulated learning (SRL) intervention, called the Self-Regulation Empowerment Program (SREP), to improve their

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

The project is dedicated to development of integrated and modular system of sensors for monitoring of cultural heritage objects by means of processing of

Dengan mengidentifikasikan perilaku di masyarakat, siswa mampu memberikan contoh dan menceritakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada

In Chinese rural practice cases, the architects fully consider the original architectural materials, forms and other traditional elements to make the construction design

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2O06 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik. Indonesia Tahun 201I Nomor

There are nine distinguished national parks in Taiwan. Each one has its own wild variety of natural inhabitants and cultural resources. However, due to the

[r]