TINJAUAN PUSTAKA Sifat Kimia Tanah Sawah
Secara umum, tanah sawah memiliki ciri khas yang membedakannya
dengan tanah tergenang lainnya, yaitu adanya lapisan oksidasi di bawah
permukaan air akibat difusi O2 setebal 0,8-1,0 cm dan selanjutnya lapisan reduksi
setebal 25-30 cm dan diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Lapisan
tapak bajak ini merupakan lapisan yang terbentuk sebagai akibat dari adanya
praktek pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang. Sedangkan
penggenangan tanah selama masa pertanaman padi dapat mereduksi Fe dan Mn,
sehingga mudah larut dan terjadi proses eluviasi Fe dan Mn. Dalam keadaan
tergenang, reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ menyebabkan warna tanah menjadi abu-abu.
Namun, dalam keadaan tergenang, dijumpai adanya lapisan tipis yang teroksidasi
berwarna kecoklatan. Pada saat tanah dikeringkan, Fe2+ kembali teroksidasi dan
akan menimbulkan karatan coklat pada tanah sawah (Mukhlis dkk, 2011).
Perubahan sifat kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi
reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah yang menentukan tingkat
ketersediaan hara dan produktifitas tanah sawah. Perubahan kimia yang
disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan
ketersediaan hara. Keadaan reduksi akibat penggenangan akan merubah aktifitas
mikroba tanah dimana mikroba aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob, yang
menggunakan sumber energi dari senyawa teroksidasi yang mudah di reduksi
yang berperan sebagai elektron seperti ion NO3-, SO42- , Fe3+, Mn4+
Selain pelumpuran, tanah sawah juga mengalami penggenangan dalam
periode tertentu untuk mendukung pertumbuhan padi sawah. Penggenangan yang
dilakukan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan elektrokimia seperti
potensial redoks, pH dan konduktivitas spesifik. Perubahan-perubahan tersebut
untuk tanah kering yang baru disawahkan berbeda dengan tanah sawah yang
sudah biasa mendapat penggenangan air secara periodik. Perubahan potensial
redoks akan mempengaruhi ketersediaan P, konsentrasi Ca2+, Mn2+, Cu+, dan
SO42- secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi konsentrasi Ca2+, Mg2+,
Zn+, dan lain-lain. Umumnya potensial redoks akan mendekati -200 mv, pH tanah
sekitar 6-7, dan konduktivitas spesifik meningkat (Hanafiah, 2005).
Dalam keadaan reduksi akibat penggenangan, oksigen yang terdapat dalam
pori-pori tanah dan air dikonsumsi oleh jasad mikro tanah, sehingga menyebabkan
terjadinya keadaan anaerob. Kegiatan jasad mikro aerob segera diganti oleh jasad
mikro anaerob yang menggunakan sumber energi dari senyawa yang mudah
direduksi antara lain SO42-, NO3-, Mn4+, Fe3+. Senyawa-senyawa tersebut di
lapisan reduksi segera direduksi menjadi S2- (sulfida), NO2- (nitrit), Mn2+
(Mangano), dan Fe2+ (ferro) (Adiningsih dkk, 2004). Terdapat tiga kelompok mikroba tanah yang sangat berperan dalam proses perubahan kimia tanah sawah
yaitu mikroba aerob yang terdapat dalam lapisan oksidasi dan dalam air genangan
yang memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam air genangan, serta
mikroba-mikroba fakultatif dan obligat anaerob pada lapisan reduksi (Prasetyo dkk, 2004).
Sifat kimia tanah sawah juga dipengaruhi oleh mineral liat. Tanah sawah
yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (montmorilonit) akan sulit membentuk
tersebut. Tanah sawah yang didominasi oleh mineral smektit mencirikan
terjadinya akumulasi basa-basa dan lingkungan yang bereaksi netral hingga basis
dengan drainase tanah jelek, dan mempunyai muatan negatif (KTK) yang tinggi
karena adanya substitusi Al3+ dan Mg2+ (Prasetyo dkk, 2004).
Fosfor di Tanah Sawah
Pada tanah sawah tergenang, fosfor tersedia lebih tinggi dibandingkan bila
tanah dikeringkan. Peningkatan ini disebabkan oleh :
a. Reduksi ferri-fosfat menjadi ferro-fosfat yang mudah larut.
b. Tersedianya P-reductance soluble karena lapisan pembalut yang
mengelilingi partikel fosfor menjadi larut.
c. Hidrolisis beberapa Fe dan Al yang mengikat P di tanah masam, sehingga
P yang terfiksasi menjadi tersedia pada pH yang lebih tinggi.
d. Meningkatnya mineralisasi P organik di tanah masam, karena proses
tersebut akan meningkat pada pH 6-7.
e. Meningkatnya kelarutan mineral apatit di tanah berkapur karena pH turun
menjadi 6-7.
f. Semakin besarnya diffusi H2PO4- di dalam volume larutan tanah yang
lebih besar.
(Mukhlis dkk, 2011).
Hasil mineralisasi dari P organik menjadi P anorganik merupakan faktor
penting bagi ketersediaan P di dalam agroekosistem. Dari hasil percobaan Linca
dan Kasno (2009) menunjukkan bahwa secara umum kadar P anorganik pada
tanah sawah lebih rendah dari pada tanah lahan kering. Meskipun banyak literatur
redoks dan larutan P (Murray and Hesterberg, 2006), dimana larutan P di dalam
tanah cenderung meningkat dalam kondisi reduksi. Vadas (1998) melaporkan
bahwa beberapa tanah mengalami kenaikan P terlarut dengan adanya reduksi,
akan tetapi pada contoh tanah lainnya menunjukkan penurunan P selama inkubasi.
Seperti dalam literatur lainnya disebutkan secara umum perubahan pada kondisi
aerobik lebih besar dari pada anaerobik (Westrich and Berner, 1984). Sehingga
dapat dikatakan bahwa oksida Fe tidak terlalu berpengaruh terhadap P terlarut
Linca dan Kasno (2009).
Akibat pemupukan P dalam jumlah yang banyak dan kontinyu dan
intensifikasi selama bertahun – tahun, telah terjadi penimbunan (akumulasi) P di
dalam tanah. P tanah yang terakumulasi ini dapat digunakan kembali oleh
tanaman berikutnya apabila reaksi tanah mencapai kondisi optimal untuk
pelepasan P tersebut. P total yang ada ditanah sawah tinggi tetapi P yang tersedia
bagi tanaman sangat sedikit dikarenakan P terikat oleh liat, bahan organik, serta
oksida dan Fe dan Al pada tanah yang pH nya rendah (tanah masam dengan pH 4
– 5,5) dan oleh pada Ca dan Mg yang pH nya tinggi (tanah masam dengan pH 7,6
– 8,5) (Yohana dkk, 2013).
Unsur hara P diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortho fosfat, terutama
H2PO4- dan HPO4-2. Serapan P oleh akar tanaman hanya melelui mekanisme
intersepsi akar, difusi dalam jarak pendek (0,02 cm) dan aliran massa, sehingga
efisiensi P umumnya sengat rendah hanya sekitar 10-25 % dari jumlah pupuk
yang diberikan. Pupuk P yang tidak diserap tanaman hanya sedikit yang hilang
nonlabil yang tidak tersedia bagi tanaman, terfiksasi Al-P dan Fe-P pada tanah
masam dan sebagai Ca-P paada tanah Alkalis (Saraswati dkk, 2006).
Suatu hal yang menguntungkan dari sifat P adalah sangat stabilnya P di
tanah, sehingga kehilagan P akibat pencucian relatif tak pernah terjadi. Tetapi hal
ini pulalah yang menyebabkan kelarutan P dalam tanah sangat rendah yang
konsekuensinya ketersediaan P untuk tanaman relatif sangat sedikit. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ketersediaan P di tanah yaitu : ( 1 ) tipe liat, (2) bahan
organik, ( 3 ) waktu, ( 4 ) temperatur, dan ( 5 ) pH tanah. Sedangkan Soepardi
(1983) menambahkan bahwa ketersediaan P organik tanah ditentukan oleh : pH
tanah, Fe, Al, Mn yang terlarut, ketersediaan Ca, jumlah dan tingkat dekomposisi
bahan organik, dan kegiatan jasad mikro (Kartasapoetra dan Sutejo, 1999).
Peranan P dan Zn pada Tanaman
Kebutuhan fosfor bagi tanaman adalah mutlak karena fosfor merupakan
hara makro dan esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peranan
unsur ini selain untuk mempersiapkan energi kimia dan mengatur metabolisme
juga terlihat dalam berbagai proses enzimatik lainnya. Kekurangan hara fosfor
disamping dapat menghambat pertumbuhan tanaman juga dapat mencegah
penyerapan unsur hara penting lainnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
hambatan pertumbuhan akar yang akan berakibat terganggunya absorpsi unsur
hara. Pada daerah tropis, unsur P diperkirakan sebagai pembatas pertumbuhan dan
produksi tanaman urutan ketiga setelah air dan nitrogen. Karena itu ketersediaan
fosfor dalam tanah merupakan syarat utama bagi pertumbhtan dan perkembangan
Fosfor berperan penting dalam sintesa protein, pembentukan bunga, buah
dan biji serta mempercepat pemasakan. Kekurangan P dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, anakan sedikit, lambat pemasakan dan
produksi tanaman rendah. Secara umum, fungsi dari fosfor dalam tanaman
dinyatakan sebagai berikut: (1) dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, (2)
dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa pada umumnya, (3) mempercepat pembungaan dan pemasakan
buah, biji dan gabah dan (4) dapat meningkatkan produksi biji-bijian
(Kartasapoetra dan Sutejo, 1999).
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen (N)
dan kalium (K). Tetapi, P dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Tanaman menyerap P dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan ion
orthofosfat sekunder (HPO42-). Kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk
lain, yaitu pirofosfat dan metafosfat. Bahkan ada pendapat lain, bahwa
kemungkinan P diserap dalam bentuk senyawa fosfor organik yang larut air,
misalnya asam nukleat dan phitin. Fospor yang diserap dalam bentuk ion
anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik. Kadar optimal P dalam
tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3 - 0,5% dari berat kering
tanaman (Rosmarkam, 2002).
Fungsi dan mobilitas Zn sangat penting dalam beberapa proses
biokimia tanaman padi. Zn terakumulasi dalam akar, tetapi dapat dipindahkan
(ditranslokasi) ke bagian-bagian lain tanaman yang sedang tumbuh. Fungsi Zn
langsung dalam metabolisme N. Zn merupakan unsur mikro yang paling mobil
dibandingkan dengan unsur mikro lainnya, dan mobilisasinya berkaitan erat
dengan penuaan daun serta pembentukan biji (Ratmini, 2014).
Kekahatan Zn pada tanaman pertanian dapat diidentifikasi sejak awal, di
mana tanaman akan mengalami pemendekan ruas-ruas batang, daun menjadi kecil
dan sempit, dan tampak gejala klorosis di antara urat daun. Batas kritis seng (Zn)
tersedia dalam tanah adalah <0,8 mg Zn kg-1 (DTPA). Salah satu faktor yang
mempengaruhi ketersediaan Zn pada tanah sawah adalah fosfor. Defisiensi Zn
makin parah apabila kadar fosfor tanah tinggi. Hal ini disebabkan oleh
terbentuknya senyawa kompleks Zn dengan fosfor yang sukar larut, sehingga
ketersediaan unsur hara P dan Zn akan berkurang
(Setyorini danAbdulrachman, 2009).
Biochar
Biocharmerupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam
bidang pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah. Bahan
utama untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan perkebunan
seperti sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta kayu-kayu yang
berasal dari tanaman hutan industri. Teknik penggunaan biocharberasal dari basin
Amazon sejak 2500 tahun yang lalu. Penduduk asli Indian memasukkan
limbah-limbah pertanian dan perkebunan tersebut ke dalam suatu lubang di dalam tanah.
(Glaser dkk, 2002).
Biochar diproduksi dari bahan-bahan organik yang sulit terdekomposisi,
karbon aktif, yang mengandung mineral seperti kalsium (Ca) atau magnesium
(Mg) dan karbon anorganik. Dengan kandungan senyawa organik dan inorganik
yang terdapat di dalamya, biochar banyak digunakan sebagai bahan amelioran
untuk meningkatkan kualitas tanah, khususnya tanah marginal
(Basri dan Abdul, 2011).
Biochar memiliki karakteristik stabilitas yang lebih tinggi terhadap
dekomposisi dan mampu menyerap ion dengan baik dibandingkan bahan organik
lainnya, karena luas permukaan yang lebih besar, permukaan negatif, dan
kerapatan. Biochar sangat penting untuk meningkatkan kemampuan tanah
menyimpan karbon. Karbon dalam tanah ini berpengaruh terhadap sifat kimia
tanah karena mempunyai peranan penting seperti mencegah keracunan besi dan
aluminium pada tanah yang bereaksi masam serta dapat meningkatkan
ketersediaan fosfat di dalam tanah, peningkatan kadar humus di dalam tanah akan
meningkatkan kapasitas tukar kation (Glaser dkk, 2002).
Biochar dapat meningkatkan kestersediaan P melalui beberapa
mekanisme, di antaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat
pada permukaan koloid yang bermuatan positif; (2) pelepasan ortofosfat dari
ikatan logam-P tertentu melalui pembentukan kompleks logam-organik positif dan
(3) modifikasi muatan permukaan koloid oleh ligan organik (Ilyas dkk, 2000).
Biochar memiliki kandungan C, N, P, K, Ca, Mg, Na, Cu, Zn, Mn dan
mineral lainnya. Mutu biochar sangat tergantung pada bahan baku dan proses
pembuatan (pirolisis). Pirolisis yang dilakukan pada kondisi rendah oksigen atau
tanpa oksigen biasanya menghasilkan kualitas biochar yang tinggi, baik dari segi
proses pembentukan arang tinggi, kehilangan C dan volatil rendah, serta sedikit
terbentuk abu (Chan and Xu, 2009).
Penambahan biochar pada lapisan atas tanah pertanian akan memberikan
manfaat yang cukup besar. Sebagai deposit karbon dalam tanah biochar bekerja
dengan cara mengikat dan menyimpan CO2 dari udara untuk mencegahnya
terlepas ke atmosfir. Kandungan karbon yang terikat dalam tanah jumlahnya besar
dan tersimpan hingga waktu yang lama. Biochar merupakan teknologi yang murah
dan bisa diterapkan secara luas dalam skala kecil ataupun luas. Biochar dapat
memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produksi tanaman, terutama pada
tanah-tanah yang kurang subur. Kemampuan biochar untuk memegang air dan
hara dalam tanah membantu mencegah terjadinya kehilangan pupuk akibat aliran
permukaan (runoff) dan pencucian (leaching), sehingga memungkinkan penghematan pupuk dan mengurangi polusi pada lingkungan sekitar
(Basri dan Abdul, 2011).
Percobaan yang menggunakan arang sekam dan sekam sebagai faktor
perlakuan sudah banyak dilakukan orang, dengan hasil yang bervariasi. Hal ini
dapat dimengerti bahwa bahan ini dapat berfungsi sebagai pupuk alam karena
adanya unsur-unsur lain yang dikandungnya. Sekam merupakan salah satu pupuk
alam yang cukup berarti, tetapi untuk pengaplikasian pada masyarakat tani
Indonesia masih sedikit yang memanfaatkan (Siringoringo dan Siregar, 2011).
Biochar dapat berfungsi sebagai pembenah tanah, meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan memasok sejumlah nutrisi yang berguna serta
kesuburan tanah pertanian. Penambahan biochar ke tanah meningkatkan
ketersediaan kation utama dan fosfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah
(KTK) yang pada akhirya meningkatkan hasil. Peran biochar terhadap
peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang ditambahkan
(Gani, 2009).
Selain itu pemberian biochar juga mempunyai pengaruh yang sangat nyata
terhadap peningkatan pH H2O. Hal ini karena silikat dari arang sekam mampu
melepaskan anion (OH) ke dalam larutan, menyebabkan pH menjadi meningkat.
Reaksi silikat dalam tanah sama seperti yang terjadi pada proses pengapuran dapat
meningkatkan pH tanah. Mekanisme reaksinya dalam tanah menurut Tan (1994)
dapat terjadi seperti berikut :
Si(OH)4+ Fe(OH)3 ==== Fe(OH)2Osi(OH)3+ OH-
H3SiO4 + Al(OH3) ==== AI(OH)2Osi(OH)3 + OH-
(Ilyas dkk, 2000).
Biochar mengandung silika (Si) yang cukup tinggi. Manfaat Si pada
tanaman graminea terutama padi dan tebu, diduga membuat bentuk daun yang
tegak (tidak terkulai) sehingga efektif menangkap radiasi surya dan efisien dalam
penggunaan hara N yang menentukan tinggi rendahnya hasil tanaman. Dengan
adanya Si, batang tanaman menjadi lebih kuat dan kekar sehingga lebih tahan
terhadap serangan hama penggerek batang, wereng cokelat, dan tanaman tidak
mudah rebah. Si juga menyebabkan perakaran tanaman lebih kuat, intensif dan
menaikkan root oxiding power, yaitu kemampuan akar mengoksidasi lingkungannya seperti ion fero (Fe2+) menjadi feri (Fe3+) sehingga tanaman lebih