• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikrostruktur Dentin Tertier Gigi Molar Pertama Bawah Permanen Penyirih di Pancur Batu Medan dengan Scanning Electron Microscope

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mikrostruktur Dentin Tertier Gigi Molar Pertama Bawah Permanen Penyirih di Pancur Batu Medan dengan Scanning Electron Microscope"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Gigi

Enamel, dentin dan sementum adalah bagian dari gigi yang sebagian besar

terdiri dari jaringan keras. Enamel mengandung zat anorganik dalam jumlah yang besar sehingga merupakan bagian yang terkeras. Namun, karena letaknya paling luar,

maka kerusakan enamel sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam rongga mulut. Faktor yang berpengaruh pada kerusakan enamel salah satunya adalah keasaman makanan dan minuman yang akan menyebabkan keausan enamel yang disebut erosi gigi.7

(2)

Dilihat dari struktur utama enamel, prisma merupakan struktur komponen terluas dengan lebar 4-6 mikron, prisma ini memanjang dari arah perbatasan enamel dan dentin ke permukaan enamel serta saling mengikat satu sama lain. Pada potongan melintang nampak seperti ‘keyhole’ yang terdiri atas kepala dan ekor, arah prismata ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi ketahanannya terhadap gaya yang datang. Di bagian kepala prisma terdapat selubung prisma (prisma sheath) dengan tebal 0,5 mikron yang di dalamnya terdapat kristal hidroksiapatit. Sumbu kristal sejajar dengan arah prismata di dasar prismata dan nampak memanjang di ujung prismata. Cross striations terdapat diantara kristal, bagian luar dari ‘cross striations’ terdapat striae of retzius yang arahnya dari perbatasan enamel dan dentin ke permukaan bersudut tajam.11

Enamel terdiri dari 96% bahan anorganik sisanya bahan organik dan air, sebagian besar bahan anorganik terdiri dari ion kalsium fosfat dan hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2]. Secara rinci, Williams dan Elliot (1979) menyusun komposisi

mineral enamel normal dari persentase terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K

dan elemen dengan jumlah yang kecil yaitu F, Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Ion fluor

sangat esensial pada pembentukan dan perkembangan enamel karena dapat menggantikan gugus hidroksil sehingga membentuk fluor apatit [Ca10(PO4)6(F)2].7,12

Enamel merupakan jaringan yang tidak mempunyai kemampuan untuk

mengantikan bagian-bagian yang rusak, oleh karena itu setelah gigi erupsi enamel akan terlepas dari jaringan-jaringan lainnya yang ada dalam gusi.11 Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat memperkuat enamel yaitu terjadinya perubahan susunan kimia sehingga enamel akan lebih kuat menghadapi rangsangan-rangsangan yang diterimanya seperti pemberian fluor, saliva yang jenuh akan kalsium dan fosfat sehingga dapat mengurangi kelarutan permukaan enamel.13 Namun pada pH di bawah 5.5, mineral akan terlepas dari permukaan enamel.14

2.1.2 Dentin

(3)

dengan tulang namun dentin dibentuk oleh odontoblas dimana pembentukan dentin dikenal dengan dentinogenesis. Dentin terdiri dari 70% kristal hidroksiapatit (anorganik), 18% zat organik yang tersusun dari kolagen, substansi dasar mukopolisakarida, dan 12% air. Tipe modifikasi dari dentin dikenal dengan dentin sekunder dan dentin tertier. Dentin yang termineralisasi bersama dengan pulpa membentuk suatu hubungan yang disebut dengan kompleks dentin-pulpa yang bertanggung jawab dalam memelihara vitalitas gigi.7

Secara mikroskopis, dentin terdiri dari berbagai struktur diantaranya tubulus dentin, peritubulus dentin, intertubulus dentin, predentin, dan prosesus odontoblas. Masing-masing struktur memiliki kegunaan seperti tubulus dentin memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permeabilitas dentin terhadap jaringan.15

Secara histologis dentin terdiri atas : 1. Tubulus Dentin

Tubulus dentin merupakan kanal-kanal yang memanjang dari daerah pulpa sampai ke batas dentin-enamel. Tubulus dentin berbentuk seperti garis-garis yang tersusun mengikuti arah mahkota dan garis-garis ini menyerupai huruf S. Tubulus

yang terletak dekat dengan puncak akar dan tepi insisal bentuknya lebih lurus.7 Perbandingan antara dentin yang berada pada permukaan luar dengan dentin yang berada pada permukaan dalam adalah 5:1 sehingga tubulus-tubulus memiliki jarak

(4)

Gambar 1. Tubulus dentin normal.7

2. Peritubulus Dentin

Dentin yang mengelilingi tubulus dentin disebut dengan peritubulus dentin yang termineralisasi 40% lebih banyak daripada intertubulus dentin dan dua kali lebih tebal pada permukaan luar dentin daripada permukaan dalam dentin.7

3. Intertubulus Dentin

Secara keseluruhan dentin tersusun atas intertubulus dentin yang terletak

(5)

Gambar 2. A. Peritubulus dentin; B. Intertubulus dentin7

4. Predentin

Predentin terletak berdekatan dengan jaringan pulpa dengan lebar sekitar 2-6µm, dan lebar ini tergantung pada aktivitas odontoblas. Predentin merupakan pembentukan awal dari dentin dan predentin tidaklah termineralisasi.10 Serat kolagen bertanggung jawab dalam proses mineralisasi antara dentin dan predentin, dimana predentin menjadi dentin dan terbentuk sebuah lapisan baru dari predentin.7

Gambar 3. Predentin7

(6)

Prosessus odontoblas merupakan perpanjangan sitoplasma dari odontoblas. Odontoblas terletak disekitar pulpa yaitu diantara batas pulpa dengan predentin dan prosessusnya memanjang sampai tubulus dentin. Prosessus odontoblas memiliki diameter terbesar pada daerah disekitar pulpa (3-4µm) dan meruncing kira-kira 1µm memasuki dentin. Badan sel dari odontoblas memiliki diameter kira-kira 7µm dan panjangnya 40 µm.7

Gambar 4. A. Peritubulus dentin; B. Intertubular dentin; C. Prosessus odontoblas; D. Predentin7

2.1.2.1 Dentin Primer

Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk seiring dengan berjalannya pertumbuhan gigi. Dentin ini terbentuk dari mulai pembentukan gigi sampai gigi tersebut erupsi sempurna dan merupakan bagian terbesar dari gigi. Matriks dentin primer terbentuk dengan cepat pada saat perkembangan gigi. Lapisan terluar dari dentin primer terletak tepat dibawah enamel, secara histologis dentin primer memiliki tubulus dentin yang lebih banyak daripada dentin sekunder.15

2.1.2.2Dentin Sekunder

(7)

Setelah pembentukan dentin primer selesai, odontoblas memasuki fase istirahat barulah dentin sekunder diproduksi dan membentuk deposit dentin yang fisiologis.16 Dentin sekunder yang terbentuk lebih lambat daripada pembentukan dentin primer dan deposit dentin yang semakin bertambah secara tidak langsung dapat memperkecil kamar pulpa. Pembentukan deposit dentin sekunder tidak merata pada setiap tepi kamar pulpa terutama pada gigi molar. Deposit dentin yang paling banyak terbentuk adalah pada bagaian atap pulpa dan lantai pulpa sehingga penurunan ukuran dan bentuk kamar pulpa menjadi tidak simetris.17 Stimulus yang ringan seperti pengunyahan fisiologis dapat menyebabkan iritasi kronis (atrisi) dan menyebabkan deposit dentin sekunder terbentuk oleh aktifitas odontoblas sehingga pulpa mengalami kalsifikasi pada daerah yang searah dengan iritasi kronis yang terjadi. Selain itu pembentukan dentin sekunder dimulai pada sisi pulpa yang berkontak dengan gigi antagonis pada saat pengunyahan.15

Dentin sekunder regular dibentuk secara teratur dan secara fisiologis didepositkan mengelilingi tepi pulpa selama pulpa masih vital, sehingga kamar pulpa secara progresif akan menyempit sesuai dengan bertambahnya usia, hal ini terjadi

selama lingkungan di sekitar struktur dan jaringan gigi tetap stabil dan konstan tanpa ada trauma ataupun rangsangan dari luar.16

Bila ada trauma dari luar yang cukup signifikan maka akan terbentuk dentin

(8)

permeabilitasnya kurang lebih sama dengan dentin primer. Hal ini memungkinkan gigi mempertahankan diri terhadap efek atrisi, karies gigi, dan bentuk lain dari trauma. Bukti menunjukkan bahwa dentin sekunder irregular melindungi pulpa dengan mengurangi masuknya iritan.15

Gambar 5. A. Dentin primer; B. Dentin sekunder; C. Dentin reparative15

2.1.2.3 Dentin Tertier

Dentin tertier adalah reparasi atau pemulihan setelah terjadinya injuri pada banyak tisu pada suatu jaringan. Apabila lesi mengenai dentin, respon pulpa akan

mendeposit lapisan dentin tertier pada tubulus dentin primer atau sekunder yang berhubungan dengan lesi tersebut. Pembentukan dentin tertier tergantung pada odontoblas yang terlibat dalam proses injuri.8

(9)

beberapa faktor seperti terjadinya inflamasi yang parah, sampai terjadinya injuri selular, dan kadar differensiasi odontoblas pengganti. 8

Dentin tertier kurang permiebal terhadap ransangan external dibandingkan dengan dentin primer. Sepanjang pembatasan antara dentin primer dan tertier, dinding tubulus dentin lebih tebal dan tubulusnya berisi material yang menyerupai dentin peritubular. Zona pembatasan kurang permeabel dari dentin pada umumnya dan berfungsi sebagai penghalang masukannya bakteri dan produknya. Penelitian Kim S, Trowbridge H dan Suda H (2002) menyatakan bahwa akumulasi sel dendritic pulpa berkurang setelah pembentukan dentin tertier yang mengindikasikan berkurangnya kemasukan antigen bakterial.8 Terdapat 2 tipe dentin tertier yang terdiri atas :

1. Dentin Reaksioner

Dentin reaksioner adalah pembentukan dentin tertier oleh odontoblas primer setelah terjadi injuri pada gigi. Dentin ini sering dijumpai pada injuri yang intensitasnya rendah, contohnya karies pada enamel dan lesi dentin yang berkembang secara perlahan-lahan.8

Lesi karies yang berkembang perlahan dikategorikan sebagai peningkatan mineralisasi awal pada dentin yang terlibat. Hiper mineralisasi ini terjadi apabila proses karies berlangsung di enamel sebelum mengenai dentin. Sebelum karies

mengenai dentin, beberapa garam mineral yang terlarut didalam tubulus akan berkumpul dan membentuk zona hiper mineralisasi transparan didalam dentin dan dibawah dentin yang mengalami demineralisasi pada bagian karies.8

(10)

dalam membentuk dentin, maka tubulus dentin berhubungan dengan dentin primer ke dentin sekunder dan dentin tertier, maka jalan masuk ke pulpa masih terbuka. Regio subodontoblastic dari morfologinya tidak terganggu dari tetapi sel bebas di zona tetap

tidak ada karena ada perubahan dari area fisiologis tersebut. Komponen yang lain sering ditemukan seperti fibroblast, sel yang tidak terdifferensiasi dan sel dendrit.8

Dentin reaksioner yang terbentuk karena lesi karies superfisial mungkin masih menyerupai dentin primer dari segi tubulus dan derajat mineralisasinya. Secara umum, tubulus dentin reaksioner masih bersambungan dengan dentin sekunder, sehingga ketebalan lapisan yang baru terbentuk berdasarkan intensitas dan waktu stimulus. Dentin reaksioner mengandungi matriks organik yang sama dengan konten mineral yang menyerupai dentin primer dan sekunder.8

2. Dentin Reparatif

Dentin reparatif merupakan lapisan dentin yang terbentuk pada batas antara dentin dan pulpa. Pembentukan lapisan ini hanya terjadi pada area di bawah stimulus, struktur dentin ini bervariasi mulai dari yang regular (seperti dentin primer dan

sekunder) hingga variasi irreguleritas dapat terbentuk jaringan yang abnormal dengan sedikit tubulus, banyak daerah interglobular, dan terdapat odontoblas.7

Gambar 6. A. Dentin reparatif; B. Dentin sklerotik8

(11)

Pembentukan dentin reparatif adalah suatu mekanisme pertahanan yang utama secara alamiah dentin ini menutup luka atau penyakit pada tubulus dentin di permukaan pulpa, sehingga menghilangkan efek dari atrisi, karies, dan bentuk lain dari trauma. Dentin primer (dentin dalam perkembangan) terbentuk selama perkembangan gigi. Sementara dentin sekunder fisiologis (dentin regular) adalah dentin yang didepositkan disekeliling pulpa selama masih aktif dari gigi vital, sehingga kamar pulpa akan mengecil sesuai dengan perkembangan usia. Dentin tertier (dalam reparatif) terbentuk pada ujung pulpa dari tubulus yang berhubungan dengan iritan seperti atrisi dan karies gigi.8 Dinding tubulus sepanjang pertautan dentin primer dan tubulus di dalam dentin tertier mengecil dan sering tertutup. Dengan demikian, zona pertautan ini akan membatasi difusi iritan ke dalam pulpa.19 Namun dentin tertier yang kualitasnya rendah tidak bisa memberikan proteksi seperti itu, ketika pulpa terinflamasi akibat adanya iritasi, dentin tertier yang terbentuk sering mengandung tempat-tempat kosong (void) tempat terperangkapnya jaringan lunak sehingga tampilan dentin terlihat seperti ‘keju swiss’. Jika dentin dipotong dengan kecepatan tinggi tetapi disertai semprotan air sebagai pendingin maka pembentukan

dentin tertier akan menurun karena diminimalkannya trauma terhadap pulpa.19 2.b Patogenesis Terjadinya Dentin Reparatif

Dentin reparatif terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder

(12)

Jika odontoblas aktif yang membentuk dentin sekunder terlibat dalam pembentukan dentin tertier, jadi dentin tertier yang dibentuk dinamakan dentin reaksionar. Secara umumnya pada dentin reaksionar, laju pembentukan dentinnya bertambah, tetap tubulus dentinnya masih bersambungan dengan dentin sekunder.8 Apabila stimulus masih berterusan dapat menyebabkan hancurnya sel odontoblas yang asli. Kemudian, odontoblast like cell yang berdiferensiasi akan membentuk dentin tertier yang kurang tubulusnya, lebih irregular dan tubulusnya tidak lagi bersambungan dengan tubulus dentin sekunder. Sel yang baru terbentuk itu, pada awalnya bentuk kuboidal, tanpa adanya proses dari odontoblas yang penting dalam pembentukan tubulus dentin. Terbentuknya sel tersebut adalah karena perlepasan host dari growth factor yang terikat pada kolagen selama pembentukan dentin sekunder. Kehilangan lapisan kontinuous odontoblas menyebabkan terpaparnya predentin yang tidak termineralisasi yang mengandungi kedua-dua bentuk larut dan tidak larut transforming growth factor (TGF)-beta, insulin-like growth factor (IGF)-I and –II,

bone morphogenetic proteins (BMPs), vascular endothelium growth factor (VEGF),

dan growth factor lainnya yang menarik dan menyebabkan proliferasi dan

diferensiasi mesenchymal stem cells untuk pembentukan dentin reparatif dan pembuluh darah baru.8,20

(13)

Sebagai respon dari berbagai macam stimulus eksternal seperti karies gigi, atrisi, trauma, maka dentin akan terbentuk.15 Ketika injuri yang terjadi adalah injuri yang cukup parah sehingga menyebabkan kematian sel odontoblas maka sel yang menyerupai sel odontoblas akan membentuk dentin tertier hanya pada daerah yang

dekat dengan injuri untuk melindungi jaringan pulpa.7 Tidak seperti dentin fisiologis, mikrostruktur dari dentin reparatif sangat bervariasi dan biasanya tidak beraturan. Bentuk tubular-tubular dari dentin reparatif berubah-ubah dan sangat tidak teratur mulai dari tubular yang terputus-putus sampai pada dentin reparatif yang tidak memiliki tubular sehingga permeabilitas dari dentin reparatif menurun dan difusi dari agen yang berbahaya dari tubulus dapat dicegah. Secara histologi dentin tertier merupakan dentin yang paling sedikit memiliki tubulus. Terdapat 4 tipe tubulus dentin berdasarkan distribusi tubulus dan susunannya yaitu, tipe tubulus sedikit, tipe irregular, tipe kombinasi dan tipe osteodentin.17

Gambar 8. A. Tubulus dentin normal; B. Dentin reparatif dengan tubulus dentin yang sedikit; C. Termasuk sel didalam matrix; D. Tubulus yang tersusun secara irregular; E. Kombinasi dari beberapa tipe tubulus; Dari B ke E semuanya tipe-tipe tubulus dentin pada dentin reparatif17

(14)

Pulpa gigi merupakan jaringan ikat yang unik karena dikelilingi oleh jaringan keras. Pulpa gigi berasal dari sel-sel ektomesenkim papila dentis. Dalam pembentukannya, sel-sel ektomesenkim tersebut baru dapat dikatakan sebagai jaringan pulpa gigi setelah dentin terbentuk. Fungsi utama pulpa gigi adalah fungsi formatif, yaitu berperan dalam membentuk odontoblas yang akan membentuk dentin.16 Fungsi lainnya adalah :

1. Induktif, menginduksi pembentukkan email dengan mengembangkan sel odontoblas yang dapat membentuk dentin.

2. Nutritif, menyediakan nutrisi yang diperlukan bagi pembentukkan dentin. 3. Defensif, membentuk pertahanan dari invasi bakteri atau benda asing yang

masuk melalui tubuli dentin.

4. Sensatif, memberikan rasa atau sensasi sebagai respons terhadap berbagai rangsangan.

Fungsi pulpa gigi tergantung pada jenis sel yang berperan didalamnya. Sel-sel yang menyusun jaringan pulpa gigi yaitu:

• Odontoblas

Odontoblas merupakan sel yang paling penting dari keseluruhan jaringan pulpa gigi, odontoblas juga merupakan sel yang paling tinggi tingkat diferensiasinya. Odontoblas berfungsi untuk menghasilkan komponen organik matriks pre-dentin dan

dentin, seperti kolagen (khususnya tipe I) dan proteoglikan. Odontoblas merupakan sel akhir dan tidak dapat mengalami mitosis lagi.21

• Fibroblas

Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemui pada jaringan pulpa gigi, fungsi utama dari sel ini adalah mensintesis kolagen tipe I dan III, fungsi lainnya adalah mensintesis dan mensekresi komponen non-kolagen matriks ekstraselular. Aktivitas mitosis fibroblas cukup lambat pada orang dewasa, namun akan bermitosis dengan cepat bila terjadi kerusakan jaringan.21

• Sel Mesenkim yang tidak terdiferensiasi

(15)

sel-sel seperti fibroblas atau odontoblas yang ada. Pada manusia lanjut usia, jumlah sel ini sedikit sehingga kemampuan sel pulpa untuk regenerasi pun berkurang.7

• Immunocompetent

Sel yang termasuk di kategori ini merupakan sel pertahanan yang masuk melalui aliran darah. Sel ini berfungsi saat adanya invasi bakteri atau benda asing yang masuk. Sel imun yang banyak dijumpai pada pulpa gigi adalah limfosit, makrofag, dan dendritik.21

Sel-sel immunocompetent dapat merespon berbagai situasi klinis yang dapat menyebabkan kehilangan integritas jaringan keras gigi. Salah satunya adalah respon peradangan. Radang pada pulpa gigi (pulpitis) terjadi apabila terdapat invasi bakteri ataupun produk-produknya, pulpitis juga dapat terjadi apabila terdapat iritasi kimia, fisik, thermis, serta stimulasi elektrik. Anatomi pulpa gigi yang dikelilingi oleh jaringan keras mengakibatkan tampilan klinis peradangan yang terjadi pada pulpa gigi berbeda dengan di lokasi lainnya. Gejala klinis peradangan seperti panas, bengkak, dan kemerahan tidak dapat dilihat pada pulpitis, hanya rasa nyeri saja yang menjadi gejala klinis pada keadaan pulpitis.19

2.2 Gigi Molar Pertama Bawah Permanen

Gigi molar pertama bawah permanen merupakan gigi yang paling sering

direstorasi, dan mendapat perawatan saluran akar. Gigi ini merupakan gigi permanen yang pertama erupsi di rongga mulut, yaitu pada usia 6-7 tahun.22

Crown dari gigi ini memiliki lima cusp fungsional; tiga cusp di bagian bukal (mesiobukal, distobukal, dan distal) dan dua cusp di bagian lingual (mesiolingual dan distolingual) (gambar 9). Cusp mesiobukal merupakan cusp yang memiliki ukuran paling besar dan lebar pada gigi ini.23

(16)

dapat dijumpai jumlah akar lebih dari dua, seperti : akar distal yang bercabang menjadi dua, ataupun adanya akar tambahan di bagian distolingual yang disebut radix entomolaris.23

Gigi molar pertama permanen bawah umumnya memiliki tiga saluran akar; dua saluran akar di akar mesial dan satu saluran akar besar berbentuk oval di bagian distal. Pada akar mesial terdapat saluran akar mesiobukal dan mesiolingual, akan tetapi terkadang dapat terjadi variasi dimana ditemukan saluran akar tambahan diantaranya yang disebut saluran akar mesial tengah dengan insidensi hingga 15%.24

(17)

2.3Atrisi Gigi

Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis.12 Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal.13 Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih atau pinang.25,26 Atrisi gigi terjadi akibat dari hasil interaksi yang kompleks antara gigi, struktur pendukungnya, serta fungsi komponen pengunyahan.14

Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga mengakibatkan perubahan pada skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.27 Tingkat dan perluasan atrisi gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologis gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam

makanan.28 Atrisi tidak hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban pengunyahan dalam jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan kebersihan gigi, disgnati, bruxism, dan kebiasaan diet.29 Menurut penelitian sebelumnya, atrisi terjadi lebih banyak di gigi posterior mandibular daripada gigi posterior maksila dan terjadi lebih banyak pada bagian bukal gigi molar dibandingkan dengan bagian lingual gigi molar.29 ,30

2.3.1 Efek Atrisi Terhadap Pembentukan Dentin Tertier

(18)

antagonisnya. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.6,7 Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.14 Dentin yang terpapar, saat menerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.32

Dentin tertier terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder dan akan terlokal di area iritasi. Dentin ini terbentuk secara proposional dengan jumlah dentin primer yang hancur. Tingkat terbentuknya dentin tertier berbanding terbalik dengan tingkat serangan karies, yaitu pembentukan dentin tertier besar terhadap lesi karies yang perkembangannya lambat. Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan atau sering tidak ditemukan, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap

stimuli eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan odontonblas primer tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroblas dalam zona yang kaya sel, sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang

dibedakan terhadap stimulasi oleh faktor-β perkembangan jaringan.8 Dentin reparatif, terutama di zona perbatasan antara dentin primer dengan sekunder mempunyai permeabilitas rendah dan dapat menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.16

2.4 Kebiasaan Menyirih

(19)

Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua New Guinea, beberapa Pulau Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan dan Timur, Inggris, Amerika Utara, dan Australia.1

Menyirih juga merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia, kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat atau pada acara yang sifatnya ritual keagamaan.2 Kebiasaan menyirih juga dijumpai pada masyarakat suku Karo, khususnya pada perempuan suku Karo di Pancur Batu Medan. Kebiasaan ini terus berlangsung sampai saat ini, baik yang dilakukan sehari-hari maupun pada saat upacara adat.2-3

Komposisi menyirih bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya dan dari satu suku ke suku yang lainnya, pada suku karo di Pancur Batu Medan, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Pada suku Jawa, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang, dan kapulaga, yang dapat ditambahi dengan cengkeh atau kayu manis. Di Nusa Tenggara Timur,

komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, pinang, dan kapur sedangkan suku Dayak di Kalimantan, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, gambir, kapur sirih, dan buah pinang, yang sering ditambah dengan kapulaga, cengkeh, kunyit, dan daun jeruk

dan di Papua, khususnya masyarakat di wilayah pesisir pantai, komposisi menyirih terdiri atas pinang, buah sirih, dan kapur.2,3

(20)

diantaranya terkait dengan penyakit kardiovaskular, karsinoma hepatoselular, sirosis hati, hiperlipidemia, hiperkalsemia, penyakit ginjal kronis, hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, sindrom metabolik, induksi hormone ekstrapiramidal, sindrom milk-alkali, induksi displasia serviks uterus, kanker kerongkongan dan hati, berat lahir bayi rendah pada ibu penyirih/penyuntil, dan predisposisi kolonisasi Helicobacter pylori dalam saluran pencernaan.4 Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap rongga mulut dapat dibagi dua, yaitu terhadap mukosa mulut dan terhadap gigi. Terhadap mukosa mulut menyirih dan menyuntil dapat menyebabkan lesi oral leukoplakia, fibrosis submukosa, karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid,15 perubahan warna pada mukosa mulut, penyakit periodontal, dan kanker mulut.4,5 Terhadap gigi menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin, nekrosis pulpa, dan terbentuknya stein dan kalkulus pada gigi.6

2.4.1 Efek Menyirih Terhadap Atrisi Gigi

Dalam proses menyirih terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan meningkatnya

jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi, hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.31 Terjadinya atrisi gigi akibat kebiasaan menyirih terutama dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang bersifat kasar dan keras. Dalam campuran sirih bahan yang bersifat kasar adalah kapur. Kapur memiliki sifat kasar karena pada umumnya kapur dari kulit kerang atau batu kapur yang dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya terjadi pengikisan pada permukaan gigi dalam proses menyirih.33

(21)

cepat terjadi atrisi gigi yang parah.6,7 Tekanan pengunyahan yang besar dapat menyebabkan arthrosis pada sendi temporomandibular.32 Apabila kapur dan pinang digunakan dengan frekuensi yang tinggi, gigi dengan segera akan mengalami atrisi gigi yang parah. Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.14 Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Dentin terdiri atas 70% materi anorganik dan 30% materi organik.17 Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.32

Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih.4 Stain ekstrinsik pada gigi yaitu perubahan warna gigi menjadi hitam atau coklat karena deposit dari mengunyah sirih sering dijumpai pada penyirih,

terutama pada penyirih dengan profilaksis kebersihan mulut yang kurang dan perawatan gigi yang tidak teratur.33 Berdasarkan penelitian Parmer (2008), pengunyah sirih memiliki prevalensi atrisi dan sensitivitas gigi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang tidak mengunyah sirih. Hal ini disebabkan beban dan frekuensi pengunyahan yang berlebihan dan terpapar dengan berbagai komponen dari campuran sirih.28 Keith (1988) menyatakan bahwa trauma kronis yang berulang karena kebiasaan mengatup-katupkan dan mengasah gigi dapat merangsang perubahan bentuk sendi atau dapat memulai proses degeneratif. Mengunyah pinang yang dilakukan besamaan dengan kegiatan menyirih telah diketahui secara luas dapat menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi periodontitis yang lebih tinggi.9

(22)

berantagonis. Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.33

Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan, bruxism atau pengasahan gigi dan aksi non-pengunyahan.33

2.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk

melihat detail permukaa secara pemakaiannya pada bidang studi ilmu kedokteran. SEM telah memungkinkan peneliti untuk memeriksa berbagai spesimen menjadi jauh lebih jelas.34

Pengembangan mikroskop elektron mulai pada tahun 1920-an. Dengan pimpinan ilmuwan asal Jerman Ernst Ruska dan Max Knoll, Transmission Electron

Microscopy (TEM) dikembangkan pada tahun 1930-an oleh Ruska. Karena hasil

penemuan tersebut yang mengejutkan dunia, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986. Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan

pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne.34 Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM. Pada SEM gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut diberi sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor cathode ray tube (CRT). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar supaya bisa dilihat.33

(23)

Apabila diamati spesimen gigi yang atrisi parah dibawah SEM dapat dilihat pembentukan reparatif dentin dan dapat dibandingkan perbedaan mikrostruktur tubulus dentin normal dengan tubulus dentin tertier.35 Pada tubulus dentin normal tidak ada pembentukan kristal, tubulusnya teratur dan marginnya tidak kasar.36 Dimana pada tubulus dentin reparatif terdapat pembentukan kristal disepanjang tubulus dentin, kemudian dinding tubulus dentin tertier agak kasar dibandingkan dengan dinding tubulus dentin normal. Dimana dapat dilihat dengan jelas margin dinding tubulus dentin reparatif bentuknya irregular dibandingkan dengan yang normal, pada tubulus dentin reparatif diameter tubulusnya tidak teratur dan kurang daripada yang normal.37 Diameter tubulus dentin tertier berbeda-beda dan kebanyakan tubulus ditutupi oleh kristal karena terjadinya kalsifikasi globular. Dalam pembesaran yang lebih besar dapat dilihat pembentukan kalsifikasi globular disekitar tubulus dentin dalam ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dan tidak teratur.38

(24)

Gambar 11. Pada pembesaran 2200x dapat dilihat variasi diameter tubulus dentin. D. tubulus yang terinfeksi UA. Tubulus yang normal38

Gambar 12. Pada pembesaran 5500x dapat dilihat pembentukan kristal dan juga margin dinding tubulas dentin yang irregular38

(25)

Kebiasaan menyirih merupakan praktek kuno yang umum pada negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang menjadi kebiasaan pada masyarakat dan juga populer di kalangan perempuan.1 Pada suku Karo di Pancur Batu Medan dijumpai kebiasaan menyirih, khususnya pada perempuan dan komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang.2,3

Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Salah satu efek negatif menyirih terhadap gigi adalah atrisi dimana menyirih menyebabkan kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi.6 Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih. Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.27

Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis

dan atrisi patologis.12 Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam

pengunyahan yang abnormal.13 Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih atau pinang.21,22 Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.14 Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.28

(26)

karena pengunyahan pada penyirih. Dentin tertier terbagi dua yaitu dentin reaksioner dan dentin reparatif. Dentin reaksioner digunakan untuk menjelaskan pembentukan dentin tertier oleh odontoblas primer yang masih ada setelah terjadi injuri pada gigi. Dentin ini sering ditemui pada injuri yang intensitasnya rendah, contohnya karies pada enamel dan lesi dentin yang berkembang secara perlahan-lahan. Dentin reparatif merupakan pembentukan dentin tersier setelah kematian odontoblas primer akibat injuri. Dentin reparatif terbentuk setelah terjadinya injuri yang intensitasnya besar dan mewakili urutan yang lebih kompleks dalam aktivitas biologis, melibatkan kehadiran sel progenitor dan diferensiasi serta regulasi yang meningkat dalam proses sekresi sel. Pembentukan dentin reparatif adalah oleh odontoblast-like-cell dan dapat dijumpai pada lesi dentinal tubulus.8

2.7. Kerangka Teori

Stimulus yang ringan dan masih ada odontoblas primer

Transforming Growth Factor (TGF-β), akan menginduksi proliferasi dan diferensiasi mesenchymal stem

cells untuk pembentukan dentin tertier dan pembuluh darah baru

Dentin Reaksioner

(27)

2.8. Kerangka Konsep

Proses mastikasi, frekuensi dan tekanan pengunyahan

meningkat.

Gesekan antara gigi menyebabkan kehausan gigi

Atrisi

Dentin

Spesimen dimasukkan ke dalam larutan formalin 10% Enamel

Dentin Tertier Menyirih

2/3 dari akar gigi ditanam pada resin akrilik

Garis horizontal dibuat dari arah mesial ke distal dengan

Gambar

Gambar 4. A. Peritubulus dentin; B. Intertubular  dentin; C. Prosessus odontoblas;   D
Gambar 6. A. Dentin reparatif; B. Dentin sklerotik8
Gambar 8. A. Tubulus dentin normal; B. Dentin reparatif dengan tubulus dentin yang   sedikit; C
Gambar 9.  Anatomi Gigi Molar Pertama Bawah Permanen.24
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul “situs sejarah situ lengkong panjalu sebagai objek wisata kabupaten ciamis jawa barat (tahun 2001-2014)” bertujuan untuk mengetahui sejarah Kerajaan

• Jaringan komunikasi dirancang untuk melayani berbagai ragam pengguna (user) yg menggunakan peralatan dari vendor yg berbeda-beda.. • Untuk merancang dan membangun jaringan secara

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan metode Everyone is a teacher here

This community service programme will able to educate farmers as a solution of livestock raising, helping farmers in feed managing problems during the dry season

Serta dalam UU No 39 tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1 angka 6 telah menjelaskan bahwa pengertian dari Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang

(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan secara terpadu dan terarah

Ítems (tipo y ámbito de las manifestaciones de violencia) justificados por la disparidad existente en las definiciones vistas al respecto precisamente en cuanto al ámbito

の過程でもある.したがって,イナクトメントの後に続く,すべての過程は編集された素