• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Kuat Awal Beton Type SCC (Self Compacting Concrete)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Kuat Awal Beton Type SCC (Self Compacting Concrete)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelitian Ozawa, dkk (1989) menyimpulkan bahwa Flow ability &

karakteristik kuat tekan pada beton SCC paling optimal adalah dengan penggunaan

10-20% Fly Ash dari berat semen. Pada pada penelitian ini, semen di substitusi sebesar 10%

menggunakan Fly Ash.

Berdasarkan penelitian Rusyandi, dkk (2012) mengenai perancangan beton Self

Compacting Concrete (beton memadat sendiri) dengan penambahan fly ash dan

structuro sebagai superplastizer mendapatkan kesimpulan, yaitu (1) Penggunaan fly ash

dapat digunakan sebagai filler atau bahan pengganti semen dalam pembuatan rancangan

Self Compacting Concrete. (2) Penggunaan admixture Strcturo dalam batas nilai tertentu

sangat dominan pengaruhnya terhadap workability campuran beton SCC maupun

kekuatan dan mutu beton yang dihasilkan. Sifat water reducer yang tinggi pada

Structuro dapat menjaga nilai fas tetap rendah dengan tidak mengurangi workabilitas

campuran beton yang diharapkan.

Menurut penelitian Sugiharto, dkk (2006) mengenai penelitian peningkatan

kekuatan awal beton pada self compacting concrete. Hasil penelitian menunjukan

penggunaan Filler sebesar 2% dan Glenium Ace-80 sebagai Superplasticizer sebesar

2.5% sudah mampu mencapai criteria self compatible sekaligus kuat tekan awal yang

baik pula karena nilai water-binder ratio tetap dijaga pada nilai yang rendah.

Menurut penelitian Yuri, dkk (2015) mengenai pengaruh penambahan serat

polypropylene terhadap mekanisme beton normal. Peningkatan hasil pengujian kuat

tarik belah & kuat lentur beton normal dengan serat polypropylene tertinggi terjadi pada

variasi serat 1,0 kg/m3 berturut-urut sebesar 40,22% dan 35,19%. Maka, pada penelitian

ini peneliti menggunakan variasi serat lebih kecil dari 1,0 kg/m3 karena pada beton SCC

(2)

2.1. Pengertian Beton

Menurut (SNI-03-2847-2002), pengertian beton adalah campuran antara semen

Portland atau semen hidraulik lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau

tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Beton disusun dari agregat kasar

dan agregat halus. Agregat halus yang digunakan biasanya adalah pasir alam maupun

pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu, sedangkan agregat kasar yang dipakai

biasanya berupa batu alam maupun batuan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu.

Menurut Soetjipto dan Ismoyo (1978), Beton dalam konstruksi teknik

didefinisikan sebagai batu buatan yang dicetak pada suatu wadah atau cetakan dalam

keadaan cair atau kental yang kemudian mampu untuk mengeras secara baik. Beton

terdiri dari agregat halus, agregat kasar dan suatu bahan pengikat. Bahan pengikat yang

lazim dipakai umumnya adalah bahan pengikat yang bersifat hidrolik dalam arti akan

mengikat dan mengeras secara baik kalau dicampur dengan air.

2.2. Beton Self Compacting Concrete

Beton Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton inovatif yang mampu “mengalir” dan memadat sendiri oleh gravitasi dan berat sendirinya dengan penggetaran sedikit atau bahkan tanpa bantuan alat getar sama sekali. Beton SCC mampu mengisi

seluruh area cetakan dan padat bahkan pada area dengan tulangan yang cukup rapat.

Beton SCC memiliki beberapa keuntungan diantaranya :

• Pengerjaan lebih mudah

• Waktu pengerjaan singkat

• Mengurangi jumlah pekerja

• Permukaan lebih mulus

• Desain struktur tidak terbatas

• Mengurangi tingkat kebisingan dan getar

(3)

Untuk mendapatkan beton SCC dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan

segregasi yang rendah maka diatur agar beton (1) mempunyai kadar agregat yang

rendah, (2) faktor air-binder yang rendah dan (3) menggunakan superplasticizer. Dengan

campuran yang mudah berdeformasi tapi tetap dapat mempertahankan kekentalannya

(viskositas) maka beton SCC akan memadat sendiri dan tidak mengalami segregasi.

(Paul & Antoni, 2007)

Okamura dan Ozawa (1995) mengusulkan metode mix design yang sederhana

untuk mendapatkan campuran beton dengan tingkat workabilitas dan kekuatan awal

yang tinggi. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :

• Agregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume solid

• Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar

• Rasio volume untuk air dan binder dijaga pada level kurang lebih 0.3

• Penggunaan superplasticizer pada campuran beton untuk tingkat workability yang tinggi sekaligus menekan faktor air semen.

• Ditambahkan bahan pengisi (filler) pada campuran beton antara lain Fly

Ash dan Silica Fume untuk meningkatkan keawetan dan kekuatan beton.

Filler yang digunakan pada penelitian ini adalah Fly Ash hasil pembakaran

batubara dari PLTU Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara. Superplasticizer yang

digunakan untuk penelitian ini adalah Master Glenium Ace 8590 produksi PT. BASF.

2.3 Bahan Penyusun Beton Self Compacting Concrete

Material penyusun beton Self Compacting Concrete adalah sama dengan material

yang digunakan pada beton normal umumnya. Meskipun demikian, untuk mencapai

keseragaman dan konsitensi performa beton SCC, diperlukan perhatian lebih dalam

(4)

2.3.1 Semen

Fungsi utama semen pada beton adalah sebagai bahan pengikat. Mulyono (2004),

mengatakan bahwa semen merupakan campuran dari senyawa CaO (kapur), SiO3

(silika), Al2O3 (alumina) dan MgO (magnesia) serta sedikit alkali. Untuk mengatur

waktu ikat semen biasanya ditambahkan dengan CaSO4.2H2O (gipsum). Pemilihan

semen yang tepat adalah dengan menentukan syarat yang spesifik sesuai pada aplikasi

campurannya. Menurut ASTM, semen dibagi menjadi 5 tipe yaitu :

1. Tipe I – Ordinary Portland Cement

Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara

umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

2. Tipe II – Modified Portland Cement

Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya panas lebih

lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan-bangunan

tebal, seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding penahan tanah

yang tebal. Panas hidrasi yang agak rendah dapat mengurangi terjadinya

retak-retak pengerasan.

3. Tipe III – High Early Streght Portland Cement

Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat

digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau

yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada

daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai

musim dingin

4. Tipe IV – Low Heat Portland Cement

Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas

hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan

untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan gravitasi besar.

5. Tipe V – Sulfate Resisting Portland Cement

Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada

(5)

alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portland biasa.

(Wuryati S. dan Candra R.,2001)

Berdasarkan EFNARC (2002), untuk memproduksi campuran beton SCC dapat

menggunakan semua jenis semen sesuai standard BS EN 971. Jumlah semen yang digunakan untuk beton SCC berkisar antara 350 – 450 Kg/m3 beton. Penggunaan semen lebih dari 500 Kg/m3 dapat meningkatkan susut beton. Penggunaan semen kurang dari

350 Kg/m3 hanya dapat dilakukan dengan penggunaan bahan tambah yang baik seperti

Fly Ash dan bahan lainnya yang bersifat pozzolan.

Penelitian ini menggunakan Semen Padang Tipe I sebagai bahan pengikat utama

campuran. Semen ini telah lulus standar BS EN 971-1:2000 dan dapat digunakan untuk

memproduksi beton SCC.

2.3.2 Agregat

Agregat adalah material pada campuran beton yang tidak bereaksi dan hanya

diikat oleh pasta semen. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh

massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana

agregat yang berukuan kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat

berukuran besar. ( Nawy, 1998 ).

Pada beton SCC, pemilihan agregat berpengaruh terhadap workability campuran.

Kekasaran agregat, absorbsi, gradasi yang bervariasi harus diperhitugkan untuk

menghasilkan beton SCC yang berkualitas baik.

Agregat Halus

Menurut SK SNI S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A), agregat

halus harus memenuhi syarat berikut :

• Butir-butirnya tajam dan keras dengan indeks kekerasan < 2,2

(6)

• Tidak mengandung lumpur >5%

• Tidak mengandung zat organis yang terlampau banyak

• Modulus kehalusan antara 1,5-3,8 dengan variasi butir sesuai standar gradasi

• Agregat halus dari pantai dapat dipakai asalkan dengan petunjuk dari

lembaga pemeriksaan bahan yang diakui.

Semua jenis agregat halus normal dapat digunakan pada SCC termasuk untuk pasir

crushed shape maupun rounded shape (EFNARC, 2002)

Agregat Kasar

Menurut SK SNI S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A), agregat

kasar harus memenuhi syarat berikut :

• Butirannya keras dan tidak berpori dengan indeks kekerasan <5%

• Kekal, tidak pecah atau hancur oleh cuaca

• Tidak mengandung lumpur lebih dari 1%

• Tidak boleh mengandung zat reaktif terhadap alkali

• Butiran yang panjang dan pipih tidak boleh melebihi 20%

• Modulus kehalusan agregat berkisar pada 6-7,1 dengan variasi butir sesuai standar gradasi

• Ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi dari : 1/5 jarak terkecil antara

bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat beton, ¾ jarak bersih antar

tulangan atau berkas tulangan.

Menurut EFNARC, ukuran maksimum agregat kasar adalah 12-20 mm. distribusi

ukuran agregat dan bentuk agregat berhubungan langsung dengan Flow ability dan

Passing ability beton SCC. Pada penelitian ini, digunakan batu split 1x1 yang berasal

(7)

2.3.3 Admixture

Menurut (SK SNI S-18-1990-03), bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan

berupa bubuk atau cairan yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama

pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya.

Salah satu kunci dalam pembuatan beton Self Compacting Concrete adalah dengan

menjaga nilai water-binder ratio tetap rendah. Untuk itu, diperlukan admixture dengan

sifat High Range Water Reducer sebagai superplasticizer dalam pembuatan beton SCC

agar dapat mencapai kekuatan awal yang besar.

Dalam penelitian ini, superplasticizer menggunakan Master Glenium Ace 8590

produksi PT. BASF dan digunakan sebanyak 14% dari berat powder.

Gambar 2.1 Master Glenium Ace 8590

2.3.4 Addition

Aditif atau yang disebut juga sebagai bahan tambah mineral adalah bahan tambah

yang bersifat penyemenan yang dimasukkan dengan tujuan memperbaiki kinerja beton.

Beberapa contoh bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slag, dan silica

(8)

Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini antara lain (Cain,

1994:500-508) :

1. Memperbaiki kinerja workability

2. Mengurangi panas hidrasi

3. Mengurangi biaya pekerjaan beton

4. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat

5. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika

6. Mempertinggi usia beton

7. Mempertinggi kekuatan tekan beton

8. Mempertinggi keawetan beton

9. Mengurangi penyusutan

10.Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton

Untuk menghasilkan campuran beton SCC dengan workability yang baik,

umumnya menggunakan penambahan bahan aditif sebagai pengisi partikel-partikel yang

tidak terisi oleh pasir agar dapat memadat dengan baik. Bahan aditif juga diperlukan

untuk meningkatkan dan menjaga sifat kohesi material dan mempertahankan segregasi.

Selain itu, penambahan bahan aditif juga dengan tujuan agar dapat mengurangi jumlah

semen yang diperlukan sehingga dapat menurunkan suhu campuran selama masa hidrasi

serta engurangi daya susutnya.

EFNARC (2005) membagi bahan aditif sebagai bahan tambah untuk SCC menjadi

2 tipe seperti tertera pada tabel 2.3. kedua tipe tersebut dapat digunakan untuk membuat

beton Self Compacting Concrete. Pada penelitian ini, digunakan bahan aditif berupa Fly

Ash yang diperoleh dari PT. PLTU Pangkalan Susu dan mensubtitusi semen sebanyak

(9)

Tabel 2.1 Tipe-tipe Bahan Aditif

TIPE 1 Inert atau Semi-Inert • Filler mineral ( kapur, dolomite, dll)

• Pigment

Penambahan serat dalam dunia konstruksi beton sudah diketahui sejak dulu

dimulai dari penambahan jerami dan juga menggunakan rambut kuda. Bahan yang

termasuk serat antara lain baja, plastic (polypropylene), polymer, asbes, dan karbon.

Penambahan fiber dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja beton seperti, peningkatan

energi, peningkatan kekokohan, pengurangan retak plastis, dan meningkatkan daktilitas

beton. ( Paul & Antoni, 2007 )

Tabel 2.2 Berbagai serat yang digunakan dalam beton

Bahan Serat

Sumber : Paul & Antoni, “Teknologi Beton”, 2007

Penambahan serat pada beton SCC akan berpengaruh pada workability campuran

beton segar karena dapat menurunkan kemampuan alir (flow ability) dan kemampuan

campuran mengisi ruang (passing ability). Maka, diperlukan pemilihan serat yang tepat,

jumlah dan panjang serat yang digunakan agar dapat mencapai persyaratan yang

diizinkan sebagai beton SCC. Penggunaan serat yang terlalu sedikit atau terlalu banyak

(10)

mengurangi kelecekan beton serta menciptakan balling, yaitu kondisi serat kan saling

berkaitan dan membentuk bola yang sangat berongga dan tentunya akan mengurangi

kekuatan beton.

EFNARC membatasi penggunaan serat dalam pembuatan beton Self Compacting

Concrete sebanyak kurang dari 1.0 Kg/m3 volume beton. Pada penelitian ini, peneliti

menambahkan serat pada campuran beton SCC berbahan Polypropylene produksi PT.

BASF dengan variasi penggunaan 0 Kg/m3, 0.25 Kg/m3, 0.5 Kg/m3, dan 0.75 Kg/m3.

Data spesifikasi serat polypropylene yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.3 Spesifikasi serat

MasterFiber Fibrillated type 38mm

Berat Jenis 0.91

Titik Leleh 169 ˚C

Titik Nyala 590 ˚C

Bahan Polimer

Warna Transparan

Panjang 1.5" (38mm)

Kuat Tarik 83-96 ksi. (570-660 MPa)

Modulus Elastisitas 5.38 Gpa

Absorbsi -

Sumber : BASF

(a) (b)

(11)

2.3.5 Air

Air merupakan salah satu elemen penting dalam dunia konstruksi, karena air

bereaksi dengan semen akan menjadi pasta pengikat agregat. Menurut

(Tjokrodimulyo,2007), Penggunaan air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gram

perliter

2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat

organik) lebih dari 15 gram perliter

3. Tidak mengandung senyawa klorida (Cl) lebih dari 1 gram perliter

4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram perliter

Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara semen

dan agregat, sehingga air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, basa dan

minyak.

Dalam penelitian ini, air yang digunakan adalah air PAM dari

Laboratorium bahan konstruksi FT USU. Sedangkan untuk perawatan

perendaman menggunakan air yang berada di bak perendaman Laboratorium

bahan konstruksi FT USU.

2.4 Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete

Untuk menghasilkan workability dari campuran beton yang baik pada SCC, beton

segar harus memenuhi kriteria berikut :

Filling ability, yaitu kemampuan campuran beton untuk mengisi ruang

Passing ability, yaitu kemampuan campuran beton untuk melewati struktur tulangan yang rapat

Segregation resistance, yaitu ketahanan campuran beton segar terhadap

(12)

Beberapa metode pengujian karakteristik beton segar SCC untuk mengetahui 3

kriteria tersebut dapat dilakukan diantaranya seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.4 Metode-metode untuk pengujian beton segar SCC

No. METODE PARAMETER

1 Slump-flow

Filling Ability 2 T50cm Slump-flow

3 V Funnel

4 Orimet

5 J-ring

Passing Ability

6 L-box

7 U-box

8 Fill-box

9 V Funnel at T5minutes

Segregation Resistance 10 GTM Screen Stability test

Metode pengujian beton segar pada penelitian ini antara lain : Slump-flow, T50cm

Slump-flow, V Funnel, J-ring, dan V Funnel at T5minutes.

Slump-flow

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui filling ability, kemampuan mengalir

(flow ability) campuran secara horizontal dan stabilitas beton. Perbedaan test ini dengan

slump test pada umumnya adalah pengukuran dilakukan secara horizontal dari dua arah.

Selain itu kerucut yang digunakan diposisikan terbalik seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Bersamaan dengan pengujian Slump-flow, dapat pula dilakukan sekaligus pengujian

T50cm Slump-flow dengan mencatat waktu saat campuran mencapai diameter 50

(13)

Gambar 2.3 Slump-flow test set

V Funnel dan V Funnel at T5minutes

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik Filling ability dan

Segregation resistance campuran beton SCC dengan ukuran maksimum agregat 20 mm.

Alat uji berbentuk V dan memiliki pintu bukaan dibawah. Pengujian dilakukan dengan

mengisi V-Funnel test set sampai penuh dilanjutkan dengan membuka pintu bukaan dan

mencatat waktu yang dibutuhkan campuran untuk mengalir seluruhnya.

Gambar 2.4 V-Funnel Test Set

Selanjutnya, tanpa membersihkan alat uji, campuran tadi dimasukkan kembali dan

didiamkan selama 5 menit untuk dilakukan pengujian Segregation resistance campuran.

Selanjutnya buka pintu bukaan dengan mencatat kembali waktu alir campuran.

Segregasi pada campuran dapat terlihat jika pengujian ini jika selisih waktunya

(14)

J-Ring

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik Passing ability campuran

beton SCC. Alat yang digunakan adalah kerucut abram dan J-ring dengan diameter 30

centimeter dan tinggi 10 centimeter. Batangan besi disusun vertical pada ring sebagai

asumsi untuk melihat kemampuan campuran melewati ruang dengan tulangan yang

rapat. Jarak antar batang vertical sekitar 3 kali ukuran maksimum agregat campuran.

Pengukuran dilakukan dengan menghitung beda tinggi antara campuran didalam ring

dengan campuran yg melewati ring.

Gambar 2.5 J-ring Test Set

Berdasarkan EFNARC (2002), ditetapkan batas untuk pengujian beton segar SCC

seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 Kriteria yang Diizinkan untuk Self Compacting Concrete

No. METODE SATUAN NILAI BATAS IZIN

Minimum Maksimum

1 Slump-flow mm 650 800

2 T50cm Slump-flow detik 2 5

3 J-ring mm 0 10

4 V Funnel detik 6 12

5 V Funnel at T5minutes detik 0 +3

6 L-box mm 0.8 1.0

7 U-box mm 0 30

8 Fill-box % 90 100

9 GTM Screen Stability test % 0 15

(15)

2.5 Pengujian Beton Keras

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan, pengujian kuat tarik belah,

dan pengujian kuat lentur. Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah

pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton

(curing), usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan

beton. Pengujian uuntuk penelitian ini dilakukan pada umur 1 hari dan 28 hari. Seluruh

pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa FT USU.

2.5.1 Uji Kuat Tekan Beton

Menurut SNI 03-1974-1990, Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan

luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan

tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Pengujian kuat tekan dengan benda uji

berbentuk silinder dalam penelitian ini dilakukan sesuai SNI 03-1974-1990

menggunakan mesin uji tekan (Compression Test Machine).

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

f’c = � �

Dimana : f’c : Kekuatan tekan (MPa)

P : Beban tekan (kN)

A : Luas permukaan benda uji (mm2)

2.5.2 Uji Kuat Tarik Beton

Untuk mendapatkan nilai kuat tarik beton dapat dilakukan dengan 2 metode

pengujian yaitu, pengujian kuat tarik langsung dan kuat tarik tidak langsung. Pengujian

kuat tarik langsung dilakukan dengan menguji tarik langsung pada spesimen silinder

maupun prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji pada suatu pelat besi dengan

(16)

tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder beton

tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya.

Menurut SNI 03-2491-2002, nilai kuat tarik tidak langsung diperoleh dari beton

silinder dari hasil pembebanan benda uji yang diletakkan mendatar dengan permukaan

penekan mesin uji tekan. Kuat tarik beton tidak langsung dihitung dengan

persamaan:

T= �

� �

Dimana : T = Kuat tarik beton (MPa)

P = Beban hancur (kN)

l = Panjang spesimen (mm)

d = Diameter spesimen (mm)

2.5.3 Uji Kuat Lentur

Menurut SNI 03-4431-1997, Kuat Lentur Beton adalah kemampuan balok beton

yang berada pada dua perletakan menahan gaya arah tegak lurus sumbu benda uji yang

diberi gaya sampai benda uji patah. Nilai kuat lentur beton tersebut dapat dihitung

menggunakan persamaan yang tergantung pada titik keruntuhan yang terjadi pada benda

uji.

o Keruntuhan terjadi pada bagian tengah bentang :

Gambar 2.6 keruntuhan pada pusat bentang

Digunakan persamaan :

fr =

(17)

dimana : fr = modulus of rapture (MPa)

P = beban maksimum (N)

l = panjang bentang (mm)

b = lebar bentang ( mm)

d = tinggi bentang (mm)

o Keruntuhan terjadi pada bagian diluar tengah bentang

Gambar 2.7 keruntuhan diluar l/3 bentang dan garis patah < 5 % bentang

Digunakan persamaan :

fr =

� �2

dimana :a = jarak rata-rata dari garis keruntuhan dan titik perletakan terdekat (mm)

Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan

jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian

tidak dipergunakan.

Gambar

Gambar 2.1 Master Glenium Ace 8590
Tabel 2.1 Tipe-tipe Bahan Aditif
Gambar 2.2 (a) serat polypropylene dan (b) serat polypropylene setelah ditarik
Tabel 2.4 Metode-metode untuk pengujian beton segar SCC
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dilakukanlah suatu penelitian tentang Pengaruh Temperatur Air Terhadap Kuat Tekan Beton Pada Beton SCC ( Self Compacting Concrete ) untuk melihat

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT KAWAT GALVANIS PADA SIFAT MEKANIK BETON MEMADAT MANDIRI ( SELF COMPACTING CONCRETE / SCC) DAN BETON NON SCCi. Laporan

Pemanfaatan serbuk bata merah sebagai filler pada SCC dapat meningkatkan kuat tekan beton, di mana takaran substitusi semen yang optimum dicapai pada penggunaan serbuk bata

Pengujian beton keras SCC dilakukan dengan pengujian kuat tekan beton dan kuat tarik belah beton, hal ini untuk mendapatkan kesimpulan terhadap pengaruhnya terhadap mutu

Hasil pengujian kuat tekan tertinggi diperoleh pada campuran beton berpori dengan penambahan serat polyrpylene 0,25% terhadap berat semen yang digunakan sebesar 16,90

Kurangnya data informasi mengenai variasi faktor air semen yang mampu meningkatkan mutu beton SCC dengan penambahan serat polypropylene, maka dapat dirumuskan suatu masalah

Hasil pengujian passing ability dengan alat J-Ring Test pada beton segar yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 7, memperlihatkan bahwa semakin bertam-bahnya

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data mengenai pengaruh kadar fly ash terhadap flowability dan workability beton segar, kuat tekan dan modulus