BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3.2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian eksperimental ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : 1. Penyediaan bahan penyusun beton SCC
2. Pemeriksaan material beton SCC 3. Mix design ( perencanaan campuran ) 4. Pengecoran / pembuatan benda uji 5. Pengujian beton segar SCC
6. Perawatan
7. Pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, dan Kuat Lentur 8. Analisa hasil percobaan
Secara umum, prosedur penelitian dijabarkan pada bagan alir (flowchart) berikut :
Ya Start
Penyediaan Material :
Pasir ; Semen tipe I ; Batu Split 1x1 ; Fly Ash ; Superplasticizer ; Serat Polypropylene
Pemeriksaan Material
Mix Design Pembuatan Benda Uji
Pengujian Beton Segar : Slump Flow
T50 Slump Flow V-funnel
V-funnel at T5minutes J-ring
OK
Dicetak kedalam Silinder dan Balok
Perawatan (direndam) Pengujian Umur 1 Hari
Pengujian Umur 28 Hari
Analisa Hasil Percobaan
Finish
3.3. Persiapan Alat dan Bahan
Untuk penelitian ini, alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut. a). Alat
Papan Slump Flow
Kerucut Abram, V-funnel, J-ring, Stopwatch, Mixer
b). Bahan
Semen yang digunakan adalah Semen Padang Tipe I
Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang dibeli dari toko bahan bangunan di Medan, sedangkan untuk Agregat kasar yang digunakan berasal dari kota Binjai
Air yang digunakan adalah air PAM dari Laboratorium Bahan Konstruksi FT USU.
Serat yang digunakan adalah Polypropylene MasterFibre Fibrilated type 38mm produksi PT. BASF
Fly Ash yang berasal dari PT. PLTU Pangkalan Susu
Superplasticizer adalah produk Masterglenium 8590 dari BASF
3.4. Pemeriksaan Material
Pemeriksaan material pada penelitian ini dilakukan pada agegat kasar dan halus. Seluruh pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa FT USU. Seluruh prosedur pemeriksaan mengacu pada standar SNI. Pemeriksaan meliputi :
Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI 03-1968-1990) Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Kasar (SNI 03-1969-1990) Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Halus (SNI 03-1970-1990) Berat Isi Agregat (SNI 03-4803-1998)
3.5. Perencanaan Pencampuran (Mix Design)
Tujuan utama mix design adalah untuk mendapatkan kubikasi yang tepat pada saat pengecoran serta untuk mendapatkan beton yang ekonomis dengan kualitas yang baik berdasarkan dari data-data bahan penyusun beton.
Dalam perencanaan campuran beton Self-Compacting Concrete, tidak dapat lagi hanya menggunakan metode mix design rasional. Jumlah agregat baik agregat halus maupun agregat kasar harus ditentukan terlebih dahulu agar pemadatan sendiri dapat dicapai dengan hanya mengatur faktor air-binder dan dosis penggunaan High Range Water Reducer saja.
Gambar 3.2 Perbandingan Beton Normal dengan Beton SCC
Okamura & Ozawa (1997) mengusulkan metode yang sederhana yaitu :
Agregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume solid
Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar Rasio volume untuk air dan binder dijaga pada level kurang lebih 0.3 Penggunaan superplasticizer pada campuran beton untuk tingkat
workability yang tinggi sekaligus menekan faktor air semen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode mix design ACI dengan simple mix design dari okamura. beberapa penyesuaian antara lain :
1. Menentukan kuat tekan rencana, pada penelitian ini kuat tekan rencana adalah sebesar f’c 35 MPa.
2. Menentukan jenis agregat kasar, agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini berukuran Ø 1 cm.
3. Fly ash yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai subtitusi dari semen sebanyak 10 %.
4. Superplasticizer yang digunakan pada penelitian ini digunakan Master Glenium Ace 8590 sebanyak 1.2% dari berat powder.
Berikut ini tabel Concrete mix Design tiap m3 yang telah dilakukan :
Tabel 3.1 Desain campuran beton Self Compacting Concrete
Material
Berat(Kg/m3)
Semen 405
Agregat Halus 866.64
Agregat Kasar 945.852
Fly Ash 45
Superplasticizer 5.4
Air 130
Berat Isi Beton 2392.49
3.6. Pembuatan Benda Uji (Mixing)
untuk beton SCC dengan variasi serat, Serat dicampur tepat setelah agregat halus dan kasar telah tercampur di dalam mixer. pencampuran serat dilakukan dengan cara menebarnya perlahan-lahan agar memastikan tidak terjadi balling pada serat.
Setelah seluruh campuran terlihat flow, tampung campuran beton segar tersebut untuk selanjutnya diuji dan dicetak kedalam cetakan.
3.7. Pengujian Beton Segar
Tepat setelah campuran ditampung, langsung dilakukan uji untuk mengetahui criteria kelayakan beton SCC. Pengujian beton segar pada penelitian ini antara lain : Slump-flow, T50cm Slump-flow, V Funnel, J-ring, dan V Funnel at T5minutes. untuk melakukan seluruh pengujian, minimal dibutuhkan kurang lebih 3 operator agar mendapatkan nilai yang akurat.
beberapa hal yang harus diperhatikan saat pengujian beton segar SCC adalah, alat uji telah di cek dan layak digunakan, waktu pekerjaan harus cepat, kebersihan area, dan ketepatan membaca dan menghitung diameter dan waktu uji.
3.8. Pencetakan Benda Uji
Untuk cetakan benda uji terlebih dulu dibersihkan dari kotoran dan sisa-sisa penggunaan beton sebelumnya agar bentuk sampel benda uji tidak terganggu. Pada dinding bagian dalam cetakan diberikan solar atau vaseline agar beton tidak menempel pada dinding cetakan.
Campuran beton Self-Compacting Concrete adalah beton yang mampu engalir dan memadat sendiri. berbeda pada beton lainnya, saat dicetak beton SCC tidak memerlukan bantuan alat getar apapun. dengan mix design yang tepat, campuran akan mampu mengisi seluruh ruang dan tetap mempertahankan segregasi. yang perlu diperhatikan adalah jarak tuang dan kebersihan cetakan.
3.9. Perawatan Benda Uji
Setelah beton dicetak, maka cetakan dibuka dan sampel didiamkan terlebiih dahulu di ruang terbuka dengan suhu ruangan 16 – 27oC selama 24 jam agar cukup mengeras dan mencegah kehilangan Lengas. Perawatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan cara merendam benda uji dalam bak air jenuh kapur dengan suhu 23 ± 1.7o C selama kurang lebih 25 hari.
3.10. Pengujian Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah dan Kuat Lentur Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :
f’c = � �
Dimana : f’c : Kekuatan tekan (MPa) P : Beban tekan (kN)
A : Luas permukaan benda uji (mm2)
Untuk pengujian kuat tarik belah, digunakan “split cylinder test” dengan persamaan :
� =���2�
Dimana : T : kuat tarik beton (MPa)
P : beban hancur (kN) l : panjang spesimen (mm)
d : diameter spesimen (mm)
Untuk menghitung kuat lentur digunakan persamaan : fr = � �
� �2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Material
Pemeriksaan material dilakukan pada agregat halus dan agregat kasar. pemeriksaan material yang dilakukan yaitu Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar, Berat jenis dan Absorbsi agregat halus dan agregat kasar, Berat isi agregat dan Pemeriksaan kadar lumpur.
Analisa ayakan agregat dilakukan untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah persentase butiran baik agregat halus dan agregat kasar dan memperoleh nilai modulus kehalusan. Pemeriksaan Berat jenis dan Absorbsi agregat dilakukan untuk menentukan berat jenis kering, semu dan SSD agregat kasar. Pemeriksaan Berat isi agregat dilakukan untuk menentukan unit weight agregat dalam keadaan padat dan longgar. Pemeriksaan kadar lumpur dilakukan untuk mengetahui kadar kandungan liat pada pasir.
4.1.1 Analisa Ayakan Pasir
Hasil pemeriksaan Analisa ayakan pasir diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Analisa Ayakan pasir Ayakan berat fraksi tertahan rata-rata
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu:
Pasirhalus : 2,20 < FM < 2,60 Pasirsedang : 2,60 < FM < 2,90 Pasirkasar : 2,90 < FM < 3,20
Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini tergolong dalam kelas pasir sedang.
4.1.2 Analisa Ayakan Kerikil
Hasil pemeriksaan Analisa ayakan kerikil diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.2 Analisa Ayakan Kerikil
Diameter Ayakan
4.1.3 Berat Jenis dan Absorbsi Pasir
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Berat Jenis dan Absorbsi Pasir
Hasil pengujian harus memenuhi Berat jenis kering < Berat jenis SSD < Berat Jenis Semu. Pasir yang digunakan pada penelitian ini memenuhi standar dan layak digunakan.
4.1.4 Berat Jenis dan Absorbsi Kerikil
Hasil pemeriksaan berat jenis dan absorbs kerikil adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Berat Jenis dan Absorbsi Kerikil
KETERANGAN Sample
Berat kering, gram (A)
Hasil pengujian harus memenuhi Berat jenis kering < Berat jenis SSD < Berat Jenis Semu. Kerikil yang digunakan pada penelitian ini memenuhi standar dan layak digunakan.
4.1.5 Berat Isi Agregat
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Berat Isi Pasir KETERANGAN
Berat
Cara merojok Cara menyiram
Sampel I 3.54 3.34
Tabel 4.6 Berat Isi Kerikil KETERANGAN
Berat
Cara merojok Cara menyiram
Sampel I 19.6 18.4
4.1.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur
Hasil pemeriksaan kadar lumpur pada pasir adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Pemeriksaan kadar lumpur pasir
KETERANGAN Sampel
Persentasi material yang lolos ayakan No. 200, gram 2.2 2.6 2.4
Menurut Peraturan Beton Indonesia 1971, kadar lumpur pada pasir tidak boleh lebih dari 5% berat agregat. Maka, pasir yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan.
4.2 Pengujian Beton Segar
Pengujian beton segar pada penelitian campuran Self Compacting Concrete dengan serat polypropylene ini meliputi Slump-flow, T50cm Slump-flow, V Funnel, J-ring, dan V Funnel at T5minutes. Hasil pengujian campuran beton SCC pada penelitian ini adalah seperti tertera pada tabel 4.7. Penamaan masing-masing variasi untuk serat 0 Kg/m3, 0.25 Kg/m3, 0.50 Kg/m3, dan 0.75 Kg/m3 berturut-turut adalah SCC 0 PP, SCC 0.25 PP, SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP.
Tabel. 4.8 Hasil Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete Serat PP
4.2.1 Filling Ability
Slump flow test yang telah dilakukan memberikan hasil seperti terlihat pada tabel 4.7 yang menunjukkan bahwa penambahan serat polypropylene akan menurunkan nilai Slump Flow campuran beton SCC. Untuk campuran beton SCC normal (serat 0 Kg/m3) dan campuran beton dengan 0.25 Kg/m3 serat masih berada dalam batas izin yaitu 650-800 mm. Sedangkan untuk campuran beton SCC dengan penambahan serat 0.5 Kg/m3 dan 0.75 Kg/m3 tidak memenuhi persyaratan filling ability karna memiliki nilai Slump Flow berada dibawah 650 mm. Serat Polypropylene yang ditambahkan pada campuran menahan agregat untuk dapat mengalir. Akibatnya, nilai slump flow akan terus berkurang seiring semakin banyaknya penambahan serat. Nilai Slump Flow tertinggi yaitu pada campuran beton SCC normal sebesar 680 mm. Penurunan nilai slump flow untuk variasi serat 0.25 Kg/m3, 0.5 Kg/m3 dan 0.75 Kg/m3 berturut-turut sebesar 5.1% , 12.5% dan 22.7% dari nilai Slump Flow SCC 0 PP.
Gambar 4.1 Grafik Penurunan Nilai Slump Flow
Penurunan nilai slump flow ini diikuti oleh meningkatnya nilai T50cm Slump-flow. waktu yang dibutuhkan untuk campuran SCC tanpa serat mencapai diameter 50 cm pada penelitian ini sebesar 3.2 detik. penyebab peningkatan angka T50cm Slump-flow juga disebabkan oleh agregat yang ditahan mengalir oleh serat. Campuran SCC dengan 0.75 Kg/m3 serat tidak memenuhi syarat pengujian T50cm Slump-flow yaitu diatas 5 detik. Untuk pengujian V-funnel, campuran SCC 0 PP dan SCC 0.25 PP memenuhi persyaratan yaitu 9 detik dan 12 detik. sedangkan untuk campuran SCC 0.5 PP dan SCC 0.75 PP tidak dapat memenuhi persyaratan karena nilai VF diatas 12 detik.
685
Variasi Penambahan Serat (Kg/m3)
4.2.2 Passing Ability
Kriteria Passing Ability pada penelitian ini diukur dengan pengujian J-ring test. Berdasarkan Tabel 4.7 hasil pengujian J-ring test untuk campuran SCC 0 PP, SCC 0.25 PP, SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP berturut turut adalah 9 mm, 10 mm, 12 mm dan 13 mm. Syarat yang ditetapkan untuk pengujian J-ring test adalah ΔH ≤ 10 mm. Maka dapat disimpulkan campuran SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP tidak memenuhi persyaratan karna memiliki nilai J-ring diatas 10 mm. Peningkatan nilai J-ring campuran pada penelitian ini ditunjukkan seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Nilai J-ring
4.2.3 Segregation Resistance
Kriteria Segregation Resistance pada penelitian ini diukur dengan pengujian V-Funnel T5minutes. Pengujian ini dilakukan tepat setelah pengujian V-Funnel dilakukan. Batas izin nilai V-Funnel T5minutes adalah ± 3 detik dari nilai V-Funnel. Hasil pengujian campuran pada penelitian ini sesuai dengan tabel 4.7 untuk campuran SCC 0 PP, SCC 0.25 PP, SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP berturut-turut adalah 13 detik (+2 detik), 15 detik (+3 detik), 17 detik (+3detik) dan 19 detik (+5 detik). Dengan demikian, nilai V-Funnel T5minutes untuk campuran SCC 0.75 PP tidak memenuhi persyaratan karena nilai V-Funnel T5minutes berada 5 detik diatas nilai V-Funnel-nya.
Dari seluruh pengujian beton segar yang telah dilakukan, diketahui bahwa campuran SCC 0.5 PP dan SCC 0.75 PP tidak dapat dikategorikan sebagai beton Self Compacting Concrete. Untuk dapat dikategorikan sebagai beton Self Compacting Concrete,ketiga kriteria baik itu Filling Ability, Passing Ability dan Segregation Resistance harus terpenuhi.
9 mm
4.2.4 Klasifikasi konsistensi
Menurut EFNARC (2002), untuk pengujian Slump Flow dibagi atas 3 klasifikasi berdasarkan nilai slump flow-nya yaitu:
SF 1 (550mm-650mm)
dapat digunakan untuk pengecoran pelat lantai, lantai jembatan, dan beberapa tipe tiang pancang
SF 2 (660mm-750mm)
dapat digunakan untuk berbagai pengecoran seperti dinding, kolom dan lain sebagainya
SF 3 (760mm-850mm)
dapat digunakan untuk pengecoran vertical maupun pengecoran dengan tulangan yang sangat rapat dengan kebutuhan finishing yang baik
Berdasarkan klasifikasi tersebut, beton SCC pada penelitian ini yaitu SCC 0 PP tergolong kedalam kelas SF 2. Sedangkan untuk SCC 0.25 PP tergolong kedalam kelas SF1.
Untuk nilai viskositas berdasarkan pengujian V Funnel, EFNARC membagi viskositas campuran beton SCC menjadi 2 kelas yaitu :
VF 1
yaitu campuran dengan Filling ability yang baik walaupun diaplikasikan pada tulangan yang rapat, memiliki permukaan finishing yang baik dan mampu bertahan dari bleeding dan segregasi.
VF 2
yaitu kelas dengan campuran dengan nilai flow time yang maksimum namun masih dapat tetap mempertahankan segregasi. Biasanya campuran ini akan memberikan hasil akhir permukaan dengan sedikit lubang-lubang udara (blow holes)
Kriteria Passing Ability mendeskripsikan kemampuan campuran beton segar untuk mengalir melewati celah-celah seperti area dengan tulangan yang rapat tanpa terjadi segregasi. EFNARC membagi criteria Passing Ability menjadi 2 kelas yaitu :
4.3 Hasil Pengujian Beton Keras
Pengujian Beton keras dilakukan di 2 umur berbeda yakni 1 hari dan 28 hari. pengujian meliputi Uji kuat Tekan beton, Uji kuat Tarik bton dan Uji kuat lentur beton. seluruh
pengujian dilakukan di laboratorium bahan rekayasa FT USU.
4.3.1 Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton
Hasil pengujian kuat tekan beton dengan benda uji berbentuk silinder menggunakan mesin tekan (compression machine test) diperoleh hasil seperti tertera pada tabel 4.8.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton
6 SCC 0.5 PP 118 5.24
Hasil pengujian beton keras seperti tertera pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata kuat tekan umur 1 hari tertinggi adalah pada beton SCC 0 PP yaitu 22.31 Mpa. Untuk rata-rata kuat tekan umur 28 hari tertinggi juga terdapat pada beton SCC 0 PP yaitu 46.24 Mpa. Sedangkan untuk beton SCC dengan penambahan serat menunjukkan penurunan pada rata-rata kuat tekan. Grafik kuat tekan rata-rata-rata-rata ditunjukkan dengan Gambar 4.3 berikut ini
Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji Kuat Tekan Beton
Untuk hasil pengujian kuat tarik berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata kuat tarik umur 1 hari dan umur 28 hari tertinggi terdapat pada beton SCC 0.25 PP
berturut-22.31
Variasi Penambahan Serat (Kg/m3)
turut yaitu 6.25 Mpa dan 10.07 Mpa. Hal ini menunjukkan terjadi adanya peningkatan kuat tarik yang diakibatkan oleh penambahan serat polypropylene dibanding dengan beton SCC non serat sebesar 4.49% untuk umur 1 hari dan 11.76% untuk umur 28 hari. Namun untuk beton SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP, rata-rata kuat tarik menurun hingga lebih rendah dibanding SCC 0 PP.
Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji Kuat Tarik Beton
4.3.2 Kuat Lentur Beton
Hasil pengujian kuat lentur dengan benda uji berbentuk balok berukuran 60 cm x 15 cm x 15 cm adalah tertera seperti tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton
No Kode Benda Uji Variasi Serat
Seluruh benda uji mengalami patah pada bagian tengah bentang. Hasil pengujian menunjukkan kuat lentur tertinggi untuk umur 1 hari dan umur 28 hari ada pada benda uji SCC 0.25 PP yaitu 6.76 Mpa dan 8.60 Mpa. Jika dibandingkan dengan beton SCC 0 PP,
6.24
Variasi Penambahan Serat (Kg/m3)
beton mengalami peningkatan kuat lentur untuk umur 1 hari sebesar 18.75% dan 18.05% pada umur 28 hari. Penggunaan serat polypropylene mampu meningkatkan kuat lentur beton SCC. Namun pada benda uji 0.75 PP tidak memberikan peningkatan kuat lentur yang terlalu signifikan bila dibandingkan dengan beton SCC 0 PP. Grafik hasil pengujian Kuat Lentur ditunjukkan seperti pada gambar 4.5 berikut ini.
Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji Kuat Lentur Beton 5.69
Variasi Penambahan Serat (Kg/m3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, analisa, dan pembahasan yang sudah dilaksanakan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Fly Ash dapat digunakan sebagai Filler dalam pembuatan beton Self Compacting
Concrete. Fly Ash juga dapat sekaligus mensubtitusi penggunaan semen. Penggunaan
yang disarankan untuk pembuatan beton SCC adalah 10-20% dari berat semen.
2. Penggunaan MasterGlenium Ace 8590 sebagai superplasticizer dalam batas
penggunaan tertentu dapat menjaga nilai water-binder tetap rendah tanpa mengurangi
workabilitas campuran beton. hal ini dikarenakan zat admixture ini bersifat High
Range Water Reducer. Penggunaan bahan admixture ini juga mampu meningkatkan
kekuatan beton di umur awal.
3. Serat Polypropylene dapat digunakan sebagai bahan tambah pada beton SCC. Serat
Polypropylene tidak menyerap air sehingga tidak mempengaruhi kebutuhan air dalam
campuran. Meskipun demikian, penambahan serat dalam campuran akan mengurangi
workabilitas beton. penggunaan serat polypropylene pada beton SCC dibatasi yaitu
kurang dari 1 kg/m3
4. Hasil pengujian beton segar dengan Slump Flow test menunjukkan bahwa
penambahan serat polypropylene menurunkan flow ability campuran. Slump flow
tertinggi terdapat pada campuran SCC 0 PP dengan nilai 685 mm. Sedangkan untuk
campuran dengan penambahan serat 0.25 kg/m3, 0.50 kg/m3 dan 0.75 kg/m3 terjadi
penurunan nilai slump flow berturut-turut yaitu menjadi 650 mm, 600 mm dan 530
mm.
5. Campuran beton SCC 0.50 PP dan SCC 0.75 PP tidak dapat dikategorikan sebagai
beton Self Compacting Concrete dikarenakan tidak memenuhi kriteria Filling Ability
dengan pengujian Slump Flow. Untuk dapat dikategorikan sebagai beton SCC,
campuran harus memenuhi ketiga kriteria yaitu Filling Ability, Passing Ability, dan
6. Hasil pengujian kuat tekan beton menunjukkan penambahan serat polypropylene pada
beton SCC justru menurunkan nilai kuat tekan beton. Nilai kuat rata-rata beton
tertinggi terdapat pada campuran SCC 0 PP sebesar 22.31 Mpa pada umur 1 hari dan
46.24 Mpa pada umur 28 hari.
7. Hasil pengujian kuat tarik belah beton menunjukkan penambahan serat polypropylene
sebanyak 0.25 kg/m3 adalah penggunaan yang optimum dan mampu meningkatkan
kuat tarik belah beton pada umur 1 hari menjadi sebesar 6.52 Mpa atau meningkat
4.49% dari beton SCC non serat dan pada umur 28 hari menjadi sebesar 10.07 Mpa
atau meningkat sebesar 11.76% dari beton SCC non serat.
8. Hasil pengujian kuat lentur beton menunjukkan penambahan serat polypropylene
sebanyak 0.25 kg/m3 mampu meningkatkan nilai kuat lentur beton pada umur 1 hari
menjadi sebesar 38 kN atau meningkat 18.75% dari beton SCC non serat dan pada
umur 28 hari menjadi sebesar 48.4 kN atau meningkat sebesar 18.04% dari beton
SCC non serat.
5.2 Saran
. Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan diberikan saran-saran yang
bertujuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini menggunakan serat dengan susunan Fibrillated (berjaring). Perlu
dilakukan penelitian dengan menggunakan Serat Polypropylene jenis lainnya seperti
jenis Monofilament, Collated Fibrillated Bundle, ataupun Fibrillated Twisted Bundle
karena bentuk dan susunan serat mempengaruhi karakteristik campuran beton segar
Self Compacting Concete.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan Superplasticizer yang berbeda untuk
mengetahui perbandingan sifat masing-masing admixture terhadap campuran beto
Self Compacting Concrete.
3. Dalam membuat campuran Self Compacting Concrete harus memperhatikan waktu
selama pengadukan dan pengujian beton segar karena campuran lebih cepat memadat
dan mengeras dibanding dengan beton normal.
4. Untuk menguji karakteristik beton segar Self Compacting Concrete dibutuhkan lebih