• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (20)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (20)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia

Kondi, Ludvina Bella Vania Universitas Trilogi

Latar Belakang Masalah

Bursa Efek Indonesia sebagai media dalam melakukan investasi di Indonesia berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Negara. Masyarakat di dorong untuk berperan aktif untuk bernvestasi. Investor selaku subjek yang berkepentingan dalam keputusan investasi dituntut untuk dapat jeli menilai tingkat pengembalian saham (return) yang diharapkan. Banyak pengukuran secara teori dapat dilakukan sebagai dasar evaluasi investasi saham. Perkembangan saat ini ada dua model populer yang dapat digunakan untuk memrediksi pengembalian saham yang diharapkan. Kedua model ini populer karena kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini. Kedua model ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT). Kedua model ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model tersebut dalam memprediksi tingkat pendapatan suatu saham.

Model pertama adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model ini diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model ini mengasumsikan bahwa imbalan Seminar Nasional dan Gelar Produk saham dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi (Brigham: 2006:52). CAPM mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi.

(2)

daripada CAPM. Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi. Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya, akan memanfaatkan peluang tersebut. Pada model APT faktor-faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam memprediksi return saham. Ross merumuskan sebuah teori yang disebut dengan Arbitrage Pricing Theory (APT). Meskipun model ini tidak bisa secara keseluruhan memecahkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM, tetapi model inilah yang pertama kali dikembangkan.

Dengan dua teori yaitu CAPM dan APT serta kelemahan yang dimiliki masing-masing model dalam memprediksi return saham, maka penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai topik peran dalam penelitian dengan judul : “PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL CAPM DAN APT DALAM MEMPREDIKSI RETURN DAN RISK DI BURSA EFEK INDONESIA”

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana perbandingan penerapan model CAPM dan APT dalam memprediksi return dan risk di Bursa Efek Indonesia

Literatur (Isi/Pembahasan) Capital Asset Pricing Model (CAPM)

CAPM merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Tujuan umum CAPM adalah untuk menentukan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan dari investasi aset yang berisiko.

Albitrage Pricing Theory (APT)

(3)

portofolio dan pengembalian dari aset tunggal melalui kombinasi linear dari banyak variabel makro ekonomi yang mandiri.

Risiko

Dalam melakukan investasi, secara umum investor bersifat risk averse

(menghindari risiko). Investor akan berusaha menghilangkan risiko dengan berbagai macam cara. Namun risiko tidak dapat dihilangkan melainkan hanya dikurangi. Cara mengurangi risiko tersebut adalah dengan melakukan diversifikasi investasi. Terkait dengan hal tersebut, risiko dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Non Diversifiable Risk.(risiko yang tidak dapat didiversifikasikan) yang disebut juga dengan risiko sistematis atau risiko pasar yang antara lain disebabkan oleh faktor-faktor makro.

2. Diversifiable Risk (risiko yang dapat didiversifikasi) yang disebut juga risiko tidak sistematis atau disebut juga risiko khusus yang terdapat pada masing-masing perusahaan, seperti risiko kebangkrutan/risiko usaha.

Return

Menurut Jogiyanto (2013), return merupakan hasil yang didapatkan dari investasi. Return dapat berupa dua komponen yaitu current income dan capital gain. Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil fundamental perusahaan. Capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bila mana harga jual dari saham yang memiliki lebih tinggi dari harga beli.

Return Pasar (Market)

Menurut Menurut Jogiyanto (2010) return market adalah tingkat return dari indeks pasar, pemilihan dari indeks pasar tidak tergantung dari suatu teori tetapi lebih bergantung dari hasil empirisnya

Return Aset Bebas Risiko

(4)

untuk investasinya. Tingkat pengembalian aset bebas risiko merupakan angka atau tingkat pengembalian atas aset finansial yang tidak berisiko (Cherie, Darminto, & Farah 2014). Tingkat pengembalian ini dapat dijadikan sebagai dasar penetapan retur aset tidak berisiko. Dasar pengukuran digunakan dalam tingkat pengembalian ini adalah tingkat suku bunga sekuritas yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu sertifikat bank indonesia atau SBI (Husnan, 2005).

Rekomendasi

1. Menambah rentang waktu observasi dengan memperbanyak sampel penelitian dan diharapkan dapat menghasilkan analisa lebih akurat.

2. Menambahkan atau mengubah faktor-faktor makro ekonomi pembentuk modal APT yang lebih relevan.

3. Menggunakan software lain untuk forecasting pada variabel makro ekonomi yang digunakan.

Kesimpulan

Tidak ada perbedaan penerapan model CAPM dan APT dalam memprediksi return dan risk di Bursa Efek Indonesia, Model CAPM maupun model APT masih kurang akurat dalam memprediksi return dan risk.

Daftar Pustaka

Jogiyanto 2007, Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi kedua, Yogyakarta : BPFE Juwana 2015. Studi Perbandingan Metode CAPM dan APT Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2014 Jurnal Manajemen

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data ditemukan bahwa (i) tema tak bermarkah tunggal merupakan jenis tema yang paling dominan yang terdapat pada TSa pertama dan TSa kedua; (ii) pola

Karena dalam skenario 2, dengan penurunan harga BBM sebesar 30 % menyebabkan nilai faktor inflasi yang turun sehingga mempengaruhi variabel makro perekonomian, yaitu

Kedua adalah narasi verbal yang menyatakan bahwa "Semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama: mencari satu hal yang sama dengan satu tujuan

1. Nidjo Sandjojo, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Ibu Erly Krisnanik, S.Kom., MM, selaku Ketua Jurusan

Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan perancangan dan implementasi dari algoritma A5/1 pada FPGA dimana proses enkripsi dan dekripsi dibatasi hanya untuk satu arah untuk

Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SVM (Support Vektor Machine) dan Jaringan Saraf Tiruan (JST) pada fitur tekstur daun yang kekurangan unsur

2.Memilih dan menggunakan berbagai strategi belajar Siswa harus dapat memikirkan dan membuat keputusan secara sadar berkenaan strategi belajar yang akan dipilihnya

Kesimpulannya terdapat hubungan antara keberadaan lahan pekarangan, keberadaan tanaman hias dan keberadaan kolam ikan dengan kejadian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas