• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis fungsi tekstual pada teks terje

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis fungsi tekstual pada teks terje"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR

ANALISIS FUNGSI TEKSTUAL PADA TEKS TERJEMAHAN BERITA DI BBC ONLINE

TIM PENGUSUL

Ketua : Dr. Rudy Sofyan, S.S., M. Hum NIDN: 0013117203 Anggota : Dr. Bahagia Tarigan, M. A. NIDN: 0017105807

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ii

2.2 Teori Linguistik Fungsional Sistemik dan Praktik Penerjemahan ... 6

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian ... 16

4.3 Data, Sumber Data, dan Partisipan Penelitian ... 19

4.4 Pemilihan Teks ... 20

5.2 Pergeseran Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa ... 23

5.2.1 Teks 1 ... 23

5.2.2 Teks 2 ... 30

5.2.3 Tema Topikal, Interpersonal, dan Tekstual ... 35

5.3 Pola Pergerakan Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa ... 38

(3)

iii

5.3.2 Teks 2 ... 39

5.4 Nominalisasi dalam Terjemahan Mahasiswa ... 41

5.5 Kepadatan Leksikal ... 45

5.6 Model Penerjemahan Berbasis Fungsi Tekstual ... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 49

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(4)

iv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Proses Penerjemahan (Larson, 1984:4) ... 4

Bagan 2.2 Metafungsi Bahasa (Halliday, 1994: 36) ... 7

Bagan 2.3 Pola Gerak Linear (Eggins, 1994) ... 11

Bagan 2.4 Pola Gerak Konstan (Eggins, 1994) ... 11

Bagan 2.5 Pola Gerak Tema dengan Hipertema (Eggins, 1994) ... 12

Bagan 2.6 Proses Penerjemahan oleh Said (1994) ... 12

Bagan 4.1 Diagram Tulang Ikan Penelitian ... 19

Bagan 5.1 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1) ... 37

Bagan 5.2 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2) ... 37

Bagan 5.3 Nominalisasi pada TSu pertama ... 41

Bagan 5.4 Nominalisasi pada TSu kedua ... 43

(5)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Variabel Register, Realisasi Metafunsi dan

Leksikogramatika (Halliday, 1994) ... 7 Tabel 2.2 Perbedaan Tema dan Rema ... 8 Tabel 5.1 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu pertama ... 23 Tabel 5.2 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan

TSa pertama ... 23 Tabel 5.3 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu kedua ... 30 Tabel 5.4 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan

TSa kedua ... 31 Tabel 5.5 Distribusi dan frekuensi tema topikal, interpersonal, dan tekstual

pada TSu dan TSa (Teks 1) ... 35 Tabel 5.6 Distribusi dan frekuensi tema topikal, interpersonal, dan tekstual

pada TSu dan TSa (Teks 2) ... 35 Tabel 5.7 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa

(Teks 1) ... 36 Tabel 5.8 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa

(Teks 2) ... 36 Tabel 5.9 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada

TSu pertama ... 38 Tabel 5.10 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu

dan TSa pertama ... 38 Tabel 5.11 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu

dan TSa pertama ... 39 Tabel 5.12 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada

TSu kedua ... 39 Tabel 5.13 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu

dan TSa kedua ... 40 Tabel 5.14 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu

(6)

vi

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAIAN

LUARAN KEGIATAN ... 54

LAMPIRAN 2 SURAT TANDA PENERIMAAN ABSTRAK DAN UNDANGAN MENYAJI ... 56

LAMPIRAN 3 ARTIKEL SEMINAR INTERNASIONAL ... 58

LAMPIRAN 4 DRAF ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL ... 66

(8)

viii RINGKASAN

Saat ini, informasi yang disajikan dalam situs resmi BBC telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Fakta ini memperkuat pentingnya peran penerjemahan dalam penyebaran informasi secara global. Dengan demikian, keakuratan dan kealamiahan hasil terjemahan sangat perlu untuk mendapatkan perhatian dalam menjamin tersampaikannya keutuhan pesan Teks Sumber (TSu). Oleh karena itu, kajian-kajian penelitian yang berkenaan dengan penerjemahan penting dilakukan untuk mendapatkan model-model yang memfasilitasi para penerjemah dalam menghasilkan hasil terjemahan yang baik. Penelitian-penelitian di bidang penerjemahan sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, akan tetapi banyak di antaranya yang mengkritisi hasil terjemahan yang dilakukan oleh penerjemah tanpa memberikan solusi berupa teknik ataupun model mutakhir yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi penerjemah.

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk menerapkan teori fungsi tekstual dalam menganalisis hasil terjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah. Penelitian ini menggunakan analisis isi untuk melihat pola penerjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah berdasarkan teori fungsi tekstual. Di samping melihat ketertautan dan keutuhan pesan yang dihasilkan, penelitian ini juga melihat kealamiahan dari hasil terjemahan. Berita-berita yang dimuat di BBC yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dijadikan sebagai TSu dalam penelitian ini untuk diterjemahkan oleh mahasiswa penerjemah ke dalam bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menemukan pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; (ii) menemukan pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; (iii) menemukan pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia; dan (iv) menemukan kepadatan leksikal yang terdapat pada Teks Sasaran (TSa) yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis). Menurut Bush dkk (2008), analisis ini merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis kehadiran kata-kata atau konsep-konsep tertentu dalam suatu teks. Selanjutnya kesimpulan dapat dirumuskan berkenaan dengan hubungan kata-kata atau konsep-konsep tersebut dalam suatu teks. Dalam penelitian ini, teks yang dianalisis adalah teks hasil terjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah. Isi teks terjemahan tersebut dikupas secara detail dengan menggunakan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dengan menggunakan teori fungsi tekstual.

Data penelitian ini adalah dua teks terjemahan yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah. Sumber data penelitian ini adalah 2 teks berita yang dimuat di BBC Online yang belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU). Mereka adalah penutur asli bahasa Indonesia, memiliki profil yang relatif homogen, dan telah menyelesaikan mata kuliah terjemahan.

(9)

ix

wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya; (ii) penyajian data yaitu sebuah pengorganisasian, penyatuan dari informasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi; dan (iii) penarikan kesimpulan yaitu mengambil kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian.

Dari hasil analisis data ditemukan bahwa (i) tema tak bermarkah tunggal merupakan jenis tema yang paling dominan yang terdapat pada TSa pertama dan TSa kedua; (ii) pola pergerakan hipertema merupakan pola gerak tema yang paling dominan digunakan pada TSa pertama dan TSa kedua; (iii) nominalisasi sangat jarang ditemukan pada TSa pertama dan TSa kedua yang disebabkan oleh jenis teks yang diterjemahkan oleh mahasiswa, yaitu news item; dan (iv) jumlah rata-rata butir leksikal yang digunakan pada TSa pertama berada pada rentang 4,52-5,83 dan pada TSa kedua berada pada rentang 4,62-6,00 butir leksikal per klausa.

(10)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Segala bentuk praktik penerjemahan bertujuan untuk menghasilkan teks sasaran (TSa) yang memiliki kesepadanan makna dengan teks sumbernya (TSu). Dengan demikian, pembaca akan sampai pada pemahaman yang sama ketika dia membaca TSu dan TSa. Kesepadanan makna akan diperoleh jika seluruh informasi yang terdapat dalam TSu tersampaikan secara utuh dalam TSa. Sehingga penerjemahan dapat dipahami sebagai suatu proses penulisan kembali suatu teks dalam bahasa yang berbeda.

Meskipun demikian, pemadanan makna tidak berarti bahwa penerjemahan harus bersifat kaku, atau dengan kata lain harus mengikuti tatanan kalimat yang terdapat dalam TSu secara utuh. Kekakuan dalam hasil terjemahan merupakan hal yang sering terjadi yang mengakibatkan TSa sangat mudah dikenali sebagai teks hasil terjemahan. Sementara itu, hasil terjemahan yang baik harus dapat membuat pembaca merasa tidak asing dengan kata-kata atau gaya bahasa yang digunakan pada teks tersebut, sehingga mereka tidak menyadari bahwa teks yang mereka baca merupakan teks hasil terjemahan.

Oleh karena itu, jumlah kata, klausa, ataupun kalimat yang terdapat dalam TSa boleh saja berbeda dengan yang terdapat dalam TSu, begitu juga halnya dengan peran dan fungsi kata yang terdapat di dalamnya. Hal terpenting yang harus dipertahankan adalah kesepadanan makna, sementara bagaimana makna tersebut disampaikan merupakan kebebasan yang dimiliki penerjemah sepanjang disampaikan menurut aturan atau tata bahasa yang berlaku pada bahasa sasaran (BSa).

(11)

2

sangat berkontribusi dalam penerjemahan adalah linguistik fungsional sistemik (LFS) karena LFS memusatkan kajiannya pada makna dan fungsi bahasa, dan menjadikan tata bahasa sebagai sumber pembuatan makna (Hatim, 2001: 10).

Hubungan LFS dengan penerjemahan sebelumnya juga telah disampaikan oleh Halliday (1992: 15) yang mengatakan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan pembuatan makna, dan suatu kegiatan tidak akan disebut sebagai penerjemahan jika tidak berhubungan dengan pembuatan makna. Setiap elemen bahasa dalam penerjemahan mewakili makna yang berbeda-beda yang berhubungan dengan fungsi bahasa, dan LFS merupakan teori linguistik yang mengakomodir makna dan fungsi bahasa.

Makna dalam teori LFS direalisasikan ke dalam metafungsi bahasa yang meliputi makna ideasional, interpersonal, dan tekstual. Dari ketiga metafungsi bahasa tersebut, fungsi tekstual yang beroperasi pada tataran teks berperan sangat penting dalam mennghasilkan teks terjemahan yang baik. Penerapan fungsi tekstual pada proses penerjemahan membantu dalam menyusun pesan dalam TSa sehingga makna keseluruhan yang terdapat dalam TSu dapat disampaikan seutuhnya. Di samping itu, dengan memperhatikan fungsi tekstual, masalah kekakuan dan ketidakakuratan dalam hasil terjemahan juga dapat teratasi.

Pada saat ini, penerjemahan memainkan peranan sangat penting dalam penyampaian informasi. Terlebih lagi dengan semakin mudahnya akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi, khususnya informasi melalui media internet. Tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan informasi yang tersedia ditulis dalam bahasa Inggris karena perannya sebagai bahasa internasional. Fakta inilah yang membuat peran penerjemahan menjadi sangat penting karena tanpa penerjemahan ke BSa tertentu maka informasi yang sudah tersedia juga tidak dapat dipahami oleh pembaca pada BSa tersebut.

Salah satu situs di Internet yang menyajikan informasi global yang bersifat up-to-date adalah BBC (http://www.bbc.com/). Informasi yang disajikan pada situs ini menggunakan bahasa Inggris sebagai BSu. Saat ini, informasi yang disajikan dalam situs resmi BBC telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Fakta ini semakin memperkuat pentingnya peran penerjemahan dalam penyebaran informasi secara global saat ini. Dengan demikian, keakuratan dan kealamiahan hasil terjemahan sangat perlu untuk mendapatkan perhatian dalam menjamin tersampaikannya keutuhan pesan TSu.

(12)

3

Penelitian-penelitian di bidang penerjemahan sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, akan tetapi banyak di antaranya yang mengkritisi hasil terjemahan yang dilakukan oleh penerjemah tanpa memberikan solusi-solusi berupa teknik ataupun model mutakhir yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi penerjemah.

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk menerapkan teori fungsi tekstual dalam menganalisis hasil terjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah. Penelitian ini menggunakan analisis isi untuk melihat pola penerjemahan yang dilakukan mahasiswa penerjemah berdasarkan teori fungsi tekstual. Di samping melihat ketertautan dan keutuhan pesan yang dihasilkan, penelitian ini juga melihat kealamiahan dari hasil terjemahan. Berita-berita yang dimuat di BBC yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dijadikan sebagai TSu dalam penelitian ini untuk diterjemahkan oleh mahasiswa penerjemah ke dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

2. Bagaimana pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

3. Bagaimana pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia?

(13)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penerjemahan

Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa dalam suatu teks dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) yang dilakukan melalui tulisan. Pernyataan ini senada dengan Newmark (1981:7) yang mendefenisikan bahwa penerjemahan adalah suatu upaya mengalihkan pesan yang tertulis dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa Sasaran (BSa) dengan mengutamakan kesepadanan makna. Sebuah naskah terjemahan dari BSu ke BSa dapat mencapai kesepadanan makna sangat dipengaruhi oleh kemampuan penerjemah dalam memahami teks sumber (TSu) dan menyampaikan makna yang ada dalam teks sasaran (TSa). Hasil penerjemahan ke TSa sangat ditentukan oleh kemampuan tata bahasa (grammatical skill), keterampilan membaca (reading skill) dan analisa wacana (discourse analysis) yang dimiliki penerjemah. Apabila penerjemah memiliki ketiga kemampuan tersebut maka akan mempengaruhi kualitas terjemahan yang dihasilkan demikian juga sebaliknya apabila penerjemah tidak memiliki ketiga kemampuan tersebut maka akan berpengaruh besar dalam kualitas hasil terjemahan.

Secara lebih spesifik, Larson (1984:3) menegaskan bahwa pengalihan tersebut hanya mengubah bentuk bahasa dari BSu ke BSa, sementara makna yang terdapat pada BSu harus dipertahankan (lihat Bagan 2.1). Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam penerjemahan, struktur kalimat yang digunakan dalam BSa boleh saja berbeda dengan BSu sepanjang keduanya menyampaikan makna yang sama. Dengan kata lain, seseorang yang membaca suatu teks terjemahan akan sampai kepada pemahaman yang sama ketika membaca teks tersebut baik dalam BSu maupun dalam BSa.

(14)

5

Bagan 2.1 menjelaskan bahwa penerjemahan harus dimulai dari penemuan makna yang terdapat pada BSu. Selanjutnya, makna tersebut diungkapkan kembali dengan menggunakan ungkapan yang berterima dalam BSa. Dengan demikian, ungkapan yang disampaikan dalam BSa inilah yang disebut dengan produk terjemahan.

Selanjutnya, pemertahanan makna yang dimaksud dalam penerjemahan dapat disebut juga dengan usaha untuk mempertahankan „kesepadanan‟ makna dan fungsi yang terdapat dalam BSu dan BSa (Bell, 1991: 19; Munday, 2008: 36; Newmark, 1988: 28; Venuti 2000: 5). Kesepadanan, menurut Venuti (2000: 5), dapat dipahami sebagai keakuratan, kecukupan, kebenaran, keterhubungan, dan ketepatan makna yang terdapat dalam BSu dan BSa. Meskipun demikian, dalam penerjemahan tidak ada kesepadanan makna penuh atau utuh yang terdapat dalam BSu dan BSa (Jakobson, 2000: 114). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerjemahan merupakan proses mencari kesepadanan makna yang terdapat dalam dua bahasa yang berbeda.

Berbicara tentang penerjemahan – yang melibatkan bahasa – tentunya juga tidak terlepas dari unsur budaya; oleh karena itu, pemahaman budaya yang memadai sangat diperlukan dalam penerjemahan. Bahasa dan budaya ibarat dua sisi koin mata uang yang tak terpisahkan: mengganti unsur salah satu sisi koin berarti mengubah nilai mata uang tersebut. Dengan kata lain, menerjemahkan bahasa ke dalam bahasa yang berbeda berarti juga menerjemahkan budaya ke budaya yang berbeda pula. Begitu pentingnya unsur budaya dalam penerjemahan ditegaskan oleh Torop (2002: 593) yang menyatakan bahwa penerjemahan tidak dapat terpisahkan dari konsep budaya.

Di samping itu, unsur lain yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan adalah gaya bahasa. Menurut Nababan (1999: 20), gaya bahasa terjemahan merupakan salah satu aspek penting yang butuh pertimbangan pada setiap penerjemahan. Gaya bahasa sangat berpengaruh pada tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan sehingga gaya bahasa itu harus disesuaikan dengan ragam bahasa yang terdapat dalam teks BSu. Seorang penerjemah harus dapat menentukan gaya bahasa yang digunakannya dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti siapa yang akan mengkonsumsi hasil terjemahannya, bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam teks sumber, dan lain-lain (Duff, 1981: 7).

(15)

6

harus mampu memilih makna yang sepadan yang dapat mengimbangi bobot makna sebuah kata pada teks sumber ke dalam teks sasaran.

2.2 Teori Linguistik Fungsional Sistemik dan Praktik Penerjemahan

Berkembangnya penerjemahan sebagai salah satu bentuk profesionalisme dalam penggunaan bahasa tidak terlepas dari kontribusi Halliday yang ingin membangun jembatan antara teori linguistik dengan praktik profesional (Yallop, 1987: 347). Pernyataan ini sekaligus menjawab pertanyaan apakah suatu teori diperlukan dalam penerjemahan. Perlunya suatu teori dalam penerjemahan juga ditegaskan oleh Chesterman and Wagner (2002: 7) yang menganggap teori sebagai alat pemecahan masalah dalam penerjemahan. Senada dengan pentingnya teori dalam penerjemahan, Manfredi (2011: 51) mengatakan bahwa teori sangat relevan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi penerjemah.

Secara khusus, teori yang dimaksud di atas adalah teori linguistik di mana penerjemahan tanpa didasari oleh teori linguistik dapat diibaratkan seperti seseorang yang melakukan pekerjaannya tanpa menggunakan peralatan yang lengkap (Fawcett 1997: i). Di antara teori-teori linguistik yang sangat relevan dengan penerjemahan adalah teori linguistik fungsional sistemik (LFS). Setelah Halliday (1966) menulis artikel yang berkenaan dengan penerjemahan, maka bermunculan begitu banyaknya penelitian-penelitian di bidang penerjemahan yang menggunakan teori LFS seperti Newmark (1987), Bell (1991), Steiner (1998; 2002; 2004), Steiner dan Yallop (2001), dan Kim (2007; 2009).

(16)

7

Bagan 2.2 Metafungsi Bahasa (Halliday, 1994: 36)

Ketiga makna yang merupakan turunan dari metafungsi bahasa tersebut bekerja secara bersamaan dalam membangun suatu TSa. Setiap jenis metafungsi bahasa direalisasikan dalam bentuk leksikogramatika (sistem penggunaan kata) yang berbeda dan digunakan oleh variabel tertentu dari konteks seperti yang disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Variabel Register, Realisasi Metafunsi dan Leksikogramatika (Halliday, 1994) KONTEKS SEMANTIK (MAKNA) LEKSIKOGRAMATIKA (SISTEM

PENGGUNAAN KATA)

Mode Tekstual Struktur Tematis

Kohesi

Berdasarkan penjelasan di atas, makna ideasional – baik yang digunakan untuk menyatakan makna eksperiensial (pengalaman) maupun untuk menunjukkan hubungan logis antara pengalaman tersebut – dipicu oleh field, yang menyangkut aktivitas diskurs, dan direalisasikan dalam leksikogramatika dengan sistem transitivitas (Partisipan, Proses dan Sirkumstan) dan sistem taksis dan hubungan logis-semantis. Sementara itu, makna interpersonal dipicu oleh variabel tenor dan direalisasikan dalam leksikogramatika dengan sistem modus, modalitas, dan apraisal. Sedangkan makna tekstual dipicu oleh modus diskurs dan direalisasikan dengan struktur perangkat kohesif, seperti struktur tematis dan non-tematis, dan kohesi.

2.3 Makna Tekstual

Makna tekstual adalah makna yang terealisasi dari unsur-unsur leksikogramatika yang menjadi media terwujudnya sebuah teks yang runtut dan yang sesuai dengan situasi tertentu pada saat bahasa itu dipakai dengan struktur yang bersifat periodik (Martin, 1992: 10-13).

MAKNA

Ideasional

(17)

8

Makna tekstual diungkapkan dengan ketertautan leksikal, referensi, akumulasi penataan tema-rema pada tingkat klausa, hipertema pada paragraf, dan struktur teks. Dengan demikian, makna tekstual mempersoalkan bagaimana sebuah teks itu ditata dan dimediakan sehingga tercipta sebagaimana wujudnya (Wiratno, 2010: 142).

2.4 Tema dan Rema

Tema dan Rema adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan unsur-unsur pesan dalam suatu kalimat menurut fungsi tekstual. Haliday (1985: 39) membedakan kedua istilah

tersebut dengan mengatakan bahwa tema adalah “apa yang menjadi foukus atau inti suatu pesan/kalimat: titik tolak arah pembicaraan yang ingin disampaikan seseorang”; sementara

rema adalah sisa pesan tersebut yang merupakan tempat pengembangan dari tema. Eggins (1994: 275) menambahkan bahwa tema adalah elemen yang tersapat di awal kalimat, sedangkan rema adalah bagian dari kalimat dimana suatu tema dikembangkan. Dengan demikian, tema dapat dikatakan sebagai unsur pertama dalam suatu kalimat yang menunjukkan kepada pembaca tentang apa yang menjadi inti pesan dalam kalimat tersebut. Sementara itu, rema merupakan bagian dari pesan yang memiliki peran penting untuk mengontrol pergerakan pengembangan tema. Perbedaan tema dan rema dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan Tema dan Rema

Tema Rema

a. Tempat titik tolak dari pengembangan suatu pesan

b. Terletak di awal kalimat

a. Bukan tema, di mana pengembangan pesan dilakukan

b. Terletak setelah tema

Halliday (1985) dan Eggins (1994) menambahkan bahwa informasi dalam suatu kalimat itu dikategorikan kepada dua jenis: usang (given information), suatu informasi yang tidak asing; dan baru (new information), suatu informasi yang masih asing. Pada umumnya, informasi usang itu terdapat di dalam tema sedangkan rema mengandung informasi yang baru. Pembagian kalimat berdasarkan tema dan rema dapat dilihat dalam contoh kalimat-kalimat di bawah ini:

Tema / Informasi Usang Rema / Informasi Baru

The student studies very hard

At 6 p.m. yesterday he departed to Jakarta

Very quickly the man finished his assignment.

(18)

9

Dari contoh di atas, jelas terlihat bahwa tema bukan harus dibentuk dari kata nomina saja; begitu juga sebaliknya, rema bukan harus berupa kata kerja ataupun predikat saja. Kalimat pertama pada contoh di atas memang menampilkan subjek (kata nomina) berfungsi sebagai tema, akan tetapi tiga kalimat berikutnya menunjukkan bahwa tema juga dapat berupa frase preposisi, kata adverbial, maupun anak kalimat. Ketiga kalimat tersebut juga menampilkan bagaimana rema suatu kalimat memiliki bentuk yang bervariasi.

Awal kalimat memiliki peran yang paling penting dalam suatu kalimat; dengan demikian, apapun yang diletakkan di awal kalimat akan mempengaruhi interpretasi pembaca tentang segala sesuatu yang akan muncul setelahnya. Berdasarkan hal tersebut, dalam suatu teks terjemahan yang baik (akurat dan alamiah), informasi usang (given information) dalam sebuah kalimat seyogyanya diletakkan pada posisi tema, yang berperan sebagai pemandu yang memberi isyarat kepada pembaca tentang ide utama kalimat tersebut. Sebaliknya, informasi baru (new information) sepantasnya diletakkan pada posisi rema. Keseimbangan pergerakan antara tema dan rema dalam kalimat merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam menjaga keutuhan isi suatu teks terjemahan.

2.4.1Jenis Tema

Tema dapat dibagi kepada beberapa kategori: topikal (ideasional), interpersonal, dan tekstual. Suatu klausa bisa memiliki salah satu atau semua kategori tersebut. Penjelasan tentang kategori tersebut dapat dilihat berikut ini.

2.4.1.1 Tema Topikal

Tahap tema ideasional, yang dikenal dengan tema topikal, dapat dikenal sebagai unsur pertama dalam suatu kalimat yang mengungkapkan beberapa jenis gambaran arti (Martin, Matthiensen, dan Painter, 1997: 26). Tema topikal merupakan tema yang berisikan unsur-unsur transitivitas, yaitu partisipan, proses, atau sirkumstan. Tema topikal juga dapat dibagi

(19)

10 2.4.1.2 Tema Interpersonal

Halliday (1985: 53) menyatakan bahwa interpersonal berarti makna sebagai bentuk dari kegiatan: si pembicara atau si penulis melakukan sesuatu kepada si pendengar atau si pembaca dengan menggunakan bahasa sebagai alat. Fungsi dari interpersonal dalam suatu klausa adalah pergantian peran dalam interaksi retorika: pernyataan, pertanyaan, penawaran, dan perintah, yang diikuti oleh modalitas.

2.4.1.3 Tema Tekstual

Gerot, Wignel (1994: 105) mendefinisikan bahwa tema tekstual menghubungkan kalimat pada konteksnya. Tema tekstual dapat berupa kontinuatif dan/atau konjungtif ajung dan konjungsi. Tema tekstual selalu berada pada bagian pertama dari tema, terletak sebelum tema interpersonal apa pun.

Suatu klausa dapat berisikan hanya satu jenis tema saja yang disebut klausa dengan tema tunggal (TT), sementara klausa yang berisikan lebih dari satu jenis tema disebut klausa dengan tema ganda (TG). Contoh TT dan TG dapat dilihat pada klausa (1) dan (2).

(1) The student studies very hard

Tema Rema

(2) Well children the story goes on

Tema tekstual Tema interpersonal Tema topikal

Rema Tema

Klausa yang terdapat pada (1) merupakan contoh penggunaan TT di mana unsur klausa yang

berfungsi sebagai tema adalah „The student‟. Jika tema suatu klausa adalah TT, maka tema tersebut berjenis tema topikal. Dengan kata lain, setiap klausa harus berisikan tema topikal. Berdasarkan kelazimannya, maka tema klausa (1) berjenis tak bermarkah karena posisi tema diisi oleh partisipan sebagai subjek. Dengan demikian, klausa tersebut dapat disebut tema tunggal tak bermarkah (TTTM). Sementara itu, klausa (2) merupakan contoh penggunaan TG

karena di dalamnya terdapat 3 jenis tema sekaligus: „Well‟ sebagai tema tekstual, „children‟

(20)

11 2.4.2 Pola Gerak Tema

Alur informasi dari tema ke rema berperan penting dalam pencapaian komunikasi yang efektif; dimana pembaca dapat dengan mudah memahami isi pesan yang terdapat dalam suatu kalimat. Alur tukar informasi dari tema ke rema secara umum dapat disebut dengan pola gerak tema. Pola gerak tema memberikan kontribusi yang signifikan kepada kepaduan isi dari suatu teks. Danes (1974) dan Eggins (1994) membagi pola gerak tema kepada tiga jenis: (i) pola gerak linear, (ii) pola gerak konstan, dan (iii) pola gerak tema dengan hipertema.

2.4.2.1 Pola gerak linear

Pola gerak linear disebut juga dengan pola gerak zig-zag, dimana rema pada klausa pertama menjadi tema pada klausa berikutnya. Pola gerak ini dapat dilihat pada Bagan 2.3:

Bagan 2.3 Pola Gerak Linear (Eggins, 1994)

Berdasarkan Bagan 2.3, jelas terlihat bahwa rema dalam suatu klausa menjadi tema pada klausa berikutnya. Kedua pola gerak tema ini, dalam penelitian ini, selanjutnya disebut dengan pola gerak tema silang (merujuk kepada Wang, 2007).

2.4.2.2 Pola gerak konstan

Pola gerak konstan memunculkan tema klausa pertama pada tema di klausa-klausa berikutnya. Pola gerak ini dapat dilihat pada Bagan 2.4 di bawah ini:

Bagan 2.4 Pola Gerak Konstan (Eggins, 1994)

Bagan 2.4 menunjukkan keterkaitan tema pada klausa-klausa lanjutan kepada tema yang terdapat pada klausa pertama.

Klausa 1 Tema Rema

Klausa 2 Tema Rema

Klausa 1 Tema Rema

Tema 1 + Rema 1;

Tema 2 (= Tema 1) + Rema 2;

(21)

12 2.4.2.3 Pola gerak tema dengan hipertema

Jenis pola tema ini mengacu kepada suatu tema yang umum, di mana tema-tema pada klausa berikutnya merupakan bagian-bagian yang lebih khusus dari tema tersebut. Pola tema ini dapat dilihat pada Bagan 2.5 di bawah ini.

Bagan 2.5 Pola Gerak Tema dengan Hipertema (Eggins, 1994)

Bagan 2.5 menampilkan suatu tema yang superior (hipertema) atau dengan kata lain, tema-tema yang terdapat di klausa-klausa berikutnya merupakan bagian-bagian yang lebih kecil dari hipertema itu.

2.5 Model-Model Penerjemahan

Penelitian-penelitian pada bidang penerjemahan telah banyak menghasilkan model-model penerjemahan dengan tujuan memudahkan para penerjemah dalam melakukan proses penerjemahan.

Bagan 2.6 Proses Penerjemahan oleh Said (1994) Tema 1 + Rima 1;

[Hipertema] Tema 2 + Rima 2;

(22)

13

Di samping itu, model-model yang ditemukan tersebut juga bertujuan menghasilkan produk terjemahan yang akurat. Said (1994 dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 21) memperkenalkan model penerjemahan untuk menunjukkan kompleksitas yang terjadi dalam proses penerjemahan. Bagan 2.6 di atas menunjukkan bahwa proses penerjemahan berlangsung secara internal (dalam pikiran penerjemah) dan eksternal (terlihat secara fisik). Proses internal berhubungan dengan bagaimana si penerjemah memahami makna dan mentransfer makna tersebut ke dalam BSa. Sementara itu, proses eksternal berhubungan dengan konteks budaya, konteks situasi, pemilihan leksikon, dan struktur gramatikal baik dalam BSu maupun BSa.

Berikutnya, Herman (2009) menemukan suatu model pembelajaran penerjemahan dari bahasa Perancis ke bahasa Indonesia dengan menggunakan teori Théorie interpretative de la traduction. Model ini menekankan pada tiga tahapan penting dalam penerjemahan: (i) tahap compréhension (pemahaman). Pada tahap ini beberapa kegiatan eksplorasi teks seperti teknik membaca, pengumpulan bahan, informasi, dan data pendukung menjadi kunci bagi berlangsungnya penerjemahan; (ii) tahap decodage. Pada tahap ini strategi mahasiswa dalam menyerap informasi dan meretensinya dalam ingatan menjadi tolak ukur. Berbagai cara untuk mengingat dan menjalin informasi menjadi penentu bagi proses penuangan gagasan dalam bahasa sasaran; dan (iii) tahap réexpression. Pada tahap ini kemahiran dan penguasaan mahasiswa terhadap bahasa sasaran dalam hal ini Bahasa Indonesia merupakan salah satu faktor yang penting. Disamping itu, pengetahuan tentang gaya bahasa sastra dan kelihaian memilih kata yang mengandung nilai afektif menjadi sangat penting guna mengasilkan karya sastra terjemahan yang enak dibaca dan tetap setia pada karya aslinya.

Model-model tersebut bukanlah bersifat final, dalam arti kata tidak dapat dimodifikasi, akan tetapi model-model tersebut dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya pada bidang penerjemahan untuk menghasilkan model-model penerjemahan yang mutakhir. Secara khusus, penelitian ini akan menghasilkan suatu model penerjemahan dengan pendekatan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), khususnya berdasarkan fungsi tekstual bahasa.

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

(23)

14

(2001), dalam artikelnya yang berjudul “Thematic Progression as a Functional Resource in Analysing Texts” menyimpulkan bahwa pola gerak tema dapat memperbaiki organisasi internal dari suatu teks. Dia juga menyebutkan bahwa tulisan mahasiswa dapat ditingkatkan dengan melihat kepada pola gerak tema. Hasil penelitian Downing ini berkontribusi pada penelitian ini dalam menganalisis pola gerak tema yang terdapat pada teks hasil terjemahan mahasiswa penerjemah.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Elaine Ng (2009) yang membandingkan 4 versi teks terjemahan novel dari bahasa Inggris ke bahasa Cina yang berjudul Hemingway‟s The Old Man and the Sea. Penelitiannya mengadopsi pendekatan interdisipliner, yang menggabungkan linguistik fungsional sistemik dan penelitian korpus dengan penelitian sosiohistoris dalam suatu kearangka penelitian deskriptif untuk mengkaji hasil terjemahan yang dilakukan oleh 4 orang penerjemah. Berdasarkan hasil penelitiannya, dia menemukan perbedaan pada keempat hasil terjemahan tersebut yang meliputi: (i) sistem aspek dan fase (bentuk fase aspek perfect tak bermarkah dalam bahasa Inggris berubah menjadi aspek non-perfect tak bermarkah dalam bahasa Cina); (ii) konfigurasi partisipan dalam proses (nomina di klausa atributif intensif dalam bahasa Inggris berubah menjadi verba dalam bahasa Cina); dan (iii) kontruksi elemen dalam klausa (unsur sirkumstan diartikan sebagai proses minor dalam bahasa Inggris berubah menjadi proses mayor dalam bahasa Cina).

2.7 Roadmap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, dan penelitian ini bukan merupakan penelitian lanjutan, melainkan penelitian yang baru akan dilaksanakan. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat aspek-aspek yang belum diteliti pada penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerjemahan berorientasi pada produk dan penelitian diskurs yang menggunakan teori LFS. Pada penelitian sebelumnya, telah ditemukan bentuk-bentuk penggunaan LFS pada kajian diskurs yang difokuskan pada satu bahasa saja. Sementara penelitian ini akan melihat perbedaan bentuk-bentuk penggunaan fungsi tekstual dalam bahasa Inggris sebagai teks sumber (TSu) dan bahasa Indonesia sebagai teks sasaran (TSa).

(24)

15

(25)

16 BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan pergeseran tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

2. Menemukan pola pergerakan tema dan rema yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

3. Menemukan pembentukan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah dalam menerjemahkan teks yang terdapat dalam BBC dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia;

4. Menemukan kepadatan leksikal yang terdapat pada TSa yang dihasilkan oleh mahasiswa penerjemah.

3.2 Urgensi Penelitian

Temuan penelitian ini berkontribusi kepada dunia penerjemahan secara teoritis, praktis, dan aplikatif. Secara teoritis, temuan penelitian ini bermanfaat terhadap pengembangan kajian penerjemahan khususnya kajian penerjemahan yang menggunakan teori linguistik fungsional sistemik (LFS). Di samping itu, hasil penelitian ini juga bermanfaat pada karakteristik karakteristik fungsi tekstual teks dalam bahasa Indonesia.

Secara praktis, temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai model penerjemahan dengan pendekatan LFS, khususnya pada tataran fungsi tekstual. Dengan menggunakan model penerjemahan ini, hasil terjemahan dapat bersifat alami seolah-olah hasil terjemahan tersebut merupakan teks asli yang ditulis dalam bahasa Indonesia, bukan teks hasil terjemahan.

(26)

17 3.3 Luaran Penelitian

(27)

18 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis). Menurut Bush dkk (2008), analisis ini adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis kehadiran kata-kata atau konsep-konsep tertentu dalam suatu teks. Selanjutnya kesimpulan dapat dirumuskan berkenaan dengan hubungan kata-kata atau konsep-konsep tersebut dalam suatu teks. Dalam penelitian ini, teks yang dianalisis adalah teks hasil terjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa penerjemah. Isi teks terjemahan tersebut dikupas secara detail dengan menggunakan pendekatan LFS dengan menggunakan teori fungsi tekstual.

(28)

19

Bagan 4.1 Diagram Tulang Ikan Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Medan, Sumatera Utara, tepatnya di Departemen Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tahapan-tahapan yang telah ditentukan yang meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data, penulisan draf laporan, seminar hasil penelitian, revisi dan perbaikan laporan, dan penggandaan dan pengiriman proposal.

4.3 Data, Sumber Data, dan Partisipan Penelitian

(29)

20 1) Kuesioner Latar Belakang (penerjemahan)

Ada 100 mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya USU. Kepada mereka diberikan kuesioner awal (background questionnaire) untuk memilih peserta yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

2) Uji kemampuan berbahasa Inggris (TOEFL)

Semua mahasiswa juga diberikan tes Test of English as a Foreign Language (TOEFL) untuk mendapatkan tingkat kemahiran mereka dalam bahasa Inggris. Berdasarkan kuesioner dan tes TOEFL, maka mahasiswa yang dipilih sebagai partisipan penelitian ini adalah yang mendapatkan skor TOEFL di atas 500. Alasan pemilihan ini berguna untuk mendapatkan hasil terjemahan yang representatif karena kemampuan berbahasa Inggris di bawah angka tersebut dinilai kurang kompeten dalam bahasa Inggris yang mengakibatkan hasil terjemahan yang kurang baik.

4.4 Pemilihan Teks

Pengenalan terhadap topik dan gaya bahasa yang digunakan dalam sebuah teks merupakan variabel yang perlu dikontrol sebaik mungkin. Beberapa metode harus dilakukan untuk mendapatkan sampel teks yang tepat untuk diterjemahkan oleh partisipan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa alat analisis teks seperti:

1) SMOG, Flesch-Kinkaid, alat yang digunakan untuk mempertimbangkan frekuensi kata dan panjang kalimat;

2) Flesch-Kincaid Reading Ease, SMOG, alat untuk mengukur tingkat keterbacaan teks; dan

3) Try-out, alat yang digunakan untuk menguji kelayakan instrumen.

4.5 Instrumen Penelitian

Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka instrumen utama adalah peneliti sendiri. Di samping itu, instrumen pendukung yang digunakan adalah tes, yaitu meminta mahasiswa penerjemah untuk menerjemahkan teks berita di BBC Online dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

(30)

21

kepada mahasiswa yang mengembalikan kuesioner tersebut diberikan tes TOEFL yang dilaksanakan di Pusat Bahasa Universitas Sumatera Utara. Proses penerjemahan dilakukan di sebuah ruangan yang akan dirancang sedekat mungkin dengan keadaan sebenarnya ruang kerja seorang penerjemah sehingga para mahasiswa penerjemah merasa rileks dalam mengerjakan tugasnya. Setiap komputer dilengkapi dengan koneksi internet yang memungkinkan mahasiswa penerjemah menggunakan sumber online.

4.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Miles, Huberman dan Saldana (2014: 31-33) yaitu model analisis interaktif yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu:

1. Kondensasi data yaitu suatu proses proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya. Pada proses ini, diperoleh data berupa teks terjemahan yang lengkap dari TSu yang diberikan kepada mahasiswa penerjemah. Sementara itu, teks terjemahan yang tidak lengkap tidak dianggap sebagai data.

2. Penyajian data yaitu sebuah pengorganisasian, penyatuan dari informasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data membantu dalam memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman. Penyajian data dalam penelitian ini dimulai dengan (i) menganalisis pergeseran tema dan rema yang terdapat pada teks hasil terjemahan mahasiswa penerjemah; (ii) menganalisis pola pergerakan tema dan rema untuk melihat ketertautan pesan dalam teks yang diterjemahkan oleh mahasiswa penerjemah; (iii) menganalisis pembentukan nominalisasi atau denominalisasi yang ada pada TSu dan TSa; (iv) menganalisis kepadatan leksikal pada hasil terjemahan mahasiswa penerjemah (v) membuat hasil temuan penelitian dan pembahasan hasil temuan penelitian; dan (vi) merumuskan model penerjemahan dengan pendekatan fungsi tekstual LFS. 3. Penarikan kesimpulan yaitu mengambil kesimpulan berdasarkan hasil temuan

(31)

22 BAB 5

HASIL YANG DICAPAI

5.1 Pendahuluan

Pemilihan partisipan penelitian ini diawali dengan pemberian tes TOEFL kepada 100 orang mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Semester VI tahun akademik 2016/2017. Pemilihan ini didasari fakta bahwa mereka telah menyelesaikan mata kuliah Terjemahan (Translation). Pemberian tes TOEFL ini dimaksudkan untuk menjaring partisipan yang memiliki kemampuan bahasa Inggris dasar yang layak untuk menerjemahkan. Berdasarkan hasil tes TOEFL, diperoleh 15 mahasiswa yang mendapatkan skor TOEFL di atas 500, dengan skor tertinggi 583. Dengan demikian, 15 mahasiswa tersebut ditetapkan sebagai partisipan penelitian ini.

Selanjutnya, mereka diminta untuk menerjemahkan 2 teks news item dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Kedua teks sumber (TSu) merupakan artikel yang dipublikasikan pada BBC Online dan merupakan teks yang belum ada terjemahannya dalam

bahasa Indonesia. TSu pertama yang berjudul “Philippines bank BPI hit by glitch which debited accounts” terdiri dari 236 kata yang diunduh dari laman http://www.bbc.com/news/business-40183088 dengan tingkat keterbacaan sebagai berikut: (i) skor Flesch Reading Ease Score (FRES) 57,8; (ii) tingkat Flesch-Kincaid Grade Level (FKGL) pada level 9,5; (iii) tingkat Simple Measure of Gobbledygook (SMOG) pada level

9,3. Sementara itu, TSu kedua yang berjudul “Apple reveals „leap forward‟ iPhone X” juga

terdiri dari 236 kata yang diunduh dari laman http://www.bbc.com/news/technology-41228126 dengan tingkat keterbacaan sebagai berikut: (i) skor FRES 54,5; (ii) tingkat FKGL pada level 10,8; (iii) tingkat SMOG pada level 8,6. Berdasarkan fasil uji keterbacaan kedua teks tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua teks tersebut layak diujikan kepada mahasiswa yang merupakan penutur asing bahasa Inggris.

(32)

23

5.2 Pergeseran Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa 5.2.1 Teks 1

Teks sumber (TSu) news item pertama terdiri dari 24 klausa yang dibentuk dengan 3 jenis tema, yaitu tema tak bermarkah tunggal (TTBT), tema bermarkah tunggal (TBT), dan tema tak bermarkah ganda (TTBG); sementara tidak satupun klausa dalam TSu pertama menggunakan jenis tema bermarkah ganda (TBG). Distribusi dan frekuensi jenis tema yang terdapat pada TSu pertama dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu pertama No. Jenis Tema Frekuensi Persentasi

1 TTBT 18 75% jumlah total klausa. Penggunaan ketiga jenis tema lainnya sangat sedikit dibandingkan dengan TTBT, di mana TTBG digunakan sebanyak 4 kali (16,7%), TBT sebanyak 4 kali (8,3%), dan TBG tidak digunakan sama sekali.

Jumlah klausa dan distribusi serta frekuensi penggunaan jenis tema pada teks sasaran (TSa) pertama yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu seperti yang terdapat pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan TSa pertama

(33)

24

Sementara itu, TSa yang dihasilkan mahasiswa lainnya memiliki jumlah klausa yang berbeda dengan TSu. Bahkan salah satu TSa yang dihasilkan M7 berjumlah 30 klausa, yang artinya 6 klausa lebih banyak daripada jumlah klausa yang terdapat pada TSu. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya jumlah klausa TSa M7 yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan TSu adalah M7 beberapa kali memadankan satu klausa TSu dengan beberapa klausa pada TSa seperti yang tampak pada (1).

(1) TSu : The 165 year-old BPI counts Philippines conglomerate Ayala and Singapore sovereign wealth fund GIC among its major shareholders. TSa : BPI bank berumur 165 tahun (i)

(Dia) menghitung (ii)

konglomerat Filipina Ayala dan dana kekayaan kedaulatan singapura GIC adalah diantara pemegang saham utamanya. (iii)

TSu yang terdapat pada (1) terdiri dari hanya satu klausa yang ditunjukkan oleh satu

proses „counts‟, sedangkan TSa yang dihasilkan oleh M7 terdiri dari tiga klausa yang

ditunjukkan oleh tiga proses („berumur‟, „menghitung‟, dan „adalah‟). Salah satu hal yang

melatarbelakangi penambahan jumlah klausa ini adalah untuk memfasilitasi pembaca agar dapat lebih mudah memahami isi berita.

Data yang terdapat pada Tabel 5.2 juga menampilkan bahwa distribusi dan frekuensi tema dari seluruh klausa TSa yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu. Beberapa TSa menggunakan TBG meskipun dengan frekuensi yang sangat sedikit, yaitu hanya tiga TSa yang menggunakannya. Perbedaan ini dengan jelas menunjukkan adanya pergeseran yang melibatkan pemilihian tema dan rema pada TSa. Pergeseran seperti ini merupakan suatu keputusan yang tepat karena TSa yang baik adalah TSa yang mampu berbeda dari TSu secara struktur dan gaya bahasa dengan tetap mempertahankan makna yang terkandung pada TSu. Seperti yang dikatakan oleh Catford (1965) bahwa pergeseran (shift) pada proses penerjemahan menunjukkan bahwa seorang penerjemah sadar akan pentingnya menghindari bentuk ataupun gaya yang terdapat pada TSu. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian Rosa (2017) yang menemukan bahwa produk terjemahan yang baik harus memiliki gaya bahasanya tersendiri yang sekaligus menunjukkan kebebasannya dari pengaruh gaya bahasa TSu.

(34)

25

(iii) pergeseran dari tema tunggal ke tema ganda, atau sebaliknya. Contoh pergeseran dari tema ke rema dapat dilihat pada klausa yang terdapat pada (2) hasil terjemahan M4.

(2) TSu

“Ini bukan masalah hack atau peretasan,

melainkan masalah internal,” Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran yang melibatkan tema dan rema. Semua elemen

klausa kedua TSu, baik tema maupun rema, „is an internal issue‟ bergeser menjadi rema

klausa TSa yang dipadankan maknanya dengan „melainkan masalah internal‟. Penggabungan

dua klausa TSu menjadi satu klausa TSa disebabkan tema klausa pertama dan kedua pada

TSu merupakan kata yang sama, yaitu „this‟ yang dipadankan maknanya dengan kata „Ini‟

pada TSa. Di samping itu, penggabungan ini juga menghindari terjadinya pengulangan kata yang sama.

Pergeseran dari tema ke rema ini juga dapat menyebabkan terjadinya jenis pergeseran tema lainnya, yaitu pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah, atau sebaliknya, seperti yang terdapat pada (3).

(3) TSu

they now can‟t check their accounts to see

Partisipan

Rema Topikal

(35)

26 TSa

sekarang mereka tidak bisa mengecek akun

mereka untuk melihat

Sementara itu, rema klausa TSu „now‟ berubah menjadi tema „sekarang‟ pada TSa. Hal ini sekaligus menunjukkan terjadinya dua jenis pergeseran, yaitu pergeseran dari tema ke rema dan pergeseran dari rema ke tema.

Di samping itu, pergeseran yang terdapat pada data (3) di atas juga melibatkan pergeseran kebemarkahan (theme markedness) pada klausa TSu dan TSa. Tema klausa TSu

„they‟ yang sepadan maknanya dengan kata „mereka‟ pada TSa merupakan unsur partisipan yang mengindikasikan bahwa klausa tersebut merupakan klausa dengan tema yang tidak

bermarkah atau tema yang lazim digunakan. Sementara itu, tema klausa TSa „sekarang‟

merupakan sirkumstan waktu yang mengindikasikan bahwa klausa tersebut merupakan klausa dengan tema bermarkah atau tema tak lazim, karena lazimnya klausa diawali dengan partisipan. Pergeseran ini disebut dengan pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah.

Pergeseran dari tema tak bermarkah menjad tema bermarkah juga dapat dilihat pada data (4) berikut ini yang merupakan TSa yang dihasilkan oleh M14.

(4) TSu

(36)

27

bermarkah. Sementara itu, pada TSa, tema dibentuk oleh unsur proses „kata‟ yang merupakan

padanan kata „said‟ pada TSu. Penggunaan proses sebagai tema merupakan ciri dari tema bermarkah karena proses lazimnya terletak setelah partisipan. Dengan demikian, pada contoh data (4) di atas menunjukkan terjadinya pergeseran dari tema tidak bermarkah menjadi tema bermarkah.

Selain pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah, pergeseran juga terjadi dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah seperti contoh klausa TSa yang dihasilkan oleh M5 seperti yag terdapat pada (5).

(5) TSu

“Over the next few hours, we are making sure the double credits, Sirkumstan bermarkah. Sementara itu, tema klausa TSu tersebut berubah menjadi rema pada TSa karena

tema TSa adalah „permasalahan kredit dan debit beganda‟ yang merupakan padanan tema TSu „the double credits‟. Tema klausa TSu merupakan unsur partisipan, yang artinya bahwa tema klausa TSu merupakan tema yang lazim, atau tema tak bermarkah. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi pada TSa adalah pergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Data yang terdapat pada (5) merupakan satu-satunya data yang menunjukkan oergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah karena di dalam TSu hanya terdapat dua tema bermarkah.

(37)

28

tema ganda berisikan lebih dari satu komponen tema: tema topikal, interpersonal, dan tekstual (yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya). Data yang terdapat pada (6) berikut ini merupakan contoh data yang menunjukkan terjadinya pergeseran dari tema tunggal pada TSu menjadi tema ganda pada TSa.

(6) TSu

they had suspended access to electronic

banking

bahwa mereka telah mengalihkan akses ke perbankan elektronik unsur tema saja. Sementara itu, tema klausa TSa terdiri dari dua komponen tema, yaitu tema

tekstual, konjungtif „bahwa‟, dan tema topikal, partisipan „mereka‟, yang merupakan padanan dari tema TSu „they‟. Karena terdiri dari dua komponen tema dengan partisipan sebagai tema topikal, maka tema klausa TSu merupakan tema tak bermarkah ganda (TTBG). Sementara itu, secara kebermarkahan, tidak terjadi pergeseran tema karena kedua tema TSu dan TSa merupakan tema tidak bermarkah. Dengan demikian, pergeseran yang terjadi pada data (4) adalah pergeseran dari TTBT menjadi TTBG.

Sementara itu, pergeseran yang melibatkan pergeseran tema tunggal menjadi tem ganda yang sekaligus melibatkan pergeseran dari tema tidak bermarkah menjadi tema bermarkah dapat dilihat pada data (7) berikut ini.

(38)

29 TSa

dikarenkan sekarang mereka tidak dapat memeriksa rekening mereka untuk melihat

topikal yang merupakan unsur partisipan; oleh karena itu, tema TSu „they‟ tergolong kepada tema tunggal dan tema tidak bermarkah (TTBT). Sementara itu, TSa dibentuk oleh dua unsur

tema, yaitu tema tekstual konjungtif „dikarenakan‟ dan tema topikal sirkumstan „sekarang‟.

Tema yang dibentuk oleh unsur partisipan tergolong kepada tema bermarkah karena sirkumstan tidak lazim digunakan di awal klausa, dan tema yang dibentuk lebih dari satu tema disebut dengan tema ganda. Dengan demikian, tema TSa tergolong TBG, dan pergeseran yang terjadi adalah pergeseran dari TTBT menjadi TBG.

Selanjutnya, sehubungan dengan tema ganda, hasil analisis menunjukkan tidak adanya pergeseran yang melibatkan unsur TTBG TSu karena kesemuanya dipadankan oleh seluruh mahasiswa dengan jenis tema yang sama. Sebagai contoh, TTBG TSu yang terdapat pada (8) berikut ini juga diterjemahkan oleh mahasiswa dalam bentuk TTBG pada TSa.

(8) TSu

(39)

30 TSa (M8)

ketika kesalahan sedang diperbaiki. Konjungtif Partisipan

selama kesalahan-kesalahan yang terjadi sedang diperbaiki. Konjungtif Partisipan Perbedaan yang tampak dari kelima TSa adalah pemilihan diksi yang berbeda-beda. Sebagai

contoh, kata „while‟ pada TSu dipadankan maknanya dengan „ketika‟ oleh M2 dan M8, „saat‟

oleh M6, dan „selama‟ oleh M10 dan M13. Selanjutnya, kata „errors‟ pada TSu dipadankan

maknanya dengan „kerusakan‟ oleh M2, „kesalahan‟ oleh M6, M8, M10, dan „kesalahan

-kesalahan yang terjadi‟ oleh M13. Unsur klausa TSu terakhir „were corrected‟ dipadankan

maknanya dengan „diperbaiki‟ oleh M2 dan M10, „tengah diperbaiki‟ oleh M6, dan „sedang diperbaiki‟ oleh M8 dan M13.

5.2.2 Teks 2

Teks sumber (TSu) news item kedua terdiri dari 21 klausa yang juga dibentuk dengan 3 jenis tema, yaitu TTBT, tema bermarkah tunggal TBT, dan TTBG. Sama halnya dengan TSu pertama, TSu kedua juga tidak memiliki TBG. Distribusi dan frekuensi jenis tema yang terdapat pada TSu kedua dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu kedua No. Jenis Tema Frekuensi Persentasi

1 TTBT 15 71,5%

(40)

31

3 TTBG 3 14,25%

4 TBG 0 0%

Total 24 100%

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5.3, sama halnya dengan yang terdapat pada TSu pertama, jenis tema yang digunakan pada TSu news item kedua ini juga didominasi oleh TTBT dengan 15 kali penggunaan atau 71,5% dari jumlah total klausa. Penggunaan ketiga jenis tema lainnya juga sangat sedikit dibandingkan dengan TTBT, di mana baik TTBG maupun TBT digunakan sebanyak 3 kali (14,25%), sementara TBG tidak digunakan sama sekali.

Jumlah klausa dan distribusi serta frekuensi penggunaan jenis tema pada TSa kedua yang dihasilkan mahasiswa berbeda dengan TSu seperti yang terdapat pada Tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan TSa kedua

No. Jenis oleh M10 yang memiliki jumlah klausa yang sama dengan TSu, dengan kata lain jumlah tema yang terdapat pada TSa yang dihasilkan M10 sama dengan jumlah tema yang terdapat pada TSu. Meskipun demikian, distribusi dan frekuensi jenis tema yang digunakan dalam TSa M10 berbeda dengan TSu, di mana TSa M10 terdiri dari 14 SUT, 4 SMT, dan 3 MUT; sementara TSu terdiri dari 15 SUT, 3 SMT, dan 3 MUT. Sedangkan TSa yang dihasilkan mahasiswa lainnya memiliki jumlah klausa serta frekuensi dan jenis tema yang berbeda dengan TSu. Bahkan tiga buah TSa yang masing-masing dihasilkan oleh M2, M7, dan M11 berjumlah 27 klausa, yang artinya 6 klausa lebih banyak daripada jumlah klausa yang terdapat pada TSu.

(41)

32

TSu. Beberapa TSa menggunakan TBG meskipun dengan frekuensi yang sangat sedikit, yaitu hanya 5 dari jumlah total 15 TSa. Perbedaan ini dengan jelas menunjukkan adanya pergeseran yang melibatkan pemilihian tema dan rema pada TSa.

Pergeseran yang terjadi pada proses penerjemahan TSu kedua juga melibatkan pergeseran dari (i) tema ke rema, atau sebaliknya; (ii) pergeseran dari tema bermarkah ke tema tak bermarkah, atau sebaliknya; dan (iii) pergeseran dari tema tunggal ke tema ganda, atau sebaliknya. Salah satu contoh pergeseran dari tema ke rema dapat dilihat pada klausa yang terdapat pada (9) hasil terjemahan M5.

(9) TSu

commented Geoff Blaber from the CCS Insight consultancy Proses

Rema Topikal

Tema Bermarkah Tunggal

TSa

Geoff Blaber, konsultan CCS Insight mengomentari Partisipan

Rema Topikal

Tema Tak Bermarkah Tunggal

Data yang terdapat pada (9) menunjukkan bahwa tema klausa TSu berisikan proses

„commented‟. Kata tersebut dipadankan maknanya oleh M5 dengan kata „mengomentari‟ pada TSu, kan tetapi padanan makna tersebut tidak lagi berperan sebagai tema klausa, melainkan sebagai rema pada TSa. Dengan demikian, dalam penerjemahan TSu pada (9) telah terjadi pergeseran, yaitu pergeseran dari tema menjadi rema. Pergeseran yang terjadi pada data (9) tidak hanya melibatkan pergeseran dari tema ke rema, akan tetapi juga melibatkan pergeseran dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Hal ini ditunjukkan dengan pergeseran tema TSu „commented‟ yang merupakan unsur proses yang dikategorikan

sebagai tema bermarkah menjadi „Geoff Blaber, konsultan CCS Insight‟ pada TSa yang merupakan unsur partisipan yang dikategorikan tema tak bermarkah. Oleh karena itu, pada data (9) terdapat dua jenis pergeseran tema, yaitu dari tema menjadi rema dan dari tema bermarkah menjadi tema tak bermarkah. Sementara itu, berdasarkan jumlah tema, tidak terjadi pergeseran karena baik tema TSu maupun tema TSa sama-sama merupakan tema tunggal.

(42)

33

Klausa TSu pada data (10) dibentuk oleh unsur partisipan „Apple‟ yang, oleh karena

itu, dikategorikan sebagai tema tak bermarkah. Sementara itu, pada TSa yang dihasilkan oleh

M15, tema TSu berubah menjadi rema karena yang menjadi tema TSa adalah „Dikatakan‟ yang merupakan padanan rema TSu „said‟. Tema TSa „Dikatakan‟ merupakan unsur proses yang dikategorikan sebagai tema bermarkah, sehingga pergeserannya menjadi tema telah menyebabkan pergeseran dari tema tidak bermarkah menjadi tema bermarkah.

Sama halnya dengan TSu pertama, proses penerjemahan TSu kedua juga melibatkan pergeseran tema tunggal dan tema ganda. Salah satu contoh data yang melibatkan pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda dapat dilihat pada (11).

(11) TSu

FaceID could work in the dark by using 30,000 infra-red dots to check an identity Partisipan

Rema Topikal

Tema Tak Bermarkah Tunggal

TSa

bahwa ID-Wajah dapat bekerja di kegelapan dengan

(43)

34

TSu yang terdapat pada data (11) dibentuk oleh tema tunggal, yaitu „FaceID‟ yang merupakan unsur partisipan, sehingga dikategorikan kepada TTBT. Sementara itu, pada TSa,

terdapat penambahan unsur tema, yaitu konjungtif „bahwa‟ yang merupakan tema tekstual.

Dengan demikian, tema TSa merupakan tema ganda karena memiliki dua tema, „bahwa‟

sebagai tema tekstual dan „ID-→ajah‟ sebagai tema topikal. Meskipun demikian, pergeseran yang terjadi hanya melibatkan tema tunggal menjadi tema ganda, sedangkan dari segi kebermarkahan tema tidak terdapat pergeseran. Contoh yang terdapat pada (12) di bawah ini merupakan data TSu M13 yang menunjukkan terjadinya pergeseran tema tunggal menjadi tema ganda dan tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah.

(12) TSu

FaceID could work in the dark by using 30,000 infra-red dots to check an identity Partisipan pergeseran tema sekaligus, yaitu (i) pergeseran dari tema menjadi rema; (ii) pergeseran dari tema tak bermarkah menjadi tema bermarkah; dan (iii) pergeseran dari tema tunggal menjadi tema ganda. Pertama, pergeseran terjadi ketika tema TSu „FaceID‟ yang dipadankan

maknanya dengan „FaceID‟ melalui teknik peminjaman bergeser menjadi rema pada TSa. Kedua, karena bergesernya posisi „FaceID‟ menjadi tema TSa, maka sirkumstan „dengan

(44)

35

dari TTBG menjadi TBG. Sementara itu, berdasarkan hasil analisis data, tidak terdapat pergeseran dari TBG menjadi TTBG karena TBG tidak dijumpai pada TSu.

5.2.3 Tema Topikal, Interpersonal, dan Tekstual

Pergeseran tema yang telah dianalisis pada sub-bab sebelumnya juga menyebabkan terjadinya pergeseran komponen atau unsur tema yang meliputi tema topikal, interpersonal, dan tekstual. Tema topikal yang berisikan unsur transitivitas – partisipan, proses, dan sirkumstan – merupakan tema yang harus ada dalam setiap klausa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh klausa dengan tema tunggal pasti berisikan tema topikal, sehingga jumlah tema topikal sama dengan jumlah klausa yang ada pada teks. Sementara itu, tema interpersonal dan tekstual tidak selamanya ada di dalam setiap klausa. Perbedaan antara unsur tema pada TSu dan TSa yang dihasilkan mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan 5.6 berikut ini.

Tabel 5.5 Distribusi dan frekuensi tema topikal, interpersonal, dan tekstual pada TSu dan TSa (Teks1)

(45)

36

Tabel 5.5, frekuensi penggunaan tema topikal pada TSa jauh lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Hanya terdapat satu mahasiswa (M8) yang memiliki jumlah tema tekstual yang sama dengan TSu. Sedangkan pada Tabel 5.6, semua TSa memiliki jumlah tema tekstual yang lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Tema tekstual berperan sangat penting dalam suatu teks karena penggunaan tena tekstual yang tepat dapat menjamin kepaduan isi teks. Tema tekstual juga mengindikasikan bahwa suatu klausa merupakan klausa kompleks.

Selanjutnya, analisis dilakukan terhadap unsur pembentuk tema topikal yang terdapat pada TSu dan TSa. Hasil analisis terhadap unsur pembentuk tema topikal pada TSu dan TSa disajikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 berikut ini.

Tabel 5.7 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1)

No. Unsur

Tabel 5.8 Distribusi dan frekuensi unsur tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2)

(46)

37

proses sebagai tema topikal, yaitu sebanyak 4 kali dari total 29 klausa yang dibuatnya. Akan tetapi, pada teks 2 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.8, perbedaan antara TSu dan TSa dalam penggunaan proses tidak begitu mencolok. Perbedaan penggunaan proses dan sirkumstan sebagai tema pada kedua teks baik TSu dan TSa dapat dilihat pada Bagan 5.1 dan 5.2.

Bagan 5.1 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 1) Hasil temuan yang disajikan pada Bagan 5.1 menunjukkan bahwa secara umum unsur proses lebih banyak digunakan sebagai tema topikal bermarkah pada TSa pertama dibandingkan dengan penggunaan unsur sirkumstan, bahkan pada TSu tidak terdapat penggunaan proses sebagai tema topikal.

Bagan 5.2 Proses dan sirkumstan sebagai tema topikal pada TSu dan TSa (Teks 2) Selanjutnya, hasil temuan yang disajikan pada Bagan 5.2 menunjukkan bahwa unsur sirkumstan lebih banyak digunakan sebagai tema topikal bermarkah pada TSa kedua dibandingkan dengan penggunaan unsur proses. Temuan pada Bagan 5.2 ini bertentangan dengan temuan pada Bagan 5.1 yang menunjukkan bahwa unsur proses lebih dominan digunakan sebagai tema topikal bermarkah. Hasil temuan dari kedua TSa ini menunjukkan bahwa teks news item dapat dicirikan dengan penggunaan tema bermarkah yang banyak, akan tetapi unsur pembentuknya (proses dan sirkumstan) tidak dapat dijadikan sebagai acuan

(47)

38

karena tidak ada salah satu unsur proses atau sirkumstan yang lebih dominan digunakan daripada yang lain.

5.3 Pola Pergerakan Tema dan Rema dalam Terjemahan Mahasiswa 5.3.1 Teks 1

Pola pergerakan tema berperan sangat penting, khususnya dalam menjaga kepaduan isi teks. Berdasarkan analisis data, TSu menggunakan 4 pola pergerakan tema seperti yang terdapat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada TSu pertama No. Pola Pergerakan Tema Frekuensi Persentasi

1 PGL 6 26,1%

2 PGK 4 17,4%

3 PGH 12 52,2%

4 PGB 1 4,3%

Total 23 100%

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa, maka tampak perbedaan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari segin jenis pola yang digunakan di mana TSu dan TSa menggunakan pergerakan hipertema (PGH) sebagai pola pergerakan tema yang paling dominan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu dan TSa pertama

No.

(48)

masing-39

masing jenis pola pergerakan tema yang terdapat pada TSa dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut ini.

Tabel 5.11 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu dan TSa pertama

No.

Pola Pergerakan

Tema

TSu TSa

Angka Persentasi Angka Rata-rata Persentasi

1 PGL 6 26,09% 5,87 21,84%

2 PGK 4 17,39% 6,00 22,33%

3 PGH 12 52,17% 12,80 47,64%

4 PGB 1 4,35% 2,20 8,19%

Total 23 100% 26,87 100%

Berdasarkan temuan yang disajikan pada Tabel 5.11, terdapat kesamaan dan perbedaan antara frekuensi penggunaan jenis pola pergerakan tema yang terdapat pada TSu dan TSa. Kesamaan yang ditemukan adalah bahwa PGH merupakan jenis pola pergerakan tema yang paling dominan digunakan baik pada TSu dan TSa meskipun dengan persentasi kemunculan yang berbeda. Kesamaan juga terdapat pada pola pergerakan tema baru (PGB) yang sama-sama merupakan pola pergerakan tema yang paling sedikit digunakan pada TSu dan TSa. Sementara itu, perbedaan terdapat pada pola pergerakan tema linear (PGL) dan pola pergerakan tema konstan (PGK). Pada TSu, PGL merupakan pola pergerakan tema yang dominan kedua digunakan dengan frekuensi penggunaan sebanyak 6 kali (26,09%), sementara pada TSa, PGK merupakan pola pergerakan tema dominan kedua dengan rata-rata frekuensi penggunaan sebanyak 6 kali (22,33%).

5.3.2 Teks 2

Selanjutnya, berdasarkan analisis data, TSu kedua juga menggunakan 4 pola pergerakan tema seperti yang terdapat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi dan frekuensi pola pergerakan tema pada TSu kedua No. Pola Pergerakan Tema Frekuensi Persentasi

1 PGL 5 26,1%

2 PGK 4 17,4%

3 PGH 10 52,2%

4 PGB 1 4,3%

(49)

40

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa, maka tampak perbedaan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari segin jenis pola yang digunakan di mana TSu dan TSa menggunakan pergerakan hipertema (PGH) sebagai pola pergerakan tema yang paling dominan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13 Distribusi dan frekunsi pola pergerakan tema pada TSu dan TSa kedua

No. frekuensi penggunaan sebanyak 10 kali, atau (50,00%) dari total keseluruhan pola pergerakan tema yang digunakan pada TSu. Begitu juga halnya dengan PGH yang terdapat pada TSa yang rata-rata digunakan sebanyak 11,8 kali (50,28%). Selanjutnya, rata-rata penggunaan masing-masing jenis pola pergerakan tema yang terdapat pada TSa kedua dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14 Persentasi penggunaan pola pergerakan tema pada TSu dan TSa kedua

No.

Pola Pergerakan

Tema

TSu TSa

Angka Persentasi Angka Rata-rata Persentasi

(50)

41 5.4 Nominalisasi dalam Terjemahan Mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis data, nominalisasi sangat jarang ditemukan pada TSu yang dihasilkan oleh mahasiswa. Hal ini juga tergambar dari jumlah klausa TSu baik pada teks 1 maupun teks 2 yang lebih banyak dibandingkan dengan TSu. Padahal, nominalisasi diterapkan untuk mengurangi jumlah klausa sehingga klausa yang dihasilkan memiliki kepadatan leksikal yang tinggi. Minimnya nominalisasi yang dilakukan berhubungan dengan jenis teks yang diujikan pada penelitian ini, yaitu teks news item.

Dari hasil analisis data, pada teks pertama ditemukan bahwa hanya 14 kali penggunaan nominalisasi yang terdapat pada kelimabelas TSu yang dikerjakan oleh mahasiswa. Bahkan beberapa mahasiswa tidak melakukan nominalisasi sama sekali. Hasil temuan nominalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada TSu mereka dirangkum pada Bagan 5.3 berikut ini.

Bagan 5.3 Nominalisasi pada TSu pertama

Berdasarkan temuan yang disajikan pada Bagan 5.3, teampak bahwa 5 mahasiswa tidak melakukan nominalisasi sama sekali pada TSu mereka. Sementara itu, hanya ada dua mahasiswa yang melakukan nominalisasi lebih dari satu kali, yaitu M1 yang melakukan nominalisasi sebanyak 5 kali dan M14 sebanyak 2 kali. Sedangkan 8 mahasiswa lainnya hanya melakukannya sebanyak satu kali. Salah satu bentuk nominalisasi yang dilakukan M1 dapat dilihat pada (13).

(13) TSu : BPI chief executive Cezar Consing apologised on Wednesday morning in an interview with a local TV station.

0 1 2 3 4 5 6

Gambar

Tabel 2.1 Variabel Register, Realisasi Metafunsi dan Leksikogramatika (Halliday, 1994)
Tabel 2.2 Perbedaan Tema dan Rema
Tabel 5.2  Distribusi dan frekunsi jenis tema pada TSu dan TSa pertama
Tabel 5.3 Distribusi dan frekuensi jenis tema pada TSu kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengeringan digunakan pada penelitian ini untuk mengukur keefektifan limbah serabut kelapa sawit secara ekonomi, nilai kalor menggunakan metode fixed carbon memang

Hal ini diperkuat dengan pendapat Schmitt (1999) dimana experiential marketing dapat dihadirkan melalui lima unsur yaitu sense (melalui panca indra : mata, telinga, hidung,

Nilai rata-rata konsentrasi salinitas saat pasang dan surut cenderung mengalami pening- katan dengan nilai tertinggi berada pada stasiun 4 dan terendah di stasiun 1 (Gambar

Dalam proses penyadaran dan pendampingan menuju kampung hijau ini membutuhkan refleksi agar mengetahui keterkaitan antara teori yang dipakai dalam mengorganisir

Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan hasil wawancara antara anak jalanan pengguna  NAPZA dengan hasil observasi

Sel superfisial tanpa inti disebut pula sel skuamosa tanpa inti atau fragmen keratin biasanya tidak dijumpai pada bahan pemeriksaan sitologi ginekologik, hal itu dapat

Selain itu, perhitungan harga pokok produksinya pun masih belum tepat karena biaya bahan baku langsung belum dihitung berdasarkan standar yang spesifik dan