• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO: ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO: ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO:

ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL

TESIS

Oleh

JON KARYA NIM:167037005

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

Penelitian ini berjudul “Perkolong-kolongdalam Upacara Perkawinan pada Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi, Dan Makna Tekstual.”Perkolong- kolongberarti penyanyi tradisi Karo. Arti ini dapat berkembang menjadi suatu pertunjukan. Analisis dilakukan terhadap (a) penyajian, (b) fungsi, serta (c) makna tekstual dari lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui kerja lapangan, wawancara, perekaman data audiovisual, dan sebagai pengamat yang terlibat namun terbatas. Ensambel musik pengiring perkolong-kolong dalam upacara tersebut adalah gendang kibot. (A) Analisis menunjukan bahwa penyajian perkolong-kolong selalu mengikuti arahan dari yang meminpin upacara. Dalam penyajiannya terdapat tujuh kali perkolong-kolong menyanyikan lagu. Empat lagu merupakan pop daerah Karo dan satu lagu tradisi Karo yang di ulang tiga kali. (B) Fungsi perkolong-kolong pada upacara perkawinan dianggap sangat penting baik terhadap pengantin, kedua keluarga pengantin, dan semua kaum kerabat karena perkolong-kolong dapat menyempurnakan kata sambutan. (C) Hal ini dapat dilihat dengan menganalisis makna yang penting dari lagu yang dianyanyikan perkolong- kolong. baik lagu pop maupun yang lagu tradisi. Diantara makna yang sangat penting adalah pernyataan meminang, pernyataan setuju dipinang, kalau bersatu jangan bercerai, semua kerabat mendoakan rumah tangga baru, semoga melahirkan anak laki-laki dan perempuan, harapan kebaikan pada rumah tangga baru, keikhlasan menerima keadaan, memberi nasihat dan ucapan selamat kepada kedua keluarga pengantin, selamat kepada kedua pengantin, nyanyian sebagai kata sambutan tambahan, penghormatan kepada arwah keluarga, dan medoakan keberkatan terhadap semua kaum kerabat.

Kata kunci: fungsi, makna, penyajian, perkolong-kolong, upacara perkawinan

(5)

ABSTRACT

This research is entitled "Perkolong-kolong in Marriage Ceremony in Karo Societ y: Analysis of Performance, Function, and Textual Meanings". Perkolong- kolong means the singer of the Karo tradition. This meaning can develop into aperformance. Analysis was carried out on (a) the performance, (b) functions, and (c) textual meanings of the songs sung by perkolong-kolong. This study uses qualitative methods by collecting data through field work, interviews, recording audiovisual data, and as observers involved but limited. The ensemble of accompaniment music in the ceremony is the gendang kibot.(A) The analysis shows that the performance of the perkolong-kolong always follows directions from those who lead the ceremony. In the performance there are seven times singing songs. The four songs are pop Karo and one Karo traditional song is repeated three times. (B) The function of perkolong-kolong at the wedding ceremony is considered very important to the bride and groom, both the bride's family, and all the kinsfolk because the perkolong-kolong can perfect the speech act. (C) This can be seen by analyzing the important meaning of the song which sung byperkolong-kolong both pop songs and traditional songs. Among the very important meanings is the statement of marriage, the agreement agreed to be favored, if united do not divorce, all relatives pray for a new household, hopefully giving birth to boys and girls, hope of goodness in new households, sincerity in accepting conditions, giving advice and congratulations to the two brides' families, congratulations to the bride and groom, singing as an additional speech act, respect for the family spirit, and offering blessings to all relatives.

Keywords: function, marriage ceremony, meaning, performance, perkolong- kolong

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan, magister, doktor, dan lainnya di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Kutipan pendapat para informan ditulis di catatan kaki dan semua informan dijelaskan di daftar informan tesis ini.

Medan, Mei 2019

Jon Karya NIM 167037006

(7)

PRAKATA

Syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas berkat-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Budi Agustino MS. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberi fasilitas pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara dengan baik.

2. Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D sebagai Ketua Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai komisi Pembimbing atas saran dan arahan- arahannya untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Kumalo Tarigan, M.A, Ph.D., selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian, dan kontribusi mengenai substansi materi penelitian ini dari sejak awal pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.

(8)

5. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai admistrasi Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung kelancaran administrasi.

6. Seluruh dosen yang telah membagikan ilmu pengetahuannya saat perkuliahan di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan moral sehingga penulis tetap semangat dan termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini, baik bentuk maupun isinya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan koreksi guna perbaikan di kemudian hari.

Medan, Mei 2019 Penulis,

Jon Karya NIM 167037005

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN ...v

KATA SAMBUTAN ...vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR CONTOH LAGU ...xiv

DAFTAR BAGAN ...xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...xvi

BAB I. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...12

1.3 Tujuan Penelitian...12

1.4 Manfaat Penelitian...12

1.5 Tinjauan Pustaka ...13

1.6Konsep Dan Landasan Teori...21

1.6.1 Konsep ...21

1.6.2 Landasan Teori ...24

1.7 Metode Penelitian...34

1.7.1 StudiPerpustakaan ...36

1.7.2 Kerja Lapangan ...36

1.8 Organisasi Tulisan ...39

BAB II ETNOGRAFIS MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN KARO ...42

2.1 Geografis Karo ...42

2.2 Sistem Kekerabatan ...45

2.2.1 Marga Si Lima (Marga atau Klan Yang Lima) ...46

2.2.2 Rakut Si Telu (Ikatan Yang Tiga) ...48

2.2.3 Tutur Si Waluh (Hubungan Kekeluargaan Yang Delapan) ...49

2.2.4 Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (Sapaan Kekeluargaan Yang Dua Belas Tambah Satu)...51

2.2.5 Perubahan Sebutan Tutur Si Waluh (Kekeluargaan Yang Delapan) ...52

2.3 Sistem Perkawinan ( Perjabun ) Dalam Masyarakat Karo ...53

2.3.1 Tujuan Perkawinan Dalam Adat Karo. ...54

2.3.2 Berdasarkan Statusnya. ...56

2.3.3 Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan. ...57

2.3.4 Berdasarkan Besar Kecilnya Upacara ...58

(10)

2.3.5 Perkawinan Antara Berbeda Suku ...59

2.3.6 Perceraian Pada Masyarakat Karo ...60

2.4 Aktivitas Menjelang PerkawinanPada Masyarakat karo ...60

2.4.1 Naki-naki (Pacaran) ...61

2.4.2 Maba Nangkih (Membawa) atau Nukun Kata (Bertanya) ...61

2.4.3 Mbaba Belo Selambar (Pelamaran)...62

2.4.4 Nganting Manuk (Menetukan Mahar) ...63

2.5 Sistem Kepercayaan ...65

2.6 Kesenian ...68

2.6.1 Seni Musik...69

2.6.2 Seni Landek ...74

2.6.3 Perkolong-kolong (Penyanyi Tradisi Karo) ...75

2.6.4 Ende-enden (Lagu atau Nyanyian) ...76

BAB III UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO....81

3.1 Aspek-aspek Dan Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan .81 3.1.1Aspek-aspek Dalam Upacara Perkawinan ...81

3.1.2 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan...82

3.2 Ngalo-ngalo (Menyambut Sukut Memasuki Tempat Upacara Perkawinan) ...83

3.3 Ngukati (Makan Pagi) ...85

3.4 Rose (Berpakaian Adat Karo) ...86

3.5 Ertembe-tembe (Musyawarah Adat) ...87

3.6 Sijalapen (Pemberitahuan Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Upacara Perkawinan) ...91

3.7 Ersukat Emas (Penyerahan Mahar)...92

3.8 Ngelegi Beru (Pengambilan Pengantin Wanita) ...94

3.9 Nggalari Ulu Mas (Membayar Hutang Adat Kepada KalimbubuSingalo Ulu Mas) ... 94

3.10Adu Pengantin ( Menari Dan Menyanyi Kedua Pengantin) ...96

3.11Ngerana (Menyampaikan Kata Sambutan) ...97

3.11.1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Senina-nya...98

3.11.2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Senina-nya... 105

3.11.3 Pihak Pemerintah Dan Teman Sejawat ... 112

3.11.4 Makan Siang Dalam Upacara Perkawinan ... 119

3.11.5 Kalimbubu Keluarga Pengantin Laki-laki ... 120

3.11.6 Kalimbubu Keluarga PengantinWanita ... 123

3.11.7 Anak beru Keluarga Pengantin Wanita ... 125

3.11.8 Anak beru Keluarga Pengantin Laki-laki ... 128

BAB IV PERKOLONG-KOLONG PADA MASYARAKAT KARO DAN PENYAJIANNYA DALAM UPACARA PERKAWINAN... 131

4.1 Arti Perkolong-kolong Pada Masyarakat Karo ... 131

4.2 Perkembangan Perkolong-kolong Dalam Pertunjukan Budaya Musikal Karo ... 135

4.3 Ansambel Musik Pengiring Perkolong-kolong ... 139

(11)

4.3.1 Gendang Sarune ... 139

4.3.2 Gendang Kulcapi ... 144

4.3.3 Gendang Kibod/Keyboard ... 148

4.4 Penyajian Perkolong-kolong Dalam upacara Perkawinan ... 149

4.4.1 Lagu Pop Daerah Karo ... 150

4.4.2 Lagu Tradisi Karo ( Katoneng-katoneng) ... 154

BAB V STRUKTURAL FUNGSIONAL PERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI MUSIK PADA UPACARA PERKAWINAN ... 156

5.1Analisis Struktural Fungsioal Dalam Upacara Perkawinan ... 156

5.2 Fungsi Perkolong-kolong Dalam Upacara Perkawinan ... 161

5.2.1 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Sukut Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ... 162

5.2.2 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Sukut Sinereh (Keluarga Pengantin Perempuan) ... 162

5.2.3 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Kalimbubu Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ... 164

5.2.4 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Senina Sinerah (Keluarga PengantinPerempuan) ... 165

5.2.5 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Kalimbubu Sinereh (Keluarga PengantinPerempuan) ... 166

5.2.6 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Si Empo (Pengantin Laki-laki) ... 166

5.2.7 Fungsi Perkolong-kolongTerhadap Si Sereh (Pengantin Perempuan) ... 166

5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan ... 167

5.3.1 Penggunaan Musik Dalam Upacara Perkawinan... 167

5.3.2 Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan ... 169

5.3.2.1Fungsi Sebagai Ungkapan Perasaan ... 169

5.3.2.2Fungsi Sebagai Hiburan ... 171

5.3.2.3Fungsi Sebagai Komunukasi ... 171

5.3.2.4Fungsi Sebagai Perlambang ... 171

5.3.2.5Fungsi Sebagai Reaksi Jasmani ... 172

5.3.2.6Fungsi Sebagai Pengesahan Norma Sosial ... 172

5.3.2.7Fungsi Sebagai Pengitegrasian Masyarakat ... 173

5.3.2.8Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ... 174

5.3.2.9Fungsi Sebagai Pendidikan ... 175

5.3.2.10Fungsi Sebagai Sarana Penerima Sumbangan ... 176

BAB VI MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG- KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN ... 178

6.1 Makna Lagu Maba Kampil ... 178

6.1.1 Pernyataan Kedatangan Untuk Meminang ... 179

6.1.2 Pernyataan Setuju Untuk Dipinang ... 180

6.1.3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Berpisah Lagi ... 181

6.2 Makna Lagu Si Terang bulan... 182

(12)

6.2.1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru... 182

6.2.2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah ... 183

6.2.3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan ... 184

6.3 Makna Lagu Katoneng-katonengSembuyak Bukit ... 185

6.3.1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit .... 185

6.3.2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan... 186

6.3.3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit186 6.3.4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru ... 187

6.3.5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi Nasehat ... 187

6.3.6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit ... 188

6.3.7 Mohon Berkat Atas Keluarga Bukit ... 188

6.3.8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit ... 189

6.3.9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan... 190

6.4 Makna Lagu Katoneng-katonengKalimbubu Bangun ... 190

6.4.1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun ... 190

6.4.2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan191 6.4.3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan Dan Kata Sambutan Kalimbubu-nya ... 192

6.4.4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun ... 193

6.4.5 Semoga KalimbubuBangun Menerima Dan Tetap Memberi Nasehat ... 193

6.4.6 Selamat Atas Keluarga Bangun ... 194

6.4.7 Nasehat Kepada Pengantin ... 194

6.4.8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan Dan Penutup.... 197

6.5 Makna Lagu Famili taksi ... 197

6.6 Makna Lagu Katoneng-katonengKalimbubu Bukit ... 198

6.6.1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan .. 198

6.6.2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit... 199

6.6.3 Penghormatan Kepada Arwah KalimbubuBukit... 201

6.6.4 Pernyataan Kepada KalimbubuBukit ... 202

6.6.5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ... 205

6.6.6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit . 206 6.6.7 Harapan Keluarga Bukit ... 207

6.6.8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin ... 208

6.6.9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit ... 209

6.6.10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubu-nya ... 212

6.6.11 Doa Dan Pantun Penutup ... 213

6.7 Makna Lagu Gula Tualah ... 214

6.7.1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru ... 214

6.7.2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ... 215

6.7.3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit ... 215

6.7.4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat ... 216

(13)

BAB VII PENUTUP ... 220

7.1 Kesimpulan ... 220

7.2 Saran... 223

DAFTAR PUSTAKA ... 225

DAFTAR INFORMAN... 228

GLOSARIUM ... 229

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Balobat ...70

Gambar 2.2 Surdam ...70

Gambar 2.3 Keteng-keteng ...71

Gambar 2.4 Gendang Sarune ...72

Gambar 2.5 Gendang Kulcapi ...73

Gambar 3.1 Ngalo ngalo ...84

Gambar 3.2a Anak beru Bangun...88

Gambar 3.2b Anak beru Bukit ...89

Gambar 3.3 Kepala Desa Enjalapi ...92

Gambar 3.4 Membayar Mahar...93

Gambar 3.5a Penghormatan Kepada Kalimbubu Menjelang Pembayaran Ulu Emas ...95

Gambar 3.5b Pembayaran Ulu Emas Kepada Kalimbubu ...95

Gambar 3.6 Adu Pengantin ...96

Gambar 3.7 Keluarga Sukut Bangun ...99

Gambar 3.8 Keluarga Sukut Bukit ... 107

Gambar 3.9 Wakil Bupati Karo Memberi Kata Sambutan ... 113

Gambar 3.10 Bupati Karo Memberi Kata Sambutan... 115

Gambar 3.11 Perkolong-kolong Menyanyikan Katonong-katonong... 123

Gambar 4.1a Gambar sarune... 140

Gambar 4.1b Gambar bagian-bagian sarune... 141

Gambar 4.2a Gambar gendang singanaki ... 142

Gambar 4.2b Gambar gendang singindungi ... 143

Gambar 4.3a Gambar gung ... 142

Gambar 4.3b Gambar penganak ... 142

Gambar 4.4 Gambar kulcapi... 145

Gambar 4.5 Gambar Alat Musik Yang Dipakai Jasa Tarigan... 147

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Susunan Acara dalam upcara perkawinan ...83

Tabel 3.2 Susunan Acara kata sambutan pada upacara perkawinan ...97

Tabel 6.1 Makna Lagu Maba Kampil ... 178

Tabel 6.2 Makna Lagu Si Terang Bulan ... 182

Tabel 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit ... 185

Tabel 6.4 Makna LaguKatoneng-katoneng Kalimbubu Bangun ... 190

Tabel 6.5 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit ... 198

Tabel 6.6 Makna Lagu Gula Tualah ... 214

(16)

DAFTAR CONTOH LAGU

Contoh Lagu 4.1a Bagian Pertama dalam lagu maba kampil ... 150

Contoh Lagu 4.1b Bagian Kedua dalam lagu maba kampil... 151

Contoh Lagu 4.2a Bagian pertama lagu terang bulan ... 151

Contoh Lagu 4.2b Bagian kedua lagu terang bulan ... 152

Contoh Lagu 4.3a Lagu famili taksi... 152

Contoh Lagu 4.3b Lagu famili taksi ... 152

Contoh Lagu 4.4 Lagu gula tualah ... 153

Contoh Lagu 4.5a Melodi pingko-pingko pada katoneng-katoneng... 154

Contoh Lagu 4.5b Melodi susurna pada katoneng-katoneng... 155

(17)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1:Latar Belakang, Pendekatan Keilmuan, dan Metodologi Penelitian Lapangan dalam Penelitian Perkolong-kolong

Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo ...41

(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

1. Nama : Jon Karya 2. NIM : 167037005

3. Tempat/ Tanggal Lahir : Kabanjahe/ 12 Juni 1962

4. Alamat : Jln. Rata Perangin-angin No. 15 B Kabanjahe

5. Jenis Kelamin : Laki-laki 6. Pekerjaan : Wiraswasta

PENDIDIKAN

1. SD Negeri 4 Kabanjahe (1970 - 1975) 2. SMP Negeri 1 Kabanjahe (1975 - 1979) 3. SMA Negeri Pancurbatu (1982) 4. Fakultas Sastra USU (1992)

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia mempunyai filosofi kebangsaan bhineka tunggal ika.

Maknanya adalah walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya yang multikultural atau keragamaan kebudayaan.1 Kebudayaan tersebut tersebar dari Aceh sampai Papua yaitu dari Sabang di ujung barat sampai Merauke di ujung timur dan dari Talaud di ujung utara sampai ke pulau Rote di ujung selatan Indonesia.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang juga mempunyai masyarakat yang heterogen.

Salah satu etnik atau suku bangsa2 yang mendiami Sumatera Utara adalah Karo.

1Sebagai panduan konseptual kebahasaan yang berskala nasional, yakniKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didapati “perbedaan kecil” (nuansa) antara istilah budaya dan kebudayaan. Kata budaya (bu.da.ya) n. 1. pikiran, akal budi; 2. adat istiadat; 3. sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); 4. sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Di sisi lain, kebudayaan (ke.bu.da.ya.an), n. 1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2. dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

2Istilah etnik atau kelompok etnik (ethnic group) yang dalam bahasa Indonesia suku bangsaatau sukumenurut disiplin ilmu antropologi adalah (salah satunya menurut Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1) secara bilogis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Seiap bangsa memiliki budaya dan

(20)

Masyarakat3 Karo mendiami wilayah pegunungan Karo dan menyebar di beberapa Kabupaten/Kota yaitu, Kabupaten Karo, sebagian di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Setiap etnik di Nusantara memiliki kesenian masing-masing demikian juga halnya Karo.

Kesenian4 merupakan salah satu produk budaya, yang dalam kehidupan tidak pernah lepas dari masyarakat. Kesenian salah satu unsur yang terdapat dalam kebudayaan, mencakup gagasan, aktivitas, maupun wujud benda kesenian yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat Karo memiliki berbagai jenis kesenian seperti tari, musik, sastra, rupa, dan lain sebagainya. Salah satu kesenian yang digunakan oleh masyarakat Karo dalam berbagai aktivitas kehidupan masyarakatnya adalah seni musik. Bagi masyarakat Karo, musik selalu

berbeda namun tetap satu juga, yang menyiratkan bahwa mereka memiliki berbagai persamaan umum, namun secara etnik berbeda-beda.

3Selain sebagai sebuah kelompok etnik, orang-orang Karo secara umum, juga dapat dipandang sebagai suatu masyarakat, sesuai dengan definisi dalam disiplin antropologi.

Masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister seni ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (1990:146-147).Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur

"kesatuan hidup" dalam definisi Koentjaraningrat, unsur common customs, traditions, adalah unsur

"adat-istiadat," dan unsur "kontinuitas" dalam definisi Koentjaraningrat, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak dimuat dalam definisi Koentjaraningrat. Walaupun demikian, konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas.

4Kesenian atau seni adalah salah satu dari unsur kebudayaan manusia, yang tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia mengenai hal-hal yang indah. Oleh karena itu manusia mencoba mengekspresikan dan menikmati keindahan itu dalam bentuk seni. Kemudian muncullah seni tari dengan media utamanya gerak, seni musik dengan media utamanya suara baik vokal maupun alat-alat musik, seni satra dengan media utama bahasa, seni rupa dengan media utama titik, warna, garis, dan sejenisnya; seni teater dengan media bahasa, cerita, rupa, musik, tari, dan lain-lainnya. Setiap etnik atau masyarakat memiliki seni tersendiri, yang menjadi bagian tak

(21)

digunakan pada berbagain peristiwa dalam menjalani kehidupan, baik sebagai media hiburan maupun sebagai media tertentu dalam adat dan kepercayaan.

Salah satu peristiwa atau aktivitas pada masyarakat Karo yang hingga sekarang sangat memerlukan musik adalah upacara perkawinan.Upacara perkawinan melibatkan semua sistem kekerabatan (kinship) pada masyarakat.

Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo dikenal dengan sebutan sangkep nggeluh yang dapat diartikan kelengkapan hidup. Sangkep nggeluh merupakan bagian dari adat Karo, yang digambarkan dengan semboyan merga silima, rakut si telu.Merga silima berarti klen5 yang lima. Pernyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo mempunyai klen pokok lima, namun setiap klan mempunyai cabang. Rakut sitelu berarti ikatan yang tiga yang terdiri daripada senina (pihak satu klen), kalimbubu (pihak pemberi isteri) dan anak beru (pihak menerima isteri).

Sebagaimana pada masyarakat lain di dunia, masyarakat Karo juga mempunyai tata cara perkawinan yang khas, namun pada prinsipnya adalah mencakup perkenalan, pacaran, tunangan, meminang, pengesahan (perkawinan).

Perkawinan pada masyarakat Karo menganut sistem eksogami, yaitu perkawinan dengan orang diluar marga (klen)nya, namun ada pengecualian pada marga Peranginangin dan Sembiring.

5Dalam masyarakat Karo, klen ini lazim disebut dengan merga, yang berdasar kepada cara penarikan garis keturunan dari pihak ayah, yang dalam disiplin antropologi disebut dengan patrilineal. Terdapai lima kelompok merga besar dalam masyarakat Karo, yang diistilahkan dengan merga si lima (lima klen). Dalam konteks Sumatera Utara, terdapat pula sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah seperti orang-orang Karo tersebut,

(22)

Perkawinan pada masyarakat Karo tidak hanya mengikat kedua mempelai, namun mengikat keseluruhan keluarga kedua mempelai. Dengan demikian sebuah perkawinan pada masyarakat Karo merupakan ikatan lahir batin tidak hanya antara seorang pria dan wanita saja tetapi termasuk seluruh kaum kerabat.

Untuk memahami masyarakat Karo, maka yang harus dipahami adalah sangkep nggeluh karena di setiap peristiwa adat pada Masyarakat Karo yang selalu berperan adalah sangkep nggeluh, yaitu terdiri dari tiga garis besar yaitu:

senina, anak beru dan kalimbubu. Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/ keluarga atau marga tertentu yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu nya. Misalnya dalam upacara perkawinan sukut adalah orang yang menikah, dan orang tuanya dan mereka mempunyai senina, anak beru dan kalimbubu. Untuk memahami hal tersebut kita harus mengetahui cara masyarakat Karo menarik garis keturunan yaitu berdasarkan keturunan ayah (patrilineal) mau pun garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu masyarakat Karo, yang dalam bahasa sehari hari dikenal dengan tutur atau terombo. Lebih jauh tentang sangkep nggeluh akan dibahas pada bab berikutnya dalam penelitian ini.

Upacara perkawinan pada masyarakat Karo, dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk. Upacara perkawinan yang paling dikenal pada masyarakat Karo dengan sebutan kerja nereh empo, yang secara umum, artinya upacara perkawinan. Kerja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kerja sintua, kerja sintengah,dan kerja singuda. Kerja sintua adalah pesta yang terbesar dalam upacara perkawinan. Pada masa awal perkembangan etnik Karo, sampai

(23)

pertengahan abad ke-20, upacara seperti ini harus melibatkan gendang lima sendalanen (merupakan salah satu jenis ensambel musik tradisional yang terdapat pada masyarakat Karo). Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, pada masa kini untuk menentukan suatu upacara perkawinan sebagai kerja si ntua tidak lagi dengan kehadiran gendang lima sendalanen, tetapi dengan hadirnyaperkolong-kolong atau penyanyi tradisi Karo. Perkolong-kolong sebagai penyampai pesan untuk mewakili semua pihak yang terlibat sebagai sangkep nggeluh yang hadir pada upacara perkawinan tersebut.

Perkolong kolong dapat merubah suasana dalam upacara perkawinan, misalnya suasana penuh keharuan. Dia dapat menciptakan suasana menjadi lebih akrab antar keluarga dan suasana yang santai yang penuh ke akraban yang selalu bisa di rekayasa oleh perkolong kolong pada acara tersebut.

Khusus dalam melayani keperluan upacara perkawinan perkolong kolong hanya penyanyi perempuan saja. Tetapi dalam guro guro aron atau pertujukan musik dan tari yang dilaksanakan pemuda dan pemudi Karo biasanya perkolong- kolong berpasangan.

Pada setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo, semua sangkep nggeluh diberi kesempatan untuk memberi petuah-petuah adat kepada sukut (kepada pengantin atau kepada orang tua pengantin) adalah hal yang harus dilaksanakan. Sangkep enggeluh memberi petuah kepada pengantin tentang hal- hal yang akan dihadapi dalam rangka mengharungi bahtera rumah tangga — dan sekali gus menyampaikan harapan harapan mereka agar pengantin tersebut sukses

(24)

dalam membina rumah tangga, aktif dalam adat istiadat, dan akan melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan dalam rumah tangganya.

Pada acara ini pemain musik memainkan gendang simalungen rayat karena sewaktu memberi petuah mereka sambil menari bersama. Setelah kaum kerabat selesai memberi petuah maka peminpin upacara perkawinan memberikan kesempatan kepadaperkolong-kolonguntuk menambah kata-kata yang dianggap kurang. Dalam hai ini perkolong-kolong menyanyikan lagu katoneng katoneng yang dapat mengembangkan berbagai petuah-petuah dan harapan harapan terhadap semua pihak terutama kepada keluarga yang melaksanakan upacara perkawinan dan pengantin.

Perkolong kolong dalam menyanyikan lagu katoneng-katoneng dapat mewakili semua pihak baik sukutatau keluarga yang terlibat dalam upacara perkawinan, maupun semua kaum kerabat sebagi sangkepenggeluh (kelengkapan hidup). Perkolong-kolong dianggap memberi pasu-pasu seperti doa kepada sukut dan semua kaum kerabat sehingga sering disebut lagu tersebut pemasu-masun, yaitu lagu yang mengharapkan kedatangan rahmat.Biasanya ada semangat pencerahan yang lebih dalam untuk mempersatukan kebersamaan dalam keluarga, tidak saja anatara keluarga pengantin laki-laki dengan keluarga pengantin perempuan tetapi lebih luas terdapa semua kaum kerabat yang hadir.

Dengan latar belakang seperti diurai di atas, maka peneliti menganalisis keberadaan perkolong-kolong dalam konteks upacara perkawinan adat Karo, dengan pendekatan dua disiplin ilmu utama. Yang pertama adalah antropologi, dan kedua etnomusikologi.

(25)

Definisi mengenai antropologi yang dimaksud dalam tesis ini adalah sebagai berikut. Antropologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan budaya yang dihasilkan oleh manusia tersebut. Antropologi budaya membantu kita memahami berbagai adat dan tingkah laku yang dianut oleh masyarakat yang berbeda.Di Inggris, bidang antropologi budaya awalnya disebut sebagai antropologi sosial.Bidang ini berkaitan dengan kajian budaya yang berhubungan dengan struktur sosial, agama, politik, dan berbagai faktor lainnya.Ruang lingkup bidang antropologi sangat luas. Berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan tercermin dalam adat, tingkah laku (prilaku), dan bahasa.

Berbagai perubahan ini secara bersama-sama mengungkapkan gambaran terhadapbudaya masyarakat tertentu. yang disebut sebagai budaya.

Anthropology, “the science of humanity,” which studies human beings in aspects ranging from the biology and evolutionary history of Homo sapiens to the features of society and culture that decisively distinguish humans from other animal species. Because of the diverse subject matter it encompasses, anthropology has become, especially since the middle of the 20th century, a collection of more specialized fields. Physical anthropology is the branch that concentrates on the biology and evolution of humanity. It is discussed in greater detail in the article human evolution. The branches that study the social and cultural constructions of human groups are variously … (Encyclopedia Brittanica, 2019).

Antropologi merupakan “ilmu kemanusiaan,” yang mempelajari manusia dalam berbagai aspek, mulai dari sisi biologi dan sejarah evolusi homo sapiens(manusia modern) hingga ciri-ciri masyarakat dan budaya, yang secara tegas membedakan manusia dari spesies hewan. Karena beragamnya subjek yang dicakup, maka antropologi telah menjadi, terutama sejak pertengahan abad ke-20, kumpulan bidang-bidang yang lebih khusus. Antropologi fisik adalah cabang yang

(26)

berkonsentrasi pada biologi dan evolusi umat manusia. Ini dibahas lebih rinci dalam artikel evolusi manusia. Cabang-cabang yang mempelajari konstruksi sosial dan budaya kelompok manusia juga beragam.

Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang mempelajari variasi budaya manusia.Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik, ekonomi, dan faktor-faktor lain, dari budaya lokal yang terdapat di suatu daerah tertentu. Para ilmuwan yang bekerja di bidang ini, dikenal sebagai antropolog budaya.Fakta dan data budaya biasanya diperoleh melalui berbagai metode seperti survei, wawancara, observasi, perekaman data, pengamatan terlibat (partisipant observer), pendekatan emik dan etik, dan lainnya.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian di bidang antropologi budaya dimulai pada abad ke-19.Antropologi budaya mulai berkembang dengan bantuan upaya yang dilakukan oleh ilmuwan antropologi Edward Tylor, J.G Frazen, dan Edward Tylor. Mereka menggunakan bahan-bahan etnografis yang dikumpulkan oleh para pedagang, penjelajah, dan misionaris untuk tujuan referensi. Dengan demikian, antropologi budaya adalah cabang ilmu antropologi yang khusus mempelajari berbagai variasi budaya manusia.

Kemudian, definisi disiplin etnomusikologi adalah sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American

(27)

anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).6

Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan- kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan- bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan.Di dalam masa yang sama, beberapa

6Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain- lainnya.Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika

(28)

sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama.Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi

(29)

berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.7

Berdasarkan latar belakang dan pendekatan keilmuan seperti di atas, maka penelitian yang kemudian ditulis dalam bentuk tesis ini berjudul: “Perkolong- kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi, dan Makna Tekstual.” Kemudian ditentukan rumusan masalah penelitian.

7Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajukEtnomusikologi.

Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti:

Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a)

“Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk

“Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

(30)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penelitian ini merumuskan tiga rumusan masalah dengan indikator pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo?

2. Bagaimana fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara perkawinan masyarakat Karo?

3. Bagaimana makna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

2. Untuk menganalisis fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

3. Untuk menganalisismakna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong- kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat. Diantaranya bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang

(31)

budaya musik Karo, untuk menambah koleksi bacaan tentang budaya musik nusantara, untuk memperdalam ilmu budaya disuatu daerah. Disamping itu dapat pula menjadi kajian banding dengan budaya musik daerah lain. Selain itu dapat menjadi informasi penting untuk mengetahui makna yang terkandung dalam perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.Dengan demikian maka penelitian ini menjadi sebuah sumber refrensi penelitian bagi peneliti berikutnya terkait dengan topik yang sama maupun yang berbeda tentang budaya musik tradisi masyarakat Karo pada khusunya dan nusantara pada umumnya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung untuk melengkapi data-data yang diperoleh selama penelitian. Untuk itu akan diacu beberapa sumber tulisan yang akan dijadikan sebagai acuan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tofik penelitiansecara umum.

Penelitian ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan bentuk penyajian fungsi serta makna tekstual daripada lagu yang disajikan perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo,dari segi struktur dan gaya bahasa yang digunakan. Namun perlu dijelaskan bahwa perkolong-kolong yang dibahas dalam tulisan ini ialah pada upacara perkawinan. Untuk itu, penelitian ini akan berusaha mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kedua aspek di atas, sekaligus menjadi kritik, pembenaran, maupun penolakan terhadap hasil penelitian tersebut.

Adapun beberapa tulisan yang mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:

(32)

Koentjaraningrat, dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1979), mengunkapkan tentang definisi kebudayaan dan karakter sebuah suku bangsa.

Masing-masing budaya memiliki karakter yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Buku ini memberikan kontribusi pada peneliti untuk mendefinisikan tentang kebudayaan yang ada pada masyarakat Karo. Juga akan digunakan untuk mengungkapkan bentuk perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

Alan P. Meriam, dalam buku The Antrhopologi of music (1964). Buku ini mengemukakan fungsi musik yang berhubungan dengan masyarakat pendukung kemudian unsur kebudayaan dalam masyarakat sebagai sarana memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu dalam kehidupan. Selain itu, juga menjelaskan 10 fungsi musik, antara lain; pengungkapan emosional, kepuasan aestetis, hiburan, sarana komunikasi, persembahan simbolis, respon fisik, fungsi musik sebagai keserasian norma masyarakat, pengukuhan institusional, dan upacara agama, sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, serta fungsi integritas masyarakat.

Buku ini bermanfaat dalam menjelaskan fungsi musik perkolong-kolong yang akan dijadikan pisau bedah untuk menggali rumusan masalah kedua dalam penelitian ini.

Leon Stein, dalam bukunya Structure & Style : The Study and Analysis of Musical Froms (2003). Buku ini membahas tentang cara menganalisis dari struktur dan bentuk musiknya yang meliputi dari figure, motif, prase, periode dan beberapa struktur dan bentuk musik lainnya. Buku ini sangat membantu dalam

(33)

membahas rumusan ketiga yaitu makna tekstual perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

Prikuten Tarigan dalam tesisnya berjudul “ Perubahan Alat Musik dalam Kesenian Tradisi Karo Sumatera Utara” (2004) pada Program Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana. Permasalahan yang diangkat mencakup perubahan alat musik dalam konteks upacara muda-mudi (guro-guro aron), perkawinan (nereh-empo), dan upacara memasuki rumah baru (mengket jabu). Dalam penelitian itu, Prikuten menemukan realitas perubahan alat musik dan pengaruhnya terhadap adatistiadat Karo. Teori yang digunakan adalah teori akulturasi, sebagai proses kebudayaan yaitu terjadi ”peningkatan keserupaan”

antara dua kebudayaan dari Kroaber, teori perubahan, menunjukkan bagaimana cara teknologi sebagai pendorong perubahan dari Velben dan Ogburn dan teori fungsi musik tentang hubungan musik dengan perilaku masyaraktnya dari Merriam. Penelitian ini sangat relevan sebagai acuan dalam disertasi ini karena membahas perubahan alat musik dalam kesenian tradisi Karo yang merupakan salah satu permasalahan yang dibahas dalam tesis ini ini.

Kumalo (2006) meneliti mangmang nyanyian guru (dukun) untuk memanggil roh-roh yang sudah meninggal dunia. Tesis ini berjudul ”Mangmang:

Analisis dan Perbandingan Seni Kata dan Melodi Nyanyian Ritual Karo di Sumatra Utara.” Kumalo menjelaskan Mangmang adalah sejenis nyanyian yang terdapat pada masyarakat Karo. Orang yang menyajikan mangmang adalah bomoh. Bomoh menyajikan mangmang pada masa menjalankan upacara ritual tertentu dengan cara bernyanyi. Terdapat dua jenis upacara ritual sebagai konteks

(34)

penyajian mangmang, yaitu erpangir ku lau (upacara ritual penyucian diri) dan raleng tendi (upacara ritual memanggil roh manusia). Upaya menjalankan kedua upacara ritual di atas merupakan keyakinan bagi masyarakat Karo. Penelitian ini memberikan informasi bahwa masyarakat Karo sangat kuat terikat dengan kesenian, khususnya musik.

Torang Naiborhu menulis tesis tahun 2002 yang berjudul “Ende-Ende Merkejemen: Nyanyian Ratap Penyadap Kemenyan Di Hutan Rimba Pakpak- Dairi Sumatera Utara Analisis Semiotik Teks dan Konteks”. Pembahasan dalam tesis Torang Naiborhu ini membahas tentang nyanyian hiburan untuk diri sendiri yang dimana setiap teksnya memiliki makna dan waktu yang ditentukan. Tesis ini sangat membantu dalam menganalisis struktur teks pada lagu yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong.

Muhammad Takari menguraikan secara mendalam tentang adat dalam buku

‘Adat Perkawinan Melayu (2013)'.Dalam tulisan ini beliau mengemukakan pandangan Zainal Kling (2004) bahwa ‘adat’ secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Arti ini berkembang sehingga adat dapat diartikan kebiasaan dan ketetapan kehidupan sekelompok manusia. Adat tidak hanya ditentukan oleh sifat saling respons sesama mereka saja, tetapi juga ditentukan oleh kesatuan dengan alam atau kebiasaan sikap kepada alam di tempat manusia itu tinggal dan berusaha dalam menjalani kehidupannya.

Dalam masyarakat tradisi Melayu, konsep adat memancarkan hubungan mendalam di antara manusia dengan manusia dan juga antara manusia dengan alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya maupun dengan alam gaib.

(35)

Setiap hubungan itu disebut dengan adat. Adat diekspresikan dengan sikap pandang dan berbagai aktivitas. Dalam sikap pandang boleh jadi hanya berupa konsep dasar saja. Namun dalam berbagai aktivitas bagaimanapun akan wujud pekerjaan yang nyata. Adat ditujukan kepada seluruh hubungan kompleks. Ukuran adat berupa ada nilai baik dan buruk, tepat dan salah dan sebagainya.

Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnis Melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu: (a) adat yang sebenar adat (b) adat yang diadatkan (c) adat yang teradat dan(c) adat-istiadat.

(a) Adat yang sebenaradat

Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh diubah dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada pengertian manusia kepada eksistensi dan sifat alam yang kasat mata.

Berdasarkan pengertian ini, maka wujudlah ungkapan-ungkapan seperti adat api membakar, adat air membasahi dan lain-lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat dan menjadi penciri khas benda atau keadaan. Hal ini yang membezakannya dengan benda atau keadaan lain. Itulah sebenarnya adat, sesuatu yang tidak dapat disangkal sebagai sifat keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan berkenaan tidak wujud seperti keadaannya yang dialami.

(b) Adat yang diadatkan

Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu, menurut muafakat dari penduduk daerah tertentu. Kemudian pelaksanaannya

(36)

diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada masa ini dan masa yang akan datang. Adat yang diadatkan ini isinya mengarah kepada sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem politik dan pemerintah yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tetap menurut perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dijalanimasyarakat.

Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang diadatkan adalah semua ketentuan adat yang dilakukan atas dasar musyawarah dan muafakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat ini boleh berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat penyokongnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk dengan undang-undang kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah ketentuan adat yang diberlakukan diamalkan bagi semua kelompokmasyarakatnya.

(c)Adat yangteradat

Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur- angsur atau cepat menjadi adat. Ini merupakan konsep masyarakat kepada kesinambungan dan perubahan yang merupakan respons kepada dimensi ruang dan waktu yang dijalani manusia di dunia ini.

(37)

Manusia, alam dan seisinya pastilah berubah menurut waktu dan zamannya. Namun demikian, perubahan pastilah tetap disertai dengan kesinambungan. Artinya ada hal-hal yang berubah secepat apa pun pastilah ada bagian yang tetap seperti keadaan sebelumnya. Memang perubahan tersebut ada yang perlahan-lahan ada pula yang cepat dan spontan. Menurut Lah Husni, perubahan itu hanya berlaku dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuannya. Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam sesuatu perhelatan adat, kini memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat. Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi.

Jika dahulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang sesiapapun sudah boleh memakainya (Lah Husni, 1986:62)

(d) Adat-istiadat

Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan yang lebih banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat penobatan, perkawinan dan pemakaman. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari budaya manusia. Upacara di dalam kebudayaan Melayu mencerminkan pola fikir atau gagasan masyarakat Melayu itu sendiri. Upacara jamu laut adalah sebagai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki dari laut.

Oleh itu, kita mestilah bersyukur dengan menjamu laut pula. Begitu juga upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan ke atas kepercayaan akan perubatan dengan dunia 'supernatural'. Demikian pula upacara mandi berminyak merupakan salah satu sistem budaya Melayu yang mempercayai

(38)

bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu boleh kebal kepada panasnya minyak yang dipanaskan di atas dalambelanga (kuali).

Dananjaya dalam buku 'Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain- lain' (1994: 140-6) nyanyian rakyat (folksongs) adalah salah satu genre yang terdiri daripada kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu serta banyak mempunyai varian. Dalam nyanyian rakyat kata- kata dan lagu merupakan dwitunggal (dua yang bersatu) yang tidak dapat dipisahkan.

Lebih lanjut Danadjaya menulis (1994: 145-6) nyanyian rakyat yang terdiri daripada lirik (kata-kata) dan lagu dalam kenyataan dapat terjadi salah satu unsur yang lebih penting daripada unsur yang lain. Dengan demikian, nyanyian rakyat dapat dibahagi menjadi dua bagian besar, yaitu nyanyian rakyat tidak sesungguhnya dan nyanyian rakyat sesungguhnya. Nyanyian rakyat yang tidak sesungguhnya juga boleh dibahagi dua pula. Pertama, nyanyian rakyat yang lebih mengutamakan lagunya daripada senikatanya disebut 'proto folksong' atau 'worldless folksong', seperti 'chin music' atau 'didling'. Kedua, nyanyian rakyat yang senikatanya lebih penting daripada lagunya disebut 'near song', seperti 'peddlers’ cries' atau 'folk rhymes'.

Nyanyian rakyat yang sesungguhnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu nyanyian rakyat berfungsi (functional folksongs), nyanyian rakyat yang bersifat liris (lyrical folksongs) serta nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative folksongs). Setiap bahagian nyanyian di atas masih mempunyai bahagian- bahagian yang lebih khas pula, seperti, pada nyanyian rakyat yang bersifat liris

(39)

terdapat beberapa jenis nyanyian rakyat, antaranya adalah 1) nyanyian rakyat yang bersifat kerohanyian dan keagamaan dan yang lainnya (spiritual andother traditional religious songs) 2) nyanyian rakyat yang memberi nasehat untuk berbuat baik (homeletic songs) 3) nyanyian rakyat mengenai pacaran dan perkawinan (folksong of courtship and marriage).

1.6 Konsep dan Landasan Teori 1.6.1 Konsep

Rende secara umum diartikan sebagai bernyanyi, sedangkan ende-enden berarti nyanyian. Orang yang pintar bernyanyi disebut perende-ende. Perende- ende biasa dipanggil untuk menyanyi sekaligus menari dalam konteks upacara dengan sebutan perkolong-kolong. Beberapa aktivitas guru sibaso (dukun tradisional Karo) dalam berbagai upacara kepercayaan tradisi kadang-kadang dilakukan dengan cara bernyanyi.

Ende-enden atau nyanyian dalam kebudayaan Karo terdiri atas beberapa jenis, seperti (1) katoneng-katoneng, (2) tangis-tangis, (3) io-io, (4) didong-doah, (5) tabas, (6) mang-mang, (7) nendung, dan (8) nyayian percintaan atau muda- mudi.Katoneng-katonengmerupakan suatu musik vokal yang biasanya diiringi gendang lima sedalanen. Secara komposisi, katoneng-katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks dari komposisi tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks upacara.

Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun (nasihat-nasihat) karena isi atau tema lagu itu biasanya berisi nasihat,

(40)

penghormatan, pujian, doa atau harapan, dan sebagainya. Kadang-kadang lirik katoneng-katoneng juga bertemakan perjuangan atau kisah hidup seseorang.

Komposisi ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-kolong. Berdasarkan sifat nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat digolongkan sebagai nyanyian bercerita (narrative song). Nyanyian inilah menjadi salah satu unsur dalam upacara perkawinan masyarakat Karo.

Pada umumnya tekstual perkolong-kolong adalah nyanyian adat masyarakat Karo dalam menyampaikan, baik dalam acara perkawinan maupun acara adat. Dimana isi dari nyanyian itu adalah nasehat dan do’a.

Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan atau isi dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan lirik. Lirik merupakan susunan kata dalam suatu nyanyian yang berisi curahan perasaan.

Lirik tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat. Pada tulisan yang diangkat akan melihat apa yang menjadi isi dari lirik yang terdapat pada nyanyian perkolong-kolong. Kemudian peneliti akan menganalisis makna yang terkandung di dalamnya sebagai sebuah musik yang dimaknai.

Perkolong-kolong adalah penyanyi yang mengikuti komposisi musik tradisi Karo atau gendang (komposisi musik tradisi). Musik ialah cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami manusia. Musik tersusun oleh elemen musik, yang terdiri dari melodi, ritem, dan harmoni dan unsur lainnya. Setiap elemen musik tersebut menunjukkan suatu ciri khas sebuah kebudayaan. Musik juga

(41)

mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setiap kebudayaan menggunakan musik sebagai ritual dan hiburan.

Pengertiam perkolon-kolong berkembang menjadi sebuah pertunjukan yang dilakukan oleh penyanyi tradisi Karo. Pengertian ini dapat terjadi dalam berbagi konteks. Seperti perkolong-kolong dalam menyambut Tahun Baru atau menyambut hari besar nasional terutama Hari Kemerdekaan Indonesia.

Upacara berasal dari kata Sanskerta, yaitu terdiri atas kata upa artinya dekat dan kata acara yang berarti kebiasaan. Jadi, upacara mengandung arti kebiasaan yang dekat atau kebiasaan yang mendekatkan. Maksudnya adalah suatu kebiasaan untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau kebiasaan yang tersusun dengan urutan-urutan tertentu (Donder, 2007:

280).Denga demikian dapat dikembangkan bahwa upacara merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu yang dlakukan secara runtut berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat sedemikian banyak. Secara nasional ada upacara bendera. Sementara dalam masyrakat umum, upacara itu, antara lain:

upacara penguburan atau pemakaman, upacara perkawinan atau penikahan, dan upacara pengangkatan atau pengukuhan. Jadi menurut sifatnya diantaranya ada upacara nasional, upacara militer, upacara keagamaan dan upacara adat.

Upacara adat merupakan salah satu warisan nenek moyang kita. Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui

(42)

upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997: 1).

Upacara adat merupakan peraturan hidup yang mengatur aktivitas anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan manusia. Wahyudi Pantja Sunjata (1997: 2), mengatakan upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari tradisi masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.

Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat pendukungnya.

Pelaksanaan upacara adat tradisional termasuk dalam golongan adat yang tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan oleh masyarakat maka timbul rasa kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya.

Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turuntemurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri- sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara kematian. Upacara adat yang dilakukan di daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

1.6.2 Landasan teori

Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan perumusan masalah diatas, maka diperlukan konsep pemikiran yang dibangun untuk memberikan jawaban penelitian. Konsep pemikiran tersebut merupakan landasan teori untuk menggali

(43)

berbagai aspek dalam subjek penelitian, yang meliputi bentuk, fungsi, dan makna tekstual perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

Berbagai teori dan metode keilmuan sangatlah diperlukan untuk mengungkap permasalahan yang berkaitan dengan teks dalam konteks budaya atau musik sebagai produksi dari tata tingkah laku (the product of the behaviour) masyarakat.Perkolong-kolong merupakan bagian penting pada upacara perkawinan masyarakat Karo. Menurut Merriam (1964:6), suara musik adalah hasil proses perilaku manusia yang terbentuk berdasarkan nilai-nilai, sikap dan kepercayaan dari masyarakat yang berbeda di dalam setiap kebudayaan. Demikian juga halnya dengan perkolong-kolong yang dibentuk oleh adat istiadat, peradaban dan budaya masyarakat Karo. Sehingga untuk dapat memahami kebudayaan Karo, kita dapat belajar dari kebudayaan musiknya.

Koentjaraningrat (1980:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilm pengetahuan. Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Sebagai pedoman untuk menjawab permasalahan yang dipilih dalam tulisan ini, maka peneliti menggunakan beberapa teori

a. Deskripsi Upacara

Untuk mendeskripsikan upacara perkawinan dan penyajian perkolong- kolong dalam rangakain upacara tersebut, peneliti memakai teori unsur-unsur pendukung upacara seperti yang dikemukakan oleh Koenjtaraningrat (1985: 377-

(44)

8). Dikatakan bahwa sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian, yaitu :

(1) Tempat upacara dilakukan (2) Saat-saat upacara dijalankan (3) Benda- benda dan alat upacara

(4) Orang-orang yang melakukan dan meminpin upacara

Walaupun upacara perkawinan tidak sama dengan upacara keagamaan, namun teori di atas dapat diterapkan dalam menguraikan aspek-aspeknya. Teori ini menjadi penting dalam menguraikan aspek-aspek yang terdapat dalam upacara perkawinan. Dengan uraian tersebut peneliti dapat menjelaskan jalannya upacara perkawian dari satu acara ke acara yang berikutnya. Dengan memperhatikan setiap acara maka dapat diketahui pada acara mana saja terdapat penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan.

b. Analisis Struktur Fungsional

Dalam menganalisis fungsi perkolong-kolong, ada beberapa teori yang dapat menjadi acuan. Dalam hal ini perkolong-kolong dapat dikaji dengan menggunakan teori struktural fungsional. Teori struktural fungsi sendiri merupakan salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999). Ciri utama dari teori ini yang menjelaskan berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Teori ini merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan

Gambar

Gambar 2.1 Balobat
Gambar 2.2 Surdam
Gambar 2.4 Gendang Sarune  (Sumber: Saidul, 2009:31)
Gambar 2.5 Gendang Kulcapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugasnya adalah memperkenalkan pihak – pihak yang berminat untuk mencari pasangan hidup, bertindak sebagai perantara pada awal perundingan, memimpin upacara perkawinan dan

” tuhor ni boru ” diberikan Anak boru kepada ibu calon pengantin perempuan. Dalam acara ini kedua belah pihak juga merundingkan tentang:.. a) Mas kawin,. b) Waktu yang baik

Panaek gondang adalah dimana setelah acara pembukaan selesai, dan kedua pengantin biasanya manortor sebelum pengantin wanitanya dibawa ke rumah pengantin pria. Dan

landek, menganalisis fungsi landek sebagai media komunikasi dan kesinambungan budaya, makna landek dan proses landek ketika menari yang melibatkan sistem kekerabatan

Studi Deskriptif Musik Vokal Gendang Keramat dalam Upacara Erpangir Kulau Perumah II Nujung Meriah Ukur pada Masyarakat Karo.. Medan: Program Studi Etnomusikologi FS USU

tanda dalam mangupa pada upacara perkawinan masyarakat Angkola... Meskipun sebelumnya sudah banyak ahli-ahli budaya

4.6 Cara Tindak Tutur yang Diucapkan pada Upacara Perkawinan Batak Toba Pemakaian bahasa merupakan suatu hal yang penting dalam pembahasan penelitian ini dalam acara

Abstrak: Struktur dan Fungsi Pantun Pulang-Memulangkan pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Sambas. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur dan