• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTURAL FUNGSIONALPERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI MUSIKPADA UPACARA PERKAWINAN

5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Pada Upacara Perkawinan .1 Penggunaan musik dalam upacara perkawinan

5.3.2 Fungsi musik dalam upacara perkawinan

Dalam menganalisis fungsi musik yang terdapat dalam upacara perkawinan, peneliti memperhatikan sepuluh fungsi musik yang ditawarkan

Merriam. Fungsi musik diperhatikan berdasarkan kesesuaian dengan yang terdapat dilapangan, yaitu dalam upacara perkawinan masyarakat Karo. Dengan demkian kalau ada yang tidak sesuai tidah diaplikasikan dan kalau ada yang kurang ditambah.

Kelihatannya dari 10 (sepuluh) fungsi musik yang ditawarka ada 8 (delapan) yang sesuai, yaitu (1) fungsi sebagai pengungkapan emosional, (2) fungsi sebagai hiburan, (3) fungsi sebagai komunikasi, (4) fungsi sebagai perlambang, (5) fungsi sebagai reaksi jasmani (6) fungsi sebagai yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (7) fungsi sebagai kesinambungan kebudayaan, dan (8) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Selain 8 (delapan) fungsi di atas masih ada 2 (dua) fungsi yang sangat dominan, yaitu 1) sebagai pendidikan dan 2) fungsi sebagai sarana penerima sumbangan.

5.5.2.1 Fungsi sebagai pengungkapan emosional

Dalam menjelaskan fungsi musik sebagai ungkan emosional Merriam menulis (1964-222):

An important function of music, then, is the opportunity it gives for a variety of emotional expressions—the release of otherwise unexprcssible thoughts and ideas, the correlation of a wide variety of emotions and music, the opportunity to "let off steam" and perhaps to resolve social conflicts, the explosion of creativity itself, and the group expression of hostilities. It is quite" possible that a much wider variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music.

Terjemahannya:

Satu fungsi yang penting dari musik adalah kesempatan yang diberikannya untuk berbagai ekspresi emosi- pelepasan pikiran dan gagasan yang tidak dapat dikatakan, korelasi berbagai emosi dan musik, peluang untuk "melepaskan kekacauan" dan mungkin untuk menyelesaikan konflik sosial, ledakan kreativitas itu sendiri, dan ekspresi dari kelompok permusuhan. Sangat mungkin bahwa variasi ekspresi emosional yang lebih luas dapat dikutip, tetapi contoh yang diberikan di sini menunjukkan dengan jelas pentingnya fungsi musik ini.

Dari pengertian di atas ada benang merahnya, yang mana musik dapat memberikan kesempatan berbagai ekspresi emosional. Kenyataan seperti ini sangat relevan dalam upacara perkawinan Karo. Fungsi musik dalam tempo yang cepat dalam upacara tersebut menggambarkan emosi kegembiraan.Fungsi musik dalam tempo yang lambat dalam upacara perkawinan menggambarkan kedamaian.

Selanjutnya fungsi musik sebagai pengungkapan berbagai emosional rasa saling mencintai dapat dilihat pada beberapa lirik lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong.

Pengungkapan berbagai perasaan disampaikan dengan lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong. Dari makna teks lagu mampu mengungkapkan berbagai perasaan. Perasa yang sangat mengharukan dan menyentuh hati, atau saat tertentu dapat pula menimbulkan rasa tenang, aman pada pendengarnya, dan bahkan ada juga rasa yang sedih. Selain itu, ada lirik lagu mengungkapkan rasa kegembiraan kepada seluruh keluarga yang melaksanakan upacara perkawian.

Untuk mengungkapkan berbagai emosional dapat dilihat pada pembahasan makna tekstual nyanyian pada BabVI.

5.3.2.2 Fungsi sebagai hiburan

Fungsi musik sebagai hiburan merupakan suatu kenyataan yang bersifat umum di tengah-tengah masyarakat secara luas. Walaupun pada dasarnya tujuan utama daripada musik itu bukan sebagai hiburan dalam sebuah upacara ada saja bahagian yang dapat menyenyangkan hati. Hal-hal yang menyenyangkan hati ini terutama dapat dilihat pada saat adu pengantin.

5.3.2.3 Fungsi sebagai komunikasi

Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada musik, sekurang-kurangnya adalah gendang kibot. Fungsi musik dalam setiap upacara perkawinan adalah sebagai alat komunikasi non verbal. Gendang atau musik yang mengiringi landek atau tari merupakan komunikasi non verbal yang sangat kuat dalam upacara perkawian.

5.3.2.4 Fungsi sebagai perlambang

Menurut Merriam (1964:223), pada kebanyakan masyarakat musik berfungsi sebagai lambang dari hal-hal, ide-ide maupun tingkah laku. Dalam budaya musik tradisional Karo sejak dahulu gendang dalam arti ansambel musik berfungsi sebagai perlambang kebesaran. Seperti yang telah di tulis pada bagian awal bab ini bahwa semua aktivitas upacara yang besar harus i paluken gendang (dimainkan ansambel musik). Dengan adanya konsep i paluken gendang maka akan diikuti rose atau memakai pakaian adat Karo.

Disisi lain, adanya memakai pakaian adat Karo maka semua kalimbubu harus pula di undang. Karena mereka lah yang berhak nangketken ose atau memakaikan pakaian adat). Kalau sudah mengundang kalimbubu, maka wijib hukumnya mengundang anak beru. Sebab kalimbubu tidak pernah mau secara langsung berhubungan dengan sukut, tetapi harus melalui perantara anak beru.

5.3.2.5 Fungsi sebagai reaksi jasmani

Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada landek atau tari. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu fungsi musik dalam sebagai reaksi jasmani. Pernyataan bahwa musik berfungsi sebagai reaksi jasmani atas dasar bahwa semua gendang untuk mengiri tarian. Hanya ada satu gendang dahulu pada masyarakat Karo yang tidak ditarikan yaitu gendang buang, yaitu bagian awal dalam gendang perang empat kali dalam upacara pemakaman.

Tetapi sekarang nampaknya tidak dimainkan lagi.

5.5.2.6 Fungsi sebagai norma sosial

Dalam fungsi musik yang berkaitan dengan norma sosial, Merriam (1964:

224) menulis:

Songs of social control play an important part in a substantial number of cultures, both through direct warning to erring members of the society and through indirect establishment of what is considered to be proper behavior. This is also found in songs used, for example, at the time of initiation ceremonies, when the younger members of the community are specifically instructed in proper and improper behavior. Songs of protest call attention as well to propriety and impropriety. The enforcement of conformity to social norms is one of the major functions of music.

Terjemahannya:

Lagu-lagu kontrol sosial memainkan peran penting dalam sejumlah besar budaya, baik melalui peringatan langsung kepada anggota masyarakat yang berdosa dan melalui pembentukan tidak langsung dari apa yang dianggap sebagai perilaku yang pantas. Ini juga ditemukan dalam lagu-lagu yang digunakan, misalnya, pada saat upacara inisiasi, ketika anggota muda dari komunitas secara khusus diinstruksikan dalam perilaku yang tepat dan tidak pantas. Lagu-lagu protes meminta perhatian juga pada kesopanan dan ketidakwajaran.

Penegakan kepatuhan terhadap norma sosial adalah salah satu fungsi utama musik.

Kenyataan seperti yang diungkapkan di atas ini sungguh sesuai dengan yang terdapat dalam upacara perkawinan Karo. Lagu katoneng-katoneng sangat sarat dengan nasihat yang harus dijalankan serta berbagai larangan yang harus dihindarkan. Lebih dari itu bahkan dalam lagu tersebut terlihat sapaan antara semua kaum kerabat untuk saling menjalankan norma-norma sebagi mana patutnya menurut adat Karo.

5.3.2.7 Fungsi sebagai pengitegrasian masyarakat

Dalam fungsi yang berkaitan dengan pengitegrasian pada masyarakat Merriam (1964: 226) menulis

Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity.

Terjemahannya:

Musik, kemudian, memberikan titik temu di mana anggota masyarakat terintegrasi untuk terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi kelompok. Tentu saja, tidak semua musik dimainkan, tetapi setiap masyarakat memiliki kesempatan yang

ditandai oleh musik yang menyatukan para anggotanya dan mengingatkan mereka akan kesatuan mereka.

Pandangan di atas sungguh sesuai dengan yang terjadi dalam upacara perkawinan masyarakat Karo. Pada acara tertentu masing-masing sukut, baik dari keluarga pengantin laki-laki maupun keluarga pengantin perempuan terintegari dalam menjalankan tuntutan adat.

5.3.2.8 Fungsi sebagai kesinambungankebudayaan

Dalam fungsi yang berkaitan dengan kesinambungan Merriam (1964: 225) menulis:

If music allows emotional expression, gives aesthetic pleasure, entertains, communicates, elicits physical response, enforces conformity to social norms, and validates social institutions and religious rituals, it is clear that it contributes to the continuity and stability of culture. In this sense, perhaps, it contributes no more or no less than any other aspect of culture, and we are probably here using function in the limited sense of "playing a part."

Terjemahannya:

Jika musik memungkinkan sebagai ekspresi emosional, memberikan kesenangan estetika, menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik, menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial, dan memvalidasi lembaga sosial dan ritual keagamaan, jelas bahwa itu berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya. Dalam pengertian ini, mungkin, musik berkontribusi tidak lebih atau tidak kurang dari aspek budaya lainnya, dan kita mungkin di sini menggunakan fungsi dalam arti terbatas "memainkan peran."

Sesungguhnya pada masyarakat Karo sejauh ini masih tetap memakai musiknya sebagai ekspresi emosional, memberikan rasa kesenangan estetis, sungguh dapat menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik,

menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial. Oleh sebab itu musik jelas bahwa berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya.

5.3.2.9 Fungsi sebagai pendidikan

Fungsi musik sebagai pendidikan sangat nyata terdapat dalam teks lagu katoneng-katoneng. Dalam teks tersebut sangat banyak yang dapat dibuat menjadi bahan pelajaran yang menjadi bekal dalam menjalani kehidupan menurut budaya tradisi Karo. Pelajaran tersebut begitu penting, terutama bagi kedua pengantin, yang baru pertama kali terlibat dalam aktifitas adat dan sekali gus menjadi pelaku adat.

Pada masyarakat Karo, hanya orang yang telah erjabu atau berumah tangga yang terlibat dalam aktivitas adat. Terlibat dalam aktivitas adat dalam arti telah diundang kaum kerabat agar mendatangi dan terlibat langsung dalam aktivitas adat, seperti mengikuti serangkaian upacara perkawinan, mengikuti berbagai jenis upacara pemakaman, dan memasuki rumah baru. Bagaimana bagi setiap orang yang telah berumah tangga pada aktivitas di atas telah ada tanggung jawab terhadap sangkep enggeluh (kaum kerabat kelengkapan hidup). Beberapa contoh yang menjadi pelajaran dalam teks katoneng-katoneng dapat dilihat sebagai berikut.

1) Pelajaran tentang berbagai jenis dari senina.

Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihatlah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen

(Bersama siparibanen sipengalon sindalanen)

2) Pelajaran tanggung jawab terhadap senina.

Tanda tanda na kam teman sada perutangen sada peridon kami nggeluh (Buktinya kalian kawan kami satu pihak dalam berutang dan berpiutang kehidupan)

Tegu tegu ndu ibas kini labeluhen kami

(Dampingilah kami dalam ketidakpintaran kami) 3) Pelajaran tentang berbagai jenis dari kalimbubu.

Enggo kam erbelas kalimbubu si ngalo bere bere

(Telah menyampaikan kata sambutankalimbubu kami singalo bere bere) Singalo perkempun, rikut singalo perbibin,

(Singalo perkempun beserta singalo perbibin)

4) Pelajaran tentang pentingnya kalimbubu menjadi panutan.

Kerina kam kalimbubu kami, (Semua kamu kalimbubu kami)

Sukatendel mergana Ginting mergana Milala mergana, (Bermarga Sukatendel bermarga Ginting bermarga Milala) Ngasup kam pagi man penggurun kami

(Sanggup nanti menjadi panutan kami)

5) Pelajaran tentang berbagai jenis dan tanggung jawab sebagai anak beru Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri

(Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat)

Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun

(Supaya jangan terhina dan jangan memalukan)

5.3.2.10 Fungsi sebagai sarana penerimaan sumbangan

Fungsi musik sebagai sarana penerima sumbangan sudah menjadi kenyataan yang selalu terjadi dalam upacara pekawinan pada masyarakat Karo.

Fungsi ini terjadi dengan cara menyuruh kedua pengantin menari dan secara

bergantian bernyanyi, yang disebut adu pengantin. Biasanya yang pertama bernyanyi adalah pengantin laki-laki. Pada saat pengantin laki-laki bernyanyi maka semua sukut keluarga pengantin laki-laki serta semua kaum kerbat memberi sumbangan kepada kedua pengantin.

Pemimpin upacara atau anak beru si ngerana dari keluarga pengantin laki-laki mengatur agar semua pemberi sumbangan yang mulai daripada sukut senina dan kalimbubu. Pada bagian kedua yang memberi sumbangan anak beru. Hal yang sama juga terjadi pada pihak keluarga pengantin perempuan.

Menelusuri mulanya hal ini terjadi, tidak terlepas dari sejak masuknya kibot menjadi alat musik yang dipakai dalam memainkan lagu-lagu pop Karo, sekitar menjelang pertengahan tahun 1990-an. Pada masa itu anak beru dari pihak laki-laki harus mempersiapkan konsumsi untuk semua keperluan upacara perkawian. Oleh sebab itu mereka memerlukan sarana hiburan. Sehingga mereka secara suka rela menyumbang agar ada pembayaran untuk menyewa kibot dan pemainnya. Walaupun pada mulanya ada pro kontra dari masyarakat Karo, kenyataannya tetap berlangsung.

Pada akhir tahun 1990-an sumbangan semancam ini mengalami perkembangan yang pesat. Kalau pada awalnya hanya untuk membantu yang ada.

BAB VI

MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG-KOLONG