• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTURAL FUNGSIONALPERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI MUSIKPADA UPACARA PERKAWINAN

5.1 Analisis Stuktural Fungsional Dalam Upacara Perkawinan

Analisis struktur funsional dan fungsi musik dalam penelitian ini diperhatikan pada semua aspek yang berhubungan dengan upacara perkawinan.

Aspek-aspek tesebut meliputi personal yang terlibat dalam upacara perkawinan serta musik dari ansambel kibot dan lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong.

Suatu kenyataan bahwa dalam budaya Karo menyajikan musik tanpa atau dengan ada perkolong-kolong mesti dalam sebuah konteks tertentu. Belum pernah ada penyajian musik tanpa ada konteksnya. Konteks penyajian musik yang paling kecil adalah untuk hiburan diri sendiri (self ammussement).

Dalam penelitian ini konteks penyajian musik dan perkolong-kolong adalah upacara perkawinan. Disisi lain, bagi masyarakat Karo dalam menjalankan upacara perkawinan tidak dapat pula terlepas daripada falsafah adat enggeluh atau aturan menjalani kehidupan pada masyarakat Karo.

Pemikiran dalam falsafah adat enggeluh atau adat bahwa setiap manusia harus menjalani dan mengikuti aturan adat sejak lahir hingga meninggal dunia.

Hal ini tidak dapat ditawar-tawar, bahkan bagi sebagian masyarakat Karo rela bekerja siang malam agar satu saat dapat melangsungkan upacara perkawinan anak dengan sebesar-besarnya. Orang sangat hina apabila disebut tidak beradat dan seolah-olah adat menjadi tujuan hidup.

Dengan demikian pada masyarakat Karo fungsi adat sangat penting, karena adat merupakan aturan yang memberikan arahan terhadap semua aktifitas dalam menjalani kehidupan manusia. Aktifitas tersebut baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dalam berhubungan dengan manusia, terutama dalam penelitian ini lebih khusus dalam upacara perkawinan.

Walaupun dasarnya manusia lahir sebagai seorang diri dalam pandangan adat Karo, merekatak dapat terlepas dari kade-kade atau kaum kerabat. Semua kaum kerabat dalam konteks aktifitas adat disebut sangkep enggeluh atau kelengkapan hidup. Hubungan kaum kerabat dalam adat Karo diatur berdasarkan rakut sitelu (ikatan yang tiga).

Rakut si telu (ikat yang tiga) terdiri daripada, 1) senina (satu keturunan) 2) kalimbubu (pemberi gadis/isteri) dan 3) anak beru (penerima gadis/isteri).

Sangkep enggeluh dalam konteks adat berfungsi penting pada tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah 1) ndungi (menyelesaikan), 2) petunggungken (membuat menjadi wajar), dan 3) pehagaken (mmembuat menjadi besar). Ketiga fungsi atau peranan kaum kerabat dianggap berhasil apabila sebagian daripada kaum kerabat tersebut telah berperan aktif dalam aktifitas upacara perkawinan yang berlangsung.

Dalam hal kaum kerabat turut berperan aktif pada upacara adat sangat berhubungan pula dengan dua hal, yaitu ada unsur yang diperlukan dan ada unsur yang harus dikerjakan. Unsur yang diperlukan berupa benda-benda adat seperti kain dan pakaian adat serta peralatan kehidupan yang lain seperti, ayam, beras, wang, parang,gula merahm kelapa dan perlengkapan sirih.

Sementara yang harus di kerjakan seperti, ikut runggu atau musyawarah adat, menerima dan memberi benda dan wang adat, ikut berdiri untuk menjalankan aktifitas adat, seperti menari bersama dan menyampaikan kata sambutan.

Bersarkan falsafah adatKaro, menggelar upacara perkawinan dengan besar bagaimanapun harus ipaluken gendang yang artinya menyajikan musik. Gendang berfungsi mengiringi pihak sukut atau orang yang menggelar upacara perkawinan dengan masing-masing kaum kerabatnya menari bersama sambil ngerana atau menyampaikan kata sambutan atau tindak tutur (speech acts).

Perlunya penyajian gendang atau musik dalam suatu upacara perkawinan adalah untuk mengiringi pihak sukut atau orang yang melaksanakan upacara perkawinan menari bersama masing-masing kamu kerabatnya sebagai salah satu alat komunikasi yang bersifat non verbal.

Ada keyakinan dengan adanya alat komunikasi yang bersifat non verbal serta adanya ngerana atau kata sambutan dilakukan secara bersamaan maka komunikasi adat dalam upacara perkawinan berjalan dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat dalam antara gendang (musik), dengan landek (tari) dan ngerana (kata sambutan) dalam upacara perkawinan.

Adanya musik dan tari mengiringi orang yang menyampaikan kata sambutan menunjukkan bahwa upacara digelar dengan sangat baik.

Bagaimanapun kata sambutan pada upacara perkawinan merupakan salah satu aktifitas yang harus dipenuhi, kerana dengan ada kata sambutan maka dianggap seh cakap yaitu penyampaian kata dengan tuntas dalam upacara

perkawinan tersebut. Namun demikian, dalam ngerana atau menyampaikan kata sambutan sering kali ada dianggap kekurangan. Walaupun pada dasarnya kekurangan-kekurangan tersebut tidak dapat disebutkan diidentifikasi secara tepat.

Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dari kata sambutan tersebut, bagi sebagian orang yang mempunyai kemampuan finasial melakukan upacara perkawinan dengan menyajikan perkolong-kolong.

Penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan secara umum senantiasa terdapat pada salah satu acara, yaitu pada akhir acara ngerana atau pada akhir penyampaian kata sambutan. Namun dalam upacara perkawinan yang menjadi korpus dalam penelitian ini perkolong-kolong disajikan juga pada awal acara adu pengantin (kedua pengantin menari dan secara silih berganti bernyanyi).

Umumnya perkolong-kolong menyanyi setelah kaum kerabat selesai menyampaikan kata sambutan secara bergantian. Oleh sebab itu penyajian perkolong-kolong terdapat pada tiap-tiap akhir daripada acara penyampaian kata sambutan.

Lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam upacara perkawian pada mulanya adalah pemasu-masun atau katoneng-katoneng. Tetapi dalam upacara yang diteliti ini ada beberapa lagu pop Karo yang dinyanyikan perkolong-kolong. Menurut anak beru yang meminpin upacara hal ini sama sekali tidak menyalahi bahkan semakin baik. Menurut pandangan mereka tidak semua tamu undangan dapat menikmati keindahan pemasu-masun atau katoneng-katoneng.

Tujuan menyajikan perkolong-kolong dalam upacara perkawinan diharapkan sebagai orang yang mampu menambahi kebaikan terhadap kata

sambutan yang dapat melengkapi kekurangan dari perkataan-perkataan terhadap semua kaum kerabat yang terlibat dalam upacara perkawinan. Dengan adanya perkolong-kolong dalam upacara perkawinan menyebabkan upacara tersebut dipandangsebagai kerja situa atau upacaraperkawinan yang paling besar.

Bagaimanapun penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan merupakan manisfestasi atekeleng atau rasa kasih sayang yang mendalam

Pentingnya menyanyikan lagu-lagu dalam upacara perkawinan karena lagu-lagu tersebut menjadi salah satu alat komunikasi yang dianggap sangat kuat yang dapat menyampaikan rasa kemanusiaan dalam upacara perkawinan. Dengan demikian maka lagu-lagu berfungsi sebagai penambah kekuatan pada alat komunikasi yang bersifat verbal.

Ada rasa kemanusian yang dianggap perlu disampaikan, namun terkadang tidak cukup hanya dengan kata sambutan saja. Seperti dalam upacara perkawinan rasa yang dominan dari pihak sukut adalah penghormatan dan terima kasih yang tak terhingga kepada sesama kaum kerabatpada umumnya, lebih terlebih-lebih kapada kalimbubu.