• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kunci Jawaban Intan Pariwara Kelas 12 Ba (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kunci Jawaban Intan Pariwara Kelas 12 Ba (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tujuan Pembelajaran:

Setelah mempelajari bab ini, peserta didik mampu:

1. memahami, membandingkan, menganalisis, dan mengevaluasi teks cerita sejarah;

2. menginterpretasi, memproduksi, menyunting, mengabstraksi, dan mengonversi teks cerita sejarah. Berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai, peserta didik:

1. mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa;

2. mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fi ksi dalam novel;

3. mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fi ksi dalam novel;

4. menunjukkan perilaku jujur, responsif, dan santun dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan cerita sejarah tentang tokoh-tokoh nasional.

Teks Cerita Sejarah

• Pengertian teks cerita sejarah. • Struktur teks cerita sejarah. • Informasi dalam teks cerita sejarah.

• Unsur-unsur kesastraan dan kebahasaan dalam teks cerita sejarah.

• Suntingan teks cerita sejarah. • Konversi teks cerita sejarah. • Cerita ulang teks cerita sejarah. • Abstraksi teks cerita sejarah. • Perbandingan teks cerita sejarah.

• Mampu menjelaskan pengertian teks cerita sejarah. • Mampu menjelaskan struktur teks cerita sejarah. • Mampu menjelaskan ciri-ciri teks cerita sejarah.

• Mampu menjelaskan cara-cara memproduksi teks cerita sejarah. • Mampu menjelaskan cara-cara menyunting teks cerita sejarah. • Mampu menjelaskan cara mengonversi teks cerita sejarah. • Mampu meringkas teks cerita sejarah.

• Mampu mendiskusikan teks cerita sejarah.

(3)

1. Jawaban:

Teks cerita sejarah adalah naskah cerita atau narasi rekaan yang mengandung unsur-unsur sejarah.

2. Jawaban:

Kisah sejarah dapat berupa rangkaian informasi dalam bentuk tulisan atau lisan. Secara tulisan, cerita sejarah ini dapat dilihat pada buku, majalah, atau surat kabar. Cerita sejarah dalam bentuk lisan dapat diambil dari ceramah, pidato, percakapan, atau pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, teks cerita sejarah dapat menjadi sumber informasi.

3. Jawaban:

Perbedaan teks cerita sejarah dan teks sejarah adalah pada narasi rekaannya. Di dalam teks cerita sejarah, terdapat sisi rekaan yang berupa mitos asal-usul raja, mitos pembukaan negeri, mitos kedatangan sebuah agama, dan mitos alegori. Sisi rekaan tersebut tidak terdapat dalam teks sejarah.

4. Jawaban:

Struktur teks cerita sejarah sebagai berikut. a. Abstrak : ringkasan atau inti cerita. b. Orientasi : pembuka teks cerita sejarah. c. Komplikasi : tahapan ini berisi urutan

kejadian.

d. Klimaks : puncak konfl ik dalam sebuah teks cerita sejarah.

e. Resolusi : s u a t u k e a d a a n k e t i k a kon flik terpecahkan dan menemukan penyelesai-annya.

f. Koda/Amanat : bagian akhir dari sebuah teks cerita sejarah.

5. Jawaban:

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun sebuah teks cerita sejarah. Kepaduan antarunsur intrinsik inilah yang membuat sebuah teks cerita sejarah berwujud. Unsur intrinsik dalam teks cerita sejarah adalah tema, alur (plot), penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat.

6. Jawaban:

Dalam teks cerita sejarah tema yang ditulis pengarang biasanya berupa sejarah seorang tokoh agama atau pejuang, asal mula suatu daerah, penyebaran agama, perebutan kekuasaan, dan lain-lain.

7. Jawaban:

Unsur ekstrinsik dalam teks cerita sejarah, yaitu:

a. rekaman kebesaran, ketinggian, dan kegemi-langan pemerintah;

b. corak penceritaan; c. unsur bias;

d. unsur keagamaan;

e. unsur politik; f. unsur ekonomi; dan g. unsur sosial.

8. Jawaban:

Langkah-langkah memproduksi teks cerita sejarah sebagai berikut.

a. Bertanya atau menggali informasi mengenai suatu peristiwa sejarah. Pencarian informasi ini berfungsi untuk mengumpulkan bukti-bukti sejarah berupa fakta.

b. Mengumpulkan cerita-cerita mengenai sejarah tersebut. Seperti yang telah disebutkan di atas, cerita sejarah dapat mempunyai beberapa versi, terutama berkaitan dengan unsur cerita yang sifatnya fi ktif. Anda dapat menggunakan media audio untuk merekam cerita-cerita sejarah tersebut.

c. Menentukan cerita sejarah yang akan ditulis. Dalam penentuan ini jangan melupakan bahwa cerita sejarah mengandung fakta. Jadi, ambillah cerita sejarah yang mengandung fakta paling banyak di dalamnya.

d. Membuat urutan peristiwa dalam cerita sejarah. Ur utan ini membantu Anda memahami cerita sejarah yang terjadi. e. Membuat narasi cerita sejarah berdasarkan

infor masi dan ur utan per istiwa yang telah dikumpulkan. Cerita sejarah dapat dinarasikan dengan gaya bahasa pengarang. Pengembangan cerita sejarah tentu saja bukan pada unsur fakta, melainkan pada unsur-unsur fi ksi.

9. Jawaban:

Aspek-aspek yang harus diperhatikan ketika menyunting teks cerita sejarah sebagai berikut. a. Ketepatan penulisan huruf, kata, lambang

bilangan, dan tanda baca.

b. Ketepatan penggunaan diksi atau pilihan kata.

c. Keefektifan kalimat. d. Ketepatan struktur kalimat. e. Keterpaduan paragraf.

10. Jawaban:

(4)

Komplikasi Orientasi

Abstrak A.

B. Jawaban:

Ki Ageng Mangir

Ki Ageng Mangir adalah penguasa daerah Mangir yang masih mempunyai garis keturunan dengan Prabu Brawijaya. Ki Ageng Mangir bernama asli Raden Wanabaya. Kisah hidupnya berakhir tragis. Ia tewas di tangan mertuanya. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Keraton Kotagede, Yogyakarta. Anehnya, setengah jasadnya dimakamkan di dalam keraton dan setengah yang lain dimakamkan di luar keraton. Berikut adalah kisah Ki Ageng Mangir hingga akhir hayatnya.

Setelah era Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang berakhir, muncullah Kerajaan Mataram Islam di tanah Jawa yang meneruskan garis keturunan Majapahit. Kerajaan ini dipimpin oleh Panembahan Senopati alias Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan. Panembahan Senopati memiliki seorang putri cantik yang bernama Sekar Pembayun. Dalam memerintah Mataram Islam, Panembahan Senopati dibantu Ki Juru Martani yang terkenal cerdas mengatur strategi.

Panembahan Senopati mempunyai keinginan menguasai seluruh wilayah Mataram. Akan tetapi, setelah berusaha berkali-kali, usahanya belum membuahkan hasil. Salah satu daerah yang belum berhasil ditaklukkannya adalah wilayah yang dikuasai oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya, yaitu Mangir. Ki Ageng Mangir merasa berhak untuk tidak tunduk kepada kekuasaan Panembahan Senopati. Mangir adalah sebuah perdikan (desa yang tidak berkewajiban membayar upeti atau pajak kepada Kerajaan Mataram). Desa ini terletak sekitar 30 km dari Mataram. Tepatnya, Mangir terletak di pertemuan Sungai Bedok dan Sungai Progo.

Panembahan Senopati menganggap Ki Ageng Mangir sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Ia pun berencana menyerang Mangir. Akan tetapi, seorang patihnya yang bernama Ki Juru Martani menawarkan strategi lain. Strategi itu dipilih karena Ki Ageng Mangir mempunyai tombak yang sakti bernama Kiai Baru Klinthing. Selain itu, Ki Ageng Mangir merupakan keturunan Majapahit. Ia pasti mempunyai pengaruh yang kuat.

Ki Juru Martani mengusulkan agar Panembahan Senopati

menggunakan siasat apus krama atau tipu daya halus untuk

(5)

Panembahan Senopati tertegun. Ia paham bahwa siasat itu bisa mengancam keselamatan putrinya. Namun, demi menjaga kewibawaan Mataram, ia akhirnya setuju. Panembahan Senopati segera membujuk Sekar Pembayun. Sang Putri pun tak kuasa menolak perintah ayahandanya itu. Sebelum berangkat ke Mangir, Panembahan Senopati membentuk kelompok musik ledhek yang terdiri atas para punggawa terkemuka Mataram. Adipati Martalaya ditunjuk sebagai dalang sekaligus pemimpin kelompok dengan nama samaran Dalang Sandiguna. Sekar Pembayun berperan menjadi penari sekaligus anak Ki Dalang yang bernama Waranggana. Ia dikawal oleh bupati wanita bernama Nyai Adirasa.

Rombongan ledhek ini pun akhirnya sampai ke desa Mangir.

Kebetulan di Mangir sedang diadakan acara merti dhusun atau bersih desa. Ketika kedatangan rombongan ledhek itu, Ki Ageng Mangir menyambut dengan sukacita. Ia kemudian meminta Dalang Sandiguna untuk menggelar pertunjukan ledhek di halaman rumahnya.

Ki Ageng Mangir terlihat gembira menonton tarian ledhek. Apalagi, ketika melihat tarian Putri Pembayun yang lemah lembut dan suaranya yang merdu. Ki Ageng Mangir pun terpesona. Di dalam hatinya tebersit keinginan untuk meminang Putri Pembayun.

Setelah pertunjukan usai, penguasa Mangir itu pun menyampaikan niatnya kepada Ki Dalang Sandiguna.

”Wahai, Ki Dalang. Siapakah gerangan wanita cantik itu?” tanya Ki Ageng Mangir.

”Dia putri hamba, Tuan. Namanya Waranggana,” jawab Ki Dalang Sandiguna.

”Jika berkenan, izinkanlah aku meminang putri Ki Dalang,” pinang Ki Ageng Mangir.

Ki Dalang Sandiguna tidak perlu berpikir panjang untuk merestui pernikahan mereka. Sebab, memang itulah yang diharapkan. Akhirnya, Waranggana menikah dengan Ki Ageng Mangir. Sejak itulah, Waranggana menjadi bagian dari keluarga Mangir. Demikian pula sebaliknya, Ki Ageng Mangir telah menjadi bagian dari keluarga Mataram. Sementara itu, Ki Dalang Sandiguna bersama rombongannya yang telah berhasil menyelesaikan tugasnya, akhirnya kembali ke Mataram.

Putri Pembayun bahagia hidup bersama Ki Ageng Mangir yang tampan dan perkasa itu. Apalagi, Ki Ageng Mangir juga sangat mencintainya. Meskipun demikian, Putri Pembayun tetap harus melaksanakan amanat ayahandanya, yaitu membawa penguasa Mangir itu ke Mataram.

Suatu malam, ketika Ki Ageng Mangir sedang terlelap, Waranggana atau Putri Pembayun mengusap tombak pusaka milik suaminya, tombak Kiai Baru Klinthing, dengan sampur sonder (ikat pinggang untuk menari ledhek). Setelah kesaktian tombak pusaka itu berkurang, ia pun membongkar jati dirinya di hadapan suaminya.

”Kanda, Dinda ingin mengatakan sesuatu hal kepada Kanda. Tapi, Dinda mohon Kanda berjanji tidak akan marah setelah mendengarnya,” pinta Waranggana.

”Ada apa, Dinda? Katakanlah,” kata Ki Ageng Mangir, ”Kanda berjanji tidak akan marah.”

”Sebenarnya, nama Dinda bukan Waranggana, tapi Putri Sekar Pembayun. Dinda adalah putri Panembahan Senopati dari Mataram,” ungkap Putri Pembayun.

(6)

Komplikasi

Klimaks

Resolusi

Alangkah terkejutnya Ki Ageng Mangir mendengar pengakuan istrinya. Ia baru sadar ternyata istri yang amat dicintainya itu adalah putri musuh besarnya. Hati dan pikirannya menjadi tidak menentu. Apalagi, ketika Putri Pembayun mengajaknya sowan (menghadap) ke Mataram untuk membuktikan baktinya sebagai menantu. Ki Ageng Mangir benar-benar berada di persimpangan jalan. Namun, ia menyadari bahwa semua itu sudah menjadi suratan takdir. Maka, ia pun menerima permintaan istrinya untuk sungkem kepada mertuanya di Mataram.

”Baiklah, Dinda. Demi cintaku pada Dinda dan demi hormatku kepada mertua, Kanda bersedia sowan ke Mataram,” jawab Ki Ageng Mangir.

Paginya, berangkatlah Ki Ageng Mangir bersama Putri Pembayun ke Mataram dengan disertai sejumlah kerabat dan pengawalnya. Sebagai seorang ksatria yang memiliki harga diri, ia tak lupa membawa tombak pusakanya, Kiai Baru Klinthing. Rombongan Ki Ageng Mangir terus berjalan menuju Mataram yang berpusat di Kotagede. Dalam perjalanan, Ketika sampai di sebuah desa, Ki Ageng Mangir tiba-tiba mendapat bisikan dari tombak pusakanya. Tombak pusakanya itu berkata bahwa Ki Ageng Mangir harus kembali ke desanya jika tidak ingin nyawanya melayang. Akan tetapi, Ki Ageng Mangir tetap melanjutkan perjalanan ke Mataram.

Setiba di Mataram, Ki Ageng Mangir disambut oleh kerabat keraton dengan upacara penyambutan yang disebut ngundhuh mantu. Rupanya, upacara itu sudah diatur untuk menjebak Ki Ageng Mangir. Di depan kraton terdapat sebuah bangsal tarub (teratak) yang dijaga oleh Ki Juru Martani. Ketika Ki Ageng melewati tarub itu, patih itu menghentikannya.

”Maaf, Ki Ageng Mangir! Sungguhlah tidak sopan jika seorang menantu membawa senjata saat sungkem kepada mertuanya,” ujar Ki Juru Martani.

Sebagai menantu yang baik, Ki Ageng Mangir melepas semua senjata yang dibawanya, termasuk Kyai Baru Klinthing. Kemudian, ia bersama istrinya segera sungkem kepada Panembahan Senopati. Sambutan Panembahan Senopati yang begitu ramah dan penuh kasih sayang membuat Ki Ageng Mangir sedikit terlena. Di hadapan mertuanya, ia duduk bersimpuh dan menyembah sebagai tanda penghormatan.

Ketika kepala Ki Ageng Mangir hampir menyentuh lantai, Pangeran Senopati langsung meraih kepala menantunya itu dan langsung membenturkannya ke kursi singgasananya yang disebut Watu Gilang. Ki Ageng Mangir pun tewas seketika. Suasana pun menjadi gaduh seketika. Putri Pembayun yang menyaksikan peristiwa itu langsung menangis histeris. Ia amat menyesal berkunjung ke Mataram yang pada akhirnya menjadi malapetaka bagi suami yang amat dicintainya.

Jenazah Ki Ageng Mangir kemudian dimakamkan di Keraton Mataram, Kotagede. Oleh karena dianggap separuh jiwanya keluarga keraton dan separuh musuh Mataram, separuh jasadnya (bagian atas) dimakamkan di dalam kompleks keraton, sedangkan separuhnya (bagian bawah) berada di luar keraton, atau dimakamkan dengan posisi melintang di antara batas wilayah keraton dengan daerah luar keraton.

(7)

Koda

Amanat cerita ini yaitu bahwa Ki Ageng Mangir adalah seorang ksatria sejati yang rela melepas keperkasaannya demi menghormati mertuanya. Ia berprasangka baik sekalipun kepada musuhnya. Sifat Panembahan Senopati tidak sepatutnya dicontoh. Kita harus memaafkan orang yang sudah meminta maaf kepada kita sekalipun dia pernah memusuhi kita.

Dikutip dari: James Danandjaja dan Daniel Agus Maryanto. Cerita Rakyat dari Jawa Tengah, Volume 3, Grasindo, 2003 dan http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/297-ki-ageng-mangir-wanabaya, diunduh 13 Januari 2015

C. 1. Jawaban:

a. Panembahan Senopati.

b. Ki Ageng Mangir.

c. Putri Pembayun atau Waranggana.

d. Adipati Martalaya atau Dalang Sandiguna. e. Ki Juru Martani.

f. Nyai Adirasa. 2. Jawaban:

Panembahan Senopati tidak menyukai Ki Ageng Mangir karena tidak mau tunduk kepada kekuasaan Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati.

3. Jawaban:

Latar yang ada dalam teks cerita sejarah di atas terdiri atas latar tempat, latar waktu, dan latar sua-sana. Latar tempat dalam teks cerita sejarah di atas adalah di Kerajaan Mataram dan daerah Mangir. Latar waktu dalam teks cerita sejarah di atas adalah era Kerajaan Mataram, tepatnya setelah era Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang berakhir. Latar suasana dalam teks cerita sejarah di atas suasana kerajaan. Sebagian besar latar suasana dalam teks cerita sejarah tersebut adalah suasana tegang karena perebutan kekuasaan daerah Mangir.

4. Jawaban:

Konfl ik yang terjadi pada teks cerita sejarah adalah konfl ik antara Panembahan Senopati yang ingin menguasai wilayah Mangir dan Ki Ageng Mangir. Daerah Mangir yang dipimpin Ki Ageng Mangir tidak bersedia tunduk kepada kekuasaan Panembahan Senopati.

5. Jawaban:

Urutan kejadian teks cerita sejarah di atas sebagai berikut. a. Panembahan Senopati ingin menguasai daerah Mangir.

b. Ki Ageng Mangir yang memimpin daerah Mangir tidak bersedia tunduk pada kekuasaan Mataram yang dipimpin Panembahan Senopati.

c. Panembahan Senopati dan Ki Juru Martani mengatur siasat agar mengirimkan Putri Pembayun menyamar dan dikirim ke Desa Mangir.

d. Putri Pembayun, Adipati Martalaya, dan Nyai Adirasa berangkat ke Desa Mangir sebagai rom-bongan ledhek.

e. Ki Ageng Mangir terpesona kecantikan Putri Pembayun. f. Ki Ageng Mangir menikahi Putri Pembayun.

g. Putri Pembayun mengaku jika ia adalah putri Panembahan Senopati. h. Putri Pembayun mengajak Ki Ageng Mangir ke Mataram.

i. Ki Ageng Mangir dan Putri Pembayun berkunjung ke Mataram.

j. Ki Ageng Mangir dan Putri Pembayun menghadap Panembahan Senopati.

k. Panembahan Senopati membenturkan kepala Ki Ageng Mangir di singgasananya.

(8)

A. Jawaban:

Jawaban diserahkan kepada siswa Catatan untuk Guru:

Guru memberikan siswa kesempatan untuk membentuk kelompok.

B. Contoh jawaban:

Raja Laku Leik yang Bengis

”Hmmm... aku tahu caranya. Sebaiknya, putraku kuganti dengan seekor rusa yang akan kukubur di bawah tangga,” pikirnya.

Naifeto pun segera menangkap seekor rusa, lalu menguburnya di bawah tangga istana. Sementara, Onu Muti ia serahkan kepada adik Raja Laku Leik yang bernama Feto Ikun untuk diasuh.

”Tolong rawatlah Onu Muti, tetapi jangan sampai raja mengetahui rahasia ini! Jika raja tahu masalah ini, nyawa Onu Muti akan terancam,” ujar Naifeto.

”Baiklah. Aku berjanji akan menjaga rahasia ini,” ucap Feto Ikun.

Sejak itulah, Onu Muti tinggal di rumah bib-inya. Beberapa minggu kemudian, Raja Laku Leik telah kembali dari berburu. Karena tahu bahwa sang permaisuri telah melahirkan, ia pun langsung menanyakannya.

”Di mana anak kita, Permaisuriku?” tanya sang Raja.

”Maaf, Kanda. Anak kita laki-laki,” jawab Naifeto, ”Sesuai dengan pesan Kanda, anak itu sudah Dinda kuburkan di bawah tangga.”

Mendengar keterangan itu, cepat-cepatlah sang raja pergi memeriksa ke bawah tangga. Tampaklah olehnya sebuah tumpukan tanah yang ditandai dengan sebuah nisan di atasnya. Raja itu pun percaya jika nisan itu adalah makam putranya. Demikian rahasia itu terus tersimpan hingga Onu Muti beranjak remaja.

Suatu hari, Onu Muti bersama temannya, One Mea, sedang bermain gasing di dekat istana. Tanpa disengaja, gasing Onu Muti terlempar jauh dan mengenai kepala seorang nenek yang sedang menjemur kacang hijau. Nenek itu pun menjadi marah.

”Dasar kau anak terbuang!” hardik nenek itu seraya pergi.

Nenek itu ternyata pergi ke istana untuk men-gadu kepada sang raja. Setiba di istana, ia pun membuka rahasia tentang kebohongan Naifeto selama ini.

Dahulu, di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Laku Leik. Ia adalah raja yang bengis dan kejam. Ia tidak segan-segan menganiaya, bahkan menghabisi nyawa orang lain demi memenuhi semua kemauannya. Ia juga gemar berjudi dan memiliki sifat serakah. Ia ingin menjadi raja untuk selama-lamanya dan tidak mau mempunyai anak laki-laki.

Suatu hari, Raja Laku Leik hendak mengada-kan perjalanan jauh bersama para pengawalnya. Mereka akan pergi berburu ke hutan yang berada di wilayah kerajaannya. Perjalanan itu tentu saja akan memakan waktu yang cukup lama. Sebelum berangkat, raja berpesan kepada permaisurinya, bernama Naifeto, yang sedang hamil tua.

”Hai, permaisuriku! Aku akan meninggalkan istana ini dalam beberapa hari. Jika kelak kamu melahirkan seorang anak perempuan, rawatlah ia baik-baik. Tetapi, jika bayi itu laki-laki, habisi-lah nyawanya dan kuburkan mayatnya di bawah tangga istana ini,” titah Raja Laku Leik.

”Baik, Kanda,” jawab Naifeto.

Sebenarnya, Naifeto tidak setuju dengan per-mintaan suaminya itu, tentu ia tidak akan sampai hati menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Tetapi, karena takut kepada suaminya yang kejam itu, ia terpaksa mengiyakan pesan tersebut.

Tidak lama setelah raja pergi, Naifeto mela-hirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan sehat. Bayi itu dinamainya Onu Muti. Betapa senang hatinya memiliki anak itu. Ia ingin sekali merawat dan membesarkannya. Tetapi, di sisi lain ia harus melaksanakan pesan suaminya. Dalam keadaan bimbang, ia pun berdoa meminta petun-juk kepada Tuhan.

”Ya Tuhan, berikanlah hamba petunjuk-Mu atas permasalahan ini,” pinta Naifeto.

(9)

mengenai keberadaan makam itu. Berkat doanya yang khusyuk, petunjuk itu pun datang melalui mimpi pada malam harinya. Pada keesokan harinya, Feto Ikun mengajak saudara-saudaranya untuk mencari makam Onu Muti di hutan. Setelah menemukan makam itu, mereka kemudian berdoa kepada Tuhan agar mayat Onu Muti dibangkitkan kembali.

Setelah mereka empat kali berdoa, Onu Muti hidup kembali. Semua itu bisa terjadi berkat kuasa Tuhan. Feto Ikun pun merawat pangeran kecil itu dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan sang Raja. Hingga beberapa tahun kemudian, Onu Muti pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah.

Sementara itu, Raja Laku Leik yang kian tua semakin lupa daratan. Kelakuannya semakin men-jadi-jadi. Kebiasaan berjudi dengan menyabung ayam tidak pernah berhenti. Ia selalu menantang lawan-lawannya dengan taruhan yang tinggi.

Suatu hari, datanglah Onu Muti ke istana membawa ayam jagonya untuk menantang sang raja. Ia menyamar sebagai pangeran yang kaya-raya dari negeri seberang. Raja Laku Leik pun menerima tantangan itu.

”Hai, Pangeran Muda. Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berani-beraninya kau me-nantangku!” tanya Raja Laku Leik dengan nada meremehkan.

”Ampun, Baginda. Harta yang hamba miliki saat ini sebanyak harta yang akan Baginda per-taruhkan,” jawab Onu Muti.

Betapa terkejutnya Raja Laku Leik mend-engar jawaban anak muda itu. Tidak mau diper-malukan di hadapan rakyatnya, ia pun menerima tantangan itu. Sang raja segera memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan ayam jagonya untuk diadu dengan ayam jago milik Onu Muti. Selu-ruh rakyat negeri itu pun berbondong-bondong memadati halaman istana untuk menyaksikan pertandingan tersebut.

Setelah semuanya siap, per tandingan sabung ayam pun dimulai. Kedua ayam jago segera dilepas di tengah arena. Tak berapa lama kemudian, keduanya saling menyerang. Tetapi, baru saja pertarungan itu berlangsung, ayam jago milik Raja Laku Leik sudah kalah. Tidak mau dipermalukan, Raja Laku Leik kembali menantang dengan taruhan yang lebih besar lagi. Akan tetapi, selalu saja kalah. Demikian seterusnya, selama pertarungan itu, kemenangan selalu ada di pihak Onu Muti.”

Raja yang bengis itu pun bangkrut, hidupnya melarat, dan akhirnya mati. Seluruh wilayah kera-”Ampun, Baginda Raja,” hormat nenek itu.

”Ada apa gerangan?” tanya Raja Laku Leik. ”Sebenarnya, Baginda telah dibohongi oleh Permaisuri,” lapor nenek itu.

”Apa maksud, Nenek?” Raja Laku Leik kem-bali bertanya dengan bingung.

Nenek itu pun menceritakan keberadaan Onu Muti kepada sang raja. Mendengar cerita itu, sang Raja pun menjadi murka. Tetapi, ia tidak berani langsung bertindak karena segan terhadap adiknya, Feto Ikun. Ia pun mengadakan sidang tertutup dengan beberapa pengawal setianya un-tuk membuat siasat. Dalam sidang itu disepakati bahwa mereka merencanakan suatu perburuan dengan mengajak Onu Muti dan One Mea.

Pada hari yang telah ditentukan, Onu Muti dan One Mea pun datang ke istana dengan membawa peralatan berburu. Kedua anak itu juga masing-masing membawa seekor ayam jantan. Setiba di istana, keduanya pun berbaur dengan rombongan sang raja menuju ke hutan. Setiba di hutan, mereka mulai berburu hingga sore hari. Hasil yang mereka peroleh lumayan banyak.

Saat hari mulai gelap, sang raja menyuruh Onu Muti untuk beristirahat di dalam sebuah pon-dok kecil yang telah disiapkan oleh pengawal raja. Sementara itu, One Mea serta raja dan rombon-gannya tidur di luar. Ketika semua sudah terlelap, Raja Laku Leik perlahan-lahan merangkak masuk ke dalam pondok, lalu memenggal kepala Onu Muti. Kepala anak yang tidak berdosa itu pun terpisah dari tubuhnya.

Keesokan harinya, semua orang panik, teru-tama One Mea. Ia berteriak histeris begitu melihat kepala temannya terpenggal. Setelah mayat Onu Muti dimakamkan, rombongan sang raja kembali melanjutkan perburuan. Sementara itu, One Mea secara diam-diam mengikat ayam jantan milik Onu Muti di nisan makam itu lalu cepat-cepat pulang untuk melapor kepada ibu angkat Onu Muti, Feto Ikun.

”Bibi . . . , Bibi . . . Bibi Feto!” teriaknya dengan tergopoh-gopoh, ”Onu Muti telah mati!”

Alangkah terkejutnya Feto Ikun mendengar berita duka itu. Ia tahu bahwa pastilah Raja Laku Leik pelakunya.

”Lalu, di mana mayatnya sekarang?” tanya Feto Ikun.

”Mayatnya sudah dimakamkan di dalam hu-tan,” ungkap One Mea, ”Saya telah mengikatkan seekor ayam pada nisan makam itu sebelum pu-lang ke sini, tetapi saya lupa di mana tepatnya.”

(10)

Muti menjadi raja untuk menggantikan ayahnya yang bengis. Berbeda dengan ayahnya, Onu Muti memimpin negeri itu dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup makmur dan sejahtera.

Dikutip dari: http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/290-Raja-Laku-Leik-yang-Bengis, diunduh 29 Januari 2015 jaan, termasuk istananya, sudah habis

dipertar-uhkan. Sebaliknya, Onu Muti menjadi kaya raya. Kerajaan itu pun sudah menjadi miliknya. Selu-ruh rakyat negeri itu menyambut gembira atas kemenangan itu. Mereka pun menobatkan Onu

Catatan untuk Guru:

Guru memberikan kesempatan siswa untuk mencari cerita sejarah di sekitar sekolah atau lingkungan rumahnya.

C. Jawaban:

Jawaban diserahkan kepada siswa. Catatan untuk Guru:

Guru memberi kesempatan siswa untuk mencatat atau merekam cerita sejarah yang ada di sekitarnya.

D. Jawaban:

Jawaban diserahkan kepada siswa. Catatan untuk Guru:

Guru memberi siswa kesempatan untuk berdiskusi dengan kelompok lain.

E. Contoh jawaban:

Unsur instrinsik yang terdapat dalam cerita sejarah ”Raja Laku Leik yang Bengis” sebagai berikut.

1. Tema

Tema cerita sejarah ”Raja Laku Leik yang Bengis” adalah kisah keserakahan dan kekejaman seorang penguasa.

2. Alur (Plot)

Peristiwa-peristiwa dalam ”Raja Laku Leik yang Bengis” diceritakan secara berurutan dari awal (kelahiran Onu Muti) hingga akhir (kematian Raja Laku Leik). Dengan demikian, alur dalam cerita sejarah tersebut adalah alur maju.

3. Tokoh

Tokoh dalam cerita sejarah ”Raja Laku Leik yang Bengis” adalah Raja Laku Leik, Permaisuri Naifeto, Onu Muti, Onu Mea, Feto Ikun, dan nenek pengadu.

4. Sudut Pandang

Sudut pandang dalam cerita sejarah ”Raja Laku Leik yang Bengis”menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu.

5. Latar

Latar dalam cerita ”Raja Laku Leik yang Bengis” ini terdiri atas latar tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat dalam cerita ”Raja Laku Leik yang Bengis” ini adalah di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur; hutan; dan pondok kecil. Latar waktu dalam cerita sejarah ini adalah sore hari dan malam hari. Latar suasana yang tergambar dalam cerita sejarah ini adalah suasana menegangkan karena Raja Laku Leik selalu mengancam siapa pun yang melawannya.

A. Jawaban:

Jawaban diserahkan kepada siswa Catatan untuk Guru:

Guru memberi kesempatan siswa untuk mencari teks cerita sejarah di perpustakaan sekolah atau internet.

(11)

Catatan untuk Guru:

Guru memberi kesempatan siswa untuk menyunting teks cerita sejarah.

C. Jawaban:

Jawaban diserahkan pada siswa. Catatan untuk Guru:

Guru memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi. Guru juga dapat mengarahkan siswa untuk melihat Pendalaman Materi.

D. Contoh jawaban:

Setelah rasa letih dan lelah mereka lenyap, rombongan Raja Tilahunga kembali melanjutkan per-jalanan. Ketika itu, hari sudah menjelang siang. Terik matahari yang semakin panas dan menyengat membuat kerongkongan semua rombongan kering dan ditambah pula perut yang sudah mulai keron-congan. Melihat para pengawalnya mulai kehausan dan kelaparan, sang Raja pun memutuskan untuk berhenti dan beristirahat saat melewati sebuah padang rumput yang luas dan hijau.

Raja Tilahunga berteriak : ”Pengawal, berhenti!”

(Rombongan pun berhenti)

Raja bertitah : ”Sebaiknya kita beristirahat dulu di tempat ini. Silakan kalian membuka perbekalan kalian!” ”Tapi, ingat! Setelah makan, rapikan kembali perbekalan kalian masing-masing.”

Anggota rombongan serempak menjawab : ”Baik, Baginda!”

(Seluruh anggota rombongan segera membuka perbekalan masing-masing)

(Seluruh anggota rombongan makan dengan la-hap)

(Sebagian anggota rombongan merapikan bekal) (Sebagian masih ada yang makan dengan lahap) Raja Tilahunga memperingatkan mereka : ”Wahai, para Pengawal! Sebaiknya kalian makan

sekenyangnya saja. Jika terlalu kenyang, tentu akan membuat kalian susah untuk berjalan. Lagi pula, per-jalanan kita masih cukup panjang. Kalian harus lebih menghemat makanan agar tidak cepat kehabisan bekal.”

(Rombongan menghentikan makannya dan merapikan bekal tersisa)

(Salah satu anggota rombongan bernama Denggi tidak mau mendengarkan raja) (Denggi masih makan dengan lahap)

(Denggi merampas makanan anggota yang lain)

Seorang anggota rombongan yang makanannya dirampas oleh Denggi berseru: ”Hai, Denggi! Jangan kamu ambil bekalku! Ayo, cepat kembalikan!”

(Denggi menolak untuk mengembalikan makanan) (Terjadi pertengkaran)

(Raja Tilahunga menasihati Denggi)

(Denggi mengakui perbuatan dan meminta maaf)

Sejak itu, padang rumput yang luas dan hijau itu diberi nama Tuladenggi, yaitu diambil dari kata tula yang berarti ’rakus’ dan nama si Denggi. Jadi, Tuladenggi berarti ”Denggi yang rakus”.

(12)

Catatan untuk Guru:

Guru memberi kesempatan siswa untuk mengonversi teks cerita sejarah.

E. Jawaban:

Jawaban diserahkan kepada siswa. Catatan untuk Guru:

Guru mengalokasikan waktu agar siswa dapat membacakan teks monolog mereka. Guru dapat menunjuk beberapa siswa untuk membaca. Jika ada kelebihan waktu, Guru dapat meminta semua siswa membacakan teks monolognya.

A. Contoh jawaban: 1. tenggelam

Berita korupsi tenggelam, karena digantikan dengan berita kriminal.

2. tumbuh

Ekonomi Republik Indonesia akan tumbuh sebesar 5,2 persen sesuai dengan prediksi Bank Dunia.

3. yakin

Pemerintah yakin jika pembangunan rel kereta api di luar Pulau Jawa akan mening-katkan taraf hidup rakyat.

4. tinggal

Imigran gelap dari Timur Tengah sementara tinggal di Kantor Transmigrasi Kabupaten Cilacap.

5. tamat

Riwayat gembong narkoba itu tamat di regu penembak jitu.

Catatan untuk Guru:

Jawaban diserahkan kepada siswa. Kalimat yang dibuat siswa dapat berbeda-beda. Guru dapat me-nilai kalimat siswa dari kesesuaian penggunaan verba asal tersebut.

B.

Catatan untuk Guru:

Jawaban diserahkan kepada siswa. Jawaban siswa dapat berbeda-beda. Guru dapat menilai jawaban siswa dari kesesuaian penggunaan verba turunan dan kelengkapan sumber teks yang dikutip.

A. Pilihan Ganda

1. Jawaban: b

Salah satu bagian dalam struktur teks cerita sejarah adalah komplikasi. Komplikasi adalah kejadian-kejadian dalam teks cerita sejarah yang dihubungkan secara sebab-akibat. Peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.

2. Jawaban: d

Resolusi adalah suatu keadaan ketika konfl ik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya. Tahapan ini ditandai dengan upaya pengarang mengungkapkan solusi dari berbagai konflik dialami tokoh.

3. Jawaban: c

Penggalan teks tersebut menceritakan sosok Pangeran Samudra. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang dalam sebuah cerita.

4. Jawaban: c

Cerita dalam teks cerita sejarah tersebut meng-gunakan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang ketiga ini terlihat dari narator atau pencerita yang tidak terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang orang ketiga, pengarang menyebut tokoh-tokoh dalam cerita dengan sebutan nama atau kata gantinya, seperti ia, dia, dan mereka.

5. Jawaban: b

Watak adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku. Dalam penggalan teks cerita sejarah tersebut, watak Saleh digambarkan sebagai orang yang rajin dan mudah bergaul dengan rakyat.

6. Jawaban: a

(13)

menceritakan kembali cerita sejarah yang terjadi pada masa lalu. Teks cerita sejarah juga mengandung amanat yang dapat menjadi rujukan pada masa sekarang.

15. Jawaban: e

Latar adalah keterangan tempat, waktu, dan suasana dalam teks cerita sejarah dalam teks cerita sejarah. Dalam penggalan teks cerita sejarah tersebut, latar cerita digambarkan Pantai Moro yang sangat lebar, mengalir Sungai Demak di tengahnya, dan terdapat perahu, jung, dan kapal-kapal besar silih berganti mendatangi Pantai Moro Demak. Latar suasana dalam penggalan teks cerita di atas adalah suasana Pantai Moro yang ramai oleh hilir mudik perahu, jung, dan kapal-kapal besar. Jadi, pilihan jawaban e tidak sesuai dengan penggalan teks cerita sejarah tersebut.

16. Jawaban: a

Pokok pikiran adalah inti paragraf. Dalam paragraf tersebut, pokok pikiran menggambarkan Pantai Moro Demak yang sangat lebar. Jadi, pokok pikiran paragraf tersebut terdapat pada pilihan jawaban a.

17. Jawaban: e

Susunan kalimat tepat sebagai berikut.

4) Pada tahun 1547 Fatahillah bersama bala tentaranya memperkuat pasukan Demak. 5) Mereka merupakan kekuatan gabungan

dalam memerangi pasukan Pasuruan. 3) Pihak musuh berhasil dipukul mundur. 2) Sultan Trenggono senang sekali mendapat

kemenangan.

1) Hari itu juga kemenangan tersebut dirayakan dengan pesta.

18. Jawaban: b

Paragraf tersebut merupakan pengenalan tokoh Pangeran Diponegoro. Dalam struktur teks cerita sejarah, bagian yang menggambarkan tokoh atau tempat terjadinya peristiwa disebut orientasi.

19. Jawaban: a

Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina atau frasa nominal sebagai objek dalam kalimat aktif dan dapat berfungsi sebagai objek dalam kalimat pasif.

20. Jawaban: b

Verba berpreposisi adalah verba yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Frasa berdiskusi tentang pada pilihan jawaban b merupakan verba berpreposisi karena kata diskusi mendapat preposisi ber- dan memiliki nomina di belakang kata tentang.

di atas kapal asing. Jadi, jawaban tepat terdapat pada pilihan jawaban a.

7. Jawaban: b

Situasi pada penggalan teks cerita sejarah di atas mencekam karena kapal tiba-tiba oleng tanpa diketahui sebabnya.

8. Jawaban: a

Peristiwa-peristiwa dalam cerita di atas diceritakan dari awal hingga akhir. Jadi, jawaban tepat penggalan teks cerita sejarah tersebut terdapat pada pilihan jawaban a.

9. Jawaban: e

Kesalahan ejaan pada kalimat tersebut adalah tidak adanya tanda titik setelah kata pipit, tanda hubung di antara kata burung-burung, dan tanda kutip setelah kata menguning.

10. Jawaban: d

Dalam penggalan teks cerita sejarah tersebut, watak Putri Pembayun digambarkan sebagai seorang yang patuh dan memegang teguh amanat karena menaati perintah ayahnya.

11. Jawaban: e

Aspek-aspek dalam penyuntingan sebagai berikut.

1) Ketepatan penulisan huruf, kata, lambang bilangan, dan tanda baca.

2) Ketepatan penggunaan diksi atau pilihan kata.

3) Keefektifan kalimat. 4) Ketepatan struktur kalimat. 5) Keterpaduan paragraf.

Jadi, pilihan jawaban e bukan aspek dalam penyuntingan.

12. Jawaban: c

Aspek yang membedakan konversi teks cerita sejarah ke puisi dengan konversi teks cerita sejarah ke teks drama adalah teks puisi mengandung metafora. Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenar-nya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan.

13. Jawaban: e

Dalam teks cerita sejarah, ada beberapa unsur nyata, misalnya, tokoh, nama tempat, dan peristiwa. Namun, dalam teks cerita sejarah terdapat pula cerita rekaan, misalnya mitos asal-usul raja, mitos pembukaan negeri, mitos kedatangan sebuah agama, dan mitos alegori. Jadi, pilihan jawaban e tidak mengandung cerita rekaan.

14. Jawaban: c

(14)

B. Uraian

1. Jawaban:

Teks cerita sejarah mempunyai struktur yang membedakannya dengan jenis karangan lain. Struktur teks cerita sejarah terbagi menjadi enam, yaitu abstrak, orientasi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan koda atau amanat.

2. Jawaban:

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks cerita sejarah. Akan tetapi, unsur ekstrinsik tersebut tidak secara langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme dalam teks cerita sejarah.

3. Jawaban:

Penyuntingan naskah dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut.

a. Penyunting harus membaca cermat kalimat demi kalimat dalam naskah untuk menemu-kan kesalahan-kesalahan.

b. Penyunting membenarkan kesalahan-kes-alahan yang terdapat dalam naskah. c. Penyunting memeriksa keterpaduan

antar-paragraf.

d. Penyunting memeriksa kebenaran data dan teori jika ada.

4. Jawaban:

Di sebuah bukit bernama Napo, darah Tammajarra, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Balanipa. Kerajaan Balanipa dipimpin oleh Raja Balanipa. Sudah tiga puluh tahun raja berkuasa, tetapi ia tidak mau turun dari tahtanya.

Ia ingin berkuasa sepanjang masa. Untuk itu, ia senantiasa menjaga kesehatan badannya dengan cara berolahraga, berburu, dan meramu jamu agar panjang umur.

5. Contoh jawaban:

a. Verba turunan yang dibentuk melalui trans-posisi:

Dasar Verba Turunan

cangkul cangkul

Contoh kalimat:

Cangkul tanah itu agar dapat ditanami!

b. Verba turunan yang dibentuk melalui afi k-sasi:

Dasar Verba Turunan

temu bertemu

Contoh kalimat:

Mereka tidak sengaja bertemu di jalan.

c. Verba turunan yang dibentuk melalui redup-likasi:

Dasar Verba Turunan

tembak tembak-menembak

Contoh kalimat:

Polisi dan pemberontak tembak-menembak di perbatasan.

d. Verba turunan yang dibentuk melalui pema-jemukan:

Dasar Verba Turunan

campur, tangan campur tangan

Contoh kalimat:

Referensi

Dokumen terkait

3.5 Menggali informasi dari teks cerita narasi sejarah tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam di Indonesia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa.. Indonesia lisan

3.5 Menggali informasi dari teks cerita narasi sejarah tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam di Indonesia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan

3.5 Menggali informasi dari teks cerita narasi sejarah tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam di Indonesia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan

latar Tidak tepat dalam memilih tempat yang mengukuhkan terjadinya peristiwa, tidak tepat memilih waktu yang sesuai dengan peristiwa dalam cerita, dan tidak tepat menggambarkan

Apakah kamu mengalami peningkatan dalam hal keterampilan berbicara dan motivasi belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi Cerita setelah menggunakan

I Wayan Numertayasa & Luh Made Arya Adiastiti_ Analisis Cerpen Karya siswa Sekolah Menengan Atas N 1 Rendang 217 Tema : Kejujuran dalam belajar Latar waktu, tempat dan suasana :