• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan edisi 20 Desember 2017 72 Bidadari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan edisi 20 Desember 2017 72 Bidadari"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

72 Bidadari

A. Sadikin

Laporan

Edisi 20 / Desember 2017

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

lk.syamina@gmail.com

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

(3)

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

Pendahuluan — 7

Iman Kepada Allah: Inti Sumber Keyakinan Islam — 8

Iman Kepada Hari Akhir: Konsekuensi Iman Kepada Allah — 10

Gambaran Surga — 13

Gambaran Tentang Bidadari — 15

72 Bidadari — 19

Penutup — 22

(4)

4

S

alah satu metode agama dalam mendorong pengikutnya atau anggotanya untuk menaati norma-norma aturannya di antaranya yaitu dengan penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Islam sebagai satu-satunya agama yang berasal dari Allah juga menerapkan hal yang sama terhadap pengikutnya. Oleh itu, dalam kitab suci umat Islam, Al Qur`an, akan banyak didapati penghargaan berupa Surga bagi mereka yang beriman dan taat, selain juga hukuman berupa Neraka bagi mereka yang ingkar dan durhaka.

Dalam Islam, besar suatu penghargaan atau hukuman tersebut berbanding lurus dengan besar pengorbanan atau kejahatan yang dilakukan seseorang. Atas dasar ini, Allah pun menjanjikan beberapa penghargaan bagi seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, untuk menikahkannya dengan tujuh puluh dua bidadari.

Inti dari teologi Islam adalah iman kepada Allah, yaitu“Satu-satunya Tuhan.” Ajaran ini disampaikan oleh seorang Nabi berkebangsaan Arab, Nabi Muhammad melalui perantaran Firman Allah, yaitu Al Qur`an.

Konsep Allah yang diajarkan Al Qur`an ini jelas memiliki konsekuensi. Kepercayaan kepada Allah, Tuhan Satu-satunya, menuntut perubahan kesadaran yang menyakitkan. Kaum Muslim generasi pertama dituduh sebagai penganut "ateisme" yang membahayakan masyarakat. Kaum Quraisy tampaknya merasa

(5)

5

keterputusan dengan dewa-dewa leluhur mereka sebagai ancaman besar, dan tak

lama kemudian nyawa Muhammad sendiri pun terancam.

Konsekuensi terpenting dari keimanan kepada Allah dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad merupakan nabi dan rasul yang diutus Allah yaitu seorang Muslim harus mempercayai apa pun yang dikabarkan melalui Al Qur`an dan berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Terkhusus kabar dan berita tentang hari akhir; mencakup di dalamnya hari pembalasan.

Setiap Muslim dituntut untuk mengimani hari akhir dan hari pembelasan meski nalar dan akal mereka belum bisa, bahkan meski tidak mampu, untuk mencernanya. Al Qur`an memang menganjurkan Muslim untuk menggunakan akalnya dalam usaha memahami Al Qur`an dan agama Islam. Namun dalam Islam, akal memiliki keterbatasan.

Al Qur`an menggambarkan kehidupan di dunia sebagai kesempatan yang singkat tapi berharga, kesempatan yang memberikan pilihan sekali-untuk-selamanya. Kehidupan sempurna dan hakiki tersebut hanya kehidupan di akhirat.

Di sana, hanya ada dua tempat kembali bagi seluruh manusia, yaitu Surga atau Negara. Surga bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah dan Neraka bagi mereka yang kufur dan mendurhakai Allah.

Dalam bahasa Arab, surga disebut dengan jannah. Jannah sendiri secara etimologis berarti kebun atau taman yang penuh dengan tumbuhan dan pepohonan. Surga merupakan di antara anugerah paling besar yang Allah berikan kepada para hamba-Nya yang selalu taat dan tunduk kepada-Nya.

Meski suatu yang masih abstrak, gambaran Surga dapat dikatakan demikian detail disebutkan baik dalam Al Qur`an maupun Hadits, serta dideskripsikan dengan sangat indah dan menawan. Meski demikian detiil gambarannya, dalam bahasa singkat, Nabi Muhammad tetap menyebutkan bahwa semua kenikmatan yang ada dalam surga tidak pernah dilihat, didengar, dan dibayangkan serta terlintas dalam hati manusia.

Dari sekian banyak pesona Surga, salah satu daya paling mempesona di sana yaitu bidadari. Dalam bahasa Arab, bidadari diartikan dengan al-huur al-'Iin. Al-Huur merupakan bentuk plural dari hauraa`, yang berarti wanita berusia muda yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam.

Al Quran menyebutkan beberapa sifat dan karakter bidadari. Di antaranya yaitu: menundukkan pandangan dengan hanya memandang suaminya; penuh cinta kepada suaminya; berakhlak baik dan suci, yaitu suci dari perkataan keji, suci dari mengumbar pandangan, dan suci pakaian serta tubuhnya dari kotoran; dan dipingit di kemah-kemah. Selain itu, Al Quran juga menggambarkan bidadari sebagai wanita yang sangat cantik menawan; berumur sebaya yang tidak mengalami penuaan; belum pernah pernah tersentuh manusia dan jin; dan senantiasa perawan.

(6)

6

Adapun tambahannya, hal itu sesuai dengan tingkatan dan amalan laki-laki tersebut selama di dunia.

Hadits shahih yang menjanjikan pelakunya mendapat tujuh puluh bidadari di akhirat kelak adalah bagi para syuhada. Sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah, “Seorang yang mati syahid akan mendapatkan enam anugerah dari Allah: dosanya diampuni pada tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya diperlihatkan dalam surga; diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana dahsyat; mahkota keagungan dipakaikan di atas kepalanya, yaitu yang terbuat dari Yaqut yang lebih baik daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kerabat-kerabatnya.”

Janji Allah berupa Surga beserta seluruh kenikmatannya, termasuk di dalamnya tujuh puluh dua bidadari, bagi seorang Muslim yang rela berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, pada hakikatnya bukan pada persoalan penghargaan tersebut. Melainkan berkaitan dengan diri seorang Muslim yang berhasil menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik dan menjaga diri dari bujukan hawa nafsunya.

Menahan diri untuk mendapatkan suatu kesenangan demi untuk mendapatkan kesenangan yang lebih, barangkali inilah doktrin yang diajarkan Islam kepada pengikutnya. Oleh itu, bagi seorang Muslim, dunia ibarat penjara bagi mereka. Sebaliknya, dunia bagi orang kafir laksana taman-taman Surga. Karenanya, kebebasan dan kesenangan sejati setiap Muslim adalah di akhirat kelak.

(7)

7

PENDAHULUAN

Agama, bahkan institusi apa pun, memiliki metode tersendiri dalam mendorong pengikutnya atau anggotanya untuk menaati norma-norma yang dijunjungnya. Salah satu metode tersebut di antaranya yaitu dengan penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Islam sebagai satu-satunya agama yang berasal dari Allah juga menerapkan hal yang sama terhadap pengikutnya. Oleh itu, dalam kitab suci umat Islam, Al Qur`an, akan banyak didapati penghargaan berupa Surga bagi mereka yang beriman dan taat, selain juga hukuman berupa Neraka bagi mereka yang ingkar dan durhaka.

Besar suatu penghargaan atau hukuman tersebut berbanding lurus dengan besar pengorbanan atau kejahatan yang dilakukan seseorang. Karenanya, dalam Islam, Surga memiliki tingkatan sebagaimana Neraka juga memiliki tingkatan-tingkatan. Penghargaan atau pahala yang Allah janjikan kepada seorang Muslim yang mendermakan hartanya, berbeda dengan janji-Nya kepada seorang Muslim yang taat dalam menjalankan shalat sunnah atau pun puasa sunnah. Hal ini juga berlaku dengan janji-Nya bagi seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan tenaganya, hartanya, dan nyawanya. Semakin besar pengorbanan yang dipersembahkan seorang Muslim, semakin tinggi juga Allah memberikan penghargaan kepadanya.

Dari sini, tidaklah mengherankan manakala Allah menjanjikan beberapa penghargaan bagi seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan harta yang paling berharga yang ia miliki, yaitu nyawanya. Suatu penghargaan yang tidak Dia janjikan untuk orang selainnya. Salah satu penghargaan istimewa tersebut yaitu berupa janji untuk menikahkannya dengan tujuh puluh dua bidadari.

(8)

8

IMAN KEPADA ALLAH: INTI SUMBER KEYAKINAN ISLAM

Inti dari teologi Islam adalah iman kepada Allah. Al Qur`an menggunakan kata Allah untuk merujuk kepada Tuhan umat Islam, yang secara harfiah bermakna “Satu-satunya Tuhan.” Bukan satu Tuhan, karena Tuhan itu memang satu. Untuk itulah Allah diartikan dengan Satu-satunya Tuhan1.

Oleh karena itu, yang jadi persoalan bukanlah pengakuan atas keberadaan Tuhan. Di dalam Al-Quran, “orang yang ingkar” (kufr bi ni’matillah) bukanlah orang ateis dalam pengertian yang lazim dipahami atas kata tersebut, yakni orang yang tidak percaya kepada Tuhan, melainkan orang yang tidak bersyukur kepadanya, yang mampu melihat dengan jelas apa yang telah dilimpahkan Allah kepadanya, tetapi menolak untuk mengagungkannya dengan semangat pembangkangan yang tak berterima kasih.2

Meski bangsa Arab juga mengakui bahwa Tuhan mereka juga Allah, namun Islam memaknai kata ‘Allah’ dengan makna yang berbeda. Melalui perantaraan Nabi Muhammad, Allah mengenalkan sendiri nama dan jati dirinya. Oleh itu, umat Islam tidak akan pernah berselisih terkait nama Tuhan mereka, yaitu Allah.

Sekitar tahun 610 M, Muhammad untuk pertama kalinya pendapat tugas sebagai nabi sekaligus rasul dari Allah. Sejak saat itulah gelar nabi dan rasul melekat pada diri beliau. Saat itu bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, ‘Malam Kemuliaan’, Al Qur`an dibukakan kepada satu jiwa yang memang sudah dipersiapkan, Nabi Muhammad.3 Tatkala sedang terbaring di atas lantai gua Hira, tempat beliau bertahannuts ‘mengasingkan diri’, beliau dihampiri seorang Malaikat yang muncul dalam sosok seorang pria. Pria itu kemudian berkata kepadanya, “Bacalah.” Nabi Muhammad menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca. Malaikat tadi bersikeras dengan tetap mengulangi permintaannya, sementara Nabi Muhammad pun tetap dengan jawabannya. Akhirnya malaikat tadi pun membacakan firman Allah, “Bacalah dengan menyebut Rabb (Tuhan)mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu lah yang Paling Pemurah. Dia mengajardengan perantaraan qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.4

Dalam pandangan Islam, malaikat penyampai firman Allah tersebut bernama Jibril. Jibril sering diidentifikasikan sebaga Ruh Suci pembawa wahyu, perantara yang melaluinya Allah berkomunikasi dengan manusia. Dia bukanlah malaikat naturalistik, namun hadir di mana-mana sehingga mustahil bisa melarikan diri darinya.

Setelah menerima wahyu pertama itu, dengan berjalan tertatih sambil gemetaran hebat, Nabi Muhammad pun pulang ke rumahnya di tengah-tengah kota Mekah, kota yang disucikan oleh bangsa Arab sekaligus pusat spiritual mereka. Beliau

1 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Serambi, 2015), h. 253. 2 Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, (Bandung: Mizan, 2002), h. 198. 3 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, h. 258.

(9)

9

menjatuhkan diri ke pangkuan istrinya, Khadijah binti Khuwailid, “Selimuti aku,

selimuti aku!” serunya, memohon istrinya untuk melindungi dirinya.

Tatkala rasa takut mulai menghilang, Nabi Muhammad bertanya kepada Khadijah apakah dirinya betul-betul telah menjadi majnun. Khadijah bersegera memberi ketegasan, “Engkau adalah orang yang baik dan penuh perhatian kepada sanak saudaramu. Engkau menolong fakir miskin dan orang yang kesulitan, dan ikut memikul beban mereka. Engkau berupaya mengembalikan akhlak mulia yang nyaris hilang dari kaummu. Engkau menghormati tamu dan membantu orang-orang yang susah. Tak mungkin engkau (majnun). “Tuhan tidak bertindak dengan sewenang-wenang.

Khadijah menganjurkan agar mereka berkonsultasi dengan sepupunya, Waraqah, yang saat itu penganut Kristen dan mempelajari kitab suci. Waraqah sama sekali tidak sangsi: Nabi Muhammad telah menerima wahyu dari Tuhan Musa dan nabi-nabi lain, dan telah menjadi utusan ilahi bagi bangsa Arab.5 Akhirnya, setelah melalui periode beberapa tahun, Nabi Muhammad menjadi yakin bahwa memang demikianlah halnya dan mulai mendakwahi kaum Quraisy, menghadirkan bagi mereka sebuah kitab suci dalam bahasa mereka sendiri.6

Melalui penjelasan Al Qur`an dan Hadits, kumpulan sabda Nabi Muhammad yang dikisahkan secara paralel oleh para sahabat yang menemani beliau hingga pada periode kodifikasinya, dalam pandangan Islam, Allah memiliki kekuatan yang tidak terbatas. Allah lah satu-satunya pencipta, pengatur, penguasa seluruh jagat raya, pemberi rezeki, menghadirkan suatu mudarat, memberi suatu kebaikan, dan sebagainya. Hal ini sangat mudah bagi-Nya. Untuk melakukan itu semua, Dia hanya cukup mengatakan, “Jadilah”, maka jadilah sesuatu itu. Oleh itu, Allah adalah Tuhan Satu-satunya yang berhak disembah, diagungkan, dan ditaati segala perintah dan larangan-Nya. Selain itu, Allah juga memiliki beberapa nama-nama agung yang menunjukkan kebesaran dan kekuatan-Nya, yang dikenal dengan Asma` Al-Husna.

Al Qur`an secara konsisten juga mengkritik keyakinan keliru bangsa Arab terhadap ‘Allah’ mereka. Dengan tegas Al Qur`an menyatakan bahwa Allah Mahatunggal, tidak beranak dan tidak juga diperanakkan serta tidak memiliki istri. Hal ini merupakan sanggahan frontal Al Qur`an terhadap kepercayan Arab yang meyakini bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Selain itu, Al Qur`an juga mengingkari keyakinan bangsa Arab bahwa untuk berhubungan dengan-Nya, manusia memerlukan perantara. Sebaliknya, Al Qur`an menegaskan, dengan kemahakuasaan Allah, manusia bisa berhubungan langsung dengan-Nya, kapan dan di mana pun mereka melakukannya. Manusia tidak memerlukan perjanjian terlebih dahulu dengan-Nya terkait waktu dan tempatnya.

Konsep Allah yang diajarkan Al Qur`an ini jelas memiliki konsekuensi. Kepercayaan kepada Allah, Tuhan Satu-satunya, menuntut perubahan kesadaran yang menyakitkan. Kaum Muslim generasi pertama dituduh sebagai penganut

(10)

10

‘ateisme’ yang membahayakan masyarakat. Di Mekah, di mana peradaban kota masih baru dan tentunya tampak sebagai keberhasilan yang rentan bagi kaum Quraisy yang amat bangga akan kecukupan dirinya, banyak yang merasakan ketakutan dan kegelisahan. Kaum Quraisy tampaknya merasa keterputusan dengan dewa-dewa leluhur mereka sebagai ancaman besar, dan tak lama kemudian nyawa Muhammad sendiri pun terancam.

Al-Quran menjelaskan bahwa keyakinan bangsa Arab khususnya Quraisy terhadap Tuhan mereka hanyalah proyeksi dan isapan jempol imajinasi.

Dalam Al Qur`an disebutkan, “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya perempuan? Demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan satu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.”7

Ini adalah ayat-ayat yang paling radikal di antara semua ayat Al-Quran yang mencela dewa-dewa pagan leluhur bangsa Arab. Dari sana, Al-Quran pada hakikatnya mengajarkan monoteis yang keras, dan syirik (secara harfiah berarti menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain) menjadi dosa paling besar dalam pandangan Islam.8

Persepsi tentang keunikan Tuhan (tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya) merupakan basis moralitas Al-Quran. Menyembah benda-benda material atau meletakkan kepercayaan pada wujud yang lebih rendah adalah syirik. Al-Quran menumpahkan celaan terhadap dewa-dewa pagan: dewa-dewa itu sama sekali tak bisa berbuat apa-apa. Dewa-dewa itu tak mampu memberikan makanan atau rezeki; tidak ada gunanya meletakkan mereka sebagai pusat dalam kehidupan seseorang karena mereka tidaklah berdaya. Sebaliknya, seorang Muslim juga harus yakin bahwa Allah adalah Realitas Tertinggi dan tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya9.

IMAN KEPADA HARI AKHIR: KONSEKUENSI IMAN KEPADA ALLAH

Konsekuensi terpenting dari keimanan kepada Allah dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad merupakan nabi dan rasul yang diutus Allah yaitu seorang Muslim harus mempercayai apa pun yang dikabarkan melalui Al-Quran dan berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Terkhusus kabar dan berita tentang hari akhir; mencakup di dalamnya hari pembalasan. Al-Quran dalam susunan yang kita baca hari ini, bahkan menyinggung hal tersebut di bagian awal-awalnya, “Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian

7 QS. An-Najm: 19-23.

(11)

11

rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”10 Beriman kepada Hari Akhir merupakan salah satu dari enam rukun Islam.

Setiap Muslim dituntut untuk mengimani hari akhir dan hari pembelasan meski nalar dan akal mereka belum bisa, bahkan meski tidak mampu, untuk mencernanya. Al-Quran memang menganjurkan Muslim untuk menggunakan akalnya dalam usaha memahami Al-Quran dan agama Islam, namun dalam Islam, akal memiliki keterbatasan. Di sana ada persoalan fisika dan natural yang memang mampu dipahami oleh akal, tetapi untuk persoalan metafisika dan supranatural umumnya sulit dinalar oleh akal, meski hal itu tidak berarti akal tidak bisa memahaminya sama sekali.

Al-Quran menggambarkan kehidupan di dunia sebagai kesempatan yang singkat tapi berharga, kesempatan yang memberikan pilihan sekali-untuk-selamanya. Maka itu, perhatian khusus pada kehidupan terlihat secara utuh dan keseluruhan di dalam Al-Quran.

Tergantung seberapa baik manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia, ketika menghadapi Hari Perhitungan dan Pembalasan, manusia akan dimasukkan ke dalam Surga atau Neraka, yang dalam Al-Quran digambarkan dalam citraan-citraan yang nyata, konkrit dan gamblang. Gambaran citraan-citraan itu dimungkinkan untuk dipahami secara harfiah atau alegoris (majasi/kiasan).

Setiap Muslim meyakini bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya di muka bumi. Kemudian, masa depannya setelah itu tergantung pada seberapa baik atau buruknya mereka dalam melaksanakan perintah Allah.

Dalam pandangan Islam, setelah meninggalnyanya, manusia—paling tidak— akan memasuki dua dimensi alam lainnya, yaitu alam kubur dan alam akhirat. Alam kubur juga sering dinamakan alam barzakh. Secara etimologis, barzakh berarti sekat atau pemisah antara dua benda, yang secara terminologis dapat dimaknai sebagai alam yang memisahkan antara alam dunia dan alam akhirat. Alam kubur merupakan alam penantian roh manusia yang sudah meninggal hingga dibangkitkan kembali oleh Allah.11 Secara tersurat Al-Quran menyebutkan hal ini, “(Demikianlah keadaan

orang -orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanl ah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”12

Selain itu, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa tatkala meninggal dunia, seseorang hanya akan membawa ‘spiritual’ kebaikan yang telah ia kerjakan di dunia. Sementara seluruh harta dan kedudukan yang dimilikinya di dunia akan ia tinggalkan, yang kemudian akan dibagikan untuk ahli warisnya.13

Meski merupakan masa penantian, Muslim meyakini bahwa di alam kubur manusia sudah bisa menikmati sebagian balasan terhadap kebaikan atau keburukan

10 QS. Al-Baqarah: 2-3.

11 Ali Muhammad Ash-Shalabi, Iman Kepada Hari Akhir, (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 88-89. 12 Q.S. Al-Mu’minuun: 99-100.

(12)

12

yang mereka kerjakan selama hidup di dunia. Bagi Muslim yang taat selama di dunia, kuburnya akan diluaskan 70 x 70 hasta, diterangi cahaya di dalamnya, dan diperintahkan untuk tidur seperti tidurnya pengantin yang tidak akan dibangunkan kecuali oleh istri yang paling dicintainya, serta akan diperlihatkan tempatnya kelak di surga. Sementara bagi mereka yang kafir, pecundang, dan pendosa, kuburnya akan dihimpitkan sampai tulang rusuknya menjadi bengkok dan ia akan dipukul dengan palu besi yang pukulan yang sangat keras, sehingga ia pun menjerit kesakitan. Selain itu, mereka juga akan terus disiksa hingga hari kebangkitan dari kubur kelak.14

Untuk itu, salah satu sepenggal doa yang diajarkan Nabi Muhammad kepada umat Islam adalah sebuah doa yang berisi perlindungan dari siksian kubur. “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, azab neraka, fitnah Dajjal, serta fitnah pada saat hidup dan pada saat mati”15 demikian tutur beliau.

Dalam Islam, setelah berakhirnya kehidupan dunia (kiamat), selanjutnya diikuti dengan Hari Kebangkitan (Al-Ba’tsu), Hari Dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar (Al-Hasyr), serta hari Perhitungan (Al-Hisab), dan Hari Penimbangan Amal (Al-Mizan), manusia pun akan mendapatkan balasan atas setiap berbuatan mereka di dunia. Hanya ada dua tempat kembali bagi seluruh manusia, yaitu Surga atau Negara. Surga bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah dan Neraka bagi mereka yang kufur dan mendurhakai Allah.

Sebagai balasan bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah, deskripsi singkat bagi mereka adalah mereka akan mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan di akhirat kelak. Al-Quran menegaskan, “Sedangkan Surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tidak jauh (dari mereka). (Kepada mereka dikatakan), ‘Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan memelihara (semua peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada kepada Allah Yang Maha Pengasih sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat, masuklah ke dalamnya (Surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada Kami ada tambahannya.’”16. Atau dalam teks yang semisalnya, “Bagi mereka segala apa

yang mereka kehendaki ada di dalamnya (Surga), mereka kekal (di dalamnya). Itulah janji Rabbmu yang pantas dimohonkan”17

Sementara bagi penduduk Neraka, Hari Pembalasan Amal merupakan hari yang penuh dengan penyesalan tak berkesudahan. Kesempatan untuk kembali pada kehidupan dunia meski hanya sesaat guna memanfaatkan kesempatan itu untuk mengerjakan kebaikan merupakan ‘sesuatu’ bagi para pecundang dan pendosa. Saat berhadapan dengan Hari Perhitungan dan Pembalasan, mereka akan sangat menghargai kesempatan itu melampaui keinginan tertinggi apa pun yang mereka punya kala masih hidup.

14 HR. At-Tirmidzi, no. 1071. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani. Lihat juga HR. Al-Bukhari, no. 1374. 15 HR. Al-Bukhari, no. 823.

16 QS. Qaf: 31-35.

(13)

13

Al-Quran menggambarkan bahwa pada hari tersebut, mereka yang masuk

Neraka berusaha menebus dirinya dari siksa dengan apa pun yang dimilikinya. Di antara mereka ada yang dengan mengorbankan anak-anaknya, istrinya, saudaranya, dan keluarga yang melindunginya18; atau dengan emas sebesar gunung19 dan seluruh dunia beserta isinya jika sekiranya mereka bisa memilikinya.20

GAMBARAN SURGA

Dalam bahasa Arab, surga disebut dengan jannah. Jannah sendiri secara etimologis berarti kebun atau taman yang penuh dengan tumbuhan dan pepohonan. Surga merupakan di antara anugerah paling besar yang Allah berikan kepada para hamba-Nya yang selalu taat dan tunduk kepada-Nya. Meski suatu yang masih abstrak, gambaran Surga dapat dikatakan demikian detail disebutkan baik dalam Al-Quran maupun Hadits, serta dideskripsikan dengan sangat indah dan menawan. Oleh itu, sehebat apa pun seorang sastrawan atau pujangga, niscaya mereka tidak mampu menjelaskan sifat dan hakekat Surga sebaik dan sepiawai Allah dan Nabi-Nya. Luar biasanya, meski demikian detail gambarannya, dalam bahasa singkat, Nabi Muhammad tetap menyebutkan bahwa semua kenikmatan yang ada dalam surga tidak pernah dilihat, didengar, dan dibayangkan serta terlintas dalam hati manusia.21

Berikut ini hanyalah gambaran sebagian kenikmatan di surga:

1. Istana dan Tenda-Tenda Surga

Dalam beberapa ayat Al-Quran, Allah menamai tempat tinggal penghuni Surga dengan Al-Ghurufat, yaitu istana-istana yang di dalamnya terdapat kamar-kamar yang dibangun dengan sangat sempurna, sangat megah, dan sangat tinggi. Di Surga juga terdapat tenda-tenda menakjubkan yang terbuat dari mutiara yang cekung. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tenda Surga itu adalah mutiara cekung, tinggi ke langit sepanjang tiga puluh mil. Setiap sudutnya dihuni oleh seorang Mukmin yang satu sama lain tidak bisa saling melihat (karena jauhnya jarak antara mereka).”22

2. Pepohonan dan Buah-Buahan Surga

Sebagaimana arti bahasanya, Surga digambarkan seperti kebun yang dipenuhi berbagai pepohonan. Kebun itu dipadati oleh pohon anggur, kurma, dan delima yang semuanya berbuah sangat lebat, sehingga terlihat sangat indah. Selain lebat, buah dari pepohonan itu pun keluar dari tangkai-tangkai yang sangat rendah, sehingga memudahkan orang untuk memetiknya. Disebutkan dalam Al-Quran, “Di dalam keduanya (ada berbagai macam) buah-buahan dan kurma serta delima.23 Pepohonan Surga ini selalu berbuah, bahkan kapan pun pohon itu selalu rindang, “Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya.24

18 Baca QS. Al-Ma’arij: 11-13. 19 Baca QS. Ali Imran: 91. 20 Baca QS. Al-Maidah: 36.

21 HR. Al-Bukhari, 3244, 4779, 4780, 7498, dan Muslim, no. 2824 dan 2825. 22 HR. Al-Bukhari, no. 3243.

(14)

14

Bahkan di Surga terdapat pohon yang hanya dapat ditempuh dengan perjalanan seratus tahun untuk mengelilinginya. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebatang pohon di mana seorang pengendara yang berjalan di bawah bayangannya hanya dapat menempuhnya selama seratus tahun tanpa henti.25

3. Makanan dan Minuman di Surga

Di Surga terdapat banyak makanan dan minuman dengan beraneka ragam rasa dan kelezatan. Dalam suatu hadits disebutkan, “Sesungguhnya penghuni Surga yang paling rendah adalah orang yang memiliki tujuh tingkatan dan tiga ratus pelayan yang mendatanginya setiap pagi dan sore dengan membawa tiga ratus piring yang terbuat dari emas dengan berisi makanan. Bagian awal dan akhirnya sama lezatnya. Mereka membawa pula tiga ratus bejana yang memiliki warna yang berbeda-beda. Bagian awal dan akhirnya sama lezatnya.26

Sementara untuk minuman penghuni Surga, Al-Quran menggambarkan, “Perumpamaan taman Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka.27

4. Pakaian dan Perhiasan di Surga

Hal lain yang tak kalah megah yang diberikan kepada penduduk Surga adalah pakaian dan perhiasan yang mereka kenakan. Mereka akan mengenakan pakaian sutra dan memakai perhiasan gelang emas. Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah.28

Nabi Muhammad bersabda, “Seandainya secuil kuku saja dari keindahan yang ada di Surga muncul, niscaya akan menghiasi ruang yang ada antara langit dan bumi. Seandainya seorang lelaki dari ahli Surga muncul kemudian tampak gelangnya, niscaya cahayanya akan menghapus cahaya matahari sebagaimana cahaya matahari menghapus cahaya bintang.29

5. Pelayan-Pelayan di Surga

Penduduk Surga akan mempunyai pelayan-pelayan yang membawakan minuman dan makanan buat mereka. Al-Quran menuturkan, “Mereka dikelilingi anak-anak muda yang tetap muda. Dengan membawa gelas, sere, sloki (piala) berisi

(15)

15

minuman dari air yang mengalir.30”. Disebutkan dalam satu hadits, “Aku adalah

orang pertama yang keluar ketika manusia dibangkitkan. Ada seribu pelayan laksana mutiara yang terpendam berjalan mengelilingiku.31

6. Istri-Istri Penghuni Surga

Penghuni Surga dari kalangan laki-laki akan diberikan oleh Allah istri-istri yang suci, sangat cantik dan menawan. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan mata-air-mata-air; mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari. Di dalamnya mereka meminta segala macambuah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran).32

7. Tingkatan-Tingkatan Surga

Surga terdiri dari berbagai tingkatan dengan keutamaan yang berbeda-beda. Mereka yang menjadi penghuni Surga akan menempati tingkatan-tingkatan tersebut sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaan masing-masing. Semakin seseorang menempati tingkatan Surga yang lebih tinggi, maka ia pun akan mendapatkan kenikmatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berada pada tingkatan di bawahnya.

Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya di Surga itu ada seratus tingkatan yang Allah sediakan bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Jarak antara dua tingkatannya itu seperti jarak antara langit dan bumi.33” Dalam kesempatan yang berbeda, beliau juga bersabda, “Sesungguhnya para penghuni Surga selalu memandangi penghuni Surga lain yang berada di tempat yang lebih tinggi dari mereka, sebagaimana kalian memandangi bintang lewat bercahaya seperti mutiara yang melintas dari ufuk timur ke barat, karena perbedaan keutamaan di antara mereka.34

GAMBARAN TENTANG BIDADARI

Dalam bahasa Arab, bidadari diartikan dengan al-huur al-’Iin. Al-Huur

merupakan bentuk plural dari hauraa`, yang berarti wanita berusia muda yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam. Pendapat lain menyebutkan bahwa hauraa` berarti wanita yang matanya amat putih bersih dan indah; wanita yang matanya halus sehalus kulit dan putih seputih warna; wanita yang matanya amat putih dan biji matanya amat hitam.35

Kata al-huur diambil dari akar kata yang bermakna tampak sedikit keputihan pada mata di sela kehitamannya (dalam arti, yang putih pada mata sangat putih, dan yang hitam pun sangat hitam), atau bisa juga kata tersebut diartikan bulat. Ada juga yang mengartikannya sipit. Sedangkan kata al-‘Iin adalah bentuk jamak dari kata

30 QS. Al-Waqi'ah: 17-18. 31 HR. Ad-Daruquthni, no. 49.

32 QS. Ad-Dukhan: 51-55. 33 HR. Al-Bukhari, no. 6987.

34 HR. Al-Bukhari, no. 3083.

(16)

16

aina, yakni yang menunjukkan feminin dan ‘ain yang menunjuk maskulin. Kedua kata itu berarti bermata besar dan indah. Jadi kata al-huur al-‘Iin adalah kata netral, yang tidak menunjukkan pada feminim atau maskulin. Namun kata tersebut dapat dipahami dalam arti hakiki misalnya seseorang (baik laki-laki maupun perempuan) yang memiliki mata lebar dan sipit. Dialah yang menjadi pasangan di surga, atau dalam arti majazi, yakni seseorang itu adalah yang sipit matanya dalam arti kecil, sehingga tidak akan melihat kecuali kepada pasangannya. Dapat juga dalam arti yang lebar matanya, sehingga selalu terbuka dan memandang dengan penuh perhatian kepada pasangannya36.

1. Bidadari dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an ada sejumlah ayat yang diterjemahkan dengan bidadari, penggambaran bidadari, sifat-sifat ataupun ciri-cirinya. Dari sejumlah ayat-ayat itu ada tujuh yang menggunakan kata al-huur, al-‘iin, al-huur al-‘iin”, dan qashiraat ath-tharf yang diterjemahkan sebagai “bidadari” di surga. Di antaranya ada kata ‘al-huur’ yang disebut empat kali dalam Al-Qur’an, yang ketiganya menggunakan ‘al-huur al-‘iin’37 dan ada satu kali menggunakan ‘al-‘iin’38. Kemudian ada satu ayat

yang menggunakan kata ‘al-‘iin’ dengan susunan kata ‘qashiraat ath-tharf ‘iin’39. Dan

dua ayat lainnya tanpa menggunakan kata ‘al-‘iin’ yaitu dengan susunan ‘qashiraat ath-tharf’40. Bidadari juga diungkapkan dengan ‘azwaj muthahharah’41yang berarti pasangan suci, namun yang dimaksudkan adalah ungkapan untuk bidadari. Selain ayat-ayat yang menggunakan redaksi ungkapan bidadari itu, ada beberapa ayat yang tanpa menggunakan istilah bidadari, yaitu sebanyak 942 ayat.43

2. Kecantikan Bidadari Surga

Allah menyerupakan bidadari Surga dengan tiga hal, yaitu al-baidh al-maknun44

(telur burung unta yang tersimpan dengan baik), al-lu`lu` al-maknun45 (mutiara

yang tersimpan dengan baik), dan permata Yakut dan Marjan46. Menurut bangsa Arab, telur burung unta itu merupakan warta putih yang paling indah. Ini untuk mengambarkan warna kulit bidadari Surga tampak cantik dengan warna putih sebagaimana putihnya telur burung unta.

Sementara mutiara yang tersimpan dengan baik maksudnya adalah mutiara-mutiara itu tersembunyi dan belum keluar dari dalam kulit kerangnya, sehingga kejernihan warnanya belum berubah oleh sinar matahari ataupun tangan-tangan jahil. Ini berarti mutiara itu sangat bagus dan indah, maka Allah menyerupakan bidadari Surga dengan mutiara karena kecantikannya, keanggunannya, kebersihannya, serta keelokan rupa dan pakaiannya. Bidadari itu sangat putih, sehingga apabila ia muncul di bumi niscaya cahayanya akan menyinari seluruh permukaan bumi.

36 Syafa'atus Shilma, Bidadari dalam Al-Qur`an, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta, 2017), h. 28-29. 37 Lihat QS. Ad-Dukhan: 54, Ath-Thur: 20, dan Al-Waqi'ah: 22.

38 Lihat QS. Ar-Rahman: 72. 39 Lihat QS. Ash-Shafat: 48.

40 Lihat QS. Shad: 52, dan Ar-Rahman: 56.

41 Lihat QS. Al-Baqarah: 25, Ali Imran: 15, dan An-Nisa`: 57.

42 Lihat QS. Al-Waqi'ah: 23, 35, 36, 37, Ash-Shafat: 49, An-Naba: 33, dan Ar-Rahman: 58, 70, 74. 43 Syafa'atus Shilma, Bidadari dalam Al-Qur`an, h. 30-33.

(17)

17

Sedangkan Yakut dan Marjan adalah dua batu mulia yang sangat indah, maka

Allah mengumpamakan bidadari-bidadari Surga itu dengan kejernihan Yakut dan putihnya Marjan.47

3. Sifat dan Karakter Bidadari

• Menundukkan pandangan

Allah berfirman, “Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.48 Maksud hari ayat ini yaitu para bidadari hanya memandang kepada suaminya saja, tidak pernah ingin memandang orang lain.

• Penuh cinta

Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.49” Ayat ini menunjukkan bahwa bidadari Surga adalah wanita cantik, penuh cinta dan kasih sayang terhadap suaminya.

• Berakhlak baik dan suci

Allah berfirman, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.50

Maksud ayat di atas yaitu hatinya suci dari akhlak yang buruk dan sifat tercela. Lidahnya suci dari perkataan keji dan kasar. Pandangannya terpelihara dari menginginkan selain suaminya. Pakaiannya pun suci dari najis dan kotoran.51

• Dipingit di kemah-kemah

Allah befirman, “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.52” Maksudnya, bidadari-bidadari tersebut tertahan dan berdiam diri di kemahnya masing-masing dan tidak keluar dari padanya menuju ghuraf dan taman-taman Surga.53

4. Sifat Jasmani Bidadari54

Segala yang ada pada bidadari hanyalah kebaikan, Allah memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka dan mempercantiknya dengan perhiasan-perhiasan yang terbaik. Tidak hanya cantik dalam fisiknya tetapi bidadari juga memiliki akhlak dan hati yang baik. Bidadari memiliki beberapa sifat-sifat yang baik-baik, di antaranya:

• Cantik wajahnya

47 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Hari Akhir, h. 469-470. 48 QS. Ar-Rahman: 56.

49 QS. Al-Waqi’ah: 35-37. 50 QS. Al-Baqarah: 25

51 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Hari Akhir, h. 470-472. 52 Qs. Ar-Rahman: 72.

53 Ibnul Qayyim, Hadil Arwah ila Biladil Afrah, h. 223.

(18)

18

Allah berfirman, “Di dalam Surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.55” Maksudnya, bidadari-bidadari tersebut baik akhlaknya

dan cantik wajahnya.

• Berumur sebaya

Berbeda dengan kehidupan ketika di dunia, di Surga tidak terjadi penuaan, tidak ditemukan lagi wanita-wanita tua renta sehingga tidak lagi cantik dan keriput. Ketika di Surga segalanya menjadi baik. Dalam Al-Quran Allah berfirman, “…dan gadis-gadis remaja yang sebaya.56

Ayat di atas menjelaskan bahwa para bidadari sebaya umurnya. Maksudnya, mereka tidak akan menjadi tua sehingga kecantikannya memudar, dan tidak akan melahirkan sehingga mereka tidak mampu untuk berjimak.

Aisyah pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mengobrol berdua dengannya. Tiba-tiba masuklah wanita tua. Beliau bertanya, ‘Siapa wanita tua ini?’ ‘Ia adalah salah satu bibiku’ jawab Aisyah. Rasulullah lalu bersabda, ‘Sesungguhnya tidak ada wanita tua yang masukSurga.’ Usai bersabda demikian, beliau menemui wanita tua tadi dan membacakan firman Allah, ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.”57

• Suci dari segala najis

Allah berfirman dalam Al-Quran, “Dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.58” Maksudnya, mereka suci dari haid, nifas, air seni, kotoran, ludah, ingus, dahak, mani, madzi, hadats, dan seluruh kotoran dan penyakit yang terdapat pada wanita dunia.

• Suci Tidak Tersentuh Manusia dan Jin

Bidadari memiliki sifat yang suci, sangat terjaga kesuciannya, yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin. Firman Allah dalam Al-Quran, “Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.5960

• Perawan

Bidadari itu, sebagaimana yang disebutkan Allah, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.61” Gadis perawan itu lebih baik dari pada janda, sebagaimana tanah yang belum digunakan untuk mengembala lebih baik daripada tanah yang sudah digunakan untuk mengembala. Keperawanan ini akan kembali setelah suaminya selesai menggaulinya. Nabi Muhammad bersabda saat ditanya tentang hubungan biologis di Surga, “Ya. Demi Zat yang diriku berada dalam

55 QS. Ar-Rahman: 70. 56 QS. An-Naba`: 33.

57 HR. Al-Baihaqi dalam Al-Ba'tsu wan Nusyur, no. 343. 58 QS. Al-Baqarah: 25

59 QS. Ar-Raḥman: 74.

(19)

19

genggaman-Nya, berulang kali, dan setelah dia selesai melakukan hubungan badan, maka bidadari itu akan kembali suci dan perawan lagi.62

5. Kecemburuan Bidadari

Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia, kecuali istrinya dari golongan bidadari Surga akan berkata kepada wanita itu, ‘Janganlah engkau menyakitinya, karena Allah akan memerangimu. Sesungguhnya dia datang kepadamu, dan dikhawatirkannya dia akan menceraikanmu untuk kami.63

72 BIDADARI

1. Setiap Lelaki Penghuni Surga Minimal Mendapatkan Dua Bidadari

Dalam satu hadits, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa setiap lelaki penghuni Surga akan mendapatkan dua istri (bidadari). Rasulullah bersabda, “Setiap orang dari mereka (penghuni Surga) akan memiliki dua istri.64

Namun ulama berbeda pendapat, apakah dua istri tersebut adalah istrinya dari keturunan Adam, atau istrinya dari kalangan bidadari. Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar berpendapat bahwa dua istri tersebut merupakan istrinya dari anak keturunan Adam.65 Sementara Ibnu Rajab, Ibnu Qayyim dan Ibnu Baz menyebutkan bahwa dua istri tersebut dari kalangan bidadari.66

Adapun untuk lebih dari itu, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama

menyatakan bahwa setiap penghuni surga minimal akan mendapatkan dua istri dari wanita-wanita dunia, selain itu juga akan mendapatkan bidadari yang jumlahnya tidak ditentukan. Ini merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar dan Ibnu Baz.

Ibnu Taimiyyah berkata, “Dalam hadits shahih ditegaskan bahwa (laki-laki penghuni Surga) akan memiliki dua istri dari kalangan manusia, selain juga memiliki istri dari kalangan bidadari.”67 Sementara Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya yaitu dua istri tersebut berasal dari wanita anak keturunan Adam. Ia juga memiliki istri lainnya dari kalangan bidadari sebanyak yang dikehendaki Allah.”68

Saat menjelaskan hadits, “Setiap orang dari mereka (penghuni Surga) akan memiliki dua istri” Ibnu Hajar berkata, “Maksudnya yaitu dari wanita penduduk dunia. Imam Ahmad telah meriwayatkan redaksi hadits lainnya dari Abu Hurairah secara marfuu’ tentang sifat penghuni Surga yang paling rendah kedudukannya

62 Ibnu Hibban, no. 7402. Sanadnya dihasankan oleh Al-Arnauth.

63 HR. Ahmad, no. 22101, Ibnu Majah, no. 2014, dan At-Tirmidzi, no. 1174, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ush Shaghir, no. 7192.

64 HR. Al-Bukhari, no. 3245, dan Muslim, no. 2834.

65 Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa, vol. VI, h. 432, Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, vo. XX, h. 341, dan Ibnu Hajar, Fathul Bari, vol. VI, h. 325.

66 Ibnu Rajab, At-Takhwif minan Nar, h. 268, dan Ibnu Qayyim, Hadil Arwah, h. 125. Baca juga htps:// islamqa.info/ar/257509

(20)

20

‘Sesungguhnya ia memiliki 72 bidadari selain istri-istrinya yang dari dunia.’ Namun dalam sanadnya terdapat Syahr bin Hausyab yang diperdebatkan (dianggap dhaif).”

Ibnu Hajar lalu memaparkan beberapa hadits yang menunjukkan bahwa laki-laki penduduk Surga akan mendapatkan tujuh puluh dua bidadari yang diriwayatkan dari Abu Ya’la dan At-Tirmidzi. Tampaknya Ibnu Hajar pun meragukan keshahihan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hajar juga memaparkan hadits Ibnu Majah dan Ad-Darimi yang menyebutkan bahwa laki-laki penghuni Surga akan mendapatkan tujuh puluh dua bidadari dan tujuh puluh dua wanita dunia, namun ia pun menilai hadits itu sangat lemah sekali. Ibnu Hajar sepertinya hanya mengakui bahwa hadits yang dapat dijadikan hujjah untuk mendapatkan tujuh puluh dua bidadari adalah untuk para syuhada.

Bahkan Ibnu Hajar juga menukil bilangan yang lebih dari itu. Yaitu hadits dari Abu Syaikh dan Al-Baihaqi yang menyebutkan bahwa laki-laki penghuni Surga akan memiliki lima ratus bidadari. Namun lagi-lagi ia mengkritik keabsahannya. Pada akhirnya Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa paling tidak setiap laki-laki penghuni Surga akan memiliki dua istri.69

Ketika menjelaskan lemahnya hadits Syahr bin Hausyab diatas, Ibnul Qayyim, berkata, “Hadits (Syahr bin Hausyab) ini munkar menyelisihi hadits-hadits yang shahih, karena tinggi 60 hasta tidaklah mungkin bisa menjadikan tempat duduk penghuni surga seukuran satu mil dunia. Yang terdapat di shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim bahwasanya rombongan pertama yang masuk dalam surga masing-masing dari mereka mendapatkan dua istri dari kalangan bidadari, maka bagaimana bisa bagi orang yang paling rendah kedudukannya di surga memperoleh 72 bidadari?70

Sementara itu, Ibnu Rajab berkata, “Dua istri tersebut dari kalangan bidadari. Seorang laki-laki penghuni Surga pasti memiliki keduanya. Adapun tambahannya, hal itu sesuai dengan tingkatan dan amalan seseorang. Tidak ada satu pun hadits shahih yang membatasi tambahan dari dua istri tersebut.”71

Adapun pendapat kedua, laki-laki penghuni Surga minimal akan memiliki dua istri dari wanita dunia, dan tujuh puluh dari kalangan bidadari, dan tambahannya tidak memiliki batas maksimal. Ini adalah pendapat Al-‘Iraqi. Beliau berkata, “Telah jelas dengan riwayat-riwayat hadits yang lain bahwasanya minimal bagi penghuni surga dua orang istri dari wanita dunia dan 70 istri dari bidadari.72

Intinya, tidak terdapat hadits shahih yang menyebutkan secara definitif berapa jumlah bidadari yang dimiliki seorang laki-laki penghuni Surga. Meski begitu, ulama sepakat bahwa minimal ia akan memiliki dua istri, walau mereka berselisih apakah dua istri itu dari wanita keturunan Adam atau dari kalangan bidadari.73

69 Ibnu Hajar, Fathul Bari, vol. VI, h. 325. 70 Ibnu Qayyim, Hadil Arwah, h. 156-157. 71 Ibnu Rajab, At-Takhwif minan Nar, h. 268.

(21)

21

2. 72 Bidadari Bagi Para Syuhada

Hadits shahih yang menjanjikan pelakunya mendapat tujuh puluh bidadari di akhirat kelak adalah bagi para syuhada. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang yang mati syahid akan mendapatkan enam perkara dari Allah: dosanya diampuni pada tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya diperlihatkan dalam surga; dia dihiasai dengan perhiasan iman; dinikahkan dengan seorang bidadari; diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana dahsyat; mahkota keagungan dipakaikan di kepalanya, mahkota itu terbuat dari Yaqut yang lebih baik daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari Surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kerabat-kerabatnya.74

Dengan redaksi yang hampir sama, At-Tirmidzi meriwayatkan, “Seorang yang mati syahid akan mendapatkan enam perkara dari Allah: dosanya diampuni pada tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya diperlihatkan dalam surga; diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana dahsyat; mahkota keagungan dipakaikan di kepalanya, yaitu yang terbuat dari Yaqut yang lebih baik daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kerabat-kerabatnya.75

Menerangkan hadits di atas, Al-Mubarakfuri menyebutkan enam keutamaan yang diberikan Allah kepada para syuhada tersebut tidak diberikan kepada selainnya. Keutamaan tersebut yaitu dosanya akan diampuni dan dihapus tatkala tetesan pertama darahnya seraya diperlihatkan tempatnya di Surga; dijaga dan dilindungi dari siksa kubur; diamankan dari goncangan yang besar yaitu dari siksa Neraka, beratnya pada saat pemaparan amal (al-'arhd), perasaan khawatir tatkala penghuni Neraka diperintahkan masuk ke dalamnya, saat orang kafir berputus asa ketika kematian disembelih, tatkala Neraka di tutup setelah orang kafir masuk ke dalamnya, dan pada saat ditiupnya tiupan terakhir. Selain itu, orang yang syahid juga akan dipakaikan sebuah mahkota di atas kepalanya yang menunjukkan kemuliaan dan keagungannya; dinikahkan dengan paling tidak tujuh puluh dua bidadari yang sangat cantik dan menawan; serta pemberian syafaatnya kepada tujuh puluh kerabatnya akan dikabulkan Allah.76

Terkait tujuh puluh dua bidadari yang didapatkan oleh orang yang syahid, ulama berbeda pendapat. Menurut Al-Mala Ali Al-Qari, jumlah tersebut menunjukkan pembatasan (jumlah 72); bukan menunjukkan banyaknya (bidadari yang didapatkannya). Namun juga bisa berarti bahwa tujuh puluh tersebut adalah jumlah minimal, dan mungkin saja bisa bertambah77. Ulama yang berpendapat bahwa tujuh puluh dua itu menunjukkan angka definitif di antaranya yaitu Ath-Thahir Ibnu

74 HR. Ahmad, no. 17182, dan Ath-Thabrani dalam Musnad Asy-Syamiyyin, no. 1163. Sanad haditsnya dinyatakan Shahih oleh Al-Albani dalam Silsilalatul Ahadits Ash-Shahihah, no. 3213.

75 At-Tirmidzi, no. 1663. Menurutnya, hadits ini shahih gharib.

(22)

22

Asyur78, sementara yang berpendapat bahwa itu menunjukkan banyaknya jumlah; bukan angka definitif di antaranya yaitu Al-Munawi79.

PENUTUP

Janji Allah berupa Surga beserta seluruh kenikmatannya termasuk di dalamnya tujuh puluh dua bidadari bagi seorang Muslim yang rela berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, pada hakikatnya bukan pada persoalan penghargaan tersebut. Melainkan berkaitan dengan diri seorang Muslim yang berhasil menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik dan menjaga diri dari bujukan hawa nafsunya. Ia mampu meninggalkan sesuatu yang sebenarnya diinginkannya dan bisa dilakukannya hanya karena Allah melarang hal tersebut di dunia. Selain juga mampu mendorong dirinya untuk menjalankan suatu yang pada dasarnya ia benci hanya karena Allah yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Seorang Muslim meninggalkan minuman khamar dan zina, suatu yang disukai hawa nafsu, karena tunduk pada larangan Allah. Sebagaimana seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, padahal hal itu pada dasarnya suatu yang tidak ia sukai.

Menahan diri untuk mendapatkan suatu kesenangan demi untuk mendapatkan kesenangan yang lebih, barangkali inilah doktrin yang diajarkan Islam kepada pengikutnya. Islam tidak melarang pemeluknya untuk mencari kesenangan, namun membatasi kesenangan tersebut dan menetapkan norma-normanya. Oleh itu, bagi seorang Muslim, dunia ibarat penjara bagi mereka. Sebaliknya, dunia bagi orang kafir laksana taman-taman Surga. Setiap Muslim dibatasi keinginannya di dunia sesuai dengan aturan-aturan Allah. Sementara orang kafir bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa terikat oleh apa pun. Oleh itu, kebebasan dan kesenangan sejati setiap Muslim adalah di akhirat. Adapun bagi orang kafir, akhirat betul-betul penjara yang menyeramkan buat mereka. Jika mereka yang ingkar dan durhaka bebas menikmati kesenangannya terhadap wanita di dunia, lantas mengapa mereka menganggap suatu yang aneh manakala Muslim yang taat memilih menunda kesenangan tersebut di akhirat.

Selain itu, dalam Islam, mengharapkan tujuh puluh dua bidadari dengan mengorbankan diri di jalan Allah bukan lah persoalan keputusasaan terhadap dunia. Melainkan dorongan keimanan dan keyakinan yang kuat terhadap janji Allah yang sampaikan melalui lisan Rasul-Nya, Nabi Muhammad. [A. Sadikin]

78 Ath-Thahir bin Asyur, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, vol. VI, h. 348.

(23)

23

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya

Ad-Daruquthni, Ali bin Umar. 2004. Sunan Ad-Daruquhtni. Libanon: Muassasah Ar-Risalah.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. tt. Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir. Maktab Islami.

Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain, 1986. Al-Ba'tsu wan Nusyur. Beirut: Markaz Al-Khadamat wal Abhats Ats-Tsaqafiyah.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. 1422 H. Shahih Al-Bukhari. Dar Thauqun Najah.

Al-Iraqi, Abdurrahman bin Al-Husain. tt. Tharhut Tatsriib fi Syarhit Taqrib. Darul Fikr Al-'Arabi.

Al-Mubarakfuri, Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim. tt. Tuhfatul Ahwadzi.

Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah.

Al-Munawi, Muhammad bin Ali. 1356 H. Faidhul Qadir. Mesir: Maktabah Tijari Kubra.

An-Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj. tt. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya At-Turats Al-'Arabi.

Al-Qari, Ali Al-Mala. 2002. Mirqatul Mafatih Syarhu Mishbahul Mashabih. Beirut: Darul Fikr.

Armstrong, Karen. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.

Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2014. Iman Kepada Hari Akhir. Jakarta: Ummul Qura.

At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. 1975. Sunan At-Tirmidzi. Mesir: Musthafa Al-Babi Al-Halabi.

Hanbal, Ahmad bin Muhammad. 1995. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Kairo: Darul Hadits.

Ibnu Asyur, Ath-Thahir. 1984. At-Tahrir wat Tanwir. Tunisia: Dar Tunisiyyah.

Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali. 1379 H. Fathul Bari. Beirut: Darul Ma'rifah.

Ibnu Hibban, Muhammad. 1993. Shahih Ibni Hibban. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.

Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. 1997. Al-Bidayah wan Nihayah. Darul Hijr.

(24)

24

Ibnu Rajab, Abdurrahman bin Ahmad. 1988. At-Takhwif minan Nar. Damaskus: Maktabah Muayyad.

Ibnu Taimiyyah, Ahmad bin Abdul Halim. 1995. Majmu'ul Fatawa. Madinah Munawwarah: Majma' Al-Fahd.

Smith, Huston. 2015. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Serambi.

Referensi

Dokumen terkait

Proposal Skripsi diseminarkan untuk dievaluasi oleh dosen pembimbing, dan paling sedikit 2 Dosen Pengamat yang ditunjuk oleh Pimpinan Program Studi, serta diikuti oleh minimal

Kelebihan dari galaktomanan jika dibandingkan dengan jenis polisakarida yang lain adalah kemampuannnya untuk membentuk suatu larutan yang kental dalam kondisi konsentrasi yang

Demikian undangan ini disampaikan, atas perhatian diucapkan terima kasih.. Pokja Konstruksi dan Jasa Lainnya

Goal setting can be guided by goal-setting criteria (or rules) such as SMART criteria. Goal setting is a major component of personal-development and management

Produktivitas dari suatu perusahaan jika digunakan secara efektif dengan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk setiap modal kerja maka akan

(2) Setelah dilakukan penginputan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau berdasarkan hasil penerusan dari Admin Kementerian sebagaimana

Manfaat ekonomi yang dihitung untuk petugas kebersihan adalah jumlah iuran sampah rumah tangga setiap menyetor sampah ke petugas kebersihan dengan frekuensi

Hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan dari bahasan kajian pustaka diatas adalah citra took mempengaruhi minat konsumen untuk membeli produk convenience private label