• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman spesies primata, dimana 20% spesies primata dunia dapat ditemukan di negara kepulauan ini. Salah satu dari spesies primata tersebut adalah orangutan, satu-satunya spesies kera besar yang dapat ditemukan di Asia (Supriatna & Edy, 2000). Di alam, orangutan dijumpai hidup pada habitat hutan hujan dataran rendah secara semi soliter dan arboreal. Sebagai satwa frugivora, orangutan ditemukan banyak

mengkonsumsi buah sebagai makanan utamanya (Kuncoro, 2004).

Saat ini populasi orangutan di habitatnya mengalami penurunan drastis. Menurut Wich dkk (2015), saat ini populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii) mengalami penambahan kurang lebih 14.500 individu. Namun meskipun populasinya bertambah, populasinya belum dikatakan meningkat. Penurunan populasi orangutan tersebut terjadi karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan serta maraknya perdagangan orangutan sebagai satwa peliharaan (Kuncoro, 2004).

Orangutan Sumatera saat ini termasuk kategori satwa yang kritis terancam punah (Critically endangered) secara global (IUCN, 2002). Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan konservasi Alam (2006), orangutan telah dijadikan ‘simbol’ pelestarian hutan Indonesia dan merupakan key species dalam melindungi keanekaragaman hayati. Populasi orangutan secara umum banyak tersebar pada kawasan yang masih utuh / primer, terutama yang statusnya sebagai kawasan konservasi. Menurut Meijard dkk (2001), pada hutan yang masih utuh tidak semua areal dimanfaatkan oleh orangutan. Orangutan diperkirakan hanya menggunakan ruang antara 35-50% dari luas habitatnya.

Menurut Kuswanda (2012), Penurunan kualitas dan kuantitas habitat diduga menyebabkan perubahan perilaku pada orangutan sumatera. Orangutan sumatera harus mampu beradap tasi pada habitat yang sempit dan kurang

(2)

2

mencukupi kebutuhannya. Menurut Meijaard dkk (2011), Upaya konservasi untuk menyelamatkan populasi Orangutan Sumatera dari kepunahan dilakukan dengan berbagai cara. Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan rehabilitasi terhadap Orangutan Sumatera yang telah disita dari masyarakat yang memelihara secara ilegal, perdagangan ilegal dan penyelundupan.

Strategi yang dilakukan untuk menyelamatkan Orangutan adalah dengan rehabilitasi baik secara ex-situ yaitu upaya pencegahan kepunahan satwa langka dalam memelihara individu-individu alami dalam kondisi terkendali dan dibawah pengawasan manusia maupun konservasi in-situ yaitu strategi untuk mempertahankan spesies Orangutan di habitat alami. Bukit Lawang merupakan rehabilitasi in-situ karena adanya pengawasan oleh manusia atau lembaga yang

mengawasinya, sehingga secara umum orangutan di Bukit Lawang diberi makan oleh manusia baik di feeding platform ataupun wisatawan langsung karena orangutan yang terdapat di kawasan ini merupakan orangutan bekas pemeliharaan manusia yang telah direhabilitasi atau semi liar (Rumapea, 2009).

Pusat rehabilitasi orangutan Bukit Lawang dibangun pada tahun 1973 dengan di sponsori oleh FZG (Frenkfurter Zoologische Gesellschaft) yang bertujuan membantu orangutan kembali ke habitat aslinya setelah dipelihara oleh manusia atau dipindahkan dari habitat yang terancam (http.//www.budpar.go.id/fil edata/1692_474-1234261Sumut1.pdf, 2007). Pada 1995 pusat rehabilitasi

orangutan Sumatera Bahorok di Bukit Lawang beralih fungsi sebagai daerah ekowisata orangutan Bahorok sekaligus Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) (Yuliarta, 2009).

Orangutan di Bukit Lawang merupakan satwa yang dulunya pernah dipelihara oleh manusia sehinngga orangutan tersebut terhabituasi, seperti terbiasa mendapatkan makanan dari orang yang memeliharanya. Setelah di ambil alih oleh petugas dan di rehabilitasi di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser untuk diajari bertahan hidup di alam liar. Saat itu di Bukit Lawang masih di sediakan feeding site untuk pemberian makan orangutan, namun saat ini Bukit Lawang sudah menjadi pusat pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) sehingga tidak ada lagi feeding site karena orangutan yang ada disana diharapkan sudah bisa menjadi liar.

(3)

3

Selain menjadi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera kawasan ini juga merupakan daerah ekowisata, sehingga banyak wisatawan yang sering mengunjungi Bukit Lawang terutama untuk melihat orangutan. Adanya aktivitas manusia di dalam hutan seperti memberi makanan menyebabkan orangutan menjadi terbiasa dengan keberadaan manusia dan malas mencari makanan dari alam, padahal di dalam hutan tersedia pakan yang cukup untuk orangutan. Hal ini semakin membuat orangutan sulit untuk menjadi liar di dalam hutan.

Di Bukit lawang orangutan betina dewasa yang membawa anaknya, anak orangutan akan mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh induknya. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi anak orangutan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat terlular melalui manusia, sampah dan kotoran di atas tanah, juga predator,

apalagi anak orangutan belum bisa melawan musuh yang ada di sekitarnya dan tidak mengetahui bahaya yang dapat mengancam hidupnya. Jika orangutan betina dewasa tersebut melakukan perilaku menyimpang tentu anaknya akan mengikuti dan bisa mengancam kelangsungan hidup orangutan dan populasinya akan semakin menurun.

Adanya campur tangan manusia dalam kehidupan orangutan, terutama yang berkaitan dengan pemberian makanan yang sering terlihat dilakukan oleh para wisatawan (pengunjung) di Bukit Lawang dapat menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang (di luar perilaku alami orangutan). Oleh karena itu perlu di

ketahui perilaku-perilaku menyimpang orangutan di luar perilaku umumnya. Untuk mengetahui penyimpangan perilaku Orangutan di Bukit Lawang perlu diketahui adanya perbedaan pola perilaku umum harian Orangutan seperti bergerak pindah (moving), makan (feeding), sosial (social), istirahat (resting) dan bersarang (nesting) (Yuliarta, 2009). Sehubungan dengan itu maka dilakukan penelitian dengan judul : Studi Perilaku Menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Betina Dewasa Semi Liar di Bukit Lawang, Taman Nasional

Gunung Leuser, Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Bukit Lawang merupakan salah satu kawasan yang menjadi habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang merupakan hasil sitaan dari peliharaan

(4)

4

manusia, sehingga banyak melakukan perilaku menyimpang. Kawasan ini juga merupakan kawasan ekowisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing untuk melihat Orangutan Sumatera secara langsung di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Bukit Lawang, tetapi wisatawan yang datang berkunjung sering terlihat memberikan makanan sehingga tujuan untuk pelepas-liaran orangutan tidak tercapai dan membuat perilaku orangutan semakin menyimpang dari sifat alaminya. Sampai saat ini belum diketahui sudah sejauh mana perilaku menyimpang yang terjadi terhadap Orangutan Sumatera (Pongo abelii) semi liar di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku menyimpang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) semi liar di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara yang meliputi perilaku meyimpang diluar perilaku alami Orangutan pada umumnya.

1.4 Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru kepada para pemerhati Orangutan atau lembaga yang bergerak di bidang konservasi dan

juga masyarakat luas tentang perubahan tingkah laku Orangutan Sumatera (Pongo abelii) semi liar yang akan berdampak pada penyimpangan perilaku, dimana penyimpangan perilaku ini dapat berdampak pada hilangnya sifat alami daripada Orangutan itu sendiri. Informasi hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi pengelola kawasan konservasi agar lebih tegas dalam upaya pelepas liaran orangutan Sumatera di Bukit Lawang sehingga tujuan utama dari konservasi dapat tercapai.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendugaan produktivitas pohon pakan orangutan sumatera (Pongo abelii) dan relung ekologi serta daya dukung habitat yang terdapat pada

yang merupakan pohon pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) dan jenis yang berasal dari famili Dipterocarpaceae merupakan yang lebih banyak dijumpai pada. lokasi penelitian,

Terdapat kesamaan jenis tumbuhan yang juga merupakan salah satu pakan yang disukai oleh orangutan sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser dan orangutan

Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.

Pengamatan bunga yang dilakukan terhadap semua jenis pohon pakan orangutan sumatera (Pongo abelii), maka dapat diketahui pula skor dari masing-masing pendugaan

Pengamatan bunga yang dilakukan terhadap semua jenis pohon pakan orangutan sumatera (Pongo abelii) , maka dapat diketahui pula skor dari masing-masing pendugaan

Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa Orangutan di kawasan hutan Bukit Lawang lebih banyak menggunakan pohon yang memiliki tipe tajuk bola dalam membuat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendugaan produktivitas pohon pakan orangutan sumatera (Pongo abelii) dan relung ekologi serta daya dukung habitat yang terdapat pada