• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS MAKAN DAN PREFERENSI PAKAN

ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)

DI RESORT BUKIT LAWANG,

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

RAFIKA AKHTARIANA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Rafika Akhtariana

NIM E34080040

(3)

ABSTRAK

RAFIKA AKHTARIANA. Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan ANI MARDIASTUTI.

Orangutan merupakan salah satu primata yang dikenal dengan julukan kera besar dan merupakan satwa endemik di Pulau Sumatera. Penelitian dilakukan di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bukit Lawang. Tujuan penelitian untuk mengetahui aktivitas makan dan preferensi pakan orangutan sumatera. Metode yang digunakan berupa Focal Animal Sampling dengan mengikuti satu individu orangutan selama kurun waktu tertentu dan metode petak tunggal di tiga plot berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas makan orangutan lebih kecil dibandingkan aktivitas istirahat dan berpindah. Ditemukan 47 jenis pakan orangutan yang terdiri dari 5 habitus, yaitu pohon, liana, herba, rumpun, dan epifit. Bagian jenis tumbuhan yang paling banyak dikonsumsi adalah daun dengan nilai persentase sebesar 48,61%, buah 27,49%, lainnya (rayap, semut, serangga, tanah) 12,75%, kulit 7,17%, dan yang terakhir adalah bunga 3,98%. Berdasarkan preferensi pakan, jenis pakan yang disukai adalah sibolangit (Garcinia lateriflora), rotan (Calamus sp.), dan rambung (Vernonia arborea).

Kata kunci: aktivitas, makan, orangutan, pakan, preferensi.

ABSTRACT

RAFIKA AKHTARIANA. Feeding Activity and Food Preferences of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in the Bukit Lawang Resort, Gunung Leuser National Park. Supervised by DONES RINALDI and ANI MARDIASTUTI.

Orangutans are one of the primates which known as great apes and it is endemic in the island of Sumatera. This research was done at Sumatran Orangutan Viewing Center in Bukit Lawang. The aim of this study is to know the feed preferences and feeding activities of sumatran orangutan. The methods used in this study are Focal Animal Sampling which is done by following one individual orangutans during a certain period and single swath method in three different plots. The observations showed that orangutan’s feeding activity are smaller than resting and moving activity. There are 47 kinds of food that was eaten by orangutans. This food consisting of 5 habitus that is a tree, liana, herbaceous, clumps, and epiphyte. The part of plants that mostly consumed are leaves as much as 48,61%, fruit 27,49%, others (termites, ants, insects, soil) 12,75%, bark 7,17%, and flower 3,98%. Based on the feed preferences, the preferred type of feed are sibolangit (Garcinia lateriflora), rattan (Calamus sp.), and rambung (Vernonia arborea).

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

AKTIVITAS MAKAN DAN PREFERENSI PAKAN

ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)

DI RESORT BUKIT LAWANG,

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

RAFIKA AKHTARIANA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)
(6)

Judul Skripsi : Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

Nama : Rafika Akhtariana NIM : E34080040

Disetujui oleh

Ir Dones Rinaldi, MSc FTrop Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Makan dan Preferensi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser”. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari aktivitas harian orangutan yang terdiri dari aktivitas istirahat, berpindah, dan makan; preferensi pakan orangutan di alam; dan komposisi pakan orangutan. Penelitian ini dilaksanakan di Resort Bukit Lawang, Taman Nasional gunung Leuser pada bulan Juni hingga Juli 2012

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Dones Rinaldi M.Sc. F.Trop dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan ilmu yang bermanfaat, dan perhatian kepada penulis selama penelitian dan proses penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Bahruni MS. selaku dosen penguji dan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga M.Si selaku ketua sidang pada saat ujian komprehensif yang memberikan masukan bagi penulis. Terima kasih kepada Ayah (Muhammad Rafi Ali), Mama (Tengku Amriana), Raisa Meenazir, Rozaana Raziin, dan Muhammad Rais Taqiuddin yang selalu berhasil memberi motivasi, masukan, bahkan dapat memperbaiki mood

penulis untuk dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yaitu Bapak Andi Basrul dan petugas Taman Nasional Gunung Leuser (Bang Zulfan, Bang Iskandar, Bang Arsat, Bang Erik, dan Indah) yang mempermudah penulis dalam melakukan penelitian di Resort Bukit Lawang. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Edelweis 45 (Ina, Davi, Arni, Rey, Febbi, Lintang, Septi, Anieke dan lainnya), teman-teman Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (Nanda, Putri, Meutia, Dekya, dan lainnya), teman kostan PNS (Pita, Sasti, Mbak Dina, dan Mbak Asti), Ikhsanul Khairi yang selalu membantu dan memotivasi penulis, serta keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Bio-ekologi orangutan 2

Pola penggunaan ruang 6

Habitat dan penyebaran 6

Ancaman bahaya 7

METODE 7

Waktu dan tempat penelitian 7

Bahan dan alat 7

Data yang dikumpulkan 8

Metode pengambilan data 8

Analisis data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kondisi umum lokasi penelitian 12

Hasil 14

Pembahasan 30

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

(9)

DAFTAR TABEL

1 Rute perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Leuser 14 2 Daftar orangutan semi liar yang terdapat di PPOS 16 3 Daftar individu orangutan sumatera yang diamati 16 4 Persentase aktivitas harian orangutan sumatera di PPOS 20

5 Hasil analisis vegetasi di tiga plot 23

6 Komposisi jenis pakan orangutan sumatera 24

7 Preferensi jenis pakan orangutan sumatera 27 8 Pemanfaatan tajuk pada aktivitas makan 30

DAFTAR GAMBAR

1 Petak contoh analisis vegetasi 9

2 Pembagian ruang tajuk pohon 10

3 Peta lokasi penelitian di kawasan Bukit Lawang 13 4 Tempat Pemberian Makan (TPM) di Resort Bukit Lawang 15 5 Grafik tingkat perjumpaan orangutan sumatera 17

6 Orangutan betina remaja (Juni) 18

7 Persentase aktivitas istirahat tiap individu 21 8 Persentase aktivitas berpindah tiap individu 21 9 Persentase waktu aktif orangutan dalam mencari makanan 22 10 Persentase aktivitas makan tiap individu 22

11 Buah yang ditemukan di habitat orangutan 26

12 Tipe vegetasi di tiga plot 28

13 Kondisi habitat orangutan di tiga plot 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Aktivitas harian tiap kelas umur 47

2 Analisis vegetasi plot 1 48

3 Analisis vegetasi plot 2 51

4 Analisis vegetasi plot 3 54

5 Jumlah aktivitas makan dan komposisi pakan 57 6 Orangutan sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) 59

(10)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Orangutan merupakan salah satu primata dengan julukan kera besar yang endemik di Indonesia. Terdapat dua spesies orangutan yang endemik di Indonesia yaitu orangutan kalimantan di Pulau Kalimantan dan orangutan sumatera di Pulau Sumatera. Persebaran orangutan sumatera ini terbatas pada bagian utara saja, berbeda dengan orangutan kalimantan yang tersebar hampir merata di wilayah-wilayah yang belum terjamah oleh manusia. Orangutan ini bersifat soliter dan lebih suka hidup arboreal dibandingkan kera besar lainnya (Galdikas 1984) Semakin besar jumlah penduduk Indonesia, maka makin besar pula ancaman hidup bagi satwa ini. Maka dari itu wajar jika status konservasi orangutan sumatera yang ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature

(IUCN) Red List of Threatened Species telah berubah menjadi critically endangered (IUCN 2011).

Timbulnya berbagai ancaman ini menyebabkan semakin banyak lembaga-lembaga yang mengedepankan perlindungan orangutan dengan tujuan menjaga populasi orangutan di alam. Salah satu lembaga tersebut adalah Stasiun Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok yang dibangun pada tahun 1973 dan diprakarsai oleh dua orang ahli biologi dari Swiss yaitu Regina Frey dan Monica Borner dengan biaya dana kehidupan liar sedunia dan dari perkumpulan Ilmu Hewan Frankfurt Jerman (FZS).

Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Bukit Lawang merupakan peralihan dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok melalui SK Menteri Kehutanan RI Nomor : 280/Kpts-II/1995. Sejak dikeluarkannya SK tersebut, stasiun pusat rehabilitasi ini tidak lagi menerima orangutan hasil sitaan/pemberian sukarela untuk direhabilitasi sehingga namanya berubah menjadi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS). Kegiatan yang ada di PPOS juga masih mengadaptasi kegiatan sebelumnya yaitu memberi pakan tambahan bagi orangutan semi liar di Tempat Pemberian Makan (TPM).

Sejauh ini keberadaan orangutan yang hadir di TPM antara 15 s/d 20 orangutan setiap bulannya tergantung kepada kesediaan pakan yang berada di alam. Pada saat di alam sedang memasuki musim buah, maka tingkat kehadiran orangutan di TPM menurun, sebaliknya tingkat kehadiran orangutan di TPM meningkat apabila di alam sedang tidak memasuki musim buah. Penelitian khusus mengenai habitat dan pakan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup orangutan penting dilakukan agar populasinya terus meningkat di alam. Salah satu fokus utama yang diteliti adalah mengenai pakan alami di Resort Bukit Lawang yang merupakan salah satu lokasi pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi.

Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari :

1. Komposisi aktivitas harian terdiri dari alokasi waktu istirahat, berpindah, makan.

(11)

2

3. Jenis tumbuhan yang dimakan dan bagiannya (daun, buah, kulit kayu dan lainnya).

4. Preferensi terhadap suatu jenis pakan.

Manfaat

Studi mengenai pakan dan perilaku makan orangutan di Resort Bukit Lawang ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan pengelolaan di habitat orangutan sumatera yang tepat sasaran. Penelitian ini juga membantu menentukan permudaan-permudaan yang tepat bagi tumbuhan-tumbuhan penting yang nantinya dapat menjadi suplai pakan orangutan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Bio-ekologi orangutan Klasifikasi

Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu jenis kera besar yang masih hidup saat ini. Kegiatan pengklasifikasian menunjukkan bahwa orangutan bersama-sama dengan dua kera besar lainnya yaitu simpanse (Pan troglodytes) dan gorila (Gorilla gorilla) merupakan kerabat bangsa manusia yang paling dekat dalam dunia hewan (Napier dan Napier 1985).

Klasifikasi orangutan sumatera adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa Pylum : Chordata Subpylum : Vertebrata

Klas : Mamalia

Ordo : Primata Subordo : Primata Famili : Pongidae Genus : Pongo

Spesies : P. abelii Lesson 1827

Morfologi

Menurut Napier dan Napier (1985) Orangutan memiliki tubuh yang besar dan seksual dimorfismenya dapat ditandai dengan baik. Orangutan jantan memiliki panjang tubuh sekitar 95 cm dan berat tubuh sebesar 77 kg. Orangutan betina memiliki panjang tubuh sekitar 77,5 cm dan berat badan sebesar 37 kg. Tubuhnya ditutupi rambut berwarna coklat kemerahan yang kasar. Warna rambut orangutan kalimantan lebih gelap bila dibandingkan dengan rambut orangutan sumatera yang berwarna lebih terang dan lebih panjang, khususnya pada bahu dan lengan. Orangutan jantan memiliki kantung suara yang tergantung dan menonjol di lehernya.

(12)

3 berhati-hati dalam berpindah dan tidak pernah dijumpai melakukan aktivitas melompat. Saat berada di tanah, orangutan berjalan dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya yang biasa disebut dengan quadrupedal. Aktivitas

bipedal atau berjalan dengan dua kaki seperti manusia hanya dijumpai pada orangutan yang hidup di penangkaran. Orangutan memiliki lengan yang panjang dan kaki yang pendek. Tangan yang sangat panjang dan dengan bentuk tulang jari melengkung dapat digunakan untuk menggenggam. Jempolnya sangat pendek dan sangat kaku (Napier & Napier 1985).

Orangutan jantan yang sudah lewat dewasa dapat mencapai bobot 100 kg atau lebih, bermuka lebar karena perkembangan bantalan pipi kiri dan kanan serta berkantong suara di bawah dagu. Orangutan jantan juga berjenggot dan bercambang panjang. Orangutan betina berperawakan lebih kecil dan berparas muka lebih sederhana. Warna rambut pada umumnya cokelat kemerah-merahan tua atau sebagian pirang. Orangutan di Kalimantan dapat dikenal dengan warna rambutnya yang merah cokelat gelap, sedangkan mawas di Sumatera berwarna merah-cokelat semu pirang (LIPI 1982).

Orangutan jantan dapat bersuara seperti gertakan sangat keras sehingga terdengar sejauh 2 km. Suara ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada orangutan yang lain agar menghindar dari daerah yang dikuasainya. Untuk mengundang calon pasangannya, orangutan jantan dapat bersuara lain yang dikumandangkan dengan menepuk-nepuk kedua belah dadanya berulang-ulang. Setiap perkawinan biasanya didahului dengan teriakan dan tingkah dari kedua belah pihak, yaitu saling menggeram dan kemudian berakhir dengan suasana hening (LIPI 1982).

Galdikas (1984) menggolongkan 5 tahap perkembangan hidup bagi orangutan betina dan 6 tahap perkembangan hidup bagi orangutan jantan. Bayi (infant), umurnya diperkirakan antara 0 - 4 tahun, berat badannya antara 1,5 – 6 kg, merupakan umur termuda dari yang lain dan sangat tergantung kepada induknya baik dalam hal makanan maupun pergerakannya. Warna rambut biasanya pucat, bercak-bercak putih meliputi seluruh tubuh, rambut yang mengelilingi muka panjang dan tegak.

Anak (juvenile), umurnya diperkirakan antara 4 - 7 tahun dan berat badan antara 5 – 20 kg. Pergerakannya sudah bebas dalam mencari makanan, tetapi masih sering mengikuti induknya. Wajah masih lebih putih dari orangutan yang lebih tua, tetapi lebih gelap daripada bayi.

Betina remaja (adolencence), umurnya diperkirakan antara 7 - 12 tahun dan berat badan antara 20 – 30 kg. Pada akhirnya kehamilan pertama, dalam hal makan maupun pergerakannya sudah bebas dari induknya, meskipun kadang-kadang bergerak pindah bersama induknya atau dengan kelompok lain. Sifatnya sangat sosial dan mulai berpasangan dengan lawan jenisnya selama masa birahi seksual.

(13)

4

Jantan pra dewasa (sub adult male), umurnya diperkirakan antara 8 – 15 tahun dan berat badan antara 30 – 50 kg. Ukuran badannya lebih kecil dari jantan dewasa tetapi lebih besar dari betina dewasa. Pinggiran pipinya berwarna hitam yang akan berkembang menjadi bantalan pipi (cheek pad) apabila mencapai usia dewasa. Wajahnya gelap dan kantung suara di lehernya mulai berkembang. Janggut mulai berkembang sementara rambut yang mengelili mukanya pendek.

Betina dewasa umur muda, umumnya diperkirakan antara 12 – 35 tahun dan berat antara 30 – 50 kg. Biasanya telah beranak dan diikuti oleh anaknya. Wajahnya sangat gelap dan kadang-kadang berjanggut.

Jantan dewasa umur muda, umurnya diperkirakan antara 15 – 35 tahun dan berat badan di atas 50 kg. Ukuran badan besar sekali dan mempunyai bantalan pipi yang merupakan perluasan jaringan lemak sehingga mukanya nampak seperti bundar. Kantung suara sudah berkembang, biasanya berjanggut dan kadang-kadang punggungnya gundul.

Betina dewasa umur lanjut, umurnya diperkirakan di atas 35 tahun dan berat badan sekitar 30 kg. Bulunya tipis dan jarang serta berkeriput. Pergerakannya tidak diikuti bayi atau remaja yang sangat lambat.

Jantan dewasa umur lanjut. Umurnya diperkirakan di atas 35 tahun dan berat badannya sekitar 40 kg. Bulunya tipis, jarang, kulitnya keriput dan bantalan pipi menyusut. Pergerakannya sangat lambat dan tidak megeluarkan seruan panjang.

Preferensi pakan

Menurut Sinaga (1992), di antara jenis makanan yang dimakan oleh orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser, buah menduduki persentase tertinggi dengan rata-rata 55,60%, menyusul daun 35,50% dan sisanya untuk jenis makanan lain. Urutannya adalah buah, daun, kulit kayu, kuncup dan epifit. Jenis buah yang selalu dimakan oleh orangutan adalah kecing bunga (Castanopsis tungurut), kerakah (Castanopsis inermis), durian hutan (Durio sp.), bebetung (Ficus sp.), kulis (Durio carinatus), dan manggis hutan (Garcinia mangostana). Sedangkan daun yangan disukai adalah damar laut (Shorea materialis), sematok (Shorea multiflora), rambutan ayam (Aporosa sp.), dan banitan (Polyanthia galuca). Sering ditemui beberapa diantaranya juga memakan serangga dan mamalia kecil untuk memenuhi kebutuhan proteinnya (Galdikas 1984).

Sinaga (1992) menyebutkan bahwa, makin tua umur orangutan maka makin sedikit variasi jenis makanannya. Demikian pula dengan berat badan, makin bertambah berat atau besarnya badan orangutan maka makin menurun variasi jenis makanannya.

Orangutan memiliki variabilitas yang tinggi pada susunan makanannya. Meskipun begitu menurut Galdikas (1984), orangutan pada dasarnya bersifat

frugivora. Sebanyak 61,00% dari seluruh waktu makan yang dimiliki oleh seekor orangutan dihabiskan dengan memakan buah. Orangutan memanfaatkan buah, bunga, daun, kuncup, dan kulit kayu serta cairan dari berbagai spesies pohon, tanaman menjalar dan tanaman lainnya. Jenis makanan orangutan ini banyak berasal dari spesies pepohonan (235 atau 74,00%).

(14)

5 mempengaruhi tersedianya sumber makanan musiman yang perlu disebutkan ialah yang dinamakan “sindrom panen hampa” (Galdikas 1984). Sindrom panen hampa ini merupakan suatu kondisi dimana suatu pakan yang disenangi oleh orangutan seolah-olah akan memasuki waktu panen dengan jumlah yang berlimpah, namun kenyataannya pada saat buah matang (siap dipanen), orangutan tidak menghabiskan waktu yang lama di pohon tersebut atau bahkan tidak menghiraukannya sama sekali. Hal ini terjadi karena meskipun buah tampak normal dari luar, sebenarnya buah tersebut kosong atau rusak di bagian dalam. Pada kejadian lain, sejumlah buah berkembang tetapi busuk di bagian dalamnya.

Aktivitas makan

Orangutan adalah pengumpul makan yang oportunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diraihnya, termasuk madu pada sarang lebah. Kegemarannya pada makanan yang tidak biasa ditemukan dan tersebar acak di habitatnya menyebabkan orangutan selalu bergerak untuk mencari makan kegemarannya. Saat bukan musim buah orangutan akan lebih aktif bergerak dibandingkan pada saat musim berbuah. Menurut MacKinnon (1972) diacu dalam Aini (2011), orangutan memiliki kemampuan luar biasa dalam menemukan sumber makanan yang kecil, jarang, dan tersebar acak.

Menurut Zuhra (2009) total aktivitas makan selama pengamatan yang dilakukan sebesar 53,18% dari total aktivitas harian. Frekuensi aktivitas makan paling tinggi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB – 10.30 WIB yaitu sebesar 59,15% dari total aktivitas makan. Aktivitas makan rendah pada siang hari (pukul 10.30 WIB – 13.00 WIB) sebesar 10,05%, kemudian kembali meningkat pada sore hari (pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB) sebesar 30,81% dari total aktivitas makan.

Aktivitas harian

Menurut Rijksen (1978), pola aktivitas harian orangutan sumatera (P. abelii) dibedakan menjadi dua, yaitu (1) aktivitas yang dilakukan di pagi hari, mulai dua jam sampai tiga jam setelah orangutan meninggalkan sarang tempat tidurnya dan (2) aktivitas pada sore hari yang dilakukan mulai pukul 15.00. Aktivitas makan lebih banyak dilakukan di pagi hari, aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan di sore hari dan aktivitas istirahat lebih banyak dilakukan di siang hari.

Orangutan menggunakan keempat anggota tubuhnya untuk dapat bergerak dari dahan ke dahan. Pergerakannya sangat lambat karena berat tubuh yang dimilikinya. Kakinya mampu berfungsi sebagai tangan. Bentuk pergerakannya dibedakan atas quadromanous scrambling, brachiation, quadropedal/walking tree sway dan climbing (Rijksen 1978). Bentuk gerakan quadromanous scrambling

menempati 50,00% dari waktu jelajahnya. Orangutan hampir tidak pernah turun ke tanah. Mereka menggunakan lapisan 15 m - 25 m di atas tanah hampir 70,00% dari seluruh waktu aktivitasnya, 20,00% dari waktu aktivitasnya menggunakan lapisan 25 meter ke atas dan kurang dari 10,00% di bawah ketinggian 15 m.

(15)

6

arah sumber gangguan yang dilihatnya. Reaksi ini terjadi bila ada gangguan dari manusia maupun makhluk lain selain manusia.

Orangutan minimal sekali dalam sehari membuat sarang untuk tidur. Menurut MacKinnon (1971) diacu dalam Galdikas (1984), orangutan membuat sarang baru pada pohon di setiap malam. Terkadang orangutan ini juga menggunakan sarang lama dengan menambahkan cabang-cabang segar sebagai tempat bermalamnya.

MacKinnon (1974) diacu dalam Sudarno (2010) menyatakan bahwa pembuatan sarang berlangsung selama 2 - 3 menit dengan tahapan sebagai berikut:

1. Rimming, dahan ditekuk secara horisontal membentuk lingkaran sarang dan ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.

2. Hanging, dahan ditekuk ke dalam sarang membentuk mangkuk sarang. 3. Pillaring, dahan ditekuk ke bawah untuk menopang lingkaran sarang dan

memberi kekuatan ekstra.

4. Loose, dahan dipatahkan dari pohon dan diletakkan di dasar sarang sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap.

Pola penggunaan ruang

Orangutan adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas pohon (arboreal). Pergerakan dan perpindahan dilakukan dari satu pohon ke pohon lainnya. Menurut Krisdijantoro (2007) aktivitas orangutan lebih banyak dilakukan pada ketinggian antara 20 m – 30 m dari permukaan tanah. Aktivitas pada ketinggian di bawah 8 m, umumnya berlangsung saat orangutan melakukan perjalanan. Apabila jarak antar cabang pohon terlalu jauh, maka orangutan akan turun lebih rendah untuk menggapai dan menarik batang atau cabang pohon pada tingkat tiang selanjutnya berayun pindah ke pohon yang lainnya.

Krisdijantoro (2007) juga menambahkan bahwa ketinggian aktivitas orangutan cenderung lebih berkaitan dengan posisi sumber makanan yang ada dari permukaan tanah. Pada kondisi yang ideal yang artinya tanpa gangguan, maka ketinggian orangutan dalam beraktivitas cenderung bervariasi dari posisi rendah sampai tinggi sesuai posisi sumber pakan. Sebaliknya apabila merasa tidak aman makan akan beraktivitas pada tempat yang lebih tinggi.

Habitat dan penyebaran

Orangutan lebih suka tinggal di hutan dataran rendah, dengan pembedaan lapisan-lapisan dari pohon yang menjulang tinggi. Lapisan teratas terdiri dari banyak jenis epifit dan tumbuhan memanjat (liana). Orangutan juga suka hidup di dataran rendah yang subur, menghasilkan banyak jenis tumbuhan juga termasuk tumbuhan pakan orangutan seperti beringin, durian, dan lain-lain. Karena makanan utamanya adalah buah, orangutan sangat berperan dalam menyebarkan biji buah di dalam hutan (Maple 1980).

(16)

7 menempatkannya di daerah rawa-rawa dan di tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya. Orangutan hanya bisa beradaptasi dalam suasana hutan hujan tropis.

Ancaman bahaya

Musuh orangutan yang paling besar adalah manusia terutama yang menggunakan senjata. Banyak manusia yang memburu hewan ini mengambil dagingnya sejak zaman batu, tetapi baru sejak akhir abad yang lalu dinyatakan terancam punah terutama di Kalimantan dan Sumatera. Orangutan dari kedua pulau ini umumnya dibawa ke tempat lain untuk kebun binatang ataupun dijadikan obyek penelitian. Biasanya hewan ini ditangkap dalam jumlah besar termasuk yang masih muda. Namun diantaranya banyak yang mati baik pada waktu dalam perjalanan, maupun sesudahnya (Redaksi Ensiklopedi Indonesia 2003).

Kuswanda (2007) menyatakan bahwa ancaman-ancaman yang mengakibatkan penyusutan habitat orangutan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) adalah penebangan hutan, perambahan hutan, perladangan, pembangunan pemukiman dalam kawasan, dan dampak negatif pengembangan jaringan jalan. Perburuan orangutan di sekitar CADS sudah jarang terjadi karena sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa orangutan sebagai satwaliar yang dilindungi. Aktivitas masyarakat di sekitar CADS yang teridentifikasi dapat mengancam kehidupan orangutan adalah mengambil kayu bakar, menggembalakan ternak, berkebun, dan mengambil air nira.

METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Bukit Lawang, Seksi Wilayah Langkat Selatan Balai Taman Nasional Gunung Leuser. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2012.

Bahan dan alat

(17)

8

Data yang dikumpulkan Data primer

Data primer yang dicatat berupa :

a. Aktivitas harian (makan, istirahat, dan berpindah). b. Kondisi habitat

c. Preferensi pakan alami.

d. Posisi individu saat makan dalam ruang tajuk pohon.

Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan berupa data kondisi umum kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang meliputi letak, topografi, luas, geologi, iklim, potensi baik flora, fauna, dan lain-lain. Data tersebut dikumpulkan dengan melakukan wawancara dengan petugas taman nasional maupun masyarakat sekitar dan melakukan studi literatur.

Metode pengambilan data Data aktivitas harian dan aktivitas makan

Data aktivitas harian dan aktivitas makan orangutan dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling, yaitu suatu cara pengamatan tingkah laku dengan mengamati hanya satu individu dalam selang waktu tertentu. Teknik ini digunakan untuk mengetahui semua jenis tingkah laku yang dilakukan oleh individu yang diamati.

Pengelompokan aktivitas harian yang diamati mengacu pada Galdikas (1984). Menurut Galdikas, makan, berpindah, dan istirahat merupakan tingkah laku harian utama orangutan. Suatu aktivitas akan dikelompokkan ke dalam aktivitas makan apabila orangutan memasukkan makanan ke dalam mulut sebagian atau seluruhnya. Aktivitas istirahat mengacu pada kondisi ketika orangutan sedikit atau tidak melakukan aktivitas sama sekali atau diam dalam rentang waktu tertentu. Objek pengamatan dapat dikatakan melakukan berpindah jika ia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dalam jarak tempuh pendek atau jarak tempuh yang jauh. Data aktivitas harian yang diambil juga terdiri dari aktivitas bermain, sosial, membuat sarang, agonistik, merawat diri, konsumsi air, lain-lain dan berbagi makanan. Pengelompokan data mengacu pada pengelompokan aktivitas harian yang disusun oleh Zuhra (2009). Aktivitas lain-lain merupakan aktivitas urinasi dan mengeluarkan kotoran.

Data komposisi vegetasi di habitat orangutan

(18)

9 m x 50 m. Pada setiap petak ukur dilakukan pencatatan terhadap semua tingkat tumbuhan, yaitu :

1. Petak 2 m x 2 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah (tinggi < 1,5 m, diameter < 3 cm).

2. Petak 5 m x 5 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat pancang (tinggi > 1,5 m, diameter < 10 cm).

3. Petak 10 m x 10 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat tiang (diameter 10 - 19 cm).

4. Petak 25 m x 25 m dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat pertumbuhan pohon.

Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan semai, tumbuhan bawah, dan pancang, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu, dan diameter batang (Gambar 1).

Keterangan :

a : 2m x 2m (semai) b : 5m x 5m (pancang) c : 10m x 10 m (tiang) d : 25m x 25 m (pohon)

Gambar 1 Petak contoh analisis vegetasi

Data proyeksi tajuk

Data proyeksi tajuk diambil bersamaan dengan pembuatan petak untuk analisis vegetasi. Data diperoleh melalui petak yang telah dibuat. Data yang dikumpulkan meliputi tinggi total pohon, tinggi bebas cabang pohon, lebar tajuk, dan jarak antara pohon.

Data jenis pakan

Data jenis pakan didapat dengan menganalisis jenis-jenis pohon yang menjadi sumber pohon pakan bagi orangutan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan mengenai jenis tumbuhan apa saja yang menjadi sumber pakan orangutan dan bagian-bagiannya.

Data preferensi pakan

Pengumpulan data preferensi pakan dilakukan dengan melakukan pencatatan mengenai pakan yang dikonsumsi oleh orangutan di alam baik waktu pengambilan, jenis pakan, dan bagian pakan yang dikonsumsi. Data hasil analisis vegetasi juga berkaitan erat dengan data preferensi pakan.

(19)

10

Data posisi individu dalam ruang tajuk pohon

Posisi individu dalam ruang tajuk pohon terbagi atas horizontal dan vertikal. Ruang tajuk pohon tersebut masing-masing dibagi menjadi tiga kategori. Secara horizontal ruang tajuk pohon dibagi dalam tiga ruang, yakni A, B, dan C, sedangkan secara vertikal dibedakan atas I, II, dan III. Dengan demikian ruang tajuk pohon yang digunakan terbagi ke dalam sembilan kategori. Pembagian tajuk pohon dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 2).

Gambar 2 Pembagian ruang tajuk pohon

Data identifikasi orangutan

Identifikasi orangutan dilakukan dengan mengenali bentuk rambut, raut muka, bantalan pipi, ukuran tubuh, dan bekas luka. Orangutan yang paling mudah \dikenali dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya adalah orangutan dewasa. Anak orangutan dapat dikenali dengan mengenali induknya terlebih dahulu karena anak orangutan selalu bersama induknya sampai mereka menginjak umur remaja. Identifikasi orangutan dilakukan dengan menggunakan bantuan petugas taman nasional.

Data tingkat perjumpaan

Tingkat perjumpaan orangutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh orangutan yang ditemukan di tiap pengamatan. Data orangutan ini dihitung atau dikumpulkan berdasarkan waktu-waktu perjumpaan. Akan ditentukan waktu perjumpaan paling tinggi untuk dapat melihat orangutan sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser, Resort Bukit Lawang.

Analisis data Analisis aktivitas harian

Analisis aktivitas harian dilakukan dengan melakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan tabel untuk menjelaskan data yang diperoleh.

Persentase aktivitas tertentu (%) =

(20)

11

Analisis vegetasi

Analisa data di lakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Analisis preferensi pakan dilakukan dengan menghitung rasio pakan suatu satwa yang dirumuskan oleh Lindroth dan Batzli (1984) diacu dalam Krebs (1999) yaitu :

Analisis penggunaan tajuk pada aktivitas makan ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif, gambar berfungsi untuk menjelaskan data yang diperoleh.

Analisis jenis pakan

(21)

12

mengenai jenis pakan dilakukan dengan melihat bagian tumbuhan dan jenis tumbuhan apa saja yang dikonsumsi oleh orangutan tersebut.

Persentase jenis tertentu (%) =

x 100

Persentase bagian tertentu (%) =

x 100

Analisis identifikasi orangutan

Analisis mengenai identifikasi orangutan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara orangutan satu dengan orangutan lainnya.

Analisis tingkat perjumpaan

Analisis mengenai tingkat perjumpaan orangutan dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif (tabel dan grafik) untuk mengetahui waktu optimal dan waktu aktif orangutan sumatera dalam melakukan aktivitasnya sehingga dapat dengan mudah dijumpai di alam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum lokasi penelitian Letak, luas, dan batas kawasan

Taman Nasional Gunung Leuser secara administratif terletak di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, secara geografi terletak antara 255’ - 405’ LU dan 9830’ BT. Ketinggian antara 0 – 3.381 m dari permukaan laut. Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan pelestarian Alam No. 46/Kpts/VI-sek/84 luasnya 1.095.192 hektar. Kawasan Bukit Lawang (Gambar 3) merupakan kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera yang termasuk wilayah administratif Kabupaten Langkat. Provinsi Sumatera Utara dengan jarak lebih kurang 13 km dari Bohorok atau 90 km dari Medan. Akses menuju ke Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) dengan kendaraan umum hanya bisa sampai di desa Bukit Lawang (WWF 1998).

Dari segi pengelolaan hutannya, kawasan PPOS ini termasuk ke dalam Seksi Wilayah Langkat Selatan, Taman Nasional Gunung Leuser. Secara geografis PPOS ini terletak pada 330’ - 345’ Lintang Utara dan 900’ - 9815’ Bujur Timur. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 46/Kpts/VI-Sek/84, ditetapkan bahwa luas areal Sub Seksi Wilayah Langkat Selatan ± 75.175 ha.

Batas-batas areal Pusat Pengamatan Orangutan Satwa ini adalah :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Bohorok dan Desa Bukit Lawang. 2. Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Bahorok.

(22)

13

(Sumber : Kantor Balai Besar TNGL) Gambar 3 Peta lokasi penelitian di kawasan Bukit Lawang

Flora dan fauna

Pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser terdapat sekurang-kurangnya separuh dari jenis Dipterocarpaceae (misalnya, meranti, keruing,

Dryobalanops sp.). Salah satu jenis yang menonjol adalah jenis pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Terdapat beberapa pohon yang buahnya dapat dimakan, antara lain adalah jenis jeruk hutan (Citrus sp.), durian hutan (Durio axyleyanus dan Durio zibethinus), buah menteng (Baccaurea montleyana dan

Baccaurea fecemosa), duku (Lansium domesticum), limun (Mangifera foetida dan

Mangifera guardrifolia), rukam (Flacourtia rukam), rambutan (Nephelium lappaceum). Flora langka yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser adalah bunga raflesia (Raflesia atjehensis) dan daun payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons) (WWF 1998).

Tipe hutan di kawasan hutan Bukit Lawang adalah tipe hutan hujan tropika dataran tinggi dengan tipe vegetasi hutan campuran. Jenis tumbuhan yang ada di kawasan hutan ini didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Selain jenis tersebut terdapat juga jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain pakam gunung (Pometia pinnata), ngakas (Dysoxylon sp.), rambung (Vernonia arborea), kayu kuningan (Eugenia sp.), dan rotan (Calamus sp.) (WWF 1998).

(23)

14

(Nycticebus coucang), beruk (Macaca nemestrina), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus) dan babi hutan (Sus barbatus). Jenis burung yang terdapat di lokasi ini adalah rangkong (Buceros rhinoceros) dan kuau (Argusianus argus) (WWF 1998).

Aksesibilitas

Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki tiga pintu masuk yang dapat dilewati dan semua pintu masuk dapat ditempuh melalui kota Medan dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 1 Rute perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Leuser

No Lokasi Jarak

2 Pintu Gerbang Bohorok/Bukit Lawang.

Resort Bukit Lawang juga menyediakan banyak tempat penginapan karena resort ini juga berbasis wisata sehingga banyak menyediakan fasilitas-fasilitas seperti penginapan, angkutan umum, dan guide bagi pengunjung. Setelah sampai di Resort Bukit Lawang ini maka diharuskan untuk mengambil surat izin memasuki kawasan taman nasional atau yang biasa disebut permit. Pengunjung juga diharuskan masuk kawasan hutan dengan didampingi oleh pendamping lokal (guide). Akses selanjutnya untuk dapat melihat orangutan di TPM adalah dengan menyeberangi sungai yang lebarnya ± 7 m dan kedalaman ± 1 m menggunakan sampan. Sampan akan mulai beroperasi pada pukul 08.30 WIB pagi dan akan ditambatkan pada pukul 16.00 WIB sore.

Hasil Pusat pengamatan orangutan sumatera (PPOS)

Status Resort Bukit Lawang pada awalnya merupakan Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera. Saat ini status Resort Bukit Lawang telah berubah menjadi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), namun pengelolaan terhadap orangutan hasil rehabilitasi yang ada di kawasan ini masih terus berlanjut dari hari ke hari. Salah satu bentuk pengelolaan yang masih dilakukan yaitu dengan memberikan makanan tambahan (extra food) kepada orangutan semi liar untuk membantu proses pelepasliaran satwa tersebut. Tujuannya yaitu untuk membantu menyalurkan makanan tambahan apabila orangutan semi liar masih sulit untuk mencari pakan di alam bebas.

(24)

15 sebagai tempat mereka makan. Prosesinya dilakukan dengan memberikan satu sisir pisang kepok bagi satu ekor orangutan dan segelas susu.

Selain bertujuan konservasi, Resort Bukit Lawang juga berbasis wisata dengan menawarkan satwa-satwa endemik dan keindahan alamnya yang berupa Sungai Bohorok. Banyak wisatawan lokal dan asing yang datang ke kawasan Resort Bukit Lawang untuk melihat kegiatan pemberian makan bagi orangutan sumatera. Banyaknya pengunjung yang datang mengakibatkan harus adanya batas pemisah antara orangutan yang diberi makan dengan pengunjung. Oleh karena itu, dibagian luar platform diberi pagar non-permanen yang terbuat dari bambu sebagai batas pemisah antara pengunjung dengan orangutan. Pengunjung juga diberi pengarahan terlebih dahulu seperti tidak boleh memberi makan orangutan, harus menjaga jarak dengan orangutan sejauh tujuh meter, tidak boleh membuat keributan, tidak boleh membuang sampah di hutan, tidak boleh membuka tas di hadapan orangutan dan tidak boleh membawa bungkus plastik atau bungkus makanan.

Lokasi TPM yang ada di Resort Bukit Lawang ini akan dipindahkan setiap sembilan bulan sekali guna memberikan kesempatan pada vegetasi-vegetasi rusak yang terdapat di kawasan tersebut untuk melakukan suksesi. Selain vegetasi yang rusak oleh pengunjung, pohon-pohon besar yang berada di sekitar TPM juga banyak dijadikan sebagai pohon sarang yang menyebabkan banyak dahan dan ranting patah. Banyaknya orangutan yang membuat sarang di sekitar TPM merupakan akibat dari orangutan tersebut tidak mau berada jauh dari lokasi pemberian makan. Ketika kegiatan pemberian makan berlangsung maka mereka akan dengan cepat turun dari pohon sarang menuju TPM. Selain itu juga ditemukan orangutan yang menunggu kegiatan pemberian makan dengan cara beristirahat di atas platform, seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tempat Pemberian Makan (TPM) di Resort Bukit Lawang

Tingkat perjumpaan

(25)

16

betina dewasa, 1 ekor betina remaja, 1 ekor jantan dewasa, dan 7 anakan. Daftar orangutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar orangutan semi liar yang terdapat di PPOS

No Nama Induk Jenis Kelamin Nama Anak Jenis Kelamin

1 Suma* Betina Sumi* Betina Keterangan : * = orangutan yang diamati

Sumber : PPOS Resort Bukit Lawang

Orangutan sering ditemukan di 11 trail (jalan kecil) yang ada di Resort Bukit Lawang. Trail yang paling banyak dikunjungi oleh orangutan adalah trail

satu karena pada jalur ini banyak ditemukan pohon pakan yang sangat penting perannya bagi keberlangsungan hidup orangutan.

Pada saat pengamatan, hanya 44 hari yang diambil sebagai waktu pengamatan karena keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga. Dari 44 hari tersebut selalu ditemukan orangutan karena orangutan yang berada di lokasi sebagian besar merupakan orangutan semi liar yang masih sering mengunjungi TPM sehingga masih sering dijumpai dan sudah terhabituasi dengan baik. Orangutan yang ditemukan selama pengamatan sebanyak 14 individu yang terdiri dari dua orangutan liar dan 12 orangutan semi liar. Daftar orangutan yang ditemukan di Resort Bukit Lawang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar individu orangutan sumatera yang diamati

(26)

17 Tingkat perjumpaan terhadap orangutan sasaran ini cukup tinggi karena 12 dari 14 orangutan yang diamati merupakan orangutan semi liar sehingga memudahkan pengamat untuk menemukan orangutan tersebut, sedangkan 2 dari 14 orangutan yang ditemukan merupakan orangutan liar. Dalam dua bulan, orangutan yang berhasil ditemukan sebanyak 44 kali dari 14 individu. Terdiri dari 6 individu betina dewasa, 1 individu jantan dewasa, 1 individu betina remaja, dan 6 individu anak. Dari 44 kali perjumpaan hanya 20 kali perjumpaan yang berhasil diamati aktivitasnya secara penuh. Hal ini dikarenakan topografi yang cukup curam, cuaca buruk, dan perilaku agresif orangutan yang menyebabkan pengambilan data harus dihentikan.

Pengumpulan data dilakukan pada musim hujan sehingga cuaca sangat berpengaruh besar pada keberhasilan pengamatan ini. Ketika cuaca hujan, orangutan hanya akan beristirahat di atas sarang. Begitu pula dengan cuaca dingin dan angin kencang. Orangutan cukup sulit ditemukan pada saat angin kencang. Menurut petugas orangutan jarang ditemukan turun dari sarang saat cuaca dingin karena lebih nyaman di atas sarangnya.

Pada Gambar 5 dapat terlihat bahwa perjumpaan tertinggi ditemui pada pukul 09.00 WIB - 09.59 WIB dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak 17 ekor. Waktu-waktu ini merupakan waktu aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya baik berpindah maupun makan. Selanjutnya perjumpaan orangutan yang cukup tinggi juga ditemukan pada pukul 10.00 WIB - 10.59 WIB dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak 11 ekor dan pada pukul 08.00 WIB - 08.59 WIB dengan jumlah orangutan yang ditemui sebanyak 7 ekor. Orangutan ini pada umumnya ditemukan sedang beristirahat di dahan pohon. Total orangutan yang dijumpai pada dua bulan adalah 54 perjumpaan.

Gambar 5 Grafik tingkat perjumpaan orangutan sumatera

Orangutan yang dijumpai pertama kali pada saat pengamatan adalah orangutan betina remaja. Menurut petugas, orangutan tersebut dikenal dengan nama Juni. Orangutan ini merupakan orangutan semi liar hasil rehabilitasi yang sudah terhabituasi karena tidak terlihat perilaku antagonis seperti kiss squeak atau

(27)

18

melempar ranting ke arah pengamat. Juni merupakan anak pertama dari orangutan semi liar lainnya yang bernama Minah.

Gambar 6 Orangutan betina remaja (Juni)

Identifikasi orangutan

Identifikasi orangutan yang telah dilakukan menghasilkan temuan berupa 14 orangutan yang terdiri dari 6 orangutan betina dewasa (Sumi, Sandra, Pesek, Ratna, dan Minah), 1 orangutan betina remaja (Juni), 1 orangutan jantan dewasa (Jenggot), dan 6 orangutan anak (Sumi, Sandri, Wati, Global, Katrin, dan Damar). Orangutan liar dapat dibedakan dari orangutan semi liar melalui reaksinya saat bertemu dengan pengamat. Orangutan liar akan mencoba berpindah dan menjauhi pengamat dengan sering mengeluarkan bunyi mencicit (kiss squeak) serta melempar ranting atau epifit. Orangutan semi liar dikenal suka menggigit dan ditemui sering mencoba mendekati pengamat pada saat pengamatan.

Penamaan orangutan ini tidak memiliki aturan khusus. Setiap orangutan memiliki ciri khas masing-masing. Anak orangutan tidak akan pernah jauh dari induknya sampai menginjak umur 6–8 tahun. Pada umur tersebut mereka sudah harus hidup mandiri dan meninggalkan induknya. Identifikasi tiap orangutan yang ditemukan dilakukan dengan bantuan petugas taman nasional yang ikut bersama pengamat. Berikut merupakan hasil identifikasi orangutan yang telah dilakukan : 1. Suma. Suma merupakan orangutan semi liar yang paling tua dan paling

mendominasi di antara orangutan betina lainnya yang ada di kawasan Resort Bukit Lawang. Suma dapat diidentifikasi dari ukuran tubuhnya yang lebih besar dibandingkan dengan orangutan betina lainnya. Bagian depan dari rambut suma tumbuh pendek dan rapi sehingga menyerupai poni. Anak yang selalu digendong Suma adalah Sumi.

2. Minah. Minah merupakan orangutan semi liar yang paling terkenal di lokasi ini. Banyak wisatawan asing dan lokal yang mengunjungi Resort Bukit Lawang hanya untuk melihat Minah. Minah sangat mudah dikenali karena bekas luka yang dimiliki di bagian kepala. Minah juga lebih agresif ketika berada di dekat manusia. Minah lebih suka bergerak di lantai hutan dibandingkan harus berpindah melalui pepohonan. Katerin merupakan anak terakhir Minah yang selalu bersamanya.

(28)

19 lainnya. Bentuk tubuhnya juga tidak terlalu besar. Warna rambutnya agak lebih gelap dari pada orangutan lainnya. Global merupakan anak terakhir Ratna yang masih dalam asuhan dan masih berpergian bersama Ratna (Lampiran 6C).

4. Pesek. Pesek merupakan orangutan yang cukup agresif. Pesek dapat diidentifikasi melalui bekas luka bakar yang terlihat pada bagian lehernya. Luka bakar ini terbentuk akibat siraman air panas. Pesek juga dapat diidentifikasi melalui ukuran tubuh anaknya. Anak yang selalu bergerak bersama Pesek merupakan Wati yang memiliki ukuran tubuh paling besar dibandingkan dengan anak orangutan lainnya (Lampiran 6F).

5. Sandra. Sandra merupakan orangutan semi liar yang dapat diidentifikasi melalui bentuk rambutnya yang cukup panjang, mengembang, dan mencuat ke atas. Anak yang selalu mengikuti Sandra adalah Sandri yang merupakan anak terakhir Sandra (Lampiran 6G).

6. Juni. Juni adalah anak dari Minah yang hidup bebas dan tidak bergerak mengikuti induknya lagi. Juni belum memiliki anak dan masih bergerak secara soliter. Juni dapat diidentifikasi sebagai satu-satunya orangutan betina remaja yang mengunjungi TPM dan tidak memiliki anak (Lampiran 6B).

7. Jenggot. Jenggot merupaka orangutan jantan dengan ukuran tubuh yang cukup besar. Jenggot dapat teridentifikasi melalui bentuk kumis dan janggut yang ada di sekitar mulutnya. Jenggot juga memiliki ciri tubuh lainnya seperti tonjolan kecil menyerupai tahi lalat yang berada di dekat hidungnya. Jenggot merupakan satu-satunya orangutan jantan dewasa yang sering mengunjungi TPM untuk mendapatkan makanan tambahan (Lampiran 6E). 8. Borjong. Borjong merupakan orangutan liar yang sering muncul di trail satu.

Borjong dapat teridentifikasi melalui mata yang salah satunya rusak atau juling. Anak yang sering terlihat bersama Borjong adalah Damar. Damar dapat teridentifikasi melalui perilaku agresifnya dengan sering menjatuhkan ranting kayu atau buah yang tidak dimakannya ke arah pengamatan selama pengamatan dilakukan (Lampiran 6A).

Aktivitas harian orangutan sumatera

(29)

Tabel 4 Persentase aktivitas harian orangutan sumatera di PPOS

Keterangan : I = istirahat, B = berpindah, M = makan, Bm = bermain, S = sosialisasi, MS = membuat sarang, A = antagonis, MD = merawat diri, KA = konsumsi air, BM = berbagi makanan, L = lain-lain.

(30)

21

Aktivitas istirahat orangutan sumatera

Aktivitas istirahat orangutan ditandai dengan tidak bergeraknya orangutan tersebut dalam kurun waktu tertentu. Posisi istirahat orangutan ini cukup bervariatif yaitu posisi berdiri, duduk, dan rebahan. Biasanya orangutan ini akan beristirahat di dahan pohon yang besar yang memudahkannya untuk rebah dan duduk. Tidak jarang ditemukan orangutan yang beristirahat di liana pohon yang tebal dan berkayu atau bahkan di lantai hutan. Persentase aktivitas istirahat dari tiap individu orangutan dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Persentase aktivitas istirahat tiap individu

Aktivitas berpindah orangutan sumatera

Aktivitas berpindah ditandai dengan berpindahnya orangutan dari satu tempat ke tempat yang lain. Bentuk pergerakan yang ditemui adalah brachiation,

quadrupedal, climbing, dan walking tree-swaying. Induk orangutan juga sering terlihat membantu anaknya untuk menyeberangi pohon dengan cara mengulurkan ranting kayu yang berguna sebagai jembatan atau berpegangan di antara dua pohon yang akan diseberangi oleh anaknya lalu membiarkan anaknya berpindah dengan menjadikan tubuhnya sebagai jembatan. Hasil pengamatan aktivitas berpindah pada tiap individu orangutan yang diamati dapat dilihat pada Gambar 8.

(31)

22

Aktivitas makan orangutan sumatera

Pemilihan waktu pengamatan ini berdasarkan pada akses untuk masuk dan keluar taman nasional melalui sungai dengan menggunakan sampan. Selain itu, orangutan semi liar masih mendapatkan makanan tambahan (extra food) pada pukul 08.30 WIB – 09.30 WIB dan pukul 15.00 WIB – 16.00 WIB, maka pengambilan data pakan alami dilaksanakan di antara kedua waktu tersebut. Orangutan memiliki waktu-waktu aktif dalam mencari makan (Gambar 9) karena tidak selama sehari penuh orangutan ini melakukan aktivitas mencari makan. Dengan menghitung waktu aktif ini maka dapat diketahui waktu aktif paling optimal orangutan dalam mencari makan.

Gambar 9 Persentase waktu aktif orangutan dalam mencari makanan

Aktivitas yang dilakukan oleh tiap orangutan cukup bervariatif. Mulai dari penggunaan alat pada saat makan, jenis pakan, dan cara mencari pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh orangutan terdiri dari tumbuhan dan non-tumbuhan. Pakan non-tumbuhan terdiri dari tanah, serangga, dan rayap. Aktivitas makan tiap individu dapat dilihat pada Gambar 10.

(32)

23

Komposisi vegetasi di habitat orangutan

Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada tegakan yang diamati dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat dominansi atau penguasaan suatu jenis dalam suatu komunitas. Jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) terbesar merupakan jenis yang paling dominan atau berarti pula jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lain (Soerianegara & Indrawan 2008). Hasil analisis vegetasi yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 5. Data lengkap analisis vegetasi di ketiga plot ini dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4.

Tabel 5 Hasil analisis vegetasi di tiga plot

No Struktur 2 Pancang Keruing Dipterocarpus sp. Dipterocarpaceae 21,11 3 Pancang Pala Hutan Myristica iners Myristicaceae 21,11 4 Tiang Meranti merah Shorea leprosula Dipterocarpaceae 32,78 5 Pohon Medang Litsea sp. Lauraceae 59,28

Plot 2

1 Semai Herba Rhaphidophora montana - 65,30 2 Pancang Rambutan ayam Aporosa sp. - 25,30 3 Tiang Kruing Dipterocarpus sp. Dipterocarpaceae 63,29 4 Pohon Beringin Ficus sp. Moraceae 56,31

Plot 3

1 Semai Herba Rhaphidophora montana - 38,17 2 Pancang Rambutan ayam Aporosa sp. - 43,13 3 Tiang Meranti merah Shorea lepidota Dipterocarpaceae 67,00 4 Pohon Kecing bunga Castanopsis tungurut - 68,27 Keterangan : - = tidak diketahui

Komposisi jenis pakan

Hasil pengamatan selama dua bulan ditemukan 47 jenis pakan yang dikonsumsi oleh orangutan (tidak termasuk pisang dan susu yang diberikan oleh petugas di TPM. Jenis pakan alami yang paling banyak dikonsumsi oleh orangutan ini adalah kandis kecil (Garcinia sp.), rotan (Calamus sp.), rayap (Coptotermes curvignatus), dan ara (Ficus sp.). Persentase dari jenis-jenis yang telah disebutkan sebelumnya adalah kandis kecil sebesar 10,36%, rotan sebesar 8,76%, rayap sebesar 7,57%, dan ara sebesar 5,58% (Tabel 6). Data mengenai jumlah aktivitas makan pada tiap jenis dapat dilihat pada Lampiran 5.

Selain mengkonsumsi tumbuhan, orangutan juga ditemukan mengkonsumsi tanah, serangga dan jamur. Serangga yang dikonsumsi terdiri dari rayap dan semut. Rayap banyak ditemui di kayu-kayu busuk maupun pohon yang sudah mati. Semut banyak ditemui di balik serasah dan di atas sarang tua yang sudah lama tidak terpakai.

Bagian tumbuhan yang paling banyak dikonsumsi adalah daun sebesar 39,90%, buah 27,40%, lainnya 21,50%, kulit 7,10%, dan bunga 3,90%. Lainnya yang dimaksud di sini adalah pakan non-tumbuhan dan batang lunak rotan.

(33)

Tabel 6 Komposisi jenis pakan orangutan sumatera

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Buah (%)

Bunga (%)

Kulit Ari (%)

Daun (%)

Lain-lain

(%) Total

1 Kandis kecil Garcinia sp. Guttiferae 8,76 0 0 1,59 0 10,36 2 Rotan Calamus sp. Arecaceae 0 0 0 0 8,76 8,76

3 Ara Ficus sp. Moraceae 3,98 0 0,80 0,80 0 5,58

4 Redas Pithecellobium jeringa Fabaceae 0 0 0,40 4,38 0 4,78 5 Linggeris Milletia atropurpurea Papilionaceae 0 0 0,80 3,59 0 4,38 6 Meranti Shorea sp. Dipterocarpaceae 0 0 1,20 3,19 0 4,38 7 Pakam Pometia sp. Sapindaceae 0,40 0 1,20 2,79 0 4,38

8 Siapi-api - - 0 0 0 4,38 0 4,38

9 Sibolangit Garcinia lateriflora Clusiaceae 3,98 0 0 0 0 3,98 1 Bambu Gigantochloa hasskarliana Poaceae 0 0 0 2,39 1,20 3,59 1 Serapoh Santiria spp Buurseraceae 0 0 0,80 2,79 0 3,59

12 - - Myrtaceae 0 1,99 0 0,80 0 2,79

13 Rambong - rambong Vernonia arborea Fabaceae 1,99 0,40 0 0 0 2,39 14 Kayu hitam Podocarpus sp. Podocarpaceae 0 0 0 1,99 0 1,99 15 Kecing bunga Castanopsis tungurut Fagaceae 0,80 0 0,40 0,80 0 1,99 16 Asam gelugur Garcinia atroviridis Guttiferae 0 0 0 1,59 0 1,59 17 Jambu-jambuan Eugenia sp. Myrtaceae 0 0 0 1,59 0 1,59 18 Pala hutan Myristica iners Myristicaceae 1,59 0 0 0 0 1,59 19 Jarak hutan - Euphorbiaceae 1,20 0 0 0 0 1,20

20 Perdu - - 0 0 0 1,20 0 1,20

21 - - Sterculiaceae 0 1,20 0 0 0 1,20

22 Akar kupu-kupu Bauhinia bidentata Caesalpiniaceae 0 0 0,40 0,40 0 0,80 23 Jambu hutan Eugenia sp. Myrtaceae 0,80 0 0 0 0 0,80 24 Kecing Castanopsis sp. Fagacecae 0,80 0 0 0 0 0,80 25 Kopi-kopian - Rubiaceae 0 0,40 0 0,40 0 0,80 26 Medang-medangan Alseodaphne sp. Lauraceae 0 0 0 0,80 0 0,80

(34)

Tabel 6 Komposisi jenis pakan orangutan sumatera (lanjutan)

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Buah (%)

Bunga (%)

Kulit Ari (%)

Daun (%)

Lain-lain

(%) Total

27 Pakam gunung Pometia pinnata Sapindaceae 0,80 0 0 0 0 0,80 28 Pandan Pandanus sp. Pandanaceae 0 0 0 0,80 0 0,80 29 Rambutan ayam Aporosa sp. Euphorbiaceae 0,40 0 0 0,40 0 0,80

30 - - Lauraceae 0 0 0 0,80 0 0,80

31 - - Meliaceae 0 0 0 0,80 0 0,80

32 Akar sawal Tetracera fagifolia Dilleniaceae 0 0 0,40 0 0 0,40

33 Cempedak air - - 0,40 0 0 0 0 0,40

34 Jambu air Syzigium sp. Myrtaceae 0 0 0 0,40 0 0,40 35 Jamur kuping Ganoderma sp. Ganodermatacea 0 0 0 0 0,40 0,40 36 Jilok babi Memecylon laevigatum - 0 0 0,40 0 0 0,40 37 Mangga hutan Mangifera sp. Anacardiaceae 0,40 0 0 0 0 0,40

38 Martubung - - 0 0 0 0,40 0 0,40

39 Putar balik Leptaspis urceolata Poaceae 0 0 0 0,40 0 0,40

40 Tekala - - 0 0 0 0,40 0 0,40

41 Terap Artocarpus odoratissimus Moraceae 0,80 0 0 0 0 0,80 42 Tiga urat Taractogenes kunsteri Flacourtiaceae 0 0 0,40 0 0 0,40

43 - Irvingia malayana Simaroubaceae 0,40 0 0 0 0 0,40

44 Rayap Coptotermes curvignatus Rhinotermitidae 0 0 0 0 7,57 7,57

45 Serangga - - 0 0 0 0 1,99 1,99

46 Semut - - 0 0 0 0 0,80 0,80

47 Tanah - - 0 0 0 0 0,80 0,80

Total 27,40 3,90 7,10 39,90 21,50 100,00

Keterangan : - = tidak diketahui

(35)

26

Preferensi pakan

Preferensi pakan merupakan pakan yang dikonsumsi oleh orangutan dan masih tersedia di alam. Hasil perhitungan preferensi pakan orangutan menunjukkan bahwa pakan yang disukai orangutan dari seluruh pakan yang telah ditemukan sebanyak 15 jenis dari 26 jenis yang ada. Menurut Lindroth dan Batzli (1984) diacu dalam Krebs (1999), jika nilai rasio pakan di atas 1,00 maka dinyatakan sebagai preferensi pakan, sedangkan nilai rasio pakan di bawah 1,00 merupakan pakan yang tidak disukai atau dengan kata lain bukan preferensi pakan (Tabel 7). Jumlah 26 jenis ini didapat dari irisan pakan yang dikonsumsi dengan pakan yang tersedia di alam. Data pakan yang tersedia di alam dikumpulkan dengan melakukan analisis vegetasi terlebih dahulu.

Pakan yang paling disukai adalah sibolangit, rotan, dan rambung. Preferensi pakan ini dipengaruhi dengan musim buah karena variabilitas pakan orangutan yang cukup tinggi sehingga memungkinkan untuk mengkonsumsi apa pun bahkan tanah. Orangutan juga dikenal sering mencoba-coba makanan. Pernah ditemukan orangutan yang memasukan dua lembar daun ke dalam mulutnya lalu tidak lama kemudian mengeluarkan kembali daun tersebut dalam keadaan utuh. Sibolangit sendiri tidak ditemukan di petak mana pun saat melakukan uji analisis vegetasi sehingga diasumsikan ketersediaannya di alam cukup sedikit. Beberapa contoh buah yang menjadi pakan orangutan dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan : A = ara (Ficus sp.), B = rambutan ayam (Aporosa sp.), dan C = pala hutan (Myristica iners)

Gambar 11 Buah yang ditemukan di habitat orangutan

B

(36)

Tabel 7 Preferensi jenis pakan orangutan sumatera

No Nama Jenis Nama Ilmiah Famili Preferensi Pakan

1 Sibolangit Garcinia lateriflora Clusiaceae  10,97

2 Rotan Calamus sp. Arecaceae   8,04

3 Rambung Vernonia arborea -  6,58

4 Meranti Shorea sp. Dipterocarpaceae   4,02

5 Pakam Pometia sp. Sapindaceae   4,02

6 Beringin Ficus sp. Moraceae  3,07

7 Mahoni/mindi/mimba Melia azadirachta Meliaceae  2,19 8 Pandan hutan Pandanus sp. Pandanaceae  2,19 9 Kandis kecil Garcinia sp. Guttiferae  1,67

10 - - Sterculiaceae  1,64

11 Perdu Ardisia sp.  1,64

12 - Eugenia sp. Myrtaceae   1,28

13 Kayu hitam Podocarpus sp. Ebenaceae  1,09 14 Terap Artocarpus odoratissimus Moraceae  1,09 15 Redas Pithecellobium jeringa Fabaceae   1,01 16 Kecing bunga Castanopsis tungurut Fagaceae  0,60

17 - Litsea sp. Lauraceae  0,54

18 Jarak-jarakan - Euphorbiaceae  0,47

19 Pala hutan Myristica iners Myristicaceae  0,43 20 Jambu-jambuan Eugenia sp. Myrtaceae   0,33

21 Kecing Quercus sp. Fagaceae  0,31

22 Kopi-kopian - Rubiaceae   0,31

23 Mangga hutan Mangifera sp. Anacardiaceae  0,27 24 Akar tiga urat Melastoma sp. Arecacea  0,13

25 Medang biasa Litsea sp. Lauraceae  0,09

26 Rambutan ayam Aporosa sp. Leguminosae  0,09 Keterangan : - = tidak diketahui, ♂ = orangutan jantan, ♀ = orangutan betina

(37)

28

Kondisi vegetasi habitat

Pengukuran proyeksi tajuk dimulai dengan memilih tiga plot yang mewakili tajuk-tajuk yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Resort Bukit Lawang. Penentuan ini berdasarkan banyaknya pohon pakan yang terdapat dalam plot tersebut. Dari hasil pengamatan, dipilih lokasi yang berdekatan dengan trail

(jalan setapak) 1 dan trail utama sebagai lokasi pengambilan data proyeksi tajuk. Pada trail 1 diambil sebanyak dua plot dan pada trail utama diambil satu plot saja. Pohon yang ditemukan pada plot 1 tidak terlalu banyak. Pohon lebih banyak ditemukan di plot 2 dan plot 3. Walaupun pohon yang ditemukan sedikit namun tiang yang ditemukan di ketiga plot ini cukup banyak (Lampiran 2, 3, 4). Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa bukan hanya pohon yang menjadi alat bantu orangutan untuk bergerak, tetapi juga tiang. Bentuk tiang yang lebih kurus, panjang, dan lentur membantu orangutan untuk berpindah dengan cara berayun (walking tree-swaying). Lokasi pengambilan plot dapat dilihat pada Gambar 12 dan hasil proyeksi tajuk dapat dilihat pada Gambar 13.

Keterangan : A = plot 1, B = plot 2, dan C = plot 3

Gambar 12 Tipe vegetasi di tiga plot.

A

B

(38)

Keterangan: A = Plot 1. Terdiri dari 1 = Petaling, 2 = Keruing, 3= Medang, 4 = Kecing, 5 = Rambong-rambong, dan 6 = Meranti merah.

B = Plot 2. Terdiri dari 1 = Keruing, 2 = Kecing, 3= Kecing, 4 = Kecing batu, 5 = Damar laut, 6 = Sibolangit, 7 = Meranti, 8 = Kecing, dan 9 = Petaling.

C = Plot 3. Terdiri dari 1 = Kecing bunga, 2 = Medang, 3= Rusip, 4 = Medang, 5 = Kandis kecil, 6 = Kandis kecil, 7 = Medang, dan 8 = Kelat.

Gambar 13 Kondisi habitat orangutan di tiga plot

(39)

30

Pola pemanfaatan tajuk berdasarkan posisi

Orangutan yang diamati ditemukan hampir memanfaatkan seluruh tajuk pohon. Namun ada beberapa bagian tajuk yang menjadi tempat favorit untuk melakukan aktivitas makan. Bagian-bagian tajuk pohon yang dimanfaatkan dibedakan menurut pola yang telah dibentuk sebelumnya (Gambar 2). Berdasarkan hasil observasi lapang, orangutan menyukai posisi A2, B3, dan C2.

Pola pemanfaatan tajuk berdasarkan ketinggian

Orangutan sumatera jarang ditemukan melakukan aktivitas makannya di lantai hutan. Orangutan yang ditemukan mengkonsumsi rotan akan mengambil rotan tersebut terlebih dahulu lalu membawa rotan tersebut ke atas dahan pohon untuk di makan. Orangutan ini merasa aman ketika melakukan aktivitas makannya di ketinggian tertentu. Pada Tabel 8 dapat dilihat bagaimana orangutan memanfaatkan tajuk pohon berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah.

Tabel 8 Pemanfaatan tajuk pada aktivitas makan

No Ketinggian Jumlah

Nilai pengamatan tetinggi terdapat pada bulan Juni yaitu 28 kali pengamatan yang terdiri dari 11 anak, 11 betina dewasa, 1 betina remaja dan 5 jantan dewasa. Pengamatan pada bulan Juli cukup rendah, hanya terjadi 16 kali pengamatan yang terdiri dari 7 anak, 7 betina dewasa, 1 betina remaja dan 1 jantan dewasa (Tabel 3). Dapat dilihat bahwa data menunjukkan perjumpaan orangutan dari bulan Juni hingga Juli mengalami penurunan. Penurunan tingkat perjumpaan ini berkaitan erat dengan musim buah. Pada saat bukan musim buah orangutan akan aktif begerak mencari pakan dibandingkan pada saat musim buah (MacKinnon 1972 diacu dalam Aini 2011). Menurut warga sekitar, musim buah di daerah tersebut dimulai pada bulan Mei dengan tumbuhnya bunga dan munculnya buah pada bulan Juli - Agustus. Hasil penelitian Aini (2011) juga menyebutkan bahwa perjumpaan orangutan dari bulan Juni hingga Agustus mengalami penurunan. Nilai perjumpaan paling tinggi adalah bulan Juni, yakni 14 kali yang terdiri dari 10 betina dan 4 jantan. Pada bulan Juli perjumpaan orangutan adalah 10 kali dengan 5 jantan dan 5 betina. Perjumpaan paling rendah adalah bulan Agustus, yakni 4 kali yang terdiri dari 2 jantan, 1 betina dan 1 lagi tidak teridentifikasi jenis kelaminnya.

Aktivitas harian

Gambar

Gambar 3 Peta lokasi penelitian di kawasan Bukit Lawang
Tabel 2  Daftar orangutan semi liar yang terdapat di PPOS
Gambar 5 Grafik tingkat perjumpaan orangutan sumatera
Gambar 6  Orangutan betina remaja (Juni)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Jen is Pohon Buah Pakan di Sekitar Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Hutan Primer dan Sekunder Taman Nasional Gunung

Judul yang dipilih dalam penelitian yang di laksanakan sejak April – Juni 2012 adalah “ Preferensi Pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii Lesson) Pada Waktu Tidak

Pada penelitian preferensi pakan juga dilakukan identifikasi spesies tumbuhan yang menjadi makanan orangutan sumatera di Batang Toru.. Identifikasi spesies tumbuhan ini

Penelitian mengenai “Karakteristik Sarang Orangutan Sumatera (Pong abelii) Di Kawasan Hutan Sekunder Resort Sei Betung Taman Nasonal Gunung Leuser” telah dilaksanakan pada

Penelitian mengenai “Karakteristik Sarang Orangutan Sumatera (Pong abelii) Di Kawasan Hutan Sekunder Resort Sei Betung Taman Nasonal Gunung Leuser” telah dilaksanakan pada

Estimasi Kepadatan Populasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Marike dan Sikundur Kecil Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera

pada habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di hutan resort Sei Betung. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dikarenakan belum

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser..