• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (>3 kali sehari) disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair atau lembek, dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2010). Sedangkan menurut Kementarian Kesehatan RI (2011), diare adalah buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau lembek, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada feses dapat dijumpai darah, lendir atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, mulas, nyeri abdominal, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Zein, 2011). Penyakit diare dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa, bahkan lansia sekalipun.

2.1.2 Klasifikasi Diare

Menurut Suraatmaja (2010), penyakit diare dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu diare akut dan diare kronik.

a. Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Biasanya diare ini berlangsung selama kurang dari 14 hari . b. Diare Kronik

(2)

1. Diare persisten , yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi.

2. Protracted diare, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (> 14 hari) dengan tinja cair dan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.

3. Diare intraktabel, merupakan diare yang dalam waktu singkat (misalnya 1-3 bulan) dapat timbul berulang kali.

4. Prolonged diare, adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.

5. Chronic non Spesific diarrhea, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorpsi.

2.1.3 Penyebab Diare

Penyebab diare secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi enam golongan yaitu (Depkes RI, 2007) :

1. Infeksi

Diare yang disebabkan karena infeksi paling sering ditemui di lapangan. Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan mengakibatkan kemampuan fungsi usus menurun. Agen penyebab penyakit diare karena infeksi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

a) Bakteri

Bakteri penyebab penyakit diare, diantaranya: Shigella, Salmonella, Eschericia coli (E coli), Golongan vibrio, Bacilus cereus, Clostridium

perfringens, Staphylococcus aureus, Camphylo bacter, serta aeromonas.

b) Virus

(3)

adalah Rotavirus. Rotavirus diperkirakan menyebabkan diare balita sebesar 20%-80% di dunia, serta merupakan penyebab utama kematian balita (Breese dalam Depkes RI,2007). Penularan Rotavirus terjadi melalui faecal-oral, virus ini menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-72 jam, dapat menyebabkan dehidrasi berat yang berujung pada kematian. Tingginya angka kematian akibat Rotavirus ini tidak dapat diatasi dengan hanya higiene dan sanitasi saja.

c) Parasit

Parasit yang dapat menyebabkan diare diantaranya:

1) Protozoa seperti : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Cryptosporidium.

2) Cacing perut, seperti : Ascaris, Trichuris, Stongloides, dan Blastissistis huminis.

2. Malabsorpsi

Merupakan kegagalan usus dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus, atau dapat diartikan dengan ketidak mampuan usus menyerap zat-zat makanan tertentu sehingga menyebabkan diare.

3. Alergi

Yaitu tubuh tidak tahan terhadap makanan tertentu, seperti alergi terhadap laktosa yang terkandung dalam susu sapi.

4. Keracunan

(4)

dikandung dan diproduksi oleh mahluk hidup tertentu (seperti racun yang dihasilkan oleh jasad renik, algae, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran).

5. Immunodefisiensi

Immunodefisiensi dapat bersifat sementara (misalnya sesudah infeksi virus), atau bahkan berlangsung lama seperti pada penderita HIV/AIDS. Penurunan daya tahan tubuh ini menyebabkan seseorang lebih mudah terserang penyakit termasuk penyakit diare.

6. Sebab-sebab lain

Berasal dari faktor perilaku, yaitu tidak memberikan ASI, menggunakan botol susu, tidak bisa menerapkan kebiasaan mencuci tangan, penyimpanan makanan yang tidak higienis, dan faktor lingkungan, yaitu ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan jamban, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.

2.1.4 Gejala dan Tanda Diare

Kejadian diare dapat dilihat dari beberapa gejala dan tanda diare, antara lain (Widoyono, 2011) :

a) Gejala umum

1. Bercak cair atau lembek dan sering, merupakan gejala khas diare. 2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut. 3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan sulit menurun, apatis, bahkan gelisah.

b) Gejala spesifik

(5)

2. Disenteriform, ditandai dengan tinja yang berlendir dan berdarah.

Menurut Widoyono (2008), diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan : 1. Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau berat.

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).

3. Gangguan asam-basa (asidosis)

Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.

4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan terjadi karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.

5. Gangguan gizi

(6)

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Tanpa dehidarsi, biasanya penderita merasa normal, tidak rewel atau gelisah, masih bisa beraktifitas seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, penderita masih mau makan dan minum seperti biasa.

2. Dehidrasi ringan atau sedang, memyebabkan penderita gelisah atau rewel, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit. 3. Dehidrasi berat, penderita apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada

cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, penderita terlihat lemah. 2.1.5 Penularan Penyakit Diare

Penyakit diare dapat terjadi melalui transmisi faecal oral, sumber patogen berasal dari kotoran manusia atau hewan dan sampai kepada manusia secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Transmisi dapat terjadi melalui tangan, lalat, tanah, air permukaan, air tanah, tempat sampah, saluran pembuangan air limbah, pembuangan tinja hingga makanan dan minuman tercemar tinja. Selain itu dapat berasal dari muntahan penderita yang mengandung kuman penyebab penyakit diare (Arif and Ibrahim, 1998 ).

Tinja yang dibuang sembarangan akan mencemari lingkungan (tanah, air), jika dibuang ketempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia, sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia. Tangan /kuku yang tidak bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk melalui mulut manusia melalui makanan/minuman (Soemirat, 2007).

(7)

a. Tidak tersedianya air bersih yang memenuhi standar kesehatan. b. Air yang tercemar oleh agen penyebab diare.

c. Pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. d. Perilaku yang tidak sehat dan lingkungan yang kurang bersih.

e. Pengolahan, penyediaan, dan penyajian makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan.

Pencemaran pada makanan dapat terjadi karena:

1) Kontaminasi oleh mikroorganisme, pada saat penggunaan peralatan makan yang terkontaminasi oleh orang yang terinfeksi, penggunaan bahan pangan mentah yang terkontaminasi, kontaminasi silang, dan akibat penambahan zat kimia toksik atau penggunaan bahan pangan yang mengandung toksik dari alam.

2) Bertahan hidupnya mikroorganisme, akibat pemanasan atau proses pengolahan makanan yang tidak memadai.

3) Pertumbuhan mikroorganisme akibat refrigerasi yang tidak memadai, misalnya pendinginan yang tidak memadai atau penyimpanan masakan yang panasnya tidak memadai.

2.1.6 Epidemiologi Penyakit Diare

Diare merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada balita. Menurut Depkes RI (2007), epidemiologi penyakit diare dijelaskan sebagai berikut :

a. Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare

(8)

lebih dikenal dengan istilah penularan melalui faecal-oral. Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare (Depkes RI, 2007), diantaranya :

a. Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada awal kelahiran. Pada bayi yang tidak memperoleh ASI eksklusif secara penuh dari ibu, risiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

c. Menyimpan makanan masak dalam suhu kamar. Jika makanan disimpan beberapa jam dalam suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembangbiak.

d. Menggunakan air minum yang tercemar. Air sangat mungkin tercemar karena air menempuh perjalanan yang cukup panjang dari sumbernya sampai siap digunakan di tingkat rumah tangga. Pencemaran pada air, sangat memudahkan penyebaran diare apalagi air yang tercemar kuman diare tersebut air yang siap diminum. Pencemaran air minum dirumah dapat terjadi apabila air minum ditempatkan pada tempat yang tidak bersih, atau tidak ditutup dengan baik, serta apabiala tangan yang tercemar kuman menyentuh air pada saat mengambil air dari tempatnya.

(9)

f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja anak) dengan benar. Tinja anak sering dianggap tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung kuman penyakit dalam jumlah yang besar.

b. Faktor Penjamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare

Beberapa faktor penjamu yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap diare maupun lamanya diare, diantaranya (Depkes RI, 2007):

a. Tidak memperoleh ASI eksklusif serta ASI lanjutan sampai dua tahun.

ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi atau balita dari kuaman penyebab diare seperti Shigella, dan Vibrio cholera.

b. Kurang gizi.

Anak-anak yang menderita kurang gizi terutama gizi buruk, akan meningkatkan berat dan lamanya penyakit, maupun risiko terhadap kematian karena diare.

c. Campak.

Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat semakin parah pada balita atau anak-anak yang menderita campak dalam empat minggu terakhir. Akibatnya kekebalan tubuh penderita yang menurun, virus campak menyerang system mukosa tubuh sehingga dapat pula menyerang system saluran cerna.

d. Imunodefisiensi/imunosupresi

(10)

yang lama. Tidak jarang penderita juga mengalami kematian akibat diare yang disebabkan kuman yang patogen.

c. Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Sarana air bersih dan pembuangan tinja, merupakan faktor dominan terhadap terjadinya penyakit diare. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Kuman diare yang mencemari lingkungan ditambah dengan perilaku manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan terjadinya penyakit diare.

2.1.7 Pencegahan Penyakit Diare

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), cara melakukan pencegahan diare yang benar dan efektif adalah :

1. Perilaku sehat

a. Pencegahan pada bayi

Perilaku yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare pada bayi adalah sebagai berikut :

1) Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun, ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. ASI bersifat steril sehingga menghindarkan anak dari bahaya dan bakteri lain yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.

(11)

3) Memberikan imunisasi campak, anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. b. Pencegahan pada anak-anak dan dewasa

1) Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.

2) Menggunakan jamban, keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga yaitu, keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, dan gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

2. Penyehatan lingkungan

Selain berperilaku yang sehat, kejadian diare juga dapat dicegah dengan menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, sebagai berikut :

a. Penyediaan air bersih, penyedian air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sumber air juga harus dijaga dari pencemaran oleh hewan dan sumber air terletak >10 m dari septic tank. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, dan lainnya

(12)

c. Pengelolaan sampah, pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit yang penularannya melalui vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lainnya. Oleh karena itu, tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpul setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

2.1.8 Pengobatan Diare

Pengobatan pada penyakit diare dapat dilakukan dengan 2 terapi, yaitu (Wijoyo,2013) :

1. Terapi Nonfarmakologi a. Terapi Rehidrasi Oral

Bahaya utama diare terletak pada dehidrasi, maka penanggulangannya dengan cara mencegah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila terjadi dehidrasi. Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dengan cairan yang memadai seperti oral atau parental. Cairan rehidrasi yang dipakai oleh masyarakat biasanya seperti air kelapa, air susu ibu, air teh encer, air taji, air perasan buah dan larutan gula dan garam. Pemakaian cairan ini dititik beratkan pada pencegahan timbulnya dehidrasi, bila terjadi dehidrasi sedang atau berat sebaiknya diberi oralit.

b. Oralit

(13)

belakangan ini adalah diare karena virus. Karenanya para ahli mengembangkan formula baru dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.

2. Terapi Farmakologi

Selain menggunakan cara pengobatan nonfarmakologi, pengobatan diare menggunakan obat-obatan seperti loperamida, defenoksilat, kaolin, karbon adsorben, attapulgite, dioctahedral smectite, pemberian zink dan antimikroba sangat diperlukan.

2.2 Kandang Ternak

2.2.1 Pengertian Kandang Ternak

Kandang merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal hewan. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Kandang ternak adalah struktur atau bangunan dimana hewan ternak dipelihara selain itu kandang ternak merupakan tempat beristirahat dan berteduh bagi ternak (B.Sarwono. 2012).

2.2.2 Fungsi Kandang Ternak

Menurut B.Sarwono (2012) fungsi kandang ternak adalah sebagai berikut: 1. Memudahkan dalam pemeliharaan ternak sehari-hari, seperti pemberian pakan

dan minuman, pengendalian penyakit, serta vaksinasi.

2. Dapat menghemat pemakaian tempat dalam pemeliharaan ternak.

3. Membantu memudahkan pengumpulan dan pembersihan kotoran sehingga selalu terjaga kebersihannya.

4. Sebagai pelindung ternak dari hewan-hewan lain yang mengganggu.

(14)

2.2.3 Syarat Kandang Ternak

Menurut Farida. S. M. dan Kaharudin tahun 2010 dalam pembangunan kandang ternak harus memperhatikan beberapa persyaratan antara lain dari segi teknis, ekonomis, kesehatan kandang (ventilasi kandang, pembuangan kotoran), efisiensi pengelolaan dan kesehatan lingkungan sekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah sebagai berikut:

1. Kandang hendaknya dibuat dari bahan yang murah tetapi kuat, serta mudah didapatkan dari daerah sekitar.

2. Tidak banyak dilewati lalu lintas umum. 3. Kandang mudah dibersihkan.

4. Kandang terletak jauh dari tempat tinggal.

5. Pertukaran udara di dalam kandang dapat berlangsung dengan baik. 6. Sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang.

7. Lingkungan kandang bersih dan kering. 2.2.4 Jarak Kandang dari Pemukiman

Ternak dapat mencemari lingkungan melalui kotorannya dalam bentuk pencemaran air permukaan maupun air dalam tanah, udara, maupun melalui suara ternak yang dapat menimbulkan kebisingan. Kotoran hewan telah terbukti sebagai pelabuhan sejumlah mikroorganisme yang mungkin juga menjadi infektif pada manusia, seperti salmonella tertentu, Campylobacter dan Cryptosporidium (Curtis, 2000). Oleh karena itu jarak minimumnya ke pemukiman harus diperhatikan (Kementerian Pertanian RI, 2012).

(15)

1. Harus memperhatikan faktor hygiene. Faktor higiene lingkungan penting untuk ternak maupun peternak, antara lain untuk menjamin kesehatan ternak dan lingkungan sekitar.

2. Letak bangunan kandang juga harus jauh dari pemukiman penduduk. Berdasarkan teori dari Kusnoputranto (2002) dan MENRISTEK (2005) mengenai jarak kandang dengan rumah sebaiknya terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimum 10 meter.

3. Dibangun dekat sumber air, yang berfungsi untuk air minum dan memandikan ternak serta sebagai sarana pembersih lantai.

4. Mudah diakses transportasi.

5. Kandang tunggal menghadap ke timur, kandang ganda membujur utara- selatan.

6. Penggunaan sumber air untuk ternak tidak mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat. Persyaratan untuk topografi ini antara lain tempat kandang harus lebih tinggi dari sekitar, tanah mudah menyerap air sehingga mengurangi kemungkinan genangan air.

7. Tempat tidak terlalu tertutup pepohonan rindang yang dapat mengurangi sinar matahari dan sirkulasi udara.

8. Kandang harus dekat dengan petugas, sehingga mempermudah dan memperlancar pengawasan kesehatan, keamanan, dan tata laksana.

(16)

2.2.5 Ternak Babi

2.2.5.1 Peternakan Babi Ramah Lingkungan

Usaha peternakan babi dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya yang dapat menyediakan protein hewani. Akan tetapi hasil sampingan ternak berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar juga dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Selain baunya yang tidak sedap, keberadaannya juga dapat menimbulakan pencemaran lingkungan, mengganggu pemandangan, dan bisa menjadi sumber penyakit (Kementerian Pertanian RI, 2012).

(17)

2.2.5.2 Hasil Samping Ternak

Disamping hasil utama, suatu usaha peternakan pasti menghasilkan hasil sampingan yaitu berupa limbah. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti limbah padat dan limbah cair yaitu feses, urine, sisa makanan dll. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari skala usaha, jenis ternak yang dipelihara, dan sistim perkandangan. Manajemen dan penampungan limbah ternak babi menggunakan teknologi terapan untuk menekan pencemaran dari usaha peternakan babi seminimal mungkin, misalnya menangani limbah ternak dengan cara : pengomposan, kolam oksidasi ataupun kocokan, kolam aerob alamiah, kolam anaerob, kolam fakultatif (aerob dan anaerob). Pencerna anaerob dan membuat biogas, dehidrasi, pensilasean, pengeringan, pengkonversian elektrokimiawi, penumbuhan simbiotik dengan ganggang (algae) atau bakteri. Limbah ternak babi perlu ditampung di suatu tempat penampungan sementara, misalnya lagun, yakni semacam kolam dengan sistem manajemen limbah yang praktis, mengurangi tenaga kerja dan cukup waktu menampung sebelum digunakan selanjutnya untuk berbagai tujuan, misalnya untuk tanaman pertanian (Kementerian Pertanian RI, 2012). Tempat penampungan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Cukup volume penampungan agar jangan ada yang tercecer atau berserak; b. Tempat penampungan harus cukup menampung untuk jangka waktu tertentu dan

jangan sampai limbah nilai haranya kurang.

c. Struktur penampungan harus menjamin limbah agar jangan mencemari air. d. Limbah yang ditampung harus mudah diangkut untuk dipindah ke tempat lain.

(18)

bertujuan agar air limbah (air kencing dan kotoran) dengan mudah bisa dialirkan langsung ke parit (Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor, 2005) atau tertampung di dalam bak penampungan dan tidak mengganggu sekelilingnya serta bisa dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian. Ukuran bak ini tergantung dari persediaan bak yang ada serta jumlah babi atau luas kandang. Adanya saluran pembuangan air limbah pada kandang ternak yang baik dapat melindungi hewan ternak terhadap berbagai serangan penyakit dan menghindari intervensi dari serangga dan hama ke tempat hewan lain dan menularkan penyakit (Mukono Hj, 1999).

2.2.5.3 Pengolahan Limbah Ternak Babi

Limbah ternak babi dapat dikelola untuk berbagai macam tujuan, terutama menjadi pupuk. Kotoran yang dihasilkan babi itu ada dua macam yaitu pupuk kandang segar dan pupuk kandang yang telah membusuk. Pupuk kandang segar merupakan kotoran yang dikeluarkan babi sebagai sisa proses makanan yang disertai urine dan sisa-sisa makanan lainnya. Sedangkan pupuk kandang yang telah membusuk adalah pupuk kandang yang telah mengalami proses pembusukan atau penguraian oleh jasad renik (mikroorganisme) yang ada dalam permukaan tanah karena telah disimpan dalam waktu yang lama.

(19)

a. Penanganan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Padat/Cair

Dalam rangka pemberdayaan peternak salah satu yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah ternak sebagai input usaha. Ada beberapa alternatif yang baik dalam penanganan limbah kotoran menjadi pupuk padat/cair dari beternak babi, antara lain :

1. Mengumpulkan kotoran dari setiap babi, mengeringkannya di bawah sinar matahari kemudian dibuat jadi kompos.

2. Menampung kotoran yang diperoleh setiap hari kedalam bak penampungan, setelah penuh dibongkar lalu dikeringkan dan dibuat pupuk buatan dengan cepat (sistem bokashi).

3. Mengalirkan limbah kotoran ke kolam penampungan yang bertingkat, dengan perpaduan tanaman air dan pemelihara ikan, sehingga kolam terakhir menghasilkan air yang bersih.

Penggunaan pupuk organik sangat bermanfaat bagi petani/peternak untuk mengurangi biaya produksi terhadap sarana produksi seperti mengurangi pupuk kimia. Dengan demikian penerapan teknologi bertanam organik yang ramah lingkungan mengukuhkan petani semakin lebih mandiri dari ketergantungannya dari sarana produksi yang harganya terus meningkat seperti pupuk kimia dan pestisida.

b. Penanganan Limbah Ternak Menjadi Biogas

(20)

pupuk organik cair dan padat bermutu baik serta berupa gas yang terdiri dari gas methane (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Gas tersebut dapat dimanfaatkan jadi bahan bakar gas (BBG) yang lazim disebut gas-bio.

2.2.5.4 Pengolahan Manajemen Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan a. Manajemen Pemeliharaan

Untuk pencegahan penularan penyakit, maka pemeliharaan ternak babi dipedesaan harus dilakukan secara tertib dan memenuhi tata cara budidaya ternak babi yang baik terutama menyangkut masalah biosecuriti, higiene dan sanitasi dan pencemaran lingkungan. (Kementerian Pertanian, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Melakukan pembersihan dan pencucian kandang serta menyediakan desinfektan.

2. Membersihkan lingkungan sekitar kandang.

3. Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama lainnya.

4. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari suatu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani hewan sakit/kandang isolasi tidak diperkenankan untuk melayani ternak- ternak/ kandang lainnya.

5. Membakar atau mengubur bangkai babi yang mati karena penyakit hewan menular dibawah pengawasan Dokter Hewan Peternakan setempat.

6. Setiap usaha peternakan babi harus menyediakan fasilitas desinfeksi untuk petugas dan tamu serta kendaraan di pintu masuk ke peternakan.

7. Kandang ternak babi harus terpisah dengan kandang ternak lainnya.

(21)

b. Kebersihan Kandang Ternak

1. Kandang harus cukup luas, dibersihkan setiap hari dan didisinfeksi secara teratur ( 2 x dalam seminggu) serta memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup ( udara masuk dan keluar kandang dengan lancar serta cahaya matahari dapat masuk kedalam kandang).

2. Hindarkan/cegah dan bersihkan makanan yang berceceran di sekitar kandang. 2.3 Lalat

2.3.1 Pengertian Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Dari berbagai jenis binatang dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya (Azrul Azwar, 1995).

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang). Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000-100.000 spesies lalat (Maryantuti, 2007). Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fanniacanicularis) (Dantje T. Sembel, 2009).

(22)

dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti glukosa dan sedikit protein bagi pertumbuhannya sebagian besar ada pada makanan manusia (Sitanggang, 2001). Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut (Suska, 2007).

2.3.2 Klasifikasi Lalat

Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Kartikasari (2008), klasifikasi lalat adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera

Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae,dll.

Spesies : Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sarchopaga sp, Fania, dll.

2.3.3 Jenis-jenis Lalat

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012), jenis-jenis lalat yang terdapat di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Lalat Rumah (Musca domestica)

Lalat ini termasuk ke dalam famili Muscidae, sebarannya di seluruh dunia. Lalat ini berukuran sedang, panjangnya 6-8 mm, berwarna hitam keabau-abuan dengan empat garis memanjang gelap pada bagian dorsal toraks (bagian dada). b. Lalat Kandang (Stomoxys calsitrans)

(23)

c. Lalat Hijau (Calliphoridae)

Lalat hijau termasuk kedalam famili Calliphoridae. Lalat ini terdiri atas banyak jenis, umumnya berukuran dari sedang sampai besar, dengan warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap. Biasanya lalat ini berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah yang mengandung kotoran hewan.

d. Lalat Daging (Sarcophaga spp)

Lalat ini termasuk ke dalam famili Sarcophagidae. Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm panjangnya. Lalat ini mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya mempunyai corak seperti papan catur.

e. Mimik (Drosophila spp)

Lalat ini berukuran kecil, jumlahnya bisa sangat banyak, mengganggu dan mengancam kesehatan manusia. Karena ketertarikannya terhadap bahan asal buah dan sayuran, terutama bahan yang mengalami fermentasi, lalat ini menjadi pengganggu utama perusahaan pengalengan, pembuat bir, minuman dari anggur, serta pasar buah dan sayuran.

2.3.4 Siklus Hidup Lalat

(24)

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat

Berdasarkan Depkes RI (2001), siklus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium: 1. Stadium pertama (stadium telur)

Bentuk telur lonjong, bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1 mm. Setiap bertelur, lalat akan menghasilkan 120-130 butir telur dan akan menetas dalam waktu 8-16 jam. Pada suhu rendah dibawah 12-13°C telur tidak akan menetas.

Gambar 2. Telur Lalat 2. Stadium kedua (stadium larva)

(25)

Gambar 3. Larva Lalat 3. Stadium ketiga (stadium pupa)

Akhir dari fase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur ± 35°C.

Gambar 4. Pupa Lalat 4. Stadium keempat (stadium dewasa)

(26)

tetapi pada kondisi yang lebih sejuk bisa sampai 3 bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin.

Gambar 5. Lalat Dewasa 2.3.5 Pola Hidup Lalat

Pola hidup lalat terbagi menjadi beberapa bagian. Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2001):

1. Tempat Peristirahatan

Pada siang hari apabila lalat tidak sedang mencari makan, lalat beristirahat di tempat-tempat yang sejuk seperti di dinding, lantai, rumput dan tempat-tempat sejuk lainnya. Lalat juga suka dengan tempat yang berdekatan dengan makanan serta terlindung dari angin dan matahari terik. Di dalam rumah, lalat beristirahat pada pinggiran tempat makan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 m.

2. Tempat Perindukan

(27)

a. Kotoran hewan

Tempat perindukan lalat yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).

b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan

Lalat suka hinggap dan juga berkembang biak baik pada sampah, sisa makanan, serta buah-buahan yang ada di dalam rumah maupun di pasar.

c. Kotoran organik

Lalat berkembang biak pada kotoran organik seperti kotoran hewan dan kotoran manusia.

d. Air kotor

Lalat berkembang biak pada permukaan air kotor yang terbuka. 3. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan yang lain. Lalat suka dengan kotoran serta darah dan lalat juga sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari seperti buah-buahan, gula, susu dan makanan lainnya.

4. Lama Hidup

Pada musim panas, lalat dapat bertahan hidup antara 2-4 minggu. Pada musim dingin, lalat dapat bertahan hidup sampai 70 hari.

5. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dari aktifitas optimumnya pada temperatur 21°C. Pada temperatur di bawah 7,5°C lalat tidak aktif dan diatas 45°C terjadi kematian.

6. Kelembaban

(28)

7. Cahaya

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari lalat tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.

2.3.6 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Lalat

Lalat merupakan vektor mekanis jasad-jasad patogen terutama penyebab penyakit usus dan bahkan beberapa spesies khususnya lalat rumah dianggap sebagai vektor thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, disentri tuberculosis, penyakit sapar dan trypanosominasi. Lalat Chrysops dihubungkan dengan penularan parasit filaria loa-loa dan pasteurella tularensis penyebab tularemia pada manusia dan hewan (Sucipto, 2011).

Secara lebih detail, Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang disebabkan oleh lalat antara lain:

1. Disentri, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.

2. Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu. Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp atau diare bisa juga karena Eschericia coli.

3. Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu, penyebabnya adalah Salmonella spp.

4. Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah Vibrio cholera.

(29)

6. Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing jarum atau cacing kremi (Enterobius vermin cularis), cacing giling (Ascaris lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator), cacing pita (Taenia,

Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris trichiura).

7. Belatung lalat Musca domestica, Chrysomya dan Sarchopaga dapat juga menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan. Infestasi ini disebut myasis atau belatungan

2.3.7 Pemberantasan Lalat

Untuk pemberantasan secara langsung melalui fisik dapat dilakukan dengan cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif apabial lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, tempat produksi makan, sayuran, serta buah-buahan (Manalu, 2012).

1. Perangkap Lalat (Fly Trap).

Fly Trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap lalat dalam

jumlah yang cukup besar atau padat.

2. Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky tapes).

(30)

3. Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor).

Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow files) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Metode ini harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restaurant.

4. Pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela atau ventilasi.

Pemasangan kawat kasa dapat menangkap lalat yang akan masuk melalui pintu dan jendela. Hal ini mudah dilakukan dan dapat berguna untuk waktu yang lama.

5. Fly Grill

Fly grill atau sering disebut blok grill oleh sebagian orang, fly grill adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat disuatu tempat. 2.3.8 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill

(31)

diadakan 10 kali perhitungan kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat rata-rata.

Angka ini merupakan indek populasi lalat pada satu titik perhitungan. Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan dari pada pengukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil pengukuran indek populasi lalat juga berguna untuk menentukan tidakan pengendalian yang akan dilakukan. Indek populasi lalat terbagi menjadi:

a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah.

b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat.

c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian.

d. >21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat (Wijayanti, 2009). Adapun bentuk fly grill dapat dilihat pada gambar berikut :

(32)

2.4 Personal Hygiene

2.4.1 Pengertian Personal Higiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya (Potter dan Perry, 2005). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.

2.4.2 Jenis-jenis Personal Higiene Kebersihan Perorangan meliputi : a. Kebersihan Kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti : 1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2. Mandi minimal 2x sehari 3. Mandi memakai sabun 4. Menjaga kebersihan pakaian

(33)

6. Menjaga kebersihan lingkungan. b. Kebersihan Rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat terpelihara dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya 2x seminggu.

2. Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya. 3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

c. Kebersihan Gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :

1. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan 2. Memakai sikat gigi sendiri

3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi

4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi 5. Memeriksa gigi secara teratur

d. Kebersihan Mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah : 1. Membaca di tempat yang terang

2. Memakan makanan yang bergizi 3. Istirahat yang cukup dan teratur

(34)

5. Memlihara kebersihan lingkungan e. Kebersihan Telinga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah : 1. Membersihkan telinga secara teratur

2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam. f. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Membersihkan tangan sebelum makan

2. Memotong kuku secara teratur 3. Membersihkan lingkungan 4. Mencuci kaki sebelum tidur.

Faktor Higiene yang mempengaruhi kejadian diare adalah kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Delima (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara higiene Cuci Tangan Pakai Sabun pada ibu dengan kejadian diare pada balita.

2.4.3 Cuci Tangan Pakai Sabun

(35)

pada saat makan, maka kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman karena tanpa sabun maka kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Oleh karenanya mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan (Proverawaty, 2012).

Waktu tepat untuk mencuci tangan adalah :

1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah: memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll)

2. Setelah buang air besar

3. Setelah menceboki bayi atau anak 4. Sebelum makan dan menyuapi anak 5. Sebelum memegang makanan

6. Sebelum menyusui bayi dan atau menyuapi bayi

7. Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian 8. Setelah bermain/ memberi makan/ memegang hewan peliharaan.

Perilaku mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu bagian dari higiene perorangan seorang ibu. Higiene perorangan yang baik dapat mencegah terjadinya insiden diare. Menurut Depkes RI, 2006 mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam mengurangi kejadian diare.

(36)

bebas dari kuman. Cara mencuci tangan yang benar menurut Proverawaty (2012) adalah sebagai berikut :

1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun bentuk cairan

2. Gosok tangan setidaknya selama 10-15 detik

3. Bersihkan bagian pergelanagn tangan, punggung tangan, sela-sela jari, kuku 4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir

5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain

6. Gunakan tisu/handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air 2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 7. Kerangka Konsep Keberadaan Kandang Ternak

1. Jarak Antara Kandang Ternak Dengan Rumah Responden. 2. Kebersihan Kandang Ternak. 3. Pengolahan limbah ternak

Personal Hygiene

1. Kebiasaan Ibu Cuci Tangan Pakai Sabun

2. Kebiasaa Balita Cuci Tangan Pakai Sabun

Gambar

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat
Gambar 3. Larva Lalat
Gambar 5. Lalat Dewasa
Gambar 6. Fly Grill
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan penelitian oleh Lewy, Zulkardi dan Aisyah dengan penelitian ini adalah soal yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak hanya soal untuk mengukur kemampuan

Tepat w aktu, informasi yang diterima harus tepat pada waktunya, sebab informasi yang usang (terlambat) tidak mempunyai niali yang baik, sehingga bila digunakan sebagai dasar

[r]

[r]

PENGADAAN BARANG/JASA DALAM RANGKA PEMELIHARAAN PERANGKAT KOMPUTER SERVER MERK IBM DAN SARANA PENUNJANGNYA BESERTA PERPANJANGAN SOFTWARE SUPPORT UNTUK LISENSI PERANGKAT

Sehubungan dengan ha1 di atas kombinasi hasil penentuan wilayah miskin dengan menerapkan caralpenedekatan = 2 variabel prediktor dan 20% desa miskin dalam kecamatan pada

Sayangnya usaha yang dilakukan selama ini justru membawa pengkaji pada perdebatan tersendiri. Aksin Wijaya membagi sikap pengkaji terhadap naskh menjadi tiga

PENERAPAN STRATEGI PQ4R (PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS 1V SEKOLAH DASAR Universitas